• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus ini adalah permohonan penetapan ahli harta waris atas peninggalan harta Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo (almarhum) yang meninggal

7

Hasil wawancara dengan hakim, ibu Sarbiati pada tanggal 17 Juni 2014 pada jam 14.25 – 14.33 WIB

dunia pada tanggal 30 Juli 2012. Perlu diketahui pewaris selain meninggalkan ahli waris juga meninggalkan harta yang berupa sebidang tanah dan bangunan diatasnya yang terletak di Jalan Canadinati RT.001 RW.008 Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta dengan luas tanah 597 M2, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 223 tanggal 24 Februari 1972, nama pemegang hak Kemal Fachrudin Sumartono. Para pemohon/penghadap menginginkan dibagikan harta peninggalan Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo (almarhum) yang belum dibuatkan aktanya kepada ahli waris. Para pemohon/penghadap menginginkan pembagian waris berdasarkan ketentuan hukum kewarisan Islam.

Bahwa Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjosaharjo (pewaris) selama masa hidupnya menikah 1 (satu) kali yaitu dengan Soewarti binti Partono dan dikaruniai empat (4) anak yaitu Inglesjz Kemalawarto (L), Ingresjz Kemalawarto (L) telah meninggal dunia dalam usia 48 tahun, dengan meninggalkan seorang isteri yang bernama Eni Susilowati Trimuljani Primadini bin Ingresjz Kemalawarto, Ignesjz Kemalawarta (L), Inaresjz Kemalawarta (L).

Kemudian Kemal Fachrudin Sumartono bin Harjoharsojo menikah lagi dengan Filma Sophia Dotulong pada tanggal 20 Juli 1972, yang tercatat oleh pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta selatan, dengan nomor 525/1972, dan telah meninggal pada tanggal 21 Juni 1996. Dari pernikahan tersebut tidak dikaruniai anak, namun ada mengadopsi 3 (tiga) orang

anak yaitu Iglesjz Gazi Kemal (L), Irnesjz Gaji Kemal (L), telah meninggal dunia dalam usia 28 tahun, pada tanggal 24 September 2001 dalam keadaan masih jejaka, Irnesyz Yunizaf Sucihati. K (P)

Bahwa anak kandung Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama Ignesjz Kemalawarta dan anak angkat almarhum Kemal Fachrudin Sumartono yang bernama Iglesjz Gazi Kemal beragama Kristen. Maka satu anak kandung dan satu anak angkat yang bernama Ignesjz Kemlawarta dan Iglesjz Gazi Kemal tidak mempunyai hubungan waris-mewarisi, sebagaimana hadist Rasullullah SAW : “Muslim tidak mempusakai orang kafir dan kafir tidak mempusakai orang muslim (HR. Muttafaq

‘alaih)”.8 Sesuai dengan wilayah yuridiksinya para pemohon/penghadap

melayangkan surat permohonannya kepada Pengadilan Agama Jakarta Utara agar dibuatkan Akta waris kepada ahli waris yang sesungguhnya.

Dalam pemeriksaan sidang para penghadap hadir dipersidangan melalui

paanggilan secara sah dan patut serta sesuai perundang-undangan yang berlaku. 9

untuk menghadap persidangan, para pemohon/penghadap menunjukan bukti-bukti yang diperlukan dalam persidangan yaitu foto copy KTP para ahli waris, foto copy surat kematian atas nama pewaris, foto copy surat keterangan kematian surat istri pewaris, foto copy bukti kepemilikan harta atas nama pewaris, para

8

Habiburrahman, Rekonstruksi HUKUM KEWARISAN ISLAM di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: KEMENTRIAN AGAMA RI, 2011), h.191.

9

Pasal 122 HIR

pemohon/penghadap juga menghadirkan para saksi yang dibutuhkan dalam persidangan.

Setelah mengikuti duduk perkara dan pertimbangan-pertimbangan hukum perkara waris yang didalamnya ada ahli waris yang non muslim mendapatkan bagiannya

seperti ahli waris muslim, berdasarkan penetapan No. 84/ Pdtp.P/ 2012/ PA-JU di

Pengadilan Agama Jakarta Utara, penulis akan memaparkan hasil pandangan penulis terhadap kasus tersebut.

Pada dasarnya putusan dituntut untuk menciptakan suatu keadilan, dan untuk itu hakim melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap peristiwa dan fakta-fakta. Hal ini dapat dilakukan lewat pembuktian, mengklarifikasi antara yang penting dan tidak, dan menanyakan kembali pada pihak lawan mengenai keterangan saksi dan fakta-fakta yang ada. Maka dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah

pertimbangan hukumnya,10 Pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutuskan

perkara waris ini, dengan penetapan pembagian harta waris anak murtad bahwa anak murtad mendapat hak waris melalui wasiat wajibah dalam pandangan ini ada yang mengatakan boleh bahwa anak murtad mendapatkan waris melalui wasiat wajibah dan ada yang mengatakan tidak tetapi dalam putusan tersebut menjelaskan membolehkan orang non muslim mendapatkan waris melalui wasiat wajibah dengan mengacu yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September 1999 yang

10

R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 79

isinya menetapkan anak yang murtad itu sebagai ahli waris di sebutkan juga kadar wasiat wajibah itu tidak boleh melebihi 1/3 sehingga di putusan ini anak murtad ditetapkan sebagai ahli waris dengan adanya pertimbangan tersebut.

Faktor dan pertimbangan hakim dalam memutus masalah waris khususnya anak murtad terjadi diskriminasi merupakan konsekuensi bahwa anak tersebut murtad kemudian oleh Mahkamah Agung dengan yurisprudensinya Nomor 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 disebutkan jadi sebagai kompensasi yang sebenarnya Islam itu tidak membeda-bedakan tetapi, kemudian dari agamanya tidak membatasi dia untuk mendapatkan hak waris murni sehingga oleh Mahkamah Agung di beri porsi berupa wasiat wajibah dan pembagianya itu disamakan dengan ahli waris yang lain dalam arti sama dengan porsi wasiat wajibah yang lainnnya dan tidak membedakan porsi dalam kelamin contoh perempuan dan laki-laki.

Hakim bukan sebagai corong undang-undang bahwa apa yang tertuang dalam undang-undang itu dikuti karena secara yuridis bahwa itu tidak dicantumkan dalam pasal dan anak murtad itu mendapat wasiat wajibah. Hanya hakim melihat dari beberapa segi nilai dalam memutus, nilai sosiologis, nilai keadilannya, nilai manfaatnya, nilai keselerasannya. Sehingga oleh hakim di kaji nilai-nilai itu dalam rangka mempersamakan hak anak itu sehingga kita mempertimbangkan nilai filosofisnya kemudian bahwa anak itu merupakan darah dagingnya dari orang tua yang sama, apabila tidak diberikan atau ditetapkan itu bagaimana secara undang-undang menyatakan secara jelas anak murtad tidak dapat hak waris akhirnya dengan

kajian-kajian dan nilai-nilai filosofis akhirya keluarlah yurisprudensi dengan berbagai pertimbangan sehingga muncullah putusan yang mengadopsi dan bisa memungkinkan bahwa anak murtad mendapatkan hak waris sama dengan saudaranya yang muslim sehingga dimungkinkan untuk memberikan hak waris anak murtad melalui wasiat

wajibah.11 Yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh

bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara.12

Jadi berdasarkan apa yang diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa pembagian waris dan siapapun yang berhak menerima hak waris terdapat perbedaan pendapat antara putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara dengan ketentuan hukum kewarisan islam menyebutkan bahwa dalam hadist Rasulullah saw bersabda: “orang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim” (HR. Bukhari dan Muslim) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang sebelumnya sudah diuraikan oleh penulis dalam pasal 171 huruf (c) yang menyatakan bahwa ahli waris adalah orang yan pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada ahli waris berbeda agama dengan pewaris adalah dengan pemberian hibah, wasiat oleh pewaris, atau dengan wasiat wajiibah melalui penetapan Pengadilan, seperti yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 51. K/AG/1999 tanggal 29 September 1999

11

Wawancara Pribadi dengan Sarbiati. Jakarta, 17 Juni 2014 12

Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, cet I, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h.268.

yang menentukan bahwa anak kandung yang tidak beragama Islam mendapat wasiat

wajibah.13

Walaupun penetapan Pengadilan Agama Jakarta Utara memberikan hak waris kepada ahli waris anak murtad, dalam reinterpretasi patut dihargai sebagai suatu hasil ijtihad upaya mengaktualisasikan atau menasionalisasikan nilai-nilai hukum kewarisan Islam di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dalam bidang social, budaya, hukum maupun agama. Agar hukum Islam tidak kehilangan jati dirinya dan selalu eksistensinya dapat dirasakam oleh masyarakat Indonesia.

13

Cyntia Limantra, “Perlindungan Hukum Bagi Ahli Waris Beda Agama di Tinjau Dari Hukum Islam” artikel

A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan skripsi ini maka penulis memaparkan kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya sebagai berikut:

1. Pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara No.

84/Pdt.P/2012/PA.JU berdasarkan.

a. Permohonan yang diajukan para pemohon ditetapkan ahli waris yang

mustahak dari almarhum Kemal Fachrudin Sumartono, yang digunakan untuk keperluan balik nama sertifikat, dan penjualan harta peninggalan almarhum Kemal Fachrudin Sumartono.

b. Salah satu anak kandung alamrhum Kemal Fachrudin Sumartono yang

bernama Ignesjz Kemalawarta telah berpindah agama Kristen sehingga dalam Hukum Islam seorang muslim tidak boleh mempusakakan orang non muslim begitupun sebaliknya.

c. Melihat hal tersebut sangat tidak adil apabila seseorang anak yang

merupakan darah dagingnya atau keturunan dari pewaris terhalang mendapatkan hak warisnya karena murtad atau pindah agama. Melainkan ahli waris melakukan tindakan-tindakan seperti dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 173

tanggal 16 Juli jo Nomor : 51.K/AG/1995, tanggal 29 September 1999 sebagai pendapat Majelis Hakim, sehingga atas permohonan para pemohon tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan:

1. Pemohon II sebagai anak kandung, mempunyai hubungan keperdataan

balik yang sempurna dengan KEMAL FACHRUDIN SUMARTONO sebagai ayah kandung

2. Pemohon II tidak melakukan tindakan membunuh atau mencoba

membunuh, dan memfitnah pewaris yang membuat pemohon II kehilangan hak-haknya dalam waris.

3. Adanya hubungan keperdataan pemohon II dengan ayah kandung dan

semasa hidupnya ayah kandung tidak memberikan wasiat, maka anak tersebut mendapatkan hak warisnya melalui wasiat wajbah maksimal 1/3 dari harta peninggalan.

2. Faktor majelis hakim dalam memutus perkara Nomor 84/Pdt.P/2012/PA JU,

dan merupakan dasar hukum dalam mengambil putusan ialah aturan hukum tertulis, yurisprudensi dan hukum yang hidup dimasyarakat serta yang terpenting menjunjung rasa keadilan diantaranya yang dilihat dari hati nurani hakim.

3. Hak waris setelah keluarnya putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor

84/Pdt.P/2012/PA JU mengenai hubungan hak waris anak murtad di landasi dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor : 368. K/AG/1995 jo

waris, karena murtad maka terhalang untuk mendapatkan harta waris. Namun didalam Yurisprudensi dijelaskan apabila semasa hidup pewaris tidak memberikan wasiat, maka hak waris anak murtad masih mendapatkan harta peninggalan dari pewaris melalui wasiat wajibah.

B. Saran

1. Bagi para orang tua, harusnya memberikan pendidikan agama Islam yang

lebih sejak dini, demi mencegah penyimpangan anak yang keluar dari agama Islam yaitu dengan cara mengikuti pendidikan sekolah yang berbasis agama Islam dan juga di dukung dengan kurikulum yang berkompeten.

2. Peran ulama dan ustadz sangatlah penting dalam hal ini, melalui pengajian

dan khutbah rutin yang diadakan di masjid demi terciptanya insan yang mempunyai iman dan akhlak yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

3. Bagi majelis hakim agar dapat lebih teliti dan bijaksana dalam menangani

perkara sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan juga mampu menekan angka penetapan ahli waris anak murtad.

4. Bagi pemerintah, diharapkan mampu membuat aturan yang lebih jelas lagi

agar dapat membantu para hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan dan diharapkan pula mampu membuat aturan sebelum kasus atau peristiwa sudah terjadi.

Dokumen terkait