• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa WakalMasyarakat Desa Wakal

BAB II HISAB RUKYATHISAB RUKYAT

PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL

D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa WakalMasyarakat Desa Wakal

Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap surat Yunus ayat 5 dan meneruskan sistem hisab turun-temurun yang diwariskan dari leluhur mereka. Masyarakat Desa Wakal tetap meneruskan sistem dan praktek penetapan awal bulan Qamariyah meskipun berbeda dengan penetapan

*

Pada saat tulisan ini disusun, kepastian jatuhnya hari raya Iedul Fitri 1432 H belum diputuskan karena masih harus menunggu hasil siding itsbat oleh Menteri Agama yang akan dilaksanakan kemudian.

Pemerintah. Sistem hisab masyarakat Desa Wakal sebenarnya merupakan konsep hisab Jawa yang memadukan konsep penetapan awal bulan Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep Jawa. Dari data-data yang diperoleh, menunjukkan sistem hisab Wakal menetapkan waktu-waktu yang terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1 Muharram, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan penetapan Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksaan ibadah puasa, sholat tarawih, sholat hari raya Iedul Fitri dan penyembelihan hewan kurban berbeda satu, dua atau tiga hari lebih cepat dengan Pemerintah dan masyarakat sekitar. Karena selang perbedaan penetapan hari-hari besar Islam antara keduanya yang jauh sehingga menimbulkan adanya sisi ketidakharmonisan antara masyarakat Desa Wakal dengan masyarakat sekitar. Meskipun adanya ketidakharmonisan dan perbedaan dalam penetapan hari besar Islam tetapi muncul sifat toleransi beragama antara masyarakat Desa Wakal dengan masyarakat sekitarnya.

E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal 1. Sejarah Singkat Almanak Islam Jawa

Kalender Hijriyah Jawa Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriyah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriyah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu

menciptakan Kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriyah. Cuma bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi 1 Muharram 1043 Hijriyah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriyah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang sangat bercorak Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India. Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharram juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi’ul Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah mulud”. Sya’ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa’dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha. Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari

dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India. Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3.108

Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya setiap awal windu (1 Muharam tahun Alip) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Menarik untuk dicatat bahwa jika umat Islam di luar Jawa hanya mengenal Senin 12 Rabi’ul-Awwal sebagai hari dan tanggal kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. maka umat Islam di Jawa menyebutkan saat lahirnya Junjungan kita yang mulia itu secara lebih komplit: Senin Pon 12 Rabingulawal (Mulud) Tahun Dal. Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriyah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu

108

Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website

(120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriyah.109

Kurup pertama berlangsung dari Jum’at Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 Saka/1043 Hijriah/1633 Masehi sampai Kamis Kliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674 S/1162 H/1749 M. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan. Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah tahun Jimakir 1674 Saka akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675 Saka. Jadi, awal windu (1 Muharam tahun Alip) bergeser dari Jum’at Legi menjadi Kamis Kliwon. Setelah 120 tahun berikutnya, awal windu harus bergeser lagi menjadi Rabu Wage, kemudian pada gilirannya menjadi Selasa Pon, dan seterusnya. Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya.110

a. Periode pertama tahun 1555-1674 Saka/1043-1162 Hijriah/1633-1749 Masehi disebut kurup Jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwah Legi)

b. Periode kedua tahun 1675-1794 Saka/1163-1282 Hijriah/1749-1866 Masehi disebut kurup kamsiah (Amiswon = Alip-Kemis-Kliwon) c. Periode ketiga tahun 1795-1914 Saka/1283-1402 Hijriah/1866-1982

Masehi disebut kurup arbangiah (Aboge = Alip-Rebo-Wage)

109

Hijri Kalender, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011 dari website

http://malikulalaa.bl ogspot.com/2008/02/almanak.html

110

d. Sejak tanggal 1 Muharam tahun Alip 1915 Saka, 1 Muharram 1403 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah (Asopon = Alip-Seloso-Pon), yaitu periode 1915-2034 Saka/1403-1523 Hijriah/1982-2099 Masehi, di mana setiap tanggal 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon.

2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal

Melihat sejarah terbentuknya Desa Wakal tidak terlepas dari peran Kiyai Daud atau biasa disebut dengan Perdana Awal yang berasal dari Jawa. Kiyai Daud ibunya merupakan keturunan dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban. Sejak kecil Pattikuwa bersama saudara laki-lakinya Kiyai Turi dan saudara perempuannya Nyai Mas dibesarkan dalam lingkungan keluarga ibunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa almanak yang saat ini dipakai di Desa Wakal memiliki hubungan atau berasal dari Jawa yang merupakan almanak Islam pertama dibuat oleh Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami. Karena mengingat Raja Pattikuwa memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Islam dan Pattikuwa sendiri dibesarkan dilingkungan Kerajaan Mataram Islam.111

Sumber sejarah yang lain adalah ketika Sultan Zainal Abidin (1486-1500 Masehi) memerintah di Ternate, ia mengambil kesempatan untuk belajar mengenai agama Islam di Gresik. Disini ia bertemu dengan

111

Wawancara pribadi dengan H. Duma Supeleti, Imam Besar Mesjid Nurul Awal

kepala daerah Hitu dari Ambon yang beragama Islam, yaitu Pate Putih, yang datang untuk tujuan yang sama. Antara keduanya diadakan persetujuan yang berakibat bahwa para sultan Ternate kemudian mengklaim sebagian dari Pulau Ambon.112

Kerajaan Hitu juga merupakan bandar niaga utama di Maluku Tengah sekitar awal abad ke-16 bersamaan dengan meluasnya penanaman cengkih di wilayah itu terutama di Jazirah Hoamoal di Seram Barat. Perluasan wilayah penanaman cengkih ini ada kaitannya dengan perluasan kekuasaan Kerajaan Ternate di wilayah Maluku Tengah. Kedudukan istimewa Kerajaan Hitu disebabkan adanya hubungan dengan Jepara di Jawa. Hubugan ini oleh Jamilu dan keturunannya yang dikenal sebagai keluarga Perdana Nusapati. Dalam hikayat Tanah Hitu beberapa kali diceritakan mengenai pelayaran Jamilu dan sanak keluarganya ke Jepara untuk mengadakan perdagangan dan pelayaran.113

3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan Almanak Hisab Wakal

Almanak hisab Islam Jawa dan almanak hisab Islam Wakal memiliki persamaan seperti:

a) Almanak hisab Wakal hari pertama bulan Muharram tahun Alif sama dengan hari pertama bulan Muharram tahun Alif almanak hisab Islam Jawa yang dibuat oleh Sultan Agung yaitu hari Jumat.

112

Dahlan, Abdul Aziz, ed., Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van

Hoeve, 1999), h. 99.

113

RZ. Leirissa dkk., Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: DEPDIKBUD,

b) Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun terdiri dari nama-nama tahun Alif (1), Ha (5), Jim Awal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Wauw (6), dan Jim Akhir (3).

Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi) dengan sistem hisab Wakal adalah:

a) Tahun-tahun Ehe, Dal dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354x8]+3=2835 hari. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharram tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Sedangkan sistem hisab Wakal tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah. Dalam almanak Wakal penetapan awal bulan Qamariyah hanya berpatokan pada almanak yang turun temurun diwariskan kepada Tupey (Imam Besar Mesjid Nurul Awal Wakal).

b) Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (maju satu hari) agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Pada kalender Jawa, tahun kabisat ada 3 dari delapan (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun (11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa lebih satu hari dari kalender Hijriah. Agar kalender Jawa sesuai dengan kalender Hijriah maka kalender Jawa harus maju satu hari. Sedangkan di Wakal tidak menggunakan sistem kurup. Karena tidak ada kitab atau penjelasan mengenai sistem kurup sebelumnya.