• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Analisis Proksimat Daging Ayam

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari daging ayam, baik pada penyimpanan jam ke-0 maupun jam ke-9. Analisis yang dilakukan meliputi uji kadar air, abu, lemak, dan protein.

4.4.1 Kadar air

Kadar air merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap bahan olahan (Winarno 1997). Kandungan air dalam komponen bahan pangan dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis. Perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi tekstur, penampakan, bau dan cita rasa makanan (Buckle et al.1987). Hasil analisis kadar air daging ayam pada awal penyimpanan atau pada penyimpanan jam ke-0 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Nilai rata-rata kadar air daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang jam ke-0 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Berdasarkan hasil uji ANOVA diketahui bahwa kadar air daging ayam saat penyimpanan jam ke-0, dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan konsentrasi larutan kitosan (p≤0,05). Setelah dilakukan uji lanjut Tukey, pada perlakuan konsentrasi larutan kitosan, diketahui terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1% dan 1,5% dengan daging ayam kontrol. Adanya perlakuan larutan kitosan menyebabkan daging ayam yang diberi perlakuan edible coating kitosan 1% dan 1,5% memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam kontrol.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Suryaningsih (2011) yang menunjukkan bahwa kadar air pada daging sapi yang diberi perlakuan pelapisan kitosan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi tanpa perlakuan pelapisan kitosan. Konsentrasi kitosan yang semakin tinggi yang digunakan untuk pelapisan pada daging sapi menyebabkan semakin rendahnya kadar air daging sapi tersebut. Menurut Knorr (1982), kitosan memiliki gugus hidrofilik, yaitu pada gugus hidroksil primer dan sekunder pada C-3 dan C-6 yang menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi, sehingga kitosan memiliki kemampuan dalam mengikat air.

Kadar air daging ayam setelah mengalami penyimpanan selama 9 jam, mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil uji ANOVA, diketahui bahwa setelah mengalami penyimpanan, kadar air daging ayam tidak lagi dipengaruhi secara

nyata (p>0,05) oleh perlakuan larutan kitosan. Hal ini dibuktikan dengan uji lanjut Tukey, yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan daging ayam. Hasil analisis kadar air daging ayam pada setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam dapat dilihat pada Gambar 12.

Kadar air yang terkandung dalam daging ayam semakin tinggi setelah dilakukan penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Mead (1984), yang menyatakan bahwa selama postmortem, daging ayam mengalami penyusutan dan air akan dikeluarkan. Kadar air berkaitan dengan daya mengikat air dari daging ayam itu sendiri. Makin tinggi kadar air suatu produk, maka akan semakin rendah daya mengikat air produk tersebut. Hamm (1962) menyatakan bahwa kemampuan daging ayam dalam mengikat air disebabkan oleh adanya protein otot, yaitu aktomiosin yang merupakan komponen utama miofibril.

Gambar 12 Nilai rata-rata kadar air daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang jam ke-9 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Berdasarkan Lawrie (1985), penurunan daya ikat air yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air disebabkan oleh makin banyaknya asam laktat yang terakumulasi akibatnya banyak protein miofibril yang rusak, sehingga diikuti dengan kehilangan kemampuan protein untuk mengikat air. Setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam, diketahui bahwa perlakuan edible coating kitosan, ternyata kurang efektif dalam menghambat terjadinya peningkatan kadar air daging ayam. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan

terhadap kadar air daging ayam dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6 dan Lampiran 13.

4.4.2 Kadar abu

Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu sampel bahan pangan dibakar sempurna di dalam tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang mudah menguap (Apriyantono et al. 1989). Hasil analisis kadar abu daging ayam pada saat awal penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Nilai rata-rata kadar abu daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang jam ke-0 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata (p≤0,05) terhadap kadar abu daging ayam pada saat penyimpanan jam ke-0. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1,5%. Kadar abu yang lebih tinggi pada daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1,5%, diduga disebabkan oleh adanya penambahan unsur mineral dari kitosan. Suptijah et al. (1992) menyatakan bahwa kitosan mengandung unsur mineral berupa CaCO3 dan sedikit Ca3(PO4)2

Kadar abu daging ayam mengalami penurunan seiring dengan lama penyimpanan. Berdasarkan hasil uji ANOVA, setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam, diperoleh bahwa konsentrasi larutan kitosan tidak lagi memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar abu daging ayam. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji lanjut Tukey, bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan daging ayam. Hasil analisis kadar abu daging ayam setelah penyimpanan selama 9 jam dapat dilihat pada Gambar 14.

Penurunan kadar abu daging ayam terjadi karena mulai berkembangnya bakteri sehingga unsur-unsur mineral yang terkandung pada daging ayam, digunakan untuk nutrisi pertumbuhan dan perkembangan dari bakteri tersebut. Bakteri membutuhkan unsur-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan, diantaranya fosfor, magnesium, besi, dan lain-lain (Rospiati 2006).

Gambar 14 Nilai rata-rata kadar abu daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang jam ke-9 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Perlakuan edible coating kitosan tidak lagi memberikan pengaruh yang baik terhadap kadar abu daging ayam setelah penyimpanan selama 9 jam. Hal ini dikarenakan, perlakuan edible coating kitosan belum mampu secara efektif dalam menghambat terjadinya penurunan kadar abu daging ayam selama penyimpanan berlangsung. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan

terhadap kadar abu daging ayam selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6 dan Lampiran 13.

4.4.3 Kadar lemak

Lemak merupakan zat makanan penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan protein dan karbohidrat (Winarno 1997). Hasil analisis kadar lemak daging ayam pada saat penyimpanan awal dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh (p≤0,05) terhadap kadar lemak daging ayam pada penyimpanan jam ke-0. Pemberian perlakuan edible coating kitosan menyebabkan nilai kadar lemak daging ayam lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak daging kontrol.

Gambar 15 Nilai rata-rata kadar lemak daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan pada penyimpanan suhu ruang saat penyimpanan jam ke-0 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Perlakuan edible coating kitosan terhadap kadar lemak daging ayam juga ditunjukkan pada hasil penelitian Hadi (2008) yang menunjukkan bahwa kadar lemak bakso yang diberi perlakuan edible coating kitosan 1% lebih rendah dibandingkan dengan bakso tanpa perlakuan kitosan. Perlakuan edible coating kitosan dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar lemak pada daging ayam. Menurut Knorr (1982), kitosan memiliki gugus amino pada C-2 menyebabkan

kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi, sehingga kitosan memiliki sifat hidrofobik, yaitu memiliki kemampuan untuk mengikat lemak.

Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1,5%. Daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1,5% memiliki kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan daging ayam kontrol. Hal ini diduga, kemampuan mengikat lemak daging ayam oleh adanya edible coating kitosan pada sampel tersebut berlangsung dengan baik. Perlakuan edible coating kitosan diduga dapat menghambat terjadinya kemunduran mutu daging ayam, yaitu dapat menghambat terjadinya degradasi lemak. Baèza (2004) menyatakan bahwa kerusakan mutu daging ayam, salah satunya dapat disebabkan oleh degradasi lemak selama penyimpanan.

Nilai kadar lemak untuk semua perlakuan larutan kitosan pada daging ayam mengalami penurunan setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam. Berdasarkan hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan tidak lagi mampu memberikan pengaruh terhadap kadar lemak daging ayam. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan daging ayam (p>0,05). Hasil analisis kadar lemak daging ayam setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Nilai rata-rata kadar lemak daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan pada penyimpanan suhu ruang saat penyimpanan jam ke-9 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Seiring dengan lama penyimpanan, nilai kadar lemak akan semakin menurun akibat semakin tingginya jumlah mikroba pada daging (Irawati et al. 1997), sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi lemak yang terjadi secara perlahan-lahan (Situmorang 2008) yang ditunjukkan dengan terjadinya proses oksidasi lemak akibat adanya kontak udara dengan asam lemak yang mengakibatkan proses kerusakan (Winarno 1997).

Setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam, ternyata adanya edible coating kitosan pada daging ayam belum mampu secara efektif dalam menghambat terjadinya peningkatan kadar lemak daging ayam selama penyimpanan berlangsung. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap kadar lemak daging ayam selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6 dan Lampiran 13.

4.4.4 Kadar protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena protein selain berfungsi sebagai bahan bakar, protein juga berfungsi sebagai bahan pengatur dan bahan pembangun (Winarno 2004). Hasil analisis kadar protein daging ayam pada saat penyimpanan awal dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Nilai rata-rata kadar protein daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan pada penyimpanan jam ke-0 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh bahwa kadar protein daging ayam kontrol lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam yang diberi perlakuan edible coating kitosan. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh (p≤0,05) terhadap kadar protein daging ayam. Hasil uji lanjut Tukey, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam yang diberi perlakuan edible coating 1%; maupun 1,5%. Daging ayam yang diberi perlakuan edible coating memiliki kadar protein yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Suryaningsih (2011) yang menunjukkan bahwa kadar protein pada daging sapi yang diberikan perlakuan pelapisan kitosan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi tanpa pelapisan kitosan.

Kitosan mengandung gugus amino dalam rantainya, sehingga dapat menyebabkan kitosan bermuatan positif (Ornum 1992). Kitosan dapat mengikat bahan-bahan yang bermuatan negatif, misalnya protein, anion polisakarida, asam nukleat, dan bahan-bahan lainnya yang bermuatan negatif (Sanford dan Hutching 1987). Sesuai dengan penelitian Suryaningsih (2011), semakin tinggi konsentrasi kitosan yang diberikan, semakin tinggi kadar protein daging ayam yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh adanya edible coating kitosan yang mampu menghambat terjadinya denaturasi protein, sehingga protein dalam daging ayam mampu dipertahankan.

Kadar protein daging ayam mengalami penurunan setelah dilakukan penyimpanan selama 9 jam. Hasil analisis kadar protein daging ayam setelah mengalami penyimpanan selama 9 jam dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan masih mampu memberikan pengaruh terhadap kadar protein daging ayam. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji lanjut Tukey yang menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 0,5%, 1%, dan 1,5%.

Penurunan protein selama penyimpanan terjadi karena adanya degradasi protein, yang disebabkan oleh pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada daging ayam. Mikroorganisme dalam pertumbuhannya membutuhkan nutrisi, salah satunya yaitu protein yang menyediakan sumber

energi untuk pertumbuhan mikroorganisme (Mead 2004). Mikroorganisme mampu menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan (Rahardyani 2011).

Gambar 18 Nilai rata-rata kadar protein daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan pada penyimpanan jam ke-9 ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%).

Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbeda nyata (p≤0,05)

Semakin cepat pertumbuhan bakteri, maka akan menyebabkan terjadinya degradasi protein yang semakin cepat pula, sehingga menyebabkan kadar protein dalam daging ayam semakin menurun. Bakteri dapat memecah molekul-molekul kompleks dan zat-zat organik, misalnya polisakarida, lemak, dan protein menjadi uni yang lebih sederhana. Pemecahan awal ini dapat terjadi akibat ekdkresi enzim ekstraseluler yang sangat erat hubungannya dengan proses pembusukan bahan pangan (Buckle et al. 1987). Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap kadar protein daging ayam selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6 dan Lampiran 13.

Dokumen terkait