• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subak Lodtunduh yang terletak di bagian hulu dan Subak Padanggalak yang terletak di bagian hilir DI Kedewatan sama-sama telah melakukan pengelolaan fungsi subak secara optimal. Namun, pengelolaan fungsi subak di Subak Lodtunduh dan di Subak Padanggalak memiliki teknik pelaksanaan yang berbeda. Perbedaan teknik pelaksanaan pengelolaan fungsi subak antara Subak Lodtunduh dengan Subak Padanggalak, antara lain sebagai berikut.

1. Fungsi alokasi, distribusi, dan pinjam air irigasi

(1) Dalam fungsi ini terdapat perbedaan konversi tenaga kerja bagi anggota subak yang memperoleh air lebih besar dari satu tektek. Di Subak Lodtunduh, konversi tenaga kerja untuk satu tektek berupa ngoot senilai gabah 17 kg dan konversi terhadap sarana upacara berupa amputan senilai 10 kg beras saat panen, kemudian dibayar setelah panen. Di pihak lain, konversi tenaga kerja bagi anggota Subak Padanggalak yang memperoleh air irigasi lebih besar dari satu tektek, adalah Rp 1.000,00 untuk setiap are lahan garapan di atas 25 are. Pengoot tersebut

dibebankan jika nilai jual gabah lebih besar dari Rp 100.000,00 per are. Namun, bagi anggota subak yang memiliki lahan garapan < 25 are dapat memberikan kelebihan hak airnya kepada anggota yang ngoot. Pada umumnya, anggota Subak Padanggalak yang memiliki lahan garapan > 25 are membayar kelebihan berupa tenaga kerja.

(2) Peminjaman air irigasi antar anggota pada saat akan mengolah tanah di Subak Lodtunduh dilakukan oleh supir traktor, sedangkan di Subak Padanggalak dilakukan oleh petani penggarap.

2. Fungsi pemeliharaan fasilitas subak

Dalam pemeliharaan fasilitas subak khususnya pemeliharaan jaringan irigasi, gotong royong yang bersifat rutin maupun insidental di Subak Lodtunduh dipimpin langsung oleh pekaseh dan terdapat petelik yang bertugas mengontrol jaringan irigasi. Sementara itu, di Subak Padanggalak terdapat pembagian tugas antara pekaseh dan kelian munduk. Gotong royong di tingkat subak dipimpin langsung oleh pekaseh, seperti gotong royong pada awal MT di saluran tersier menjelang pengolahan tanah. Selanjutnya kelian munduk memimpin anggota munduk dalam mengontrol dan memelihara jaringan irigasi di munduk masing-masing. Hal ini dilakukan karena kegiatan teknis di tingkat munduk merupakan tanggungjawab kelian munduk beserta anggotanya. 3. Fungsi pengelolaan sumberdaya

(1) Di Subak Lodtunduh, kas dibedakan berdasarkan sumber dana dan penggunaannya, yaitu menjadi kas subak dan kas krama subak. Sementara itu, di Subak Padanggalak kas subak tidak dipilah, baik

berdasarkan sumberdana maupun penggunaannya. Hal ini disebabkan oleh semua anggota di Subak Padanggalak merupakan anggota aktif, sedangkan di Subak Lodtunduh dibedakan antara anggota aktif dengan anggota pasif.

(2) Perbedaan lainnya terletak pada bantuan dana eksternal selain bantuan dari Provinsi Bali. Subak Lodtunduh memperoleh bantuan dana eksternal untuk kegiatan ritual dari Kabupaten Gianyar. Di pihak lain, Subak Padanggalak memperoleh bantuan dana eksternal untuk pemeliharaan saluran kuarter dari Dinas Pertanian Kota Denpasar.

(3) Dalam pola pengelolaan fungsi subak yang optimal, komoditi yang diusahakan di Subak Lodtunduh adalah padi dan pacar air, sedangkan komoditi yang diusahakan di Subak Padanggalak adalah padi. Hal ini disebabkan pada dua MT tahun 2012, komoditi yang diusahakan di Subak Lodtunduh adalah multikultur, sedangkan di Subak Padanggalak monokultur.

4. Fungsi penyelesaian konflik

(1) Dalam penyelesaian konflik, di Subak Lodtunduh langsung dilakukan oleh pekaseh. Sementara itu, di Subak Padanggalak dilakukan secara berjenjang, yaitu dilakukan oleh kelian munduk, jika belum selesai maka diajukan kepada pekaseh.

(2) Dalam penyelenggaraan rapat anggota subak sebagai wadah penyelesaian konflik, di Subak Lodtunduh dilakukan secara rutin sebanyak tiga kali pada awal MT. Sementara itu, di Subak Padanggalak dilakukan rapat

rata-rata dua kali setiap MT, yaitu satu kali di munduk masing-masing dan satu kali di subak.

5. Fungsi penyelenggaraan kegiatan ritual

Kegiatan ritual tingkat subak di Subak Lodtunduh diselenggarakan setiap MT. Adapun kegiatan tersebut memiliki skala yang berbeda antar MT, yaitu skala besar dan skala kecil. Di pihak lain, Subak Padanggalak menyelenggarakan kegiatan ritual tingkat subak sebanyak satu kali setiap tahun dan tidak ada perbedaan skala. Perbedaan-perbedaan tersebut menunjukkan bahwa subak mempunyai hak otonom dan bersifat fleksibel dalam mengelola fungsi/aktivitasnya.

Pengelolaan fungsi subak pada hakekatnya adalah pengelolaan sumberdaya yang tersedia untuk menjalankan fungsi subak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Subak Lodtunduh dan Subak Padanggalak merupakan organisasi petani pengelola air irigasi yang telah mengelola sumberdaya secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan pendapatan subak telah maksimal. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Antara (2001), Budiasa (2011) yang menyatakan bahwa petani kecil telah efisien dalam mengalokasikan sumberdayanya. Di samping itu, hasil penelitian Schultz (1964) mengungkapkan bahwa petani kecil dan miskin di negara sedang berkembang, secara ekonomi telah rasional dalam alokasi sumberdaya pada keadaan ketersediaan sumberdaya dan teknologi yang ada.

Pengelolaan fungsi subak di Subak Lodtunduh dan Subak Padanggalak telah berdasarkan prinsip THK, yang dicerminkan oleh hal-hal sebagai berikut. 1. Aspek palemahan:

Aspek palemahan adalah salah satu elemen dalam THK yang merupakan hubungan antara manusia dengan alam. Pada hakekatnya, hubungan ini merupakan tanggung jawab sosial untuk menjaga lingkungan sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Implementasi dari aspek palemahan adalah alokasi, distribusi, dan peminjaman air irigasi dilakukan secara adil dan merata. Sebagai bukti adalah seluruh luas lahan sawah dapat diusahakan tanaman setahun khususnya padi pada setiap MT. Hal ini dapat diwujudkan karena adanya awig-awig yang mengandung hal-hal sebagai berikut.

(1) Sistem alokasi air menggunakan ukuran tektek. Bagi petani yang menggarap lahan lebih dari satu tektek diwajibkan membayar konversi tenaga kerja sesuai dengan aturan yang telah disepakati dalam rapat subak.

(2) Distribusi air irigasi dilakukan secara proporsional menggunakan sistem continuous flow dengan metode one inlet dan one outlet. Dengan demikian, air irigasi dapat didistribusikan dengan adil dan merata.

(3) Kondisi topografi areal subak umumnya miring, sehingga letak sawah umumnya bertingkat. Hal ini dapat memperlancar proses distribusi dan drainase air irigasi.

2. Aspek pawongan:

Aspek pawongan adalah salah satu elemen dalam THK yang merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan manusia. Hubungan ini dicerminkan oleh kerukunan anggota subak. Hal ini disebabkan adanya awig-awig dan perarem yang mengandung hal-hal sebagai berikut.

(1) Ada kebijakan saling pinjam/penambahan air irigasi antar anggota dalam satu subak maupun antar subak dalam satu daerah irigasi. Hal ini dapat dilakukan karena adanya sistem one inlet dan one outlet. Penambahan air irigasi biasanya dilakukan saat pengolahan tanah yang dilakukan secara bergilir.

(2) Adanya kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh anggota subak, baik yang bersifat rutin maupun insidental. Gotong royong yang rutin biasanya dilakukan menjelang pengolahan tanah, yaitu pada saat upacara magpag toya. Gotong royong yang bersifat insidental dilakukan jika ada perbaikan saluran irigasi akibat tebing longsor atau ada peningkatan kualitas sarana infrastruktur.

(3) Adanya peran pekaseh dalam mengatur distribusi air secara adil, sehingga tidak menimbulkan konflik. Di Subak Lodtunduh, walaupun peminjaman air irigasi antar anggota diserahkan kepada supir traktor, tetapi tetap dalam pengawasan pekaseh. Sementara itu, di Subak Padanggalak peran ini dilakukan oleh pekaseh dan kelian munduk.

3. Aspek parhyangan:

Aspek parhyangan adalah salah satu elemen dalam THK yang merupakan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Pencipta. Hubungan ini dicerminkan oleh hal-hal sebagai berikut.

(1) Bakti anggota subak kepada Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai wujud rasa syukur atas segala pemberianNya. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan upacara-upacara.

(2) Anggota subak memiliki perasaan takut melanggar awig-awig subak. Selain akan dikenakan denda finansial dan sanksi sosial yaitu dibawa ke dalam rapat subak, juga dipercaya akan mendapat kegagalan dalam usahataninya. Sebagai contoh, apabila menanam di luar jadual yang telah ditetapkan biasanya diserang hama karena siklus hama tidak terputus atau tidak mendapat tenaga panen.

Sudarta (2009) berpendapat bahwa penerapan THK dalam subak, berarti kemampuan subak untuk mengimplementasikan THK dalam subak dalam upaya mencapai tujuan. Penerapan THK secara sempurna diyakini akan dapat menyebabkan kegiatan subak akan berlanjut dan pencapaian tujuannya akan terwujud. Hal ini disebabkan oleh THK bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup melalui proses harmoni dan kebersamaan.

Dokumen terkait