• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

4.2.2 Analisis Penokohan

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1986: 58).

1. Penokohan Tokoh Wiana

Pada analisis tokoh utama sudah disebutkan bahwa Wiana adalah seorang ibu sudah berkeluarga memiliki tiga orang anak dan berkerja sebagai pengajar di salah satu sekolah. Tokoh Ibu adalah sosok pekerja keras. Ia mampu menghidupkan anak-anaknya hanya seorang diri. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

35. Bagiku dia adalah perempuan hebat yang mampu berkarir sendiri untuk menghidupkan tiga orang anaknya dalam sebuah rumah yang telah dimiliki secara pribadi. Tanpa ada pihak dari siapa pun ( Zaez, 2014: 160).

36. “Tentu Ibu tau sendiri, kan? Suami yang baik tidak akan rela membiarkan istrinya mencari nafkah seorang diri di luar sana. ”Ibu

mulai membela diri. ( Zaez, 2014: 81).

37. “Aku tidak pernah menyia-nyiakanmu, Mas. Aku kerja juga untuk membantumu. Meringankan bebanmu dalam urusan ekonomi

rumah tangga kita” ( Zaez, 2014: 16).

Hal itu juga ditunjukkan pengarang dengan menggunakan teknik ekspositori atau langsung :

38. Kerja keras Ibu adalah motivasiku. Semangatnya membuatku malu bila aku harus mengeluh didepannya. Ia tidak pernah mengeluh untuk mencari nafkah seorang diri ( Zaez, 2014: 160-161).

Tokoh Ibu yang dimaksud di sini adalah Ibu Wiana. Tokoh Wiana yang merasa cemas dan khawatir terhadap anaknya yang lagi sakit dan melihat anaknya dalam keadaan menangis. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:

39. Ibu mendekatiku, wajahnya cemas. Lalu punggung telapak tangannya didekatkan kekeningku. Cemasnya bertambah. Ibu melepaskan tangannya. Dia menjauhiku dan ingin keluar (Zaez, 2014: 8).

40. Saat menemui Ibu, Ibu merasa cemas dan khawatir menemukanku yang menangis. Aku menceritakan semuanya sambil dengan keadaan menangis ( Zaez, 2014: 12).

41. Mendengar tangisku, Ibu segera datang ke dapur dengan wajah

paniknya. “Mimi kenapa?” wajah Ibu cemas. Aku masih tetap

menangis sambil menatap wafer yang telah dibuka Ayah (Zaez, 2014: 28).

Tokoh Ibu Wiana adalah sosok yang sangat perhatian dan peduli terhadap anaknya ketika anaknya mengalami kecemasaan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

42. Ibu mengajarkan banyak cinta darinya padaku sekalipun tak jarang Ibu menyelipkan pahitnya hidup ini di dalam kasih sayangnya. Akan ada pembelaan besar dari Ibu untukku ketika aku mulai cemas dan khawatir sekalipun kecemasan dan kekahawatiran itu timbul dari kesalahanku sendiri (Zaez, 2014: 10).

43. Aku tidak tahu entah sudah berapa kesabaran yang Ibu tuangkan untukku ketika aku pernah melakukan kesalahan-kesalahan. Hingga suatu ketika, pembelaan pertama yang diberikan pada Ibu ketika Ibu berpikir aku sudah bisa mandiri untuk membeli apa-apa yang aku suka makan di dekat rumah ( Zaez, 2014: 10 ).

44. “Sudah jangan menangis lagi. Biar Ibu yang mengurus semuanya.

kedai buah itu. Sudah, tenanglah, Nak!” Ibu mengecup keningku

(Zaez, 2014: 13).

45. “Aduh panas!” dia agak berteriak. Aku tahu sebentar lagi dia akan memarahiku. Ibu yang mengetahui itu ikut cemas. “Maafkan anak saya.” Pembelaan Ibu padaku. Tapi yang diminta maaf tidak

menampakkan wajah maafnya ( Zaez, 2014: 20).

Tokoh Wiana juga memiliki sifat tegas kepada penjaga buku untuk mengambil buku kesukaan anaknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

46. “Saya lebih paham anak saya ketimbang anda. Tolong, ambilkan

saja! Toh bila dia benar-benar tertarik saya akan membayarnya

untuk dibeli. Bukan Anda!” (Zaez, 2014: 23).

Sifat kesabaran ditunjukkan Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa mengerjakan soal. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:

47. “Aku tidak tahu mengerjakan soal yang ini, Bu!” aku menunjukkan

soal yang kumaksud. Dengan sabar Ibu menjelaskan padaku cara penyelesainnya ( Zaez, 2014: 37).

Sifat penyanyang Wiana tunjukkan ketika tokoh aku (Mimi) menangis karena dimarahi Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

48. Ibu mengelusnya dan mencium jambang yang ditarik Ayah. “Sudah

tidak apa-apa!”. Ibu mencium keningku dan aku benar-benar diam. Ibu meninggalkan kami dan melanjutkan masaknya di dapur. Sementara aku melanjutkan mengecatku lagi ( Zez, 2014: 47). 49. Ibu diam sejenak, “Ayah bukan marah. Itu hanya cara Ayah

mengungkapkan sayangnya padamu.” Jawab Ibu sambil membelai

rambutku. Aku harap Ibu berkata benar ( Zaez, 2014: 62).

50. “Ibu bilang juga apa. Jangan suka bersembunyi di bawah meja. Jadinya seperti ini, kan?” Ibu mengelus rambutku yang membasah

akibat terkena air mata dan keringat. Tangisku hampir mereda ( Zaez, 2014: 28).

Selain Ibu Wiana memiliki sifat kesabaran, ia juga sosok wanita yang pemarah ketika ia dianggap seorang istri yang tidak punya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya oleh Ibu mertuanya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

51. “Kau tak pantas juga berkata seperti itu padaku. Mengapa kau

harus menungguku untuk makan siang saja? Maaf, aku tidak sempat melayani semua kebutuhanmu. Terserah kau mau berkata apa padaku. Tapi aku mohon pengertian darimu, aku bukan enak-enakkan diluar sana. Aku kerja,cari uang. Cari nafkah untuk bisa

melanjukan hidup,mengertilah!” ( Zaez, 2014: 76).

52. “Lalu siapa yang harus bekerja untuk makan dan kebutuhan anak -anak saya? Seharusnya Ibu bisa menghargai saya sedikit saja. Apa yang bisa diberikan Mas Riyan ke saya? Pengangguran seperti dia bisa apa? Maaf bila saya lancang berbicara seperti ini. Naif sekali rasanya bila Mas Riyan dan Ibu harus menuntut saya harus bagaimana bila saya sendiri tidak bisa menuntu hak saya sendiri

kepada kalian!” (Zaez, 2014: 81-82).

Sifat kejengkelan yang ditunjukkan Ibu Wiana ketika ia bertemu dengan Antoni. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik ekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:

53. Melihat aku ada bersama Antoni, Ibu mengerutkan dahi. Ibu menatap tidak suka pada Antoni. “Sejak kapan kau kenal dia?

Kenapa kau bisa bersamanya?” nada Ibu terdengar jengkel (Zaez,

2014: 216).

Ibu Wiana yang selalu mengalah dengan sikap suaminya yang selalu memarahi. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini:

54. Sejatinya aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka. Yang aku tahu Ayah tengah memarah-marahi Ibu. Kadang aku tidak setuju dengan tindakan Ibu yang hanya diam saja ketika Ibu

mulai dibentaki Ayah. Seharusnya Ibu melawan. Bukan hanya diam (Zaez, 2014: 36).

Teknik pelukisan tokoh Wiana yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez yaitu teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Wiana, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan (38-41), (47-50), dan (50) sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan 35-37), (42-46), (48-52), dan (54)

Berdasarkan kutipan (35 sampai dengan 38) digambarkan bahwa Wiana adalah sosok ibu yang pekrja keras yang memberi nafkah anaknya tanpa suami. Kutipan (39 sampai dengan 41) Wiana yang kuatir dan cemas terhadap anaknya yang sedang sakit. Kutipan (42 sampai dengan 45) perhatian dan peduli ketika anaknya mengalami kecemasan. Kutipan (46) Wiana menujukkan sifat tegas terhadap penjaga tokoh buku. Kutipan (47) menunjukkan sifat kesabaran Ibu Wiana ketika anaknya tidak bisa mengerjakan soal. Kutipan (48 sampai dengan 56) menujukkan sifat penyayang dan lemah lembut terhadap anaknya. Kutipan (52) menggambarkan Wiana yang emosi karena dianggap tidak bertanggung jawab untuk mengurusi rumah tangganya dengan baik. Padakutipan (53) menujukkan sifak kejengkelan dan ketidaksukaan Wiana ketika bertemu dengan Antoni keponakan suaminya. Kutipan (54) menggambarkan sifat Wiana yang mengalah terhadap sikap suaminya.

2. Penokohan Tokoh Arfansah

Tokoh Arfansah merupakan tokoh yang pemarah terhadap Ibu dan tokoh Aku. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:

55. Semakin lama, kulihat Ayah semakin arogan dan mudah tersinggung lalu marah. Aku tidak menemukan canda Ayah seperti dulu. Ayah lebih sering memarahi Ibu. Tapi Ayah tidak pernah memukul Ibu. Tidak ada waktu luang sekalipun hanya sedikit saja untuk bermain bersama Ayah (Zaez, 2014: 30).

56. “Iya nanti Ayah lihat!” nada Ayah membentak. Aku terlalu sering

mendapat perlakuan Ayah yang seperti ini sehingga tidak jarang Ayah membuatku menjadi takut dan mati semangat di hadapannya. Ayah menatapku dengan tajam dan marah (Zaez, 2014: 40).

57. “Benar- benar gila! lekas kau ajak dia keluar dari kamarku sebelum amarahku benar-benar meledak!.” (Zaez, 2014: 33).

Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik :

58. “Diam!” Ayah membentakku. Aku terkejut hebat. Ini kali

pertamanya Ayah melakukan tindakan yang kutakuti darinya. Wajahku memerah, mataku berasa lembab sebab menahan tangis. ...kau ajak dia kedapur! Suruh dia makan sendiri,terlalu banyak permintaannya! Ayah membentak juga membentak Ibu. Air mataku menitis tanpa suara. “Apa yang terjadi.

Kenapa Ayah marah-marah? Ibu masuk ke dalam kamar dan mendekati Ayah (Zaez, 2014: 32)

59. “Ah, dasar bodoh menunggumu berlama-lama masak. Bisa-bisa aku mati kelaparan gara-gara kecorobohanmu.” (Zaez, 2014: 17).

Meskipun Ayah seorang yang pemarah dibalik itu, Ayah juga menunjukkan sikap penyanyang terhadap anaknya yang lagi menangis dan perhatian ketika melihat anaknya belum istrahat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

60. “Aduh, anak Ayah jadi nangis..cup..cup ..cup” Ayah mengusap -usao kepalaku. Tetap saja tangisku tidak henti. Ayah membawaku

pada kursi yang didudukinya tadi. Ayah memangkuku (Zaez, 2014: 27).

61“Sudah jam berapa sekarang? Kenapa kau juga belum tidur? Lekas

masuk kamar. Besok kau harus pergi sekolah, kan?” ( Zaez, 2014:

40).

Ayah adalah orang yang kasar. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

62. “Apa yang kau lakukan?” Ayah marah. Ayah mendekatiku. Ayah

mengangkat tangannya, dia berhasrat menampar pipiku, aku memejamkan mataku sekuat mungkin sambil menekuk tunduk takut kepalaku sedalam-dalam mungkin (Zaez, 2014: 33).

63. “Kurang ajar...!” Ayah ingin menampar Ibu, tapi tidak kutemukan rasa takut di wajah Ibu. Malah aku yang takut sehingga membuatku menjerit histeris lalu menangis ( Zaez, 2014: 77).

Penyesalan ditunjukkan Ayah melihat istrinya tidak mau meminjamkan sejumlah uang kepadanya dan keterlambatan istrinya menyiapkan makanan siang untuknya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

64. “Bukankah seorang pegawai negeri, mana mungkin kau tidak bisa meminjam pinjaman di koperasi atau bank” (Zaez, 2014: 35). 65. “Tapi kenapa setiap ayahmu mencoba meminjam uang darimu kau

dapat memberinya berapa saja?” Kau memang benar-benar tidak

pernah mendukung tujuanku!” (Zaez, 2014: 36).

66. “Halaaahhh!!! Tidak usah banyak cerita. Kemarin sebelum

diputuskan kerja aku meminta tolongmu untuk meminjam dana dua ratus juta apa yang kau jawab? Mana? Tidak ada kan? Percuma.

Kau tida akan pernah bisa membantukku” ( Zaez, 2014: 56). 67“Cukup !” Ayah membentak lagi sehingga aku terkejut. Sampai

-sampai aku mundur satu langkah dan hampir menutup pintu kamarku sendiri (Zaez, 2014: 56).

68. “Terserah kau lah!” Ayah melayangkan tangannya isayarat tidak

peduli lagi apa yang dikatakan oleh Ibu (Zaez, 2014: 57).

69. “Bagaimana kau jadi istri? Menyiapkan makan siang saja harus

Teknik pelukisan tokoh Arfansah yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Arfansah, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan (55-57), sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (58-69).

Berdasarkan kutipan (55 sampai dengan 59) digambarkan bahwa Arfansah adalah sosok ayah yang suka marah kepada istri dan anaknya. Kutipan (60 dan 61) menjelaskan Arfansah memiliki sifat penyayang terhadap anaknya yang sedang menangis dan peduli ketika melihat anaknya belum istrahat. Kutipan (62 dan 63) menujukkan sikap Arfansah yang kasar terhadap anak dan istrinya. Kutipan (64 sampai dengan 69) menunjukkan penyesalannya ketika Arfansah tidak dipinjamkan uang istrinya.

3. Penokohan Tokoh Aku (Mimi)

Tokoh aku ini merupakan tokoh yang menceritakan peristiwa yang terjadi. Akan tetapi tokoh aku ini bukanlah tokoh utama karena tokoh aku ini banyak menceritakan tentang kehidupan tokoh Ibu dan peristiwa yang terjadi. Tokoh aku yang dimaksud disini adalah tokoh Mimi. Mimi merasa dongkol ketika hujan turun yang tidak reda dan melihat seorang laki-laki yang di sampingnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositori atau langsung dalam kalimat berikut ini:

70. Aku tidak mengubris pertanyaannya. Tentunya aku akan lebih risih bila aku harus berlama-lama duduk di sampingnya. Aku pikir dengan berdiri di tempat ini aku merasa lebih nyaman sekalipun

perasaanku mulai mendongkol. Dongkol pada hujan yang tidak mencoba untuk redah sebentar dan dongkol pada laki-laki yang tidak aku kenal di belakangku ini (Zaez, 2014: 3).

Tokoh aku merupakan tokoh yang sifatnya suka membenci terhadap Ayahnya yang suka kasar. hal itu terjadi ketika orang membicarakan tentang Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

71. Bila orang-orang bertanya tentang Ayah, maka dengan mudah aku

menjawab, “Ayah sudah mati sejak lama. Dia tidak akan pernah ada lagi. Dan mungkin dia sudah di surga, tempat yang lebih aman dibanding di rumah bersama anak-anaknya”. Dan aku tidak peduli

orang-orang yang mendengar penjelasanku merasa terkejut. Ketika mereka ingin tahu lebih tentang Ayah, aku pergi meninggalkannya atau mengalihkan cerita (Zaez, 2014: 7).

72. Ayah lagi...ayah lagi..lama-lama perasaanku aku akan membeku bila Ibu selalu berbicara tentang Ayah. Selalu mengundang Ayah dalam pembicaraan kami sebagai topik sisipan (Zaez, 2014: 190). 73. Secara tidak langsung Ibu mengingatkanku tentang Ayah. Ternyata

topik cinta dan mencintai ini ada hubungannya juga dengan Ayah. Aku jadi tidak bersemangat mendengar cerita ibu selanjutnya. Bila aku melanjutkan pertanyaan, tentu Ibu akan membahas Ayah sampai ke ujung kisahnya. Aku tidak suka. Tapi entah mengapa sekalipun aku tidak pernah memintannya Ibu selalu bercerita (Zaez, 2014: 125)

Sikap kecerobohan yang dimiliki tokoh aku ketika ia berada pada suatu tempat. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

74. Aku keluar dari tempat duduk. Kami melewati beberapa meja untuk tiba ke toilet. Saking terburu-buru sebab menahan kencing aku tidak sengaja menyenggol gelas berisi kopi panas di atas meja (Zaez, 2014: 20).

Kesedihan tokoh aku ketika ia tidak bisa bermain dengan Ayahnya seperti hari- hari kemarin. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

75. Aku mulai menangis, bersenggukan tanpa didengar Ayah dan Ibu. Aku merebah tubuhku di atas tempat tidur. Aku menelungkup dan menutup wajahku pada bantal. Bantalku basah terkena ingus dan air mata. Aku sakit hati, sementara aku rindu dengan segala permainan dan canda dari Ayah (Zaez, 2014: 41).

Tokoh aku merupakan tokoh yang mempunyai sikap pendirian yang gigih dan optimis. Ia tetap pada pendirian untuk tetap sekolah meskipun ia dalam keadaan yang kurang sehat dan tetap optimis dengan penampilannya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini

76. Besoknya aku memaksa diri untuk pergi sekolah sekalipun Ibu sudah melarangku. Aku pikir derita pening yang masih sedikit aku rasakan terlalu naif bila aku jadikan alasan untuk meliburkan diri karena sakit. Setelah aku beristirahat cukup sekali lagi saja mungkin aku akan merasa baik total. Aku meyakinkan Ibu dengan wajah yang kubuat seceria mungkin agar Ibu tidak merasa cemas dengan kondisiku (Zaez, 2014: 101).

77. “Ya ampun? Aku mikir apa sih? Belum tentu Kaka juga mau menilai penampilanku tulus dari hatinya sekalipun penampilanku

entar dapat menarik perhatiaannya.” Aku merebah diri di atas

kasur. Lemari pakaianku masih terbuka lebar. Ini adalah kebodohan. Aku tidak boleh menghabiskan waktuku dengan berbiingung diri seperti ini (Zaez, 2014: 133).

Tokoh aku adalah tokoh yang mudah putus asa dan pasrah terhadap keadaan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatik atau tidak langsung dalam kalimat berikut ini :

78. Aku pasrah ketika Bu Ratna mengambil tasku dan menggeleda. Aku syok saat Bu Ratna berhasil menemukan dua lembar kertas

soal kimia dan jawabannya dari dalam tasku. “Bu, saya tidak ada mengambilnya. Ini fitnah,” aku membela diri (Zaez, 2014: 171).

79. Terserahlah aku pasrah. Apa mau kalian,akan aku ikuti. Tapi aku yakin pembelaan itu akan ada berpihak bersamaku (Zaez, 2014: 178).

Teknik pelukisan tokoh Mimi yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Mimi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan (70), sedangkan teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (71-79).

Berdasarkan kutipan (70) digambarkan bahwa Mimi merasa dongkol ketika hujan dan harus berhenti di suatu tempat untuk menunggu hujan redah. Kutipan (71 sampai dengan 73) menujukkan sikap bencinya ketika orang-orang disekitarnya bercerita dan bertanya tentang keadaan Ayahnya. Kutipan (74) menujukan sikap cerobohnya yang tidak berhati-hati. Kutipan (75) menujukkan kesedihan ketika ia tidak bisa bermain bersama Ayahnya seperti yang dahulu. Kutipan (76 dan 77) menggambarkan sikap Mimi yang memiliki pendirian yang gigih untuk tetap bersekolah dan kutipan (109-110) menggambarkan Mimi yang cepat putus asa.

4. Penokohan Tokoh Aldi

Aldi adalah adik Mimi yang suka bercanda. Ketika ia melihat kakaknya pergi ke sekolah membawa obat-obatan. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:

80. “Masa ke sekolah bawaannya obat-obatan, Nggak keren. Seperti

aku dong! Buah dan biskuit...!” Aldi meledekku (Zaez, 2014: 102).

Tokoh Aldi merupakan seorang yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah yang dibebankannya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikekspositoridalam kalimat berikut ini:

81. Sebenarnya aku yakin kalau Aldi dapat berbuat yang terbaik untuk semua urusan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dia dapat membuktikan tanpa harus disuruh untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (Zaez, 2014: 99).

Hal itu juga ditunjukkan Pengarang dengan menggunakan teknik dramatik: 82. “Siapa yang mencuci piring dan pakaian?”. Aku jawab Aldi. Aku

menatapnya dengan lekat dan memastikan kalau dia benar-benar tidak berbohong padaku. Aku pikir dia paham dengan tatapanku yang seperti ini (Zaez, 2014: 98).

83. “Buktinya aku sudah mencuci semuanya. Weeekkk!!!” Aldi

menjulur lidahnya lalu meninggalkan aku sendiri (Zaez, 2014: 99). Teknik pelukisan tokoh Aldi yang digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Aldi, teknik ekspositori atau teknik langsung dapat dilihat melalui kutipan (81). Teknik dramatik atau tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (80) dan (82-83).

Berdasarkan kutipan (80) digambarkan bahwa Aldi adalah sosok anak yang suka becanda. Kutipan (81-843) menujukkan Aldi adalah seorang anak yang bertanggung jawab terhadap pekerjan rumah.

5. Penokohan Tokoh Rifka

Keingintahuan dan keberanian bertanya Rifka semakin banyak ketika melihat Ayahnya tidak pernah dia temukan di rumah. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknikdramatikdalam kalimat berikut ini:

84. Saat sepulang sekolah diantar oleh Kaka, adikku Rifka langsung menyambutku. Dia berlari mendekatiku saat aku masuk kedalam

rumah. “Kakak, Ayah kemana sih? Bertanya seperti itu aku

terkejut. Ini adalah awal pertama kali Rifka bertanya dimana Ayah (Zaez, 2014: 247).

85. “Ibu, Ayah ke mana sih ?” tanya Rifka. Ayah lagi kerja, sayang.”. “Kok nggak pernah pulang?” Rifka kecil masih belum bisa

memahami perasaan antara Ibu dan aku dimana Ayah (Zaez, 2014: 249).

86. “Ayah masih hidupkan, Kak?” Adikku yang polos membuat lututku yang menahan tubuhku menjadi melemas (Zaez, 2014: 248).

Rifka adalah anak yang cerdas meskipun usianya masih cukup muda. Dia selalu memberikan ide-ide kepada Ibu dan Kakaknya untuk bisa mendatangkan Ayahnya. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

87. “Bagaimana kalau kita yang mendatangi Ayah, Bu. Biar Ayah mau cepat pulang.” Rifka memberi ide. Menurutku itu ide-ide yang sia-sia. Tapi Ibu tersenyum, lalu mengangguk ( Zaez, 2014: 249). 88“Yuk, ka kita berkunjung ke tempat Ayah. Siapa tahu Ayah memberi

hadiah padaku. Dengan senangnya Rifka mengatakannya (Zaez, 2014: 249).

Teknik pelukisan digunakan dalam novel Cahaya Surga Di Wajah Ibu Karya Mura Alfa Zaez adalah teknik dramatik atau tidak langsung dan teknik ekspositori atau langsung. Dalam pelukisan tokoh Rifka, hanya menggunakan teknik dramatik .

Berdasarkan kutipan (84-86) digambarkan bahwa Rifka adalah sosok anak yang berani bertanya ketika Ayahnya tidak pernah pulang ke rumah. Kutipan (87-88) menujukkan Rifka merupakan anak yang cerdas yang memberikan ide-ide kepada Ibu dan kakaknya untuk mencari Ayahnya.

6. Penokohan Tokoh Kaka

Tokoh Kaka adalah orang suka menolong ketika tokoh aku di ganggu oleh sekelompok geng motor. Hal itu ditunjukkan pengarang dengan teknik dramatik dalam kalimat berikut ini:

89. “lepaskan dia!” seorang cowok mendekati kami dan menepiskan tangan orang yang berani kurang ajar padaku. Aku tahu dari banyak siswa di sekolah kalau dia adalah cucu dari pemiliki yayasan sekolah. Dia pendiam dan bersikap tennag, namanya Kaka (Zaez, 2014: 105).

90. Tidak ada perlawanan. Orang yang tadinya bersikap kurang ajar padaku untuk merampas tasku tidak berani melawan. Lalu Kaka

Dokumen terkait