• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak ekonomi tidak langsung dilihat dari pengeluaran unit usaha di dalam kawasan Situ Pengasinan dan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di masing-masing unit usaha. Pelaku usaha yang memiliki unit usaha hanya Pokja. Untuk unit usaha seperti kios dan pedagang asongan tidak memiliki tenaga kerja.

Pokja memiliki beberapa tenaga kerja di penjual tiket, petugas kebersihan, petugas keamanan, dan penjaga permainan.

Multiplier effect yang terjadi di kawasan Situ Pengasinan terjadi sampai dampak ekonomi lanjutan. Dampak ekonomi lanjutan didapat dari adanya tenaga kerja yang melakukan kegiatan ekonomi di kawasan Situ Pengasinan Depok. Berikut jumlah tenaga kerja yang ada di Situ Pengasinan Depok:

Tabel 38 Jenis pekerjaan di Situ Pengasinan

Jenis Tenaga Kerja Jumlah pekerja (orang) Proporsi (%)

Penjaga Kebersihan 1 8.33

Penjaga Tiket 5 41.67

Penjaga Keamanan 6 50.00

Total 12 100

Sumber : Data primer 2013 (diolah)

Berdasarkan tabel 38, dari semua unit usaha yang ada di Situ Pengasinan hanya Pokja yang memiliki tenaga kerja. Hal ini disebabkan sebagian besar unit usaha di sekitar kawasan wisata Situ Pengasinan adalah usaha kecil. Dana yang dikeluarkan tidak cukup untuk membayar tenaga kerja. Pokja sebagai usaha bersama dengan modal yang besar, membutuhkan tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar Situ Pengasinan. Setiap jenis pekerjaan memiliki satu orang tenaga kerja tetap. Akan tetapi, pada hari Sabtu, Minggu, dan liburan, Pokja diperbantukan oleh 4 orang tenaga kerja (di luar tenaga kerja tetap) lain yang diberi upah sesuai hasil pendapatan dari pengunjung dan untuk pekerja tetap memiliki upah bulanan. Tabel 39 memperlihatkan upah tenaga kerja Pokja.

Tabel 39 Jumlah pendapatan tenaga kerja di Situ Pengasinan Jenis tenaga kerja Jumlah tenaga

kerja (orang) Rata rata pendapatan (Rp) Jumlah pendapatan (Rp) penjaga kebersihan 1 400 000 400 000 penjaga tiket 5 280 000 1 400 000 penjaga keamanan 6 266 666 1 600 000 Jumlah 12 846 666 3 400 000

Sumber : Data primer 2013 (diolah) C. Dampak Ekonomi Lanjutan

Berdasarkan pendapatan atau upah yang didapat dari kegiatan wisata air Situ Pengasinan, dapat dilihat bagaimana proporsi pengeluaran tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan bulanannya seperti terlihat pada tabel 40.

67 Tabel 40 Jumlah pengeluaran tenaga kerja di Situ Pengasinan Depok

Pengeluaran tenaga kerja Jumlah pengeluaran (Rp)

Proporsi (%) A.Biaya di dalam lokasi wisata

Biaya konsumsi 225 000 33.33

B. Biaya di luar lokasi wisata

Biaya kebutuhan pulsa, kosmetik 450 000 66.67

Transportasi 0

Lainnya 0

Jumlah 675 000 100

Sumber : Data primer 2013 (diolah)

Tabel 40 menunjukan bahwa proporsi kebutuhan pulsa lebih besar dibanding pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi. Konsumsi yang dimaksud bukan makanan utama. Hal ini dikarenakan seluruh tenaga kerja masih berstatus single dan kebutuhan pokok masih ditanggung oleh orang tua yang tinggal di dekat situ. Hal ini juga menyebabkan tidak adanya biaya transportasi dan konsumsi. Beberapa kebutuhan lain juga dikeluarkan dari perhitungan karena pendapatan tenaga kerja tidak hanya berasal di tempat wisata saja, sehingga kebutuhan lain sengaja dikeluarkan dari perhitungan agar tidak menimbulkan defisit. Pengeluaran yang berasal dari upah tenaga kerja yang dikeluarkan di lokasi wisata hanya biaya konsumsi. Biaya kebutuhan pulsa dan lainnya dikeluarkan di luar lokasi wisata.

Keberadaan kelembagaan Pokja tidak cukup berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari perbandingan pendapatan di tingkat usaha dengan pendapatan di tenaga kerja. Selisih nilai antara pendapatan tenaga kerja dengan pendapatan Pokja dapat dikatakan cukup jauh. Tenaga kerja yang ada dianggap sudah cukup untuk menangani pengelolaan situ sehingga tidak dibutuhkan penambahan tenaga kerja.

D. Multiplier Effect

Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan di lokasi wisata Situ Pengasinan dapat diukur dengan menggunakan nilai efek penggandaan atau Multiplier Effect dari aliran uang yang dibelanjakan. Multiplier Effect dapat diihat dari total pengeluaran wisatawan selama di kawasan wisata. Terdapat tiga ukuran nilai efek penggandaan yang dapat diestimasi, yaitu (1) Keynesian local income,

(2) ratio income multiplier tipe I, merupakan nilai yang diperoleh dari dampak tidak langsung atas pengeluaran pengunjung, dan (3) ratio income multiplier tipe II merupakan nilai yang diperoleh dari dampak lanjutan.

Berdasarkan hasil analisis Keynesian Income Multiplier maka terlihat peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1.25%. Artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar Rp 10 000, maka akan berdampak langsung terhadap ekonomi lokal secara keselurahan, baik bagi pendapatan unit usaha maupun pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 12 500. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapat sebesar 1.05% yang artinya apabila terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp 10 000 terhadap pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal diduga sebesar Rp 10 000 (berupa pendapatan bersih unit usaha dan upah tenaga kerja). Selanjutnya untuk nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1.06% yang artinya jika terjadi peningkatan sebesar Rp 10 000 terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja dan pengeluaran tenaga kerja di ekonomi lokal yang akan berputar pada masyarakat lokal sebesar Rp 10 600.

Tabel 41 Nilai multiplier effect No Kriteria Multiplier Nilai

Multiplier

Keterangan

1 Keynesian Income

Multiplier

1.25 Dampak ekonomi yang terjadi diakatakan sangat tinggi karena nilai Keynesian Income multiplier effect lebih dari sama dengan 1. Hal ini disebabkan sedikitnya kebocoran yang terjadi di luar area wisata

2 Ratio Income

Multilier Tipe I

1.05 Dampak ekonomi yang terjadi dikatakan telah memberikan dampak ekonomi terhadap kegiatan wisata karena nilai

3 Ratio Income

Multilier Tipe II

1.06 Ratio Income Multiplier Tipe I dan II lebih besar atau sama dengan satu.

Sumber : Data primer, 2013 (diolah)

Nilai Keynesian Income sangat besar disebabkan oleh sedikitnya kebocoran yang terjadi di luar area wisata. Karakteristik daerah asal pengunjung yang sebagian besar masyarakat Depok menyebabkan terjadinya kebocoran. Selain itu harga makanan yang ditawarkan di area wisata terbilang masih terjangkau oleh pengunjung, sehingga pengunjung lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan

69 di area wisata dibandingkan harus membawa dari rumah atau membeli di luar area wisata.

Pengembangan wisata yang masih tergolong kecil menjadikan peluang usaha masih terbuka luas untuk melakukan usaha. Selain itu, meskipun nilai ratio income tidak sebesar nilai Keynesian. Hal ini menandakan pendapatan pada tenaga kerja tidak sebesar pendapatan unit usaha. Hal ini dikarenakan hanya satu unit usaha saja, yaitu Pokja yang memiliki tenaga kerja. Nilai multiplier dapat ditingkatkan melalui pengembangan objek wisata Situ Pengasinan sehingga sehingga mampu meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Situ Pengasinan dan dapat meningkatkan jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga kerja lokal. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran pengunjung wisata yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa informasi penting mengenai kelembagaan Pokja dalam Pengelolaan Situ Pengasinan Depok sebagai berikut:

1. Pokja Situ Pengasinan dikatakan baik. Hal ini terlihat dari persepsi indikator proses kelembagaan, kualitas kelembagaan dinilai dari substansi aturan berdasarkan kelengkapan kejelasan aturan, dan kinerja kelembagaan dilihat dari pelaksanaan aturan dan kualitas kelembagaan mampu memberikan dampak yang terlihat baik dari segi ekonomi maupun ekologi.

2. Pengelolaan Situ pengasinan memiliki lima stakeholders yang memilki pengaruh dan kepentingan yang cukup tinggi, yaitu Pokja, Dinas Bina Marga Sumber Daya dan Air, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda dan Olahraga, serta dinas Pariwisata.

3. Adanya kegiatan wisata di Situ Pengasinan memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat lokal baik dampak langsung, tidak langsung, dan lanjutan. Hal ini tercermin dari nilai multiplier effect dengan nilai keynesian income multiplier sebesar 1.25%, ratio income multiplier tipe I sebesar 1.05%, dan ratio income multiplier tipe II sebesar 1.06%. Pengeluaran pengunjung selama berwisata di Situ Pengasinan sangat dirasakan oleh masyarakat lokal dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Nilai ratio income tipe I menunjukan 1.05% dengan artian peningkatan pendapatan unit usaha juga memberikan peningkatan pada upah tenaga kerja. Dampak lanjutan didapat dari nilai ratio income multiplier tipe 1.06% dengan artian peningkatan pendapatan pemilik usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja, dan pengeluaran tenaga kerja di ekonomi lokal yang akan berputar pada masyarakat lokal.

71 7.2 Saran

Berdasarkan simpulan, maka dirumuskan beberapa saran mengenai kelembagaan Pokja dalam Pengelolaan Situ Pengasinan Depok sebagai berikut:

1. Mempertimbangkan kinerja Pokja Situ Pengasinan yang relatif baik dari segi kelembagaan maupun ekonomi, maka disarankan agar Pemerintah Kota Depok merevitalisasi seluruh kelembagaan Pokja situ yang ada di Depok. 2. Untuk memberikan manfaat ekonomi yang baik bagi masyarakat, maka di

dalam revitalisasi kelembagaan pokja-pokja tersebut, perlu diiringi dengan pengembangan infrastruktur jalan dan infrastruktur ekonomi.

3. Dalam merevitalisasi Pokja tersebut, disarankan agar melibatkan stakeholders utama melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Dokumen terkait