• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Analisis Rasio Keuangan APBD

Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD menurut Halim adalah sebagai berikut:

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian keuangan daerah menunujukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini dihitung dengan rumus:

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X 100% Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman

Rasio ini menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap sumber pendanaan eksternal.Semakin tinggi angka rasio ini berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan sebaliknya (Halim, 2007: 232).

2. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio ini dirumuskan:

Realisasi Penerimaan PAD

X 100%

Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar satu atau 100%.Semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah semakin baik (Halim, 2007: 234).

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Rasio ini dirumuskan:

Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD

X 100%

Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja semakin baik.Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak (Halim, 2007: 234).

3. Rasio Aktivitas dengan menggunakan Rasio Keserasian

Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Rasio ini dihitung dengan rumus:

a) Rasio Belanja Rutin terhadap APBD Total Belanja Rutin

X 100% Total APBD

b) Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD Total Belanja Pembangunan

X 100% Total APBD

Semakin tinggi prosentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti prosentase untuk belanja pembangunan yang digunakan untuk sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Halim, 2007: 236)

4. Penyerapan Dana per Triwulan

Penyerapan dana per triwulan menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan dan

mempertanggungjawabkan secara periodik kegiatan yang direncanakan pada masing-masing triwulan. Apabila realisasi penerimaan pendapatan per triwulan dikurangi realisasi pengeluaran per triwulan terjadi surplus dan sementara penyerapan dana untuk pengeluaran terbesar tejadi pada periode triwulan terakhir, berarti beban kerja pelaksanaan pembangunan terpusat pada triwulan terakhir (Halim, 2007: 236).

5. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan PAD, Bagian Daerah (BD), Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi Belanja Wajib (BW), dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo. DSCR dirumuskan sebagai berikut:

(PAD + BD + DAU) – BW

Total (Pokok Angsuran + Bunga + Biaya Pinjaman)

BD dalam APBD dan laporan realisasinya adalah bagi hasil pajak maupun non pajak.Sedangkan Belanja Wajib merupakan Dana Alokasi Khusus ditambah dengan Belanja Rutin (DAK + belanja rutin) (Halim, 2007: 238).

6. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapainya dari periode ke periode berikutnya.Rasio ini dihitung

dengan membandingkan angka-angka APBD dari tahun ke tahun, sehingga nampak perbedaan kenaikan atau penurunan dari perbandingan tersebut.

Sedangkan macam-macam analisis rasio keuangan menurut Mahmudi adalah:

1. Derajat Desentralisasi

Derajat desentralisasi menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi (Mahmudi, 2010: 142).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X 100%

Total Pendapatan Daerah

2. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat/provinsi (Mahmudi, 2010: 142).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan

X100%

3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan PAD dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah (Mahmudi, 2010: 142). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

PAD

X 100%

Transfer Pusat + Provinsi + Pinjaman

4. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD

Rasio efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Kemampuan memperoleh PAD dikatakan efektif apabila rasio ini mencapai minimal 1 atau 100% (Mahmudi, 2010: 143). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan PAD

X 100% Target Penerimaan PAD

Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan PAD dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 100%. Rasio efisiensi dirumuskan sebagai berikut:

Biaya Pemerolehan PAD

X 100% Realisasi Penerimaan PAD

5. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah

Rasio efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah yang ditargetkan. Rasio ini dianggap baik apabila mencapai angka minimal 1 atau 100% (Mahmudi, 2010: 144) Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

X 100% Target Penerimaan Pajak Daerah

Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 100%.Semakin kecil rasio efisiensi maka semakin baik. Rasio efisiensi pajak daerah dirumuskan sebagai berikut:

Biaya Pemungutan Pajak Daerah

X 100% Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

6. Derajat Kontribusi BUMD

Derajat kontribusi BUMD bermanfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi perusahaan daerah dalam mendukung pendapatan daerah (Mahmudi, 2010: 145).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Penerimaan Bagian Laba BUMD

X 100% Penerimaan PAD

7. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Rasio DSCR sangat diperlukan apabila pemerintah daerah berencana untuk mengadakan utang jangka panjang.Rasio ini untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah (Mahmudi, 2010: 145).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

{PAD + (DBH – DBHDR) + DAU} – belanja wajib Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain-lain

Ket :

DBH : Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian dari PBB, BPHTB, dan Bagi Hasil SDA

DBHDR : Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

Belanja Wajib : belanja pegawai dan belanja anggota DPRD Belanja Lain : biaya terkait pengadan pinjaman antara lain Biaya Administrasi, Biaya Provisi, Biaya Komitmen, Asuransi dan Denda.

Berdasarkan rasio ini, pemerintah daerah layak untuk melakukan pinjaman daerah apabila nilai DSCR nya minimal 2,5 dan jika nilai DSCR kurang dari 1, maka hal itu mengindikasikan terjadinya arus kas negative yang berarti pendapatan tidak cukup untuk menutup seluruh beban utang (Mahmudi, 2010: 146).

8. Debt Service Ratio (DSR)

Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah meliputi pokok dan bunganya dengan pendapatan daerah yang dimilikinya.Rasio ini dapat digunakan untuk mendukung analisis DSCR (Mahmudi, 2010: 148).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Total Pendapatan Daerah

X100% Pokok Pinjaman + Bunga

9. Rasio Utang terhadap Pendapatan Daerah

Rasio utang terhadap pendapatan daerah sangat bermanfaat bagi pihak eksternal terutama calon kreditor untuk menilai kemampuan pemerintah daerah dalam mengembalikan pinjaman (Mahmudi, 2010: 149).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Total Utang Pemerintah Daerah

X 100%

Total Pendapatan Daerah

10.Rasio Efisiensi Belanja

Rasio efisiensi belanja digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah.Angka yang dihasilkan dari perhitungan rasio ini tidak bersifat absolute, tetapi relatif. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini. Pemerintah daerah dinilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%, sebaliknya jika lebih maka mengindikasikan telah terjadi pemborosan anggaran (Mahmudi. 2010; 166).

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Realisasi Belanja

X 100% Anggaran Belanja

11.Rasio Belanja terhadap PDRB

Rasio belanja terhadap PDRB merupakan perbandingan antara total belanja daerah dengan PDRB yang dihasilkan daerah. Rasio ini menunjukkan produktivitas dan efektivitas belanja daerah (Mahmudi, 2010: 166).Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Total Realisasi Belanja Daerah

X 100%

Total PDRB

Dokumen terkait