• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

1 Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

oleh:

Husni Seban

106044101402

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PRODI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 6

D. Studi Kajian Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat ... 15

B. Dasar Hisab dan Rukyat ... 20

C. Perkembangan Hisab Rukyat di Indonesia ... 28

1. Sejarah Hisab Rukyat di Indonesia ... 28

2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah ... 31

(6)

A. Sejarah Singkat Desa Wakal ... 49

B. Letak Geografis Desa Wakal ... 52

C. Struktur Penduduk ... 54

D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal ... 55

E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa ... 57

BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ... 59

B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah ... 60

C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab Wakal ... 64

D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa Wakal ... 69

E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal 1. Sejarah Singkat Almanak Hisab Islam Jawa ... 70

2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal ... 75

3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal ... 76

F. Analisis Penulis ... 77

(7)

B. Saran-Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA………92

LAMPIRAN 1. Almanak Hisab Islam Jawa ... 95

2. Almanak Hisab Islam Wakal ... 96

3. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Jawa ... 97

4. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Wakal ... 98

5. Berita Wawancara dengan Bapa Imam H. Duma Supeleti ...100

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Seiring dengan rahmatAllah, ma’unahserta

barokah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kepada Allah swt. kita memanjatkan pujian, meminta pertolongan, dan memohon

ampunan. Kepada-Nya pula kita meminta perlindungan dari keburukan diri dan

kejahatan amal perbuatan.

Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang

yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang

terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia

dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling

taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho

Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw. di surga merupakan

cita-cita para hamba-Nya.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan

dan cobaan. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan ikhtiar dan

tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah setitik debu jalanan untuk menitik jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam

kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa

(9)

untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh

orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk air dalam rentang

kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini.

Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak

pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan

skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa

bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku Ketua Program Studi dan Ibu Rosdiana, MA. sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Sirril Wafa, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

(10)

5. Sekretaris Desa Wakal serta jajarannya yang telah membantu proses

kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk

penelitian ini.

6. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum,

terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. seluruh Staf Akademik,

Jurusan, Kasubag, Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas

bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.

7. Aba dan Umi tercinta atas pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa

moril dan materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk

keberhasilan studi Penulis, segala hormat Penulis persembahkan.

8. Seluruh keluarga besarku, adik-adikku Ridwan Seban, Jihan Seban dan

Ziqli Seban yang senantiasa menjadi dorongan dan motivasi Penulis

tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini.

9. Bunda yang tercinta, Egrie Alffa Delicta yang selalu memberikan

motivasi kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman JASAD XII khususnya, saudara Saiful Mujahid dan

Akromi Mashuri yang menjadi tempat sharing Penulis.

11. Teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2006 khususnya, Pipih

Muhafilah yang selalu memotivasi Penulis, Nahraji Zen yang selalu

setia menemani Penulis sewaktu mengulang mata kuliah dan

Mahmudin Al-Firdaus yang selalu senantiasa membantu Penulis.

12. Anak-anak kosan RT Subuh khususnya, Mujahidin teman sekamar

(11)

13. Lahila Band khususnya, Niko Gusriyanda dan Damanhuri yang selalu

menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis.

Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa

saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia

akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih

apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang

membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya.

Akhirnya, hanya kepada Allah swt. juga kita memohon agar apa yang telah

kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat

membantu kita di yaumil akhir. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 24 Februari 2011 M 21 Rabiul Awwal 1432 H

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perayaan hari raya Iedhul Fitri 2 tahun belakangan ini kurang

semarak, karena umat Islam Indonesia merayakannya tidak serempak. Umat

Islam dari ormas Muhammadiyah melaksanakannya 1 hari lebih cepat dari

hari raya yang ditetapkan Pemerintah. Walaupun tidak selamanya terjadi

perbedaan, namun masalah klasik ini, senantiasa mencuat dan menjadi

pembicaraan hangat dikala perbedaan itu muncul.1

Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak

pertama kali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari

kiamat. Begitu pula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah,

yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau

cara menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak

membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak

lain, karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat

untuk selalu memurnikan ajaran Allah SWT melalui petunjuk yang

dibenarkan oleh Rasulullah SAW.2

Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun

tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa,

haji, hari raya Iedul Fitri dan hari raya Iedul Adha. Kemudian berimplikasi

1

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,

2007), hal. 6-7. 2

(13)

pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah maka dari itu penggunaan

metode ataupun cara argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau

organisasi. Hal ini didasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan

pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah

dalam agama.3

Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan

Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di

negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia

yang merupakan tempat dimana agama Islam pertama kali di dakwahkan oleh

Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah. Maka dari itu

tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah itu juga

terjadi di Indonesia pemikiran itu tidak lepas dari keberadaan faktor

perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia.

Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir

tiga arus utama mazhab hisab rukyat yaitu, pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemayarakatan Islam terbesar di Indonesia

Nahdlatul Ulama,kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab Imkan al-Ru’yah yang dimunculkan oleh pemerintah.4

Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan

ahlussunnah waljamaahberketetapan mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki,

3

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,

2007), hal. 6-7. 4

Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyat: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam

(14)

Syafi’i dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib

menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau

istikmal(menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari).5

Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam penentuan awal bulan Qamariyah.6 Kendatipun demikian,

Muhammadiyah menyatakan “Apabila ahli hisab menetapkan bahwa

(tanggal) bulan belum tampak, padahal kenyataan ada orang yang melihat

pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang

muktabar.7

Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk

berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih

konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkanurrukyat

yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal(tanggal) bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkanurrukyat sudah dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat

dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan

adalah istikmal.8

Selain ormas Islam besar di atas yang seringkali mengalami

perbedaan, terdapat pula umat Islam dari suku-suku tertentu di pelosok

Indonesia yang menentukan penetapan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri

5 Ibid. 6

Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h. 24. 7

Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82. 8

(15)

tidak mengikuti Pemerintah, seperti aliran Alip Rebo Wage di Purbalingga,

Aliran Gowa Tallo di Sulawesi, masyarakat Desa Wakal di Maluku, dan lain

sebagainya.

Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu di Maluku,

karena setiap tahun di desa tersebut selalu menjalankan ibadah puasa dan

merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha lebih cepat dari yang ditentukan

Pemerintah. Padahal masyarakat Desa Hitu dan desa-desa di sekitarnya yang

juga merupakan bagian Kecamatan Lei Hitu, Propinsi Maluku, pada

umumnya mengikuti ketetapan Pemerintah.9

Masyarakat Desa Wakal sepenuhnya mempercayakan penetapan awal

bulan Qamariah dan hari raya Iedul Fitri kepada para tokoh-tokoh adat dan

pengurus mesjid desa tersebut. Apa dasar hukum dan bagaimana sistem juga

praktek para tokoh adat dan Bapa Raja dalam menetapkan awal bulan

Qamariyah, menjadi bahasan utama dalam penelitian ini. Adapun judul

penelitian ini adalah: “Penetapan Awal Bulan Qamariyah Perspektif Masyarakat Desa Wakal” (Studi Kasus Desa Wakal Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Ambon).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia

membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran

9

(16)

yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wakal. Untuk itu secara umum

penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif

masyarakat Desa Wakal. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagai

berikut:

a. Masyarakat Desa Wakal adalah masyarakat yang tinggal di Desa

Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

b. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan

awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan

Qamariyah.

c. Dalam pembahasan penetapan awal bulan Qamariyah dalam tulisan

ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai

penetapan awal Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha.

2. Rumusan Masalah

Menurut teori ilmu Falak yang berlaku saat ini perbedaan yang

ditolerir adalah perbedaan satu hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah

dalam pelaksanaan hari raya Iedul Fitri maupun Iedul adha. Sedangkan

kenyataannya masyarakat Desa Wakal dalam merayakan Iedul Fitri dan Iedul

Adha selalu berbeda 2 bahkan sampai 4 hari dari yang ditetapkan oleh

Pemerintah.

Penetapan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting

terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan

(17)

Rumusan tersebut di rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Mengapa selalu terjadi perbedaan antara masyarakat Desa Wakal

dengan Pemerintah dalam menentukan awal-awal Bulan

Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah?

b. Apa dasar hukum dan metode yang digunakan dalam penentuan

awal-awal bulan Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal

dan Dzulhijjah oleh masyarakat Desa Wakal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui profil masyarakat Desa Wakal.

2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan masyarakat Desa

Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan masyarakat

Desa Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

4. Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar mengenai praktek

penetapan awal bulan Qamariyah perspektif masyarakat Desa

Wakal.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, sebagai sumbangsih penulis terhadap

pengembangan Ilmu Falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya untuk memperkaya

(18)

2. Secara praktis, memberikan informasi mengenai profil dan sejarah

masyarakat Desa Wakal khususnya yang berkaitan dengan

menentukan awal bulan Qamariyah.

D. Studi Kajian Terdahulu

Adapun fungsi dari studi review yaitu untuk menghindari dari tuduhan

duplikasi dan penjiplakan (plagiat) atau peniruan atas judul yang hampir sama pada judul-judul skripsi sebelumnya. Dari penelusuran penulis, skripsi

yang membahas tema sejenis yaitu:

“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah”skripsi yang ditulis oleh Ilmanudin pada tahun 2004. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi

perpustakaan (library research). Skripsi ini mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan

Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam.

Dari penelitian tersebut, saudara Ilmanudin mengemukakan solusi berupa

penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah,

kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan

kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas

berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak

pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah

masyarakat Desa Wakal yang tinggal di Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu,

(19)

“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif Al-Marzukiyah (studi terhadap kalangan Al-Marzukiyah di Cipinang)”Skripsi yang ditulis oleh Eka Sartika pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah

dalam menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan,

bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-Marzukiyah melihat

kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan Qamariyah.

Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah segolongan

masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki.

Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu melakukan wawancara

dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan

penetapan awal bulan Al-Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi

sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran

imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Qur’an, hadits dan pendapat ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab

Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan

penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak salah satunya pada

objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal.

“Problematika Penetapan Hari Raya Idul 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur” Skripsi ini ditulis oleh Nur Said pada tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang

menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang deskriptif. Penelitian

(20)

perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU

Jawa Timur. Penelitian tersebut fokus membahas konsep penetapan awal

bulan Syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari

perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M Idul Fitri PBNU dan

PWNU JATIM. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Said jelas berbeda

dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut salah satunya pada

objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal,

Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

“Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif ABOGE (Studi Terhadap Komunitas ABOGE di Purbalingga)” Skripsi ini ditulis oleh Alfina Rahil Ashidiqi pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat kualitatif dan

menyimpulkan bahwa ABOGE berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang

mempunyai arti tanggal 1 Muharram tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo

(Rabu) pasaran Wage. Praktek dari sistem yang digunakan adalah

menggabungkan konsep dari Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah

yang mempresentasikan konsep Timur Tengah dan pasaran sebagai

interpretasi konsep asli Jawa. Dalam prakteknya hisab ABOGE tidak

mengenal kurup. Tahun kabisat dan basithah. Dengan demikian mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan Pemerintah dan

sesama penganut hisab urfi. Penelitian ini berbeda objek penelitian dengan penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu masyarakat yang tinggal di Desa

(21)

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field research) yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau

kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang

berkenaan dengan masalah yang diteliti.10

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil masyarakat Desa

Wakal di Maluku sebagai objek studi kasus penelitian.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Didapatkan dari hasil wawancara kepada tokoh-tokoh adat

masyarakat Desa Wakal dan data-data atau dokumen yang berkaitan

tentang masyarakat Desa Wakal. Data tersebut dianalisis dengan cara

menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan

dengan Ilmu Falak secara umum atau literatur lain yang dapat

memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam

skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.

10

Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,

(22)

c. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1) Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan

mempunyai tujuan.11Interview yang sering disebut juga

wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang

dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh

informasi dari terwawancara (interviewer)12. Dalam hal ini

penulis mengadakan wawancara langsung dengan tokoh-tokoh

masyarakat Desa Wakal. Sebagai objek penelitian penulis,

sekaligus sumber data primer dalam penelitian.

2) Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan),

yaitu penelitian kepustakaan dan literatur yang mempunyai

relevansi dengan judul baik tokoh-tokoh masyarakat Desa

Wakal atau dari pihak lain.

d. Analisis Data

Analisis data adalah proses pengecekan dan pengaturan secara

sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap

bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada

orang lain.13 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan

11

Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press,1994), cet. ke-1, h. 63.

12

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1996),cet. X, h. 144.

13

(23)

menggunakan “Analisis Kualitatif” yaitu menganalisis dengan cara

menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil masyarakat Desa

Wakal dan bagaimana cara masyarakat Desa Wakal dalam

menentukan awal bulan Qamariyah. Dan menghubungkan dengan

hasil interview dari tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal.

Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis, konsisten,

dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis

dalam penelitian ini.

e. Pedoman Penulisan Laporan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman

Penulisan Skripsi Tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan

dibahas, skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB PERTAMA Pada bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan kajian

(review) terdahulu, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB KEDUA Menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat

(24)

dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang

mencakup aliran-aliran hisab rukyat.

BAB KETIGA Yaitu membahas tentang profil masyarakat Desa Wakal

yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah masyarakat

Desa Wakal serta tokoh-tokoh adat masyarakat Desa

Wakal yang berperan dalam penentuan penetapan awal

bulan Qamariyah.

BAB KEEMPAT Membahas mengenai penetapan awal bulan Qamariyah

dalam perspektif masyarakat Desa Wakal. Dalam bab ini

membahas inti dari penelitian yaitu dasar hukum

tokoh-tokoh masyarakat adat Desa Wakal dalam menetapkan

awal bulan Qamariyah. Kemudian membahas mengenai

sistem dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah

yang dipakai oleh masyarakat Desa Wakal, yang disertai

data-data penetapan awal bulan Qamariyah menurut

sistem masyarakat Desa Wakal, implikasi penetapan awal

bulan Qamariyah terhadap Iedul Fitri dan Iedul Adha.

BAB KELIMA Pada bab penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban

atas masalah yang dirumuskan, serta saran-saran dan

harapan-harapan bagi lembaga, civitas akademika, serta

(25)

BAB II HISAB RUKYAT

A. Pengertian Hisab Rukyat

Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu

ﺎًﺑﺎَﺴِﺣ

-

ُﺐِﺴﺤَﯾ

-

َﺐَﺴَﺣ

yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.14 Jadi hisab adalah

kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran

untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil.

Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur'an berjumlah 37 kali, yang

kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa penggunaan arti yang kabur.15

Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk

mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.16 Istilah tersebut

masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung

pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu sholat atau

menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.

Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic,

yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang

14

Louis Ma’luf, AI-Munjid (Mesir: AI-Mathba'ah AI-Kathotlikiyah,1918), cet. XVIII h. 132.

15

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,

2007), h. 120. 16

(26)

perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada

peredaran bulan mengelilingi bumi.17

Dalam disiplin Ilmu Falak (astronomi), kata hisab mengandung arti

sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang

dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat

dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan

syariah khususnya masalah ibadah misalnya: shalat fardu menggunakan posisi

matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung

posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat

posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi

matahari dan bulan, Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah

tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar’i).

Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab

adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.18

Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain

yang dikenal dengan nama “Ilmu Mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh

termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara

17

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990), cet. 1 h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 6.

18

Abdul Aziz Dahlan, ed, Ensiklopedi Islam, jilid. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

(27)

prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses

perumusan secara pasti.19

Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal Ilmu Falak sebagai ilmu

hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah Ilmu Falak

yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah

dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik,

gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.20

Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan

hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya

saja sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut

Astromekanika.21 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat

dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.22 Perkembangan - perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan

19

Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah tudi

Komparasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 11. 20

Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap

Kalangan Al-Marzukiyah”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 13. Diambil dari

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14.

21

Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375.

22

(28)

ilmu hisab.23 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan

informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.24

Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan

dalam literatur Ilmu Falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan

benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan

perubahan-perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi

lebih berkembang.

Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu ﺔﯾؤر -ىﺮﯾ -ىأر

yang mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan

akal.25Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.26

Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari

terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka

sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka

malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan

digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.27

Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal

sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat

23

Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab

Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.

24

Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif AI-Marzukiyah, h.13.

25

Louis Ma’luf, AI-Munjid, h. 243. 26

Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 41.

27

(29)

hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.28

Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan

tergolong syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.29Muhammadiyah

memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala.

Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.30

Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan,

awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama

berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan

ibadah haji. Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk

disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.31

Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai Ilmu

Falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam

pelaksanaan rukyat dibutuhkan keterampilan dan pengalaman yang banyak.

Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap

bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung

posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan

dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.

B. Dasar Hisab dan Rukyat

28

Abdul Aziz Dahlan, ed , Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h. 180.

29

Abu Yusuf AI-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, (Solo: Pustaka Darul Islam, tt), h. 32.

30

Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). H. 136.

31

(30)

Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada

bulan-bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan

Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab.

Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak

masa Nabi Muhammad SAW.32 Namun dengan berkembangnya ilmu

pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga

dengan teleskop.33

Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah:

1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus (10): 5 yang berbunyi:





































































Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu

32

Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,h. 143.

33

(31)

melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu

(

ُهَرﱠﺪَﻗَو

)

yang artinya

dan ditetapkan-Nya dan al-hisaba

(

َبَﺎﺴِﺤﻟا

)

yang artinya perhitungan (waktu) dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat

dihitung. Karena Allah SWT menganjurkan manusia untuk mengetahui

waktu dan mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai

makhluk cerdas.34

Wahbah Zuhaili, dkk. menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran

bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlan dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari

semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat

diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan

bilangan bulan dan tahun.35

Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah

bahwa kata

اْﻮُﻤﻠْﻌَﺘِﻟ

(supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata

ُهَرﱠﺪَﻗَو

(Dia menetapkan...) bukan kepada

َﻞَﻌَﺟ

(Dia menjadikan...).

Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak

berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang

34

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,

2007), h. 122. 35

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi

(32)

memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari

satu tempat ke tempat lainnya.36

Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda

langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan

manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai

ibadah maupun muamalah.

2. Didalam QS. Al-Isra’ (17): 12 yang berbunyi:























































































Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.

36

(33)

Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang

menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi

manusia untuk mengetahui waktu.

3. Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah (2): 185 yang berbunyi:







































































































(34)

atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.

Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan

awal Ramadhan, rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmiyaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.

4. Dijelaskan dalam Hadits

ﻰِﻧَﺮَﺒْﺧأ َلﺎَﻗ ِبﺎَﮭِﺷ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ِﻞْﯿَﻘُﻋ ْﻦَﻋ ِﺚْﯿﱠﻠﻟا ﻰِﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ َلﺎَﻗ ٍﺮْﯿَﻜُﺑ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ

ِﷲ َلْﻮُﺳَر ُﺖْﻌِﻤَﺳ َلﺎَﻗ ﺎَﻤُﮭْﻨَﻋ ِﷲ َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ﱠنأ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﷲ ُﺪْﺒَﻋ ِﻦْﺑ ُﻢِﻟﺎَﺳ

ﻰﱠﻠﺻ

ﺎﻓ ْ ﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ﱠﻢُﻏ ْنِﺈَﻓ اْوُﺮِﻄْﻓﺄَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اذإَو اْﻮُﻣْﻮُﺼَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اَذإ ُلْﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲ

ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗ

)

ىرﺎﺨﺒﻟا هاور

(

(35)

berbukalah. Bila hilal ilu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”.

(Diriwayatkan oleh Bukhari).37

Pada kalimat

ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗﺎَﻓ

yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan

hisab dalam penentuan waktu selain rukyat.

Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar

dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah:

a. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah (2): 89 yang berbunyi:





























































Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah

37

(36)

kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.

Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan

sabit (hilal) sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui

hari, bulan, tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah.

Oleh karena itu sangat penting dalam mengetahui pergerakan

benda bulan sabit dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Sehingga

kita diwajibkan untuk menguasai ilmu Falak.

b. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

ﻦﻋ ﻢﻠﺴﻣ ﻦﺑا ﻰﻨﻌﯾ ﻊﯿﺑﺮﻟا ﺎﻨﺛ ﺪﺣ ﻰﺤﻤﺠﻟا مﻼﺳ ﻦﺑ ﻦﻤﺣﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ ﺪﺣ

ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا نا ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑا ﻦﻋ دﺎﯾز ﻦﺑا ﻮھو ﺪﻤﺤﻣ

ﺎﻓ ﻢﻜﯿﻠﻋ ﻰﻤﻏ نﺎﻓ ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اوﺮﻄﻓاو ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اﻮﻣ ﻮﺻ لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ

دﺪﻌﻟا اﻮﻠﻤﻛ

)

ﻢﻠﺴﻣ هاور

(

Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. (Diriwayatkan oleh Muslim)38

38

Imam Ibn al-Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al

(37)

c. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ ِﻊِﻓ ﺎَﻧ ْﻦَﻋ ِﻚِﻟﺎَﻣ ﻰَﻠَﻋ ُتأَﺮَﻗ َلﺎَﻗ ﻰَﯿْﺤَﯾ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ

ُﷲ ﻰﻠﺻ ّﻰِﺒﱠﻨﻟا ِﻦَﻋ ُﷲ ِضَر

َﻻ َلﺎَﻘَﻓ َنﺎَﻀَﻣَر َﺮَﻛذ ُﮫﱠﻧأ َﻢَﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ

ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َﻰِﻤْﻏأ نﺈَﻓ ُهْوَﺮَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ اوُﺮِﻄْﻔُﺗَﻻَو لَﻼِﮭﻟا اُوَﺮَﺗ ﻰّﺘَﺣ اﻮُﻣﻮُﺼَﺗ

ُﮫَﻟاْوُرِﺪْﻗﺎَﻓ

)

ﻢﻠﺴﻣ هاور

(

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dan Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya SAW., bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal (Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihai hilal (Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah”.

(Diriwayatkan oleh Muslim)39

Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyalul hilal

sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa

Nabi Muhammad SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits

yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40Hal itu didukung

oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk

berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang

berbunyi sebagai berikut:

39

Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122. 40

Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di

(38)

ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا ﻦﻋ ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲ ﻰﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑإ ﻦﻋ

لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ

:

ﺎﻧإ

َﻦﯿﺛﻼﺛ مﺎﻤﺗ ﻲﻨﻌﯾ اﺬﻜھ و اﺬﻜھو اﺬﻜھ ﺮﮭﺸﻟا ﺐﺴﺤﻧ ﻻو ﺐﺘﻜﻧﻻ ﺔﯿﻣأ ﺔﻣأ

)

ﻢﻠﺴﻣ هاور

(

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini. Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari”.(Diriwayatkan oleh Imam Muslim).41

C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia 1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia

Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian

Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai

di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam

berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang

yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong-bondong datang ke

sana, tidak terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantaslah

kiranya pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam

pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur

al-Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis

41

(39)

merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik, begitu

pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan

banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama

Mesir yakni Al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasdi Jadid.42

Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh

perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang

dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H/1633

M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan

Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh

Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran

bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun saka tersebut.43

Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan

Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab

rukyat, hal ini ditandai dengan adanya pengunaan kalender Hijriyah

sebagai kalender resmi.

Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di

Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya

kerajaan-kerajaan Islam. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah

sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.

42

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47. 43

(40)

Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai

diterapkan dalam kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan

dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap

mempergunakan penanggalan Hijriyah terutama di daerah-daerah

kerajaan Islam.44 Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan.

Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa

kerajaan-kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan

peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel

matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik

As-Samarkand. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di

pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab

yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda’(epoch) dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti

Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain

dengan markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada

kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al-Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat

dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang

menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah

lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang

44

(41)

dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data

kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.45

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan

Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada

tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur,

dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan

10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini

tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/UM.7

UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967

No. 148/1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari

libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan

pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab

rukyat.46

2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah

Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia

terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.

a. Rukyat

Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan

keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29

bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang

45

Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam

Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49. 46

(42)

tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi

30 hari (istikmal).47

b. Hisab

Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal

bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi

dan hisab hakiki. 1) Hisab Urfi

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi

bumi dan ditetapkan secara konvensional.48 Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:

a) Hisab Hijriyah (Arab)

Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-ubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit (Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya'ban ke Ramadhan). Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis

bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau

29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 x 29,5306 hari +

47

Kardiman dkk, Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL,

2001) h. 6. 48

Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Dirjen

Pcmbinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7. 49

(43)

354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354

11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk

menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa

selama 30 tahun. Jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 x 354

11/30 hari = 10631 hari.50

Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

 Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini

menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab

kedudukan hilal pada hari Rabu petang sewaktu matahari

terbenam sudah mencapai 5°57'.51

 Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian, kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan

dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.52

 Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355 hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun

50

Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh,(Bandung: Institut Agama Islam

Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11. 51

Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11.

Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622 M.

52

(44)

kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun

kabisatdimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.

 Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan

29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16

bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut:

ُﮫَﻧ ﺎَﯾِد ُﮫﱠﻔَﻛ ُﻞْﯿِﻠَﺨْﻟا ﱠﻒَﻛ

.

ُﮫَﻧ ﺎَﺼَﻓ ُﮫﱠﺒُﺣ ﱠﻞَﺧ ﱠﻞُﻛ ْﻦَﻋ

29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2

 Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik

menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10 (1420:30= 47 daur sisa 10 tahun),

jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat.

 Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30 tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53

b) Hisab Islam ala Jawa54

Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka.

yang berdasarkan pada peredaran matahari.55 Kemudian

53

Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12. 54

Irfan Anshory, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.

55

(45)

dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek

moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender

Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujiayini (Malwa di

India sekarang) direbut kaum Saka (Seythia) dibawah

pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Salavahan.

Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari

pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah

(Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna).

Agar kembali sesuai dengan matahari bulan Asadha dan

Srawanadiulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama

Dwitiya Asadhadan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau

14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami sulakpaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad

ke-17.56

Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram

menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara

56

(46)

bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043

Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo

Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan

kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan

kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun,

bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043

Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari

Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa

selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan

Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul

Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten.

Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh

Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak

Islam.57

Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa:

Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,

Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah,

Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah

Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul-Awwal dijuluki bulan

Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

57

(47)

Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah

Mulud”.58

Sya’ban merupakan bulan Ruwah, waktunya

mendoakan arwah keluarga yang telah wafat. dalam rangka

menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah

disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.

Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat

berlangsungnya ibadah haji dan Iedul Adha.59

Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Samaiscara) yang berbau Jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga

dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama

hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dcngan lidah Jawa:

Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.60

Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage,

Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini

merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari

kalender Saka atau budaya India.

Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun).

Tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1,

ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya

tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan

58

Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14.

59

Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15. 60

(48)

numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai

(7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je,

Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal, dan

Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu

windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 8 tahun selalu

jatuh pada hari dan pasaran yang sama.61

Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun

(3/8=45/l20), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun

(11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun),

yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus maju satu hari

maupun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan

kalender Hijriah.62

Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko

dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun

1043 H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro

tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi (8 Juli) dan selanjutnya

sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115

H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu

tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi=

Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan

61

Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16. 62

(49)

Gambar

Tabel 3.12. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
D.Tabel 3.3Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal
Tabel 4.2Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za pada Kalender Hisab
Tabel 4.3 Hari Besar Islam Tahun 2005 M/1426 H/ Tahun Dal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Istilah komite sekolah menurut Kepmendiknas disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masing-masing satuan pendidikan seperti komite pendidikan, komite pendidikan luar sekolah,

Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1V harus dianggap beban horizontal

Buktinya, narkoba terus saja marak”, ungkap Ibu Emmy (Hasibuan,2015). Tahun 2015 permasalahan narkoba di Kampung Kubur semakin marak diberitakan. Penyuluhanpun kerap dilakukan

Sedangkan mengenai persyaratan dasar kewilayahan dalam Pembentukan Daerah menurut Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kejadian depresi pada siswa penyandang tuna rungu berdasarkan jenis kelamin dan status pubertas di SLB-B YRTRW Surakarta.. Metode

[r]

 Kelemahan dari atur data sekolah adalah tidak membuat data data seperti identitas sekolah, di dalam ini hanya bisa mengganti nama sekolah dan logo sekolah..  Fungsi Mini

Kelemahannya adalah dapat terjadi persilangan yang tidak diinginkan karena bagian ujung bulir terbuka dan benang sari dari tanaman padi varietas lain dapat masuk.. Metode