1 Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)
oleh:
Husni Seban
106044101402
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PRODI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 6
D. Studi Kajian Terdahulu ... 7
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II HISAB RUKYAT A. Pengertian Hisab Rukyat ... 15
B. Dasar Hisab dan Rukyat ... 20
C. Perkembangan Hisab Rukyat di Indonesia ... 28
1. Sejarah Hisab Rukyat di Indonesia ... 28
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah ... 31
A. Sejarah Singkat Desa Wakal ... 49
B. Letak Geografis Desa Wakal ... 52
C. Struktur Penduduk ... 54
D. Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat Desa Wakal ... 55
E. Hubungan Antara Tokoh Adat dengan Pemerintah Desa ... 57
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT DESA WAKAL A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ... 59
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah ... 60
C. Data-Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Hisab Wakal ... 64
D. Implikasi Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Perspektif Masyarakat Desa Wakal ... 69
E. Hubungan Antara Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal 1. Sejarah Singkat Almanak Hisab Islam Jawa ... 70
2. Masuknya Pengaruh Islam Jawa di Desa Wakal ... 75
3. Persamaan dan Perbedaan Almanak Hisab Islam Jawa dengan Hisab Islam Wakal ... 76
F. Analisis Penulis ... 77
B. Saran-Saran... 91
DAFTAR PUSTAKA………92
LAMPIRAN 1. Almanak Hisab Islam Jawa ... 95
2. Almanak Hisab Islam Wakal ... 96
3. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Jawa ... 97
4. Tabel Jumlah Hari Sewindu Almanak Hisab Wakal ... 98
5. Berita Wawancara dengan Bapa Imam H. Duma Supeleti ...100
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhirabbil’âlamîn. Seiring dengan rahmatAllah, ma’unahserta
barokah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kepada Allah swt. kita memanjatkan pujian, meminta pertolongan, dan memohon
ampunan. Kepada-Nya pula kita meminta perlindungan dari keburukan diri dan
kejahatan amal perbuatan.
Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang
yang mengikuti ajaran beliau hingga hari akhir. Dialah Nabi utusan Allah yang
terakhir dan tiada Nabi setelahnya. Kemuliaannya lebih utama dari pada manusia
dan makhluk lainnya, Dialah manusia pilihan yang paling bertakwa dan paling
taat akan perintah-perintah Allah, Rasul yang sangat mencintai umatnya, ridho
Allah agar bisa hidup berdampingan dengan Rasulullah saw. di surga merupakan
cita-cita para hamba-Nya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis banyak menemui hambatan
dan cobaan. Namun, Penulis berusaha menghadapi semuanya dengan ikhtiar dan
tawakkal. Penulis sadar dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah setitik debu jalanan untuk menitik jalan menuju orang-orang besar. Namun dalam
kapasitas Penulis yang serba dho’if dan dihimpit dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental yang membuat diri ini serasa
untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang dianggap besar oleh
orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk air dalam rentang
kemarau studi yang Penulis tempuh selama ini.
Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berutang budi kepada banyak
pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam penulisan
skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menanamkan jasa baik berupa
bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs., H. A. Basiq Djalil, SH., MA., selaku Ketua Program Studi dan Ibu Rosdiana, MA. sebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Sirril Wafa, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabarannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Sekretaris Desa Wakal serta jajarannya yang telah membantu proses
kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk
penelitian ini.
6. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum,
terima kasih atas ilmu dan bimbingannya. seluruh Staf Akademik,
Jurusan, Kasubag, Keuangan dan Perpustakaan terima kasih atas
bantuan dalam upaya membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.
7. Aba dan Umi tercinta atas pengorbanan dan cinta kasihnya baik berupa
moril dan materil, serta doa yang tak terhingga sepanjang masa untuk
keberhasilan studi Penulis, segala hormat Penulis persembahkan.
8. Seluruh keluarga besarku, adik-adikku Ridwan Seban, Jihan Seban dan
Ziqli Seban yang senantiasa menjadi dorongan dan motivasi Penulis
tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini.
9. Bunda yang tercinta, Egrie Alffa Delicta yang selalu memberikan
motivasi kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman JASAD XII khususnya, saudara Saiful Mujahid dan
Akromi Mashuri yang menjadi tempat sharing Penulis.
11. Teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2006 khususnya, Pipih
Muhafilah yang selalu memotivasi Penulis, Nahraji Zen yang selalu
setia menemani Penulis sewaktu mengulang mata kuliah dan
Mahmudin Al-Firdaus yang selalu senantiasa membantu Penulis.
12. Anak-anak kosan RT Subuh khususnya, Mujahidin teman sekamar
13. Lahila Band khususnya, Niko Gusriyanda dan Damanhuri yang selalu
menjadi tempat sharing Penulis dan selalu memotivasi Penulis.
Besar harapan bagi Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia
akademik. Sebagai manusia yang dho’if, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka dan kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih
apabila para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kebaikan dan perbaikan atas karya-karya yang lainnya.
Akhirnya, hanya kepada Allah swt. juga kita memohon agar apa yang telah
kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat
membantu kita di yaumil akhir. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Februari 2011 M 21 Rabiul Awwal 1432 H
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perayaan hari raya Iedhul Fitri 2 tahun belakangan ini kurang
semarak, karena umat Islam Indonesia merayakannya tidak serempak. Umat
Islam dari ormas Muhammadiyah melaksanakannya 1 hari lebih cepat dari
hari raya yang ditetapkan Pemerintah. Walaupun tidak selamanya terjadi
perbedaan, namun masalah klasik ini, senantiasa mencuat dan menjadi
pembicaraan hangat dikala perbedaan itu muncul.1
Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak
pertama kali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari
kiamat. Begitu pula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah,
yang mana di dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau
cara menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak
membenarkan kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak
lain, karena perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat
untuk selalu memurnikan ajaran Allah SWT melalui petunjuk yang
dibenarkan oleh Rasulullah SAW.2
Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun
tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa,
haji, hari raya Iedul Fitri dan hari raya Iedul Adha. Kemudian berimplikasi
1
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), hal. 6-7. 2
pada syarat-syarat terpenuhinya suatu ibadah maka dari itu penggunaan
metode ataupun cara argumentasi yang dipegang oleh suatu kelompok atau
organisasi. Hal ini didasarkan pada suatu ibadah dilakukan sesuai dengan
pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah perintah
dalam agama.3
Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan
Qamariyah tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di
negara-negara lain yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia
yang merupakan tempat dimana agama Islam pertama kali di dakwahkan oleh
Rasulullah terjadi perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah. Maka dari itu
tidak heran bilamana perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah itu juga
terjadi di Indonesia pemikiran itu tidak lepas dari keberadaan faktor
perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber daya manusia.
Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir
tiga arus utama mazhab hisab rukyat yaitu, pertama, mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemayarakatan Islam terbesar di Indonesia
Nahdlatul Ulama,kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab Imkan al-Ru’yah yang dimunculkan oleh pemerintah.4
Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan
ahlussunnah waljamaahberketetapan mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki,
3
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), hal. 6-7. 4
Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyat: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Syafi’i dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib
menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau
istikmal(menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari).5
Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam penentuan awal bulan Qamariyah.6 Kendatipun demikian,
Muhammadiyah menyatakan “Apabila ahli hisab menetapkan bahwa
(tanggal) bulan belum tampak, padahal kenyataan ada orang yang melihat
pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang
muktabar.7
Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk
berusaha menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih
konsep imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkanurrukyat
yaitu sistem hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal(tanggal) bulan dirukyat. Kemudian jika menurut data hisab imkanurrukyat sudah dinyatakan mungkin untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat
dirukyat karena mendung atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan
adalah istikmal.8
Selain ormas Islam besar di atas yang seringkali mengalami
perbedaan, terdapat pula umat Islam dari suku-suku tertentu di pelosok
Indonesia yang menentukan penetapan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri
5 Ibid. 6
Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h. 24. 7
Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab Rukyah, h. 82. 8
tidak mengikuti Pemerintah, seperti aliran Alip Rebo Wage di Purbalingga,
Aliran Gowa Tallo di Sulawesi, masyarakat Desa Wakal di Maluku, dan lain
sebagainya.
Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian pada masyarakat Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu di Maluku,
karena setiap tahun di desa tersebut selalu menjalankan ibadah puasa dan
merayakan Iedul Fitri dan Iedul Adha lebih cepat dari yang ditentukan
Pemerintah. Padahal masyarakat Desa Hitu dan desa-desa di sekitarnya yang
juga merupakan bagian Kecamatan Lei Hitu, Propinsi Maluku, pada
umumnya mengikuti ketetapan Pemerintah.9
Masyarakat Desa Wakal sepenuhnya mempercayakan penetapan awal
bulan Qamariah dan hari raya Iedul Fitri kepada para tokoh-tokoh adat dan
pengurus mesjid desa tersebut. Apa dasar hukum dan bagaimana sistem juga
praktek para tokoh adat dan Bapa Raja dalam menetapkan awal bulan
Qamariyah, menjadi bahasan utama dalam penelitian ini. Adapun judul
penelitian ini adalah: “Penetapan Awal Bulan Qamariyah Perspektif Masyarakat Desa Wakal” (Studi Kasus Desa Wakal Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Ambon).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia
membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran
9
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wakal. Untuk itu secara umum
penelitian ini terbatas pada penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif
masyarakat Desa Wakal. Adapun perinciannya penulis membatasi sebagai
berikut:
a. Masyarakat Desa Wakal adalah masyarakat yang tinggal di Desa
Wakal, Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
b. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan
awal bulan dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan
Qamariyah.
c. Dalam pembahasan penetapan awal bulan Qamariyah dalam tulisan
ini, penulis hanya akan memberikan fokus bahasan mengenai
penetapan awal Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul Adha.
2. Rumusan Masalah
Menurut teori ilmu Falak yang berlaku saat ini perbedaan yang
ditolerir adalah perbedaan satu hari dari yang ditetapkan oleh Pemerintah
dalam pelaksanaan hari raya Iedul Fitri maupun Iedul adha. Sedangkan
kenyataannya masyarakat Desa Wakal dalam merayakan Iedul Fitri dan Iedul
Adha selalu berbeda 2 bahkan sampai 4 hari dari yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Penetapan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting
terutama pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan
Rumusan tersebut di rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Mengapa selalu terjadi perbedaan antara masyarakat Desa Wakal
dengan Pemerintah dalam menentukan awal-awal Bulan
Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah?
b. Apa dasar hukum dan metode yang digunakan dalam penentuan
awal-awal bulan Qamariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah oleh masyarakat Desa Wakal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui profil masyarakat Desa Wakal.
2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan masyarakat Desa
Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan masyarakat
Desa Wakal untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
4. Untuk mengetahui respon masyarakat sekitar mengenai praktek
penetapan awal bulan Qamariyah perspektif masyarakat Desa
Wakal.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, sebagai sumbangsih penulis terhadap
pengembangan Ilmu Falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya untuk memperkaya
2. Secara praktis, memberikan informasi mengenai profil dan sejarah
masyarakat Desa Wakal khususnya yang berkaitan dengan
menentukan awal bulan Qamariyah.
D. Studi Kajian Terdahulu
Adapun fungsi dari studi review yaitu untuk menghindari dari tuduhan
duplikasi dan penjiplakan (plagiat) atau peniruan atas judul yang hampir sama pada judul-judul skripsi sebelumnya. Dari penelusuran penulis, skripsi
yang membahas tema sejenis yaitu:
“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah”skripsi yang ditulis oleh Ilmanudin pada tahun 2004. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi
perpustakaan (library research). Skripsi ini mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal bulan menurut NU dan
Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan antar umat Islam.
Dari penelitian tersebut, saudara Ilmanudin mengemukakan solusi berupa
penggunaan suatu teknologi yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah,
kesadaran ormas tentang pentingnya menjaga keutuhan kesatuan Islam dan
kesadaran hukum masyarakat. Penelitian yang dibuat oleh Ilmanudin jelas
berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak
pada objek penelitian. Objek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah
masyarakat Desa Wakal yang tinggal di Desa Wakal, Kecamatan Lei Hitu,
“Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif Al-Marzukiyah (studi terhadap kalangan Al-Marzukiyah di Cipinang)”Skripsi yang ditulis oleh Eka Sartika pada tahun 2006. Skripsi ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah
dalam menentukan awal bulan Qamariyah, landasan yang digunakan,
bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-Marzukiyah melihat
kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan Qamariyah.
Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah segolongan
masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A. Marzuki.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu melakukan wawancara
dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan
penetapan awal bulan Al-Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi
sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran
imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Qur’an, hadits dan pendapat ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab
Tuhfat Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Penelitian yang dibuat oleh Eka Sartika jelas berbeda dengan
penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak salah satunya pada
objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal.
“Problematika Penetapan Hari Raya Idul 1427 H/2006 M antara PBNU dan PWNU Jawa Timur” Skripsi ini ditulis oleh Nur Said pada tahun 2007. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang
menekankan kualitas sesuai dengan pemahaman yang deskriptif. Penelitian
perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427/2006 antara PBNU dan PWNU
Jawa Timur. Penelitian tersebut fokus membahas konsep penetapan awal
bulan Syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan penyebab dari
perbedaan penetapan awal bulan Syawal 1427 H/2006 M Idul Fitri PBNU dan
PWNU JATIM. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Said jelas berbeda
dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut salah satunya pada
objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah masyarakat Desa Wakal,
Kecamatan Lei Hitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
“Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif ABOGE (Studi Terhadap Komunitas ABOGE di Purbalingga)” Skripsi ini ditulis oleh Alfina Rahil Ashidiqi pada tahun 2009. Penelitian ini bersifat kualitatif dan
menyimpulkan bahwa ABOGE berasal dari singkatan Alif Rebo Wage, yang
mempunyai arti tanggal 1 Muharram tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo
(Rabu) pasaran Wage. Praktek dari sistem yang digunakan adalah
menggabungkan konsep dari Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah
yang mempresentasikan konsep Timur Tengah dan pasaran sebagai
interpretasi konsep asli Jawa. Dalam prakteknya hisab ABOGE tidak
mengenal kurup. Tahun kabisat dan basithah. Dengan demikian mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan Pemerintah dan
sesama penganut hisab urfi. Penelitian ini berbeda objek penelitian dengan penelitian yang dibuat oleh penulis yaitu masyarakat yang tinggal di Desa
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field research) yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti.10
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil masyarakat Desa
Wakal di Maluku sebagai objek studi kasus penelitian.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Didapatkan dari hasil wawancara kepada tokoh-tokoh adat
masyarakat Desa Wakal dan data-data atau dokumen yang berkaitan
tentang masyarakat Desa Wakal. Data tersebut dianalisis dengan cara
menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan
dengan Ilmu Falak secara umum atau literatur lain yang dapat
memberikan informasi tambahan pada judul yang diangkat dalam
skripsi ini. Yaitu, buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya.
10
Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,
c. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1) Interview atau wawancara, adalah suatu percakapan dengan
mempunyai tujuan.11Interview yang sering disebut juga
wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi dari terwawancara (interviewer)12. Dalam hal ini
penulis mengadakan wawancara langsung dengan tokoh-tokoh
masyarakat Desa Wakal. Sebagai objek penelitian penulis,
sekaligus sumber data primer dalam penelitian.
2) Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan),
yaitu penelitian kepustakaan dan literatur yang mempunyai
relevansi dengan judul baik tokoh-tokoh masyarakat Desa
Wakal atau dari pihak lain.
d. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengecekan dan pengaturan secara
sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan temuannya kepada
orang lain.13 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
11
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Keagamaan, (Malang: Kalimasahada Press,1994), cet. ke-1, h. 63.
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT.Rineka Cipta,1996),cet. X, h. 144.
13
menggunakan “Analisis Kualitatif” yaitu menganalisis dengan cara
menguraikan dan mendeskripsikan tentang profil masyarakat Desa
Wakal dan bagaimana cara masyarakat Desa Wakal dalam
menentukan awal bulan Qamariyah. Dan menghubungkan dengan
hasil interview dari tokoh-tokoh adat masyarakat Desa Wakal.
Sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang obyektif logis, konsisten,
dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis
dalam penelitian ini.
e. Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada “Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara global mengenai apa yang akan
dibahas, skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB PERTAMA Pada bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan kajian
(review) terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB KEDUA Menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat
dan perkembangannya hisab rukyat di Indonesia yang
mencakup aliran-aliran hisab rukyat.
BAB KETIGA Yaitu membahas tentang profil masyarakat Desa Wakal
yang menjelaskan seluk beluk dan sejarah masyarakat
Desa Wakal serta tokoh-tokoh adat masyarakat Desa
Wakal yang berperan dalam penentuan penetapan awal
bulan Qamariyah.
BAB KEEMPAT Membahas mengenai penetapan awal bulan Qamariyah
dalam perspektif masyarakat Desa Wakal. Dalam bab ini
membahas inti dari penelitian yaitu dasar hukum
tokoh-tokoh masyarakat adat Desa Wakal dalam menetapkan
awal bulan Qamariyah. Kemudian membahas mengenai
sistem dan praktek dari penetapan awal bulan Qamariyah
yang dipakai oleh masyarakat Desa Wakal, yang disertai
data-data penetapan awal bulan Qamariyah menurut
sistem masyarakat Desa Wakal, implikasi penetapan awal
bulan Qamariyah terhadap Iedul Fitri dan Iedul Adha.
BAB KELIMA Pada bab penutup ini berisi kesimpulan sebagai jawaban
atas masalah yang dirumuskan, serta saran-saran dan
harapan-harapan bagi lembaga, civitas akademika, serta
BAB II HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat
Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu
ﺎًﺑﺎَﺴِﺣ
-
ُﺐِﺴﺤَﯾ
-
َﺐَﺴَﺣ
yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.14 Jadi hisab adalahkiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran
untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil.
Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur'an berjumlah 37 kali, yang
kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa penggunaan arti yang kabur.15
Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.16 Istilah tersebut
masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung
pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu sholat atau
menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.
Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic,
yang mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
14
Louis Ma’luf, AI-Munjid (Mesir: AI-Mathba'ah AI-Kathotlikiyah,1918), cet. XVIII h. 132.
15
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), h. 120. 16
perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada
peredaran bulan mengelilingi bumi.17
Dalam disiplin Ilmu Falak (astronomi), kata hisab mengandung arti
sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang
dimaksud di sini adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat
dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan
syariah khususnya masalah ibadah misalnya: shalat fardu menggunakan posisi
matahari sebagai acuan waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung
posisi bayangan matahari, menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat
posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi
matahari dan bulan, Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah
tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar’i).
Nama yang populer di Indonesia adalah Falak saja.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab
adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.18
Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain
yang dikenal dengan nama “Ilmu Mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh
termasuk dalam ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara
17
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1990), cet. 1 h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 6.
18
Abdul Aziz Dahlan, ed, Ensiklopedi Islam, jilid. 4, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
prinsip kedua ilmu tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses
perumusan secara pasti.19
Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal Ilmu Falak sebagai ilmu
hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah Ilmu Falak
yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah
dengan cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik,
gerak, ukuran dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.20
Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan
hisab adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya
saja sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut
Astromekanika.21 Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat
dipertanggungjawabkan, ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.22 Perkembangan - perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi atau kecermatan produk perhitungan
19
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah tudi
Komparasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 11. 20
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap
Kalangan Al-Marzukiyah”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 13. Diambil dari
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990). h. 14.
21
Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 375.
22
ilmu hisab.23 Sebagai pendukung yang lain, ilmu hisab juga menggunakan
informasi data yang dikontrol dengan observasi setiap saat.24
Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan
dalam literatur Ilmu Falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan
benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan
perubahan-perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi
lebih berkembang.
Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu ﺔﯾؤر -ىﺮﯾ -ىأر
yang mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan
akal.25Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.26
Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari
terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka
sejak matahari terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka
malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan
digenapkan (diistikmalkan) menjadi 30 hari.27
Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal
sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
23
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
24
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif AI-Marzukiyah, h.13.
25
Louis Ma’luf, AI-Munjid, h. 243. 26
Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 41.
27
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.28
Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan
tergolong syariat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.29Muhammadiyah
memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala.
Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.30
Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan,
awal bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama
berkaitan dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan
ibadah haji. Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk
disebelah barat tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.31
Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai Ilmu
Falak secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam
pelaksanaan rukyat dibutuhkan keterampilan dan pengalaman yang banyak.
Sehingga Departemen Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap
bulan. Dengan demikian dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung
posisi benda langit secara nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan
dengan ibadah tidak terjadi kesalahan.
B. Dasar Hisab dan Rukyat
28
Abdul Aziz Dahlan, ed , Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h. 180.
29
Abu Yusuf AI-Atsary, Pilih Hisab Ru'yah, (Solo: Pustaka Darul Islam, tt), h. 32.
30
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). H. 136.
31
Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada
bulan-bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah, terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab.
Metode rukyat inilah yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak
masa Nabi Muhammad SAW.32 Namun dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan rukyat tidak hanya dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga
dengan teleskop.33
Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah:
1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus (10): 5 yang berbunyi:
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
32
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,h. 143.
33
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu
(
ُهَرﱠﺪَﻗَو
)
yang artinyadan ditetapkan-Nya dan al-hisaba
(
َبَﺎﺴِﺤﻟا
)
yang artinya perhitungan (waktu) dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapatdihitung. Karena Allah SWT menganjurkan manusia untuk mengetahui
waktu dan mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai
makhluk cerdas.34
Wahbah Zuhaili, dkk. menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran
bahwa kata tempat dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlan dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari
semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan matahari, dapat
diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui dengan
bilangan bulan dan tahun.35
Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikh Ibnu Taimiyyah
bahwa kata
اْﻮُﻤﻠْﻌَﺘِﻟ
(supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kataُهَرﱠﺪَﻗَو
(Dia menetapkan...) bukan kepadaَﻞَﻌَﺟ
(Dia menjadikan...).Karena sifat matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak
berpengaruh dalam mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang
34
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita,
2007), h. 122. 35
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi
memberikan pengaruh dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari
satu tempat ke tempat lainnya.36
Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda
langit seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan
manusia dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai
ibadah maupun muamalah.
2. Didalam QS. Al-Isra’ (17): 12 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”.
36
Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang
menjadi malam dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi
manusia untuk mengetahui waktu.
3. Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah (2): 185 yang berbunyi:
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan
awal Ramadhan, rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmiyaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
4. Dijelaskan dalam Hadits
ﻰِﻧَﺮَﺒْﺧأ َلﺎَﻗ ِبﺎَﮭِﺷ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ ِﻞْﯿَﻘُﻋ ْﻦَﻋ ِﺚْﯿﱠﻠﻟا ﻰِﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ َلﺎَﻗ ٍﺮْﯿَﻜُﺑ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ
ِﷲ َلْﻮُﺳَر ُﺖْﻌِﻤَﺳ َلﺎَﻗ ﺎَﻤُﮭْﻨَﻋ ِﷲ َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ﱠنأ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﷲ ُﺪْﺒَﻋ ِﻦْﺑ ُﻢِﻟﺎَﺳ
ﻰﱠﻠﺻ
ﺎﻓ ْ ﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ﱠﻢُﻏ ْنِﺈَﻓ اْوُﺮِﻄْﻓﺄَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اذإَو اْﻮُﻣْﻮُﺼَﻓ ُهْﻮُﻤُﺘْﯾأَر اَذإ ُلْﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲ
ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗ
)
ىرﺎﺨﺒﻟا هاور
(
berbukalah. Bila hilal ilu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia”.
(Diriwayatkan oleh Bukhari).37
Pada kalimat
ُﮫَﻟاْوُرُﺪْﻗﺎَﻓ
yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaanhisab dalam penentuan waktu selain rukyat.
Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar
dalam penetapan awal bulan Qamariyah adalah:
a. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah (2): 89 yang berbunyi:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
37
kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan
sabit (hilal) sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk mengetahui
hari, bulan, tahun dan kepentingan yang bersifat ibadah.
Oleh karena itu sangat penting dalam mengetahui pergerakan
benda bulan sabit dalam penetapan awal bulan Qamariyah. Sehingga
kita diwajibkan untuk menguasai ilmu Falak.
b. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
ﻦﻋ ﻢﻠﺴﻣ ﻦﺑا ﻰﻨﻌﯾ ﻊﯿﺑﺮﻟا ﺎﻨﺛ ﺪﺣ ﻰﺤﻤﺠﻟا مﻼﺳ ﻦﺑ ﻦﻤﺣﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛ ﺪﺣ
ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا نا ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ةﺮﯾﺮھ ﻰﺑا ﻦﻋ دﺎﯾز ﻦﺑا ﻮھو ﺪﻤﺤﻣ
ﺎﻓ ﻢﻜﯿﻠﻋ ﻰﻤﻏ نﺎﻓ ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اوﺮﻄﻓاو ﮫﺘﯾؤﺮﻟ اﻮﻣ ﻮﺻ لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ
دﺪﻌﻟا اﻮﻠﻤﻛ
)
ﻢﻠﺴﻣ هاور
(
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan”. (Diriwayatkan oleh Muslim)38
38
Imam Ibn al-Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al
c. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ ِﻊِﻓ ﺎَﻧ ْﻦَﻋ ِﻚِﻟﺎَﻣ ﻰَﻠَﻋ ُتأَﺮَﻗ َلﺎَﻗ ﻰَﯿْﺤَﯾ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ
ُﷲ ﻰﻠﺻ ّﻰِﺒﱠﻨﻟا ِﻦَﻋ ُﷲ ِضَر
َﻻ َلﺎَﻘَﻓ َنﺎَﻀَﻣَر َﺮَﻛذ ُﮫﱠﻧأ َﻢَﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ
ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َﻰِﻤْﻏأ نﺈَﻓ ُهْوَﺮَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ اوُﺮِﻄْﻔُﺗَﻻَو لَﻼِﮭﻟا اُوَﺮَﺗ ﻰّﺘَﺣ اﻮُﻣﻮُﺼَﺗ
ُﮫَﻟاْوُرِﺪْﻗﺎَﻓ
)
ﻢﻠﺴﻣ هاور
(
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya telah membacakan kepada Malik dan Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah Meridhoi keduanya SAW., bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal (Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu melihai hilal (Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah”.
(Diriwayatkan oleh Muslim)39
Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyalul hilal
sebagai cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa
Nabi Muhammad SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits
yang berbicara tentang rukyat sekitar 56 hadits.40Hal itu didukung
oleh keadaan masyarakat di Madinah yang tidak mahir untuk
berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist yang
berbunyi sebagai berikut:
39
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122. 40
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
ﷲ ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا ﻦﻋ ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲ ﻰﺿر ﺮﻤﻋ ﻦﺑإ ﻦﻋ
لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ
:
ﺎﻧإ
َﻦﯿﺛﻼﺛ مﺎﻤﺗ ﻲﻨﻌﯾ اﺬﻜھ و اﺬﻜھو اﺬﻜھ ﺮﮭﺸﻟا ﺐﺴﺤﻧ ﻻو ﺐﺘﻜﻧﻻ ﺔﯿﻣأ ﺔﻣأ
)
ﻢﻠﺴﻣ هاور
(
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini. Ibnu Umar melipat satu jari jempol pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini yaitu genap 30 hari”.(Diriwayatkan oleh Imam Muslim).41
C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia 1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia
Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian
Islam yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai
di Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam
berkembang dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang
yang ingin mengkaji Islam lebih dalam berbondong-bondong datang ke
sana, tidak terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantaslah
kiranya pemikiran hisab rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam
pemikiran hisab rukyat di Indonesia. Seperti Muhammad Manshur
al-Batawi yang mengarang kitab Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis
41
merupakan hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang dipakai berasal dari Ulugh Beik, begitu
pula beberapa kitab hisab rukyat yang berkembang di Indonesia. Dan
banyak kitab di Indonesia merupakan hasil cangkokan kitab karya Ulama
Mesir yakni Al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasdi Jadid.42
Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh
perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang
dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H/1633
M yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan
Hijriyah, kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh
Sultan Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran
bulan, sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun saka tersebut.43
Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab
rukyat, hal ini ditandai dengan adanya pengunaan kalender Hijriyah
sebagai kalender resmi.
Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di
Indonesia sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya
kerajaan-kerajaan Islam. Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah
sebagai metode penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.
42
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47. 43
Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai
diterapkan dalam kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan
dijadikan sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap
mempergunakan penanggalan Hijriyah terutama di daerah-daerah
kerajaan Islam.44 Belanda membiarkan pemakaian dan penanggalan.
Adapun pengaturannya diserahkan kepada para penguasa
kerajaan-kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari yang berhubungan dengan
peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel
matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik
As-Samarkand. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di
pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab
yang dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda’(epoch) dan markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti
Nawawi Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain
dengan markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada
kitab asal (kitab induk) seperti al-Mathla’ul Said fi Hisaabil Kawakib ala Rasydil Jadid karya Syekh Hussain Zaid al-Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat
dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang
menerbitkan kitab falak dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah
lama ada di masyarakat disamping adanya kecanggihan teknologi yang
44
dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data
kontemporer berkaitan dengan hisab rukyat.45
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan
Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada
tanggal 2 Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur,
dan termasuk juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan
10 Dzulhijjah yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini
tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2/UM.7
UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967
No. 148/1968 dan No. 10 tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari
libur terkadang belum seragam, sebagai dampak adanya perbedaan
pemahaman antara beberapa pemahaman yang ada dalam wacana hisab
rukyat.46
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia
terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.
a. Rukyat
Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan
keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29
bulan Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang
45
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49. 46
tidak memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi
30 hari (istikmal).47
b. Hisab
Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal
bulan Qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi
dan hisab hakiki. 1) Hisab Urfi
Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi
bumi dan ditetapkan secara konvensional.48 Hisab urfi yang berkaitan dengan Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:
a) Hisab Hijriyah (Arab)
Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-ubah. Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit (Ijtimak Muharam 1398 H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15 jam 11 menit (ijtimak Sya'ban ke Ramadhan). Oleh karena itu maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis
bulan dirata-ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau
29,5306 hari. Lama satu tahun yaitu 12 x 29,5306 hari +
47
Kardiman dkk, Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL,
2001) h. 6. 48
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, (Jakarta: Dirjen
Pcmbinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7. 49
354,3672 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 36 detik atau 354
11/30 hari (dengan mengabaikan 36 detik pertahun). Untuk
menghilangkan pecahan ini maka diadakan kebulatan masa
selama 30 tahun. Jadi lama hari dalam 30 tahun yaitu 30 x 354
11/30 hari = 10631 hari.50
Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini
menurut pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab
kedudukan hilal pada hari Rabu petang sewaktu matahari
terbenam sudah mencapai 5°57'.51
Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara bergantian, kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan
dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30 hari.52
Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355 hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun
50
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh,(Bandung: Institut Agama Islam
Negeri Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11. 51
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11.
Dalam buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari Jumat, 16 Juli 622 M.
52
kabisat berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun
kabisatdimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.
Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan
29. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16
bukan tahun kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada rumus yang dikemas dalam syair berikut:
ُﮫَﻧ ﺎَﯾِد ُﮫﱠﻔَﻛ ُﻞْﯿِﻠَﺨْﻟا ﱠﻒَﻛ
.
ُﮫَﻧ ﺎَﺼَﻓ ُﮫﱠﺒُﺣ ﱠﻞَﺧ ﱠﻞُﻛ ْﻦَﻋ
29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2
Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik
menunjukan tahun basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan 10 (1420:30= 47 daur sisa 10 tahun),
jadi tahun 1420 H adalah tahun kabisat.
Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30 tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan 19 tahun basithah (tahun pendek).53
b) Hisab Islam ala Jawa54
Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka.
yang berdasarkan pada peredaran matahari.55 Kemudian
53
Muhammad Syakur Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12. 54
Irfan Anshory, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2010 dari http:www.formasibumi.com/2010/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.
55
dikenal bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek
moyang kita sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender
Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujiayini (Malwa di
India sekarang) direbut kaum Saka (Seythia) dibawah
pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Salavahan.
Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari
pada rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah
(Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna).
Agar kembali sesuai dengan matahari bulan Asadha dan
Srawanadiulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama
Dwitiya Asadhadan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau
14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami sulakpaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad
ke-17.56
Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram
menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara
56
bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043
Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo
Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan
kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan
kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun,
bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043
Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh pada hari
Jum’at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa
selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan
Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul
Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari Banten.
Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya di seluruh
Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak
Islam.57
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa:
Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,
Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah,
Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah
Hari Asyura 10 Muharram. Rabi’ul-Awwal dijuluki bulan
Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
57
Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya “sesudah
Mulud”.58
Sya’ban merupakan bulan Ruwah, waktunya
mendoakan arwah keluarga yang telah wafat. dalam rangka
menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah
disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.
Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat
berlangsungnya ibadah haji dan Iedul Adha.59
Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Samaiscara) yang berbau Jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga
dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama
hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dcngan lidah Jawa:
Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.60
Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage,
Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini
merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari
kalender Saka atau budaya India.
Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun).
Tanggal 1 Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1,
ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya
tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan
58
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 14.
59
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 15. 60
numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai
(7), Dal (4), Ba (2), Waw (6) dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je,
Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Dal, dan
Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu
windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 8 tahun selalu
jatuh pada hari dan pasaran yang sama.61
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun
(3/8=45/l20), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun
(11/30=44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun),
yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus maju satu hari
maupun pasarannya (pancawara), agar kembali sesuai dengan
kalender Hijriah.62
Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko
dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun
1043 H dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro
tahun Alip jatuh pada hari Jumat Legi (8 Juli) dan selanjutnya
sejak waktu itu sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115
H (17 Mei tahun 1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu
tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi=
Alip mulai Jumuwah Legi), Kemudian sesudah itu diadakan
61
Muhammad Wardan, Hisab 'Urfi dan Hakiki, h. 16. 62
Gambar
Garis besar
Dokumen terkait
Istilah komite sekolah menurut Kepmendiknas disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masing-masing satuan pendidikan seperti komite pendidikan, komite pendidikan luar sekolah,
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1V harus dianggap beban horizontal
Buktinya, narkoba terus saja marak”, ungkap Ibu Emmy (Hasibuan,2015). Tahun 2015 permasalahan narkoba di Kampung Kubur semakin marak diberitakan. Penyuluhanpun kerap dilakukan
Sedangkan mengenai persyaratan dasar kewilayahan dalam Pembentukan Daerah menurut Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kejadian depresi pada siswa penyandang tuna rungu berdasarkan jenis kelamin dan status pubertas di SLB-B YRTRW Surakarta.. Metode
[r]
Kelemahan dari atur data sekolah adalah tidak membuat data data seperti identitas sekolah, di dalam ini hanya bisa mengganti nama sekolah dan logo sekolah.. Fungsi Mini
Kelemahannya adalah dapat terjadi persilangan yang tidak diinginkan karena bagian ujung bulir terbuka dan benang sari dari tanaman padi varietas lain dapat masuk.. Metode