• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HISAB RUKYATHISAB RUKYAT

PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL

F. Analisis Penulis

Dari hasil penelitian penulis kepada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, yang didukung dengan data wawancara dengan tokoh adat masyarakat Wakal dan dari beberapa literatur yang berkaitan, penulis melihat ada beberapa hal yang perlu ditelaah.

Pertama, Analisis dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan hisab Wakal yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:114



















































Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.

Tokoh adat masyarakat desa Wakal memahami kalimat “Lita’lamuu ‘adada siniina wal hisaaba” mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

Dari kerangka pemahaman di atas, tokoh adat desa Wakal memahami perhitungan hisab Wakal sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5.

114

Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal

Kerangka pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak menunjukkan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriah. Sehingga tokoh adat masyarakat desa Wakal tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti, tergantung pada terlihatnya hilal.

Wahbah Zuhaili dkk., menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan bulan dapat diketahui bilangan bulan dan tahun.115

Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar manusia mudah mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga, manusia dapat membuat rencana untuk dirinya, keluarganya, masyarakat,

115

Wahbah Zuhaili dkk., Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1,

agamanya, serta rencana-rencana lain yang berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dari hamba Allah.116

Abu Yusuf Al-Ansary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah bahwa firman Allah

اﻮُﻤَﻠﻌَﺘِﻟ

(supaya kamu mengetahui…) berkaitan dengan firman Allah (Dia menetapkan…) bukan kepada

ُهَرﱠﺪَﻗَو

(Dia menjadikan…). Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya. Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa penentuan bulan dan tahun tidak dikaitkan dengan matahari.117

Firman Allah SWT dalam Q.S. At-Taubah (9) ayat 36 yang berbunyi:







































)

ﺔﺑﻮﺘﻟا ٩ : ٣٦ (

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”.(Q.S. At-Taubah : 36)

Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa kandungan dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari, bulan dan tempat peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui pergantian waktu yang diakibatkan dari peredaran dan persinggungan keduanya.

116

Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti

Wakaf, 1990) jilid 10, 11, 12, h. 314. 117

Kedua, Analisis dari segi sejarah masuknya pengaruh Islam Jawa ke Desa Wakal. Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal dari Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa bersama saudara laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal memiliki hubungan atau berasal dari Jawa yang merupakan almanak Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat Raja Pattikuwa memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan Pattikuwa sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam.

Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat bahwa para sultan Ternate kemudian mengklaim sebagian dari Pulau Ambon.118

Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkih di wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram Barat. Perluasan wilayah

118

Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van

penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan perluasan kekuasaan Kerajaan Ternate di wilayah Maluku Tengah. Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu disebabkan adanya hubungan dengan Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh Jamilu dan keturunannya yang dikenal sebagai keluarga Perdana Nusapati. Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa kali diceritakan mengenai pelayaran Jamilu dan sanak keluarganya ke Jepara untuk mengadakan perdagangan dan pelayaran.119

Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain. Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat.120

119

RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, Jakarta: DEPDIKBUD, 1999. hal. 16.

120

Jejak Arkeologi Pengaruh Budaya Islam di Wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Wuri Handoko, artikel ini diakses pada tanggal 28 Januari 2011 dari website

Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa almanak hisab Islam yang sekarang digunakan di Desa Wakal adalah merupakan produk atau almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami.

Meskipun almanak hisab Islam yang sekarang digunakan di Wakal sama dengan almanak hisab Islam Jawa yang pertama dibuat oleh Sultan Agung namun terdapat beberapa kekeliruan penulisan hari awal bulan sehingga menyebabkan jumlah hari dalam satu bulan kurang dari 29 hari dan bahkan ada yang lebih dari 30 hari. Beberapa kekeliruan tersebut antara lain: 1. Awal bulan Muharram tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada

hari Ahad sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Selasa yang mengakibatkan kekeliruan yang fatal pada jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Alif Wakal hanya 27 hari dari yang seharusnya 29 hari sehingga mengakibatkan jumlah tahun Alif Wakal hanya menjadi 352 hari dari yang seharusnya 354 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah hari bulan Muharram tahun Ha menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari. 2. Awal bulan Rajab tahun Ha almanak hisab Islam Wakal jatuh pada hari

Jumat sedangkan pada almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Kamis yang mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir Tahun Ha menjadi 30 hari dari yang seharusnya 29 hari, dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Rajab tahun Ha menjadi 29 hari dari yang seharusnya 30 hari. Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun Ha menjadi 357 hari lebih 2 hari dari yang seharusnya 355 hari tahun Ha almanak hisab Islam Jawa.

3. Awal bulan Muharram tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Kamis sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Jim Awal menjadi 30 hari dari yang seharusnya 29 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah hari bulan Muharram tahun Zai Wakal menjadi 29 hari dari yang seharusnya 30 hari.

4. Awal bulan Ramadhan tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat dari yang seharusnya jatuh pada hari Selasa sehingga mengakibatkan kesalahan fatal jumlah bulan Ramadhan tahun Zai yang hanya 27 hari dari yang seharusnya 30 hari. Selain itu juga mengakibatkan jumlah bulan Sya’ban tahun Zai menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari.

5. Awal bulan Dzulqaidah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Senin dari yang seharusnya jatuh pada hari Jumat sehingga mengakibatkan kesalahan fatal jumlah hari bulan Syawal tahun Jai menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah Wakal menjadi 32 hari dari yang seharusnya 30 hari.

6. Awal bulan Dzulhijjah tahun Zai Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dari almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Ahad sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Zai menjadi 31 hari dari yang sebenarnya 29 hari. Sehingga mengakibatkan jumlah hari tahun Zai Wakal menjadi 360 hari jauh berbeda dengan yang seharusnya 354 hari.

7. Awal bulan Jumadil Akhir tahun Dal Wakal jatuh pada hari Jumat berbeda dengan almanak hisab Islam Jawa yang jatuh pada hari Selasa sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Akhir tahun Dal menjadi 33 hari dari yang seharusnya 29 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Jumadil Awal tahun Dal Wakal menjadi 33 hari dari yang seharusnya 30 hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari dalam setahun menjadi 359 hari dari yang seharusnya 355 hari.

8. Awal bulan Dzulhijjah tahun Wawu Wakal jatuh pada hari Rabu sedangkan almanak hisab Islam Jawa jatuh pada hari Sabtu sehingga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulqaidah tahun Wawu menjadi 28 hari dari yang seharusnya 30 hari dan juga mengakibatkan jumlah hari bulan Dzulhijjah tahun Wawu menjadi 32 hari dari yang seharusnya 29 hari. Hal ini mengakibatkan jumlah hari tahun Wawu menjadi 355 hari dari yang seharusnya 354 hari.

Untuk penjelasan lebih rinci dapat melihat Tabel Almanak Hisab Islam Jawa, Almanak Hisab Islam Wakal, Jumlah Hari Almanak Hisab Islam Jawa dan Jumlah Hari Islam Wakal dalam lembar lampiran.

Karena kesalahan tersebut mengakibatkan jumlah hari dalam satu windu almanak hisab Wakal menjadi 2848 hari. Sedangkan jumlah hari dalam satu windu almanak hisab Islam Jawa adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari.

Selain masalah penyimpangan almanak hisab Islam Wakal, untuk saat ini almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan Agung sendiri sudah tidak bisa digunakan lagi karena dalam setiap 15 windu

(120 tahun), yang disebut satu kurup, almanak Jawa harus maju satu hari, agar kembali sesuai dengan almanak Hijriah.

Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 Saka akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya.121

1. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/1633-1749 Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi)

2. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866 Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon)

3. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982 Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage)

4. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode

121

2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon.

Karena telah masuk ke dalam kurup Asopon sehingga penggunaan almanak hisab Islam Jawa kurup pertama tidak bisa digunakan lagi.

Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa almanak hisab yang sekarang digunakan di Desa Wakal telah jauh menyimpang dari almanak hisab Islam Jawa yang pertama kali dibuat oleh Sultan Agung. Sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam penetapan awal bulan Qamariyah.

Tokoh adat masyarakat Wakal menggunakan hisab Wakal, tidak terlepas dari taqlid buta kepada para pendahulu mereka yang telah diwariskan secara turun-temurun kepada Tupey atau Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, Tokoh adat masyarakat Wakal tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang dipakai sejak dulu sampai sekarang. Sehingga hisab Wakal selalu berbeda dengan Pemerintah dan penganut hisab urfilainnya.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Dasar pijakan tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal dalam menetapkan awal bulan Qamariyah berdasarkan pada hisab yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat tersebut mengandung perintah untuk menetapkan awal bulan Qamariyah atau waktu dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Wakal.

2. Almanak hisab Wakal bersumber dari almanak hisab Jawa pertama yang dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami dan telah dimodifikasi. Penggunaan almanak tersebut sudah tidak sesuai dengan jaman sekarang karena almanak hisab Jawa harus mengalami kurup yaitu maju satu hari setiap 120 tahun dari pertama kali dibuat. Hisab Wakal dapat dikatakan sebagai hisab ‘urf statis yang tergolong mathematical calendar yang tidak mengindahkan pergerakan bintang sehingga bersifat pasti. Karena almanak Wakal telah dimodifikasi dari almanak Jawa sehingga menimbulkan terjadinya kesalahan seperti, tidak beraturannya jumlah hari dalam sebulan ada yang kurang dari 29 hari bahkan ada yang lebih dari 31 hari sehingga jumlah hari dalam setahunnya

juga tidak beraturan ada yang 352 hari (tahun Alif) bahkan ada yang 360 hari (tahun Jai) dalam setahun. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan kaidah almanak hisab Jawa yang jumlah harinya dalam sebulan bergantian antara 29 dan30 hari. Dan untuk jumlah hari dalam setahun 354 hari kecuali untuk tahun kabisat (tahun Ha, Jai, dan tahun Jim Akhir) ditambah satu hari menjadi 355 hari. Karena kesalahan tersebut penulis dapat mengatakan bahwa hisab wakal sangat jauh menyimpang dari kaidah ilmu Falak saat ini. Almanak hisab Wakal masih bisa dipakai untuk kalender kegiatan sehari-hari selama tidak dipakai dalam hal ibadah seperti penetapan hari-hari besar Islam.

B. Saran-Saran

1. Kepada Tokoh-Tokoh adat masyarakat Desa Wakal khususnya Bapa Imam Mesjid Nurul Awal Wakal hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan penetapan awal bulan yang diyakini, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penentuan hari-hari besar agama Islam seperti 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

2. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama agar memasukan pelajaran Ilmu Falak di sekolah tingkat Aliyah di Desa Wakal.

3. Kepada Pemerintah khususnya Departemen Agama Provinsi Ambon hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif dan lebih mensosialisasikan mengenai Ilmu Falak kepada masyarakat Desa Wakal melalui mesjid atau mushola-mushola.

4. Kepada Fakultas hendaknya lebih memfalisitasi sarana dan prasarana praktek Ilmu Falak, seperti mengadakan laboratorium perbintangan guna meningkatkan pemahaman dan kualitas mahasiswa dalam persoalan Ilmu Falak.