• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Nilai Total Plate Count (TPC)

Daging ayam mudah mengalami penurunan kualitas, salah satunya, sebagai akibat dari pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme dalam jumlah banyak selama penyimpanan (Sams 2001). Daging ayam juga mempunyai kadar air yang tinggi, yaitu sekitar 68-75%, kaya akan nutrisi dan mineral yang menyediakan sumber karbon dan energi untuk pertumbuhan mikroorganisme (Mead 2004). Pengukuran seberapa jauh tingkat kerusakan daging, dapat dilihat dari banyaknya bakteri yang tumbuh dan berkembang pada daging tersebut dengan menggunakan salah satu metode pengukuran, yaitu pengukuran nilai TPC. Nilai TPC dapat mempengaruhi perubahan fisik pada daging. Semakin banyak kandungan bakteri, maka semakin menurun kualitas dari daging tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah bakteri yang tumbuh pada daging ayam berkisar antara 4,97 (9,3×104 cfu/g) sampai 6,43 (2,7×106 cfu/g). Adapun hasil analisis TPC daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 10.

Hasil uji statistika menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata (p≤0,05) terhadap nilai TPC daging ayam. Perbedaan yang nyata terjadi antara daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 0,5%, 1%, dan 1,5%. Daging ayam dengan perlakuan edible coating kitosan, baik konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5%, memiliki nilai TPC yang lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam kontrol. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan edible coating kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging ayam.

Gambar 10 Nilai TPC daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan selama penyimpanan suhu ruang ( = kontrol; = 0,5%; = 1%; = 1,5%). Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda (a,b,c,d) menunjukkan

berbeda nyata (p≤0,05)

Menurut El Ghaouth et al. (1994), lapisan tipis kitosan yang berfungsi sebagai edible coating mampu menutupi seluruh permukaan produk sehingga dapat menghambat masuknya oksigen dan air melalui permukaan sehingga mengakibatkan mikroba menjadi sulit berkembang. Hal ini dibuktikan pada penelitian Tsai et al. (2002), yang menunjukkan bahwa kitosan memiliki sifat antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri gram negatif (E.coli, P. aeruginosa, S. dysenteriae, V. cholerae, dan V. parahaemolyticus) maupun bakteri gram positif (B. cereus, L. monocytogenes, dan S. aureus) pada pengawetan ikan. Chaiyakosha et al. (2007) menyatakan bahwa penurunan jumlah sel bakteri dipengaruhi oleh perubahan permukaan sel dan hilangnya fungsi barrier dari bakteri itu sendiri.

Salah satu alasan kitosan memiliki sifat antimikroba adalah adanya muatan positif pada gugus amino yang dapat berinteraksi dengan muatan negatif yang terdapat pada sel membran mikroba (Leuba et al. 1986), yang mampu menyebabkan terjadinya kebocoran protein dan komponen intraselular pada mikroorganisme (Shahidi et al. 1999). Kitosan berinteraksi dengan bakteri, terutama pada permukaan luarnya. Polikationik kitosan, pada konsentrasi rendah

(0,2 mg/ml), mampu mengikat pada muatan negatif yang terdapat di permukaan bakteri tersebut hingga mengakibatkan aglutinasi atau pengentalan, sedangkan pada konsentrasi tinggi, sebagian besar muatan positif dapat menyebabkan terjadi suspensi(Dutta et al. 2009).

Hasil uji statistika menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata (p≤0,05) terhadap nilai TPC daging ayam. Pengaruh tersebut dibuktikan dengan hasil uji lanjut Tukey yang menunjukkan terjadinya perbedaan yang nyata antara nilai TPC daging ayam pada penyimpanan jam ke-0 dengan jam ke-3, jam ke-6, dan jam ke-9, tetapi tidak terjadi perbedaan yang nyata pada penyimpanan jam ke-3 dan jam ke-6. Perubahan nilai TPC mulai terjadi pada saat penyimpanan jam ke-3 yaitu dengan adanya peningkatan jumlah bakteri pada daging ayam. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan edible coating kitosan belum mampu menghambat pertumbuhan bakteri secara efektif, walaupun ternyata pada saat penyimpanan jam ke-6, nilai TPC daging ayam yang diberi perlakuan larutan kitosan tidak berbeda nyata, yang berarti tidak terjadi pertumbuhan bakteri.

Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Hadi (2008) yang menunjukkan bahwa hingga penyimpanan 12 jam, bakso daging sapi yang diberi perlakuan edible coating kitosan 1% tidak mengalami pertumbuhan bakteri. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa nilai TPC yang meningkat pada saat penyimpanan jam ke-3 diduga terdapat kontaminan dari lingkungan dan kurang aseptis pada saat pengujian nilai TPC yang dilakukan.

Peningkatan jumlah bakteri pada daging ayam menunjukkan bahwa daging ayam mengalami penurunan mutu selama penyimpanan. Arpah (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik pertumbuhan mikroba antara lain pH,

a

w, kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan mikroba, sedangkan untuk faktor ekstrinsik antara lain temperatur penyimpanan, kelembaban relatif, serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan.

Nilai TPC pada daging ayam semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan demikian pula kadar airnya, tetapi kadar abu, kadar lemak dan kadar protein daging ayam, mengalami penurunan selama penyimpanan. Perlakuan

edible coating kitosan memberikan pengaruh yang baik pada saat penyimpanan jam ke-3 dan jam ke-6. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perubahan jumlah bakteri yang tumbuh pada saat penyimpanan tersebut. Ini mengindikasikan bahwa perlakuan edible coating kitosan memberikan pengaruh yang baik hanya mencapai 6 jam penyimpanan. Perlakuan edible coating kitosan 1,5% merupakan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan tersebut memiliki efek penghambatan yang paling tinggi terhadap pertumbuhan, perkembangan, maupun aktifitas bakteri yang ada pada daging ayam selama penyimpanan berlangsung.

Berdasarkan hasil uji statistika, perlakuan konsentrasi larutan kitosan dengan lama penyimpanan menunjukkan adanya interaksi (p≤0,05). Hal ini berarti terdapat keterkatian satu sama lain antara perlakuan konsentrasi larutan kitosan dan lama penyimpanan yang menentukan nilai TPC daging ayam. Penurunan konsentrasi kitosan yang diberikan dan peningkatan lama penyimpanan yang dilakukan menyebabkan peningkatan jumlah bakteri pada daging ayam. Nilai rata- rata dan hasil uji statistika terhadap nilai pH daging ayam dengan perlakuan larutan kitosan selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 12.

Aplikasi antimikroba kitosan telah banyak dilakukan. Penelitian Darmadji dan Izumimoto (1996) membuktikan bahwa kitosan dengan konsentrasi 0,5%-1% dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada daging sapi selama penyimpanan. Penelitian Coma et al (2002), membuktikan bahwa edible film kitosan dapat menghambat pertumbuhan dua bakteri patogen pada makanan, diantaranya Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes. Penelitian Kusumaningjati (2009) juga menunjukkan bahwa sifat antibakteri kitosan dengan konsentrasi 0,05% terbukti mampu menghambat laju pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Staphylococcus thypirium dan memperpanjang masa simpan tahu hingga 6 hari dengan tetap mempertahankan penampakan, bau, dan konsistensi tahu.

Penelitian Gomez-Estaca (2010), menunjukkan bahwa gelatin-kitosan film yang digabungkan ekstrak cengkeh memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan 6 bakteri selektif (Pseudmonas fluorescens, Shewanella

putrefaciens, Photobacterium phosphoreum, Listeria innocua, Escherichia coli, dan Lactobacillus acidophilus) pada pengawetan ikan suhu chilling. Pertumbuhan mikroorganisme berkurang secara drastis pada bakteri gram negatif, terutama enterobakteria, sedangkan bakteri asam laktat tetap konstan pada penyimpanan.

Mekanisme penghambatan bakteri oleh kitosan berbeda antara bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan efek yang ditimbulkan oleh kitosan terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) dengan Escherichia coli (Gram negatif). Pada S. aureus, aktifitas peghambatan bakteri oleh kitosan meningkat seiring dengan meningkatnya berat molekul kitosan, sedangkan pada E.coli, aktifitas penghambatan bakteri oleh kitosan meningkat saat berat molekul kitosan semakin menurun. Artinya, pada S. aureus, kitosan pada saat berikatan dengan permukaan sel, akan membentuk membran polimer yang dapat menghambat nutrisi untuk masuk ke dalam sel, sedangkan pada E.coli, kitosan dengan berat molekul rendah akan memasuki sel dengan cara memisahkan antara dinding sel dengan membran sel hingga terjadi kebocoran sampai kematian sel (Dutta et al. 2009).

Dokumen terkait