• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Faktor Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Analisis Pengaruh Faktor Penurunan Kualitas Lingkungan terhadap

6.3.1 Harga Lahan

Harga lahan menentukan pilihan seseorang untuk tinggal disuatu tempat. Lahan dengan harga tinggi mencerminkan semakin tinggi kualitas lahan tersebut baik lokasi, karakteristik properti, karakteristik lingkungan sekitar, maupun karakteristik aksesibilitasnya. Kenaikan harga lahan juga merupakan suatu konsekuensi dari suatu perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan tersebut.

Harga lahan responden bervariasi mulai dari Rp 30.000,00/m2 hingga Rp 100.000,00/m2. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 40,00 persen harga lahan responden kurang dari atau sama dengan Rp 40.000,00/m2, 46,67 persen harga lahan responden antara Rp 40.001/m2-Rp 80.000/m2, 13,33 persen harga lahan responden lebih dari Rp 80.001,00/m2. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh

68 rataan harga lahan Rp 51.667,00/m2. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 44 lahan responden yang harganya beada dibawah rata-rata dan 16 lahan responden yang harganya diatas rata-rata. Distribusi harga lahan responden dapat dilihat pada Gambar 9.

Sumber : Data Primer (diolah), 2011

Gambar 9 Distribusi Harga Lahan Responden

Harga lahan di Desa Galuga di duga dipengaruhi oleh keberadaan TPAS Galuga. Harga lahan responden dapat dipengaruhi oleh jarak lahan dengan TPAS Galuga dan kebersihan lingkungan. Status lahan juga dapat berpengaruh terhadap harga lahan tersebut. Responden yang memiliki sertifikat hak milik atas lahan yang dimilikinya maka harga lahannya akan lebih tinggi. Perbedaan harga lahan responden diduga dapat menunjukkan adanya perbedaan kualitas lingkungan, oleh karena itu digunakan harga lahan sebagai indikator untuk melihat bahwa terjadi perbedaan kualitas lingkungan yang dipengaruhi oleh keberadaan TPAS Galuga.

6.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar TPAS Galuga

Pendugaan fungsi faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan pemukiman di sekitar TPAS Galuga dilakukan dengan analisis regresi berganda.

40,00% 46,67% 13,33% ≤Rp 40000,00 Rp 40001,00-Rp 80000,00 >Rp 80000,00

69 Variabel tidak bebas (dependent variabel) yang digunakan adalah harga lahan, sedangkan variabel yang dimasukkan dalam variabel bebas (independent variabel) adalah jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga (X1), biaya kesehatan (X2), luas

lahan (X3), biaya konsumsi air bersih (X4), status lahan (D5). Hasil persamaan

regresinya adalah :

= 101008−81,2 1+ 45257 5

Menurut Gujarati (2003) semakin besar nilai Adjusted-Squared (adj-R2) menunjukkan bahwa model yang didapat semakin baik. Penggunaan adj-R2 lebih disarankan daripada R-squared (R2), karena R2 cenderung untuk memberikan gambaran yang terlalu baik terhadap hasil regresi. Hal ini terjadi terutama saat penambahan variabel atau jumlah variabel bebas dalam model cukup besar. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai adj-R2 sebesar 86,9 berarti bahwa 86,9 persen keragaman harga lahan permukiman masyarakat Desa Galuga dapat diterangkan oleh variabel-variabel penjelas yang terdapat pada model, sedangkan sisanya (13,1 persen) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai Fhitung sebesar 79,02 dengan P-value sebesar 0.000 menunjukkan bahwa

secara serentak, variabel-variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap model. Sementara secara individu, variabel yang berpengaruh nyata terhadap model pada

taraf α = 5 persen adalah jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga dan status lahan. Variabel-variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah biaya kesehatan, luas lahan, dan biaya konsumsi air bersih.

Data yang digunakan dalam analisis ini telah diuji normalitasnya sehingga data tersebut valid untuk diolah dengan teknis regresi berganda. Hasil uji heteroskedastisitas juga menunjukkan bahwa model ini tidak terdapat

70 heteroskedastisitas. Selain itu, untuk menguji apakah model yang diduga terjadi multikolinearitas atau tidak maka peneliti menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Berdasarkan uji Marquardt apabila VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas pada persamaan. Nilai VIF yang dihasilkan dari pendugaan model berkisar antara 1,0 sampai 1,1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil Estimasi Harga Lahan di Desa Galuga

Variabel Koefisien P VIF

Konstanta 104234 0,000 X1 -81,52 0,000a 1,1 X2 -0,03737 0,369b 1,1 X3 -1,581 0,767b 1,0 X4 -0,00691 0,645b 1,0 D5 47905 0,000a 1,1 R-Squared 88,0 Adjusted R-Squared 86,9 Keterangan :

a : Nyata pada selang kepercayaan 95 persen b : Tidak berpengaruh nyata

1) Variabel yang berpengaruh nyata pada model

a. Jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga

Jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga memiliki P-value sebesar 0,000 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai elastisitas pada variabel jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga terhadap harga lahan per meter adalah -81,52 yang artinya jika terjadi peningkatan jarak tempat tinggal dengan TPAS Galuga sebesar 1 persen maka harga lahan akan turun sebesar 81,52 persen per meter. Nilai koefisien bertanda negatif menunjukkan semakin jauh jarak tempat dari TPAS Galuga maka harga lahan semakin rendah.

71 Dilihat dari pengamatan, sebagian besar lahan responden dengan jarak dari TPAS Galuga yang lebih jauh, harga lahan yang dimiliki semakin rendah. Hal ini diduga karena : (1) wilayah RT 09 memiliki jarak lebih jauh daripada wilayah responden lainnya. Wilayah ini merupakan wilayah di Desa Galuga yang di sekitarnya terdapat parit yang terkena aliran lindi yang mencemari air tanah sehingga akses terhadap air bersih sangat sulit, (2) secara geografis RT 09 memiliki ketinggian rata-rata 219 dpl yang lebih rendah dari rata-rata ketinggian lahan seluruh responden yaitu sebesar 227 dpl serta kondisi topografi yang bergelombang menyebabkan masyarakat sulit untuk menjangkau sarana dan prasarana yang ada seperti sekolah, pasar, dan sebagainya. Perbedaan harga lahan dapat ditunjukkan untuk tempat tinggal pada jarak 880 meter harga lahan sebesar Rp 30.000,00/m2, sedangkan untuk tempat tinggal yang berjarak 588 meter harga lahan Rp 100.000,00/m2. b. Status lahan

Status lahan memiliki P-value 0,000 yang artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap harga lahan. Nilai koefisien bertanda positif menunjukkan jika lahan bersertifikat maka harga lahan akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena suatu lahan yang memiliki sertifikat sebagai hak milik biasanya memerlukan proses yang cukup panjang dan membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga dengan adanya bukti konkret kepemilikan akan menyebabkan harga lahan ikut meningkat. Sedangkan status lahan milik adat seringkali lahan tersebut tidak memiliki sertifikat hak milik atau hanya berupa akta lahan, sehingga kejelasan kepemilikannya kurang kuat dan kurang dapat

72 dipertanggungjawabkan yang kemungkinan besar dapat menyebabkan konflik.

6.4 Upaya Meminimalisir Dampak Negatif Keberadaan TPAS Galuga

Upaya untuk meminimalisir dampak negatif keberadaan TPAS Galuga merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan, terutama oleh pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bogor. Upaya tersebut berupa upaya penanganan lingkungan dan penanganan sampah. Upaya yang sebaiknya diambil dapat merujuk pada hasil penilaian responden terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa masyarakat Desa Galuga menilai lingkungan tempat tinggalnya sudah mengalami degradasi kualitas. Salah satu bukti dari keadaan ini adalah timbulnya pencemaran udara dan air di sekitar TPAS Galuga. Udara di Desa Galuga tercemar bau, bau yang harus dihirup oleh semua orang yang berada di sekitar TPAS Galuga ini telah menyebabkan timbulnya berbagai penyakit pernafasan, antara lain batuk dan sesak nafas. Sementara itu, air yang telah tercemar menyebabkan timbulnya penyakit seperti penyakit kulit dan pencernaan. Penurunan kualitas lingkungan tidak hanya menimbulkan penyakit tetapi juga menyebabkan sebagian masyarakat menggunakan sumber air pengganti untuk mengganti sumber air yang telah tercemar.

Selain penurunan kualitas, lingkungan pemukiman disekitas TPAS Galuga juga dinilai mengalami penurunan secara estetika. Penurunan estetika ini dapat dinilai dari banyaknya lapak-lapak pemulung dan sampah yang berserakan di jalan yang jatuh dari truk pengangkut sampah. Banyaknya lalat di rumah warga telah mengganggu kenyamanan warga yang tinggal di sekitar TPAS Galuga.

73 Lalat-lalat tersebut memasuki rumah warga dan menyerang makanan yang ada sehingga dapat menjadi sumber penyakit seperti diare dan penyakit lainnya. Truk pengangkut sampah yang melewati pemukiman warga menyebabkan bau, kebisingan, kotor, debu dan kerusakan jalan.

Kondisi penurunan kualitas lingkungan tersebut dirasakan oleh masyarakat di sekitar TPAS Galuga. Pemerintah sebagai pengelola memiliki tanggungjawab besar dalam pengelolaan TPAS Galuga dengan baik sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang terjadi. Beberapa upaya yang perlu diambil pemerintah Kota Bogor dan pemerintah Kabupaten Bogor yaitu peningkatan retribusi sampah dan perbaikan pengelolaan yang telah ada. Peningkatan dana retribusi akan dapat membantu pemerintah dalam memberikan dana kompensasi terhadap masyarakat yang terkena pencemaran akibat keberadaan TPAS Galuga. Sistem pengelolaan yang baik tidak akan menyisakan residu dalam bentuk penurunan kualitas bagi lingkungan sekitarnya. Perbaikan sistem pengelolaan dari hulu sampai hilir perlu dilakukan agar dapat mencegah atau meminimalisir dampak yang negatif dari keberadaan TPAS tersebut.

Perbaikan sistem pengelolaan ini dimulai dari timbulan sampah yang dihasilkan, baik sampah hasil produksi maupun konsumsi sampai pada pengelolaan akhir sampah tersebut. Tahap awal yang perlu dilakukan adalah pengadaan tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampah pada Tempat Pembuangan Sementara (TPS), sehingga antara sampah organik dan sampah anorganik tidak tercampur. Selanjutnya adalah perbaikan pengelolaan pada tahap pengangkutan. Alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut sampah sebaiknya menggunakan penutup agar tidak terlalu menimbulkan bau, dan akan

74 lebih baik jika dibuat jalur khusus untuk mengangkut sampah agar tidak melewati pemukiman masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir dampak negatif berupa kebisingan, debu, serta bau akibat pengangkutan sampah tersebut.

Selain itu, perbaikan sistem pengelolaan di TPAS Galuga juga perlu dilakukan. Perbaikan pengelolaan ini dapat dilakukan dengan perbaikan pengolahan sampah organik, anorganik serta pengolahan air sampah atau lindi. Pengolahan ini sebaiknya diserahkan pada orang yang ahli dalam bidang masing- masing sehingga pengolahan sampah tersebut dapat berjalan secara maksimal. Penanaman pagar tanaman juga dapat mengurangi pencemaran udara, lalat yang menuju pemukiman warga, dan tidak terlihat oleh warga yang melintasi jalan di sekitar TPAS tersebut.

Kesadaran semua pihak sangat diperlukan untuk menjaga kualitas lingkungan. Kesadaran ini tidak hanya pihak pengelola dan masyarakat TPAS Galuga. Tetapi juga masyarakat yang berperan dalam timbulnya sampah tersebut. Pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pelaksana dilapangan, sedangkan masyarakat sebagai pendukung dan ikut melaksanakan dalam menjaga kualitas lingkungan. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik agar dapat menguntungkan semua pihak baik bagi pemerintah, masyarakat, maupun lingkungan.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait