• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.6 Analisis Regresi

2.6.2 Analisis Regresi Berganda

) [ ] [ ] (2. 4) Dengan: , : nilai saham pada periode ke- dan .

2.6 Analisis Regresi

Analisis regresi adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh antara variabel independen/bebas terhadap variabel dependen/terikat.

2.6.1 Analisis Regresi Linear Sederhana

Jika pengukuran ini melibatkan satu variabel independen (X) dan variabel dependen (Y) yang dirumuskan sebagai berikut [17]:

(2. 5)

2.6.2 Analisis Regresi Berganda

Secara umum, model regresi dengan p buah variabel independen (X) adalah sebagai berikut:

(2. 6)

10 2.7 Multikolinearitas

Multikolinear diartikan sebagai adanya hubungan erat dari variabel-variabel eksogen [18]. Adanya multikolinearitas masih menghasilkan estimator yang BLUE, tetapi menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar. Kecepatan kenaikan varian dan kovarian dapat diamati dengan melihat nilai Variance-Inflating Factor (VIF). VIF dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut [19]:

( ) (2. 7)

VIF ini menunjukkan bagaimana varian dari estimator menaik dengan adanya multikolinearitas. Ketika mendekati 1 maka nilai VIF tidak terbatas (infinity). Sebagai aturan main (rule of thumb) jika nilai VIF melebihi angka 10 maka dikatakan terdapat unsur multikolinieritas [19].

2.8 Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antara dirinya sendiri, dalam hal ini artinya data di waktu memiliki hubungan dengan data di waktu . Untuk uji asumsi ini menggunakan uji hipotesis:

, untuk

(Tidak terdapat autokorelasi di dalam residual sampai lag- ) Paling sedikit terdapat , untuk

(Terdapat autokorelasi di dalam residual paling tidak pada sebuah lag) Khusus untuk model runtun waktu, autokorelasi dapat diuji menggunakan uji Ljung Box (1987) terhadap residual model. Statistik uji

11 Hasilnya jika nilai Q lebih besar dari sebaran maka hipotesis nol ditolak, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat autokorelasi di dalam residual. Selain itu pengujian dapat dilihat dari nilai p-value dengan taraf signifikansi sebesar 5%, jika p-value < 0.05 maka tolak .

2.9 Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)

Dalam metode runtun waktu, salah satu alat untuk mengidentifikasi model dari data yang akan diramal adalah:

1. Autocorrelation Function (ACF)

ACF adalah fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu dengan pengamatan pada waktu . Koefisien korelasi antara dan disebut autokorelasi lag-k dan umumnya disebut fungsi autokovarian dan adalah Autocorrelation Function (ACF) pada lag k. Autokorelasi sampel pada lag k adalah:

̂ ( ̅)( ̅)

( ̅) , (2. 10) Dengan rata-rata sampel ̅ ∑ , T adalah jumlah data, dan adalah data pada waktu ke t. Jika runtun waktu bersifat stasioner, maka estimasi nilai ACF turun secara cepat mendekati nol dengan semakin bertambahnya lag (selisih waktu). Jika estimasi ACF turun secara perlahan mendekati nol atau nilai lag yang keluar dari interval konfidensi membentuk suatu pola maka runtun waktu tidak stasioner.

12 2. Partial Autocorrelation Function (PACF)

PACF didefinisikan sebagai korelasi antara dan setelah menghilangkan efek atau keterkaitan linier antara y yang terletak diantara dan tersebut [19]. PACF dapat ditulis sebagai berikut:

( | ( ))

(2. 11) Dimana .

2.10 Model ARIMA (Box-Jenkins)

Model Box-Jenkins merupakan salah satu teknik prakiraan model runtun waktu yang hanya berdasarkan perilaku data variabel yang diamati.

Model Box-Jenkins ini secara teknis dikenal sebagai Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) [19].

2.10.1 Model Autoregressive (AR)

Model AR menunjukkan nilai prakiraan variabel dependen hanya merupakan fungsi linier dari sejumlah aktual sebelumnya. Misalnya nilai variabel dependen hanya dipengaruhi oleh nilai variabel tersebut satu periode sebelumnya atau kelambanan pertama maka model tersebut disebut model autoregresif orde pertama atau disingkat AR(1) [19]. Model AR dapat berjenjang 0, 1, 2, ..., p. Bentuk umum model AR dengan orde p yaitu AR(p) dinyatakan sebagai berikut [20]:

(2. 12) atau dapat ditulis ( )

Dimana: : Parameter AR orde ke p

: Residual pada saat t, dan bersifat white noise 2.10.2 Model Moving Average (MA)

Model MA ini menyatakan bahwa nilai prakiraan variabel dependen hanya dipengaruhi oleh nilai residual periode sebelumnya. Misal jika nilai variabel dependen hanya dipengaruhi oleh nilai residual periode sebelumnya maka disebut dengan model MA orde pertama atau disingkat

13 dengan MA(1) [19]. Bentuk umum model MA dengan orde q yaitu MA(q) dinyatakan sebagai berikut:

(2. 13) atau dapat ditulis ( )

Dimana: : Parameter MA orde ke q : Residual pada saat t 2.10.3 Model Autoregressive Moving Average (ARMA)

Seringkali perilaku suatu data runtun waktu dapat dijelaskan dengan baik melalui penggabungan antara model AR dan model MA. Model gabungan ini disebut Autoregressive Moving Average (ARMA) [19]. Secara umum bentuk model dari ARMA(p,q) yaitu:

(2. 14)

2.10.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model AR, MA dan ARMA sebelumnya mensyaratkan bahwa data runtun waktu yang diamati mempunyai sifat stasioner. Namun dalam kenyataannya data runtun waktu seringkali tidak stasioner namun stasioner pada proses diferensi. Model dengan data yang stasioner melalui proses diferensi ini disebut model ARIMA, jika data stasioner pada proses diferensi d kali maka modelnya ARIMA(p,d,q) dimana p adalah orde dari AR, d orde dari proses membuat data menjadi stasioner dan q merupakan orde dari MA [19]. Bentuk umum model ARIMA(p,d,q) adalah [16]:

( )( ) ( ) (2. 15) Dimana B adalah operator backshift dan d adalah orde diferensi.

2.11 Model ARIMAX

ARIMAX merupakan akronim dari Autoregressive integrated moving-average with Exogenous Variables. Secara logis artinya pemodelan ARIMA murni yang menggabungkan variabel independen yang akan menambahkan nilai penjelas terhadap model [21]. Secara konseptual hal tersebut merupakan

14 penggabungan regresi dan pemodelan ARIMA [22]. Dalam model ini, faktor-faktor yang mempengaruhi variabel dependen Y pada waktu ke-t dipengaruhi tidak hanya oleh fungsi variabel Y dalam waktu tetapi juga oleh variabel-variabel independen lain pada waktu ke-t [14].

Pendekatan untuk pembuatan model ARIMAX memiliki dua fase.

Metodologi ini secara tradisional dimulai dengan model regresi. Kemudian, error dari regresi dimodelkan dengan AR dan MA untuk menghilangkan autokorelasi yang signifikan secara statistik yang ada dalam residual [22].

Bentuk umum model ARIMAX (p,d,q) dengan dua variabel eksogen X dapat diberikan dengan persamaan berikut:

( )( ) ( ) (2. 16) Dengan: : Variabel dependen pada waktu ke-t

: Variabel eksogen ke-1 pada waktu ke-t

2.12 Prosedur Pembentukan Model ARIMAX 2.12.1 Pembentukan Model Regresi

Ada berbagai metode dalam pemilihan variabel independen terbaik yang secara statistik memengaruhi variabel dependen, di antaranya [23]:

a) Metode Eliminasi Mundur (Backward)

Metode eliminasi mundur dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Mulai dengan model terlengkap, yakni yang mengandung semua variabel prediktor.

2. Menghapus prediktor yang memiliki nilai p-value lebih besar dari taraf signifikansi α.

3. Ulangi proses fitting model, kemudian kembali ke langkah 2.

4. Berhenti jika semua nilai p-value kurang dari taraf signifikansi α.

Nilai taraf signifikansi α sering disebut “p-to remove” dan tidak harus selalu bernilai α = 5%.

b) Metode Seleksi Maju (Forward Selection)

Langkah-langkahnya merupakan kebalikan dari metode mundur,yaitu:

15 1. Mulai dengan tidak ada variabel dalam model (model dengan

konstanta)

2. Untuk semua variabel prediktor yang tidak dalam model, pilih satu variabel dengan p-value kurang dari taraf signifikansi α.

3. Lanjutkan, sampai tidak terdapat variabel prediktor yang dapat ditambahkan ke dalam model.

c) Metode Gabungan

Metode ini merupakan kombinasi dari kedua metode mundur dan maju.

Dengan metode ini pada setiap langkah analisis, kita dapat melakukan penambahan variabel prediktor yang telah dibuang atau pengurangan variabel prediktor yang telah ditambahkan pada langkah-langkah pemilihan terdahulu.

Pemilihan variabel terbaik secara statistik dapat dilakukan secara otomatis dengan metode kriteria informasi (information criterion), seperti Akaike Information Criterion (AIC). Pada setiap langkah, penambahan/

pengurangan variabel (tergantung pada arah regresi stepwise yang digunakan) akan dipilih sedemikian rupa hingga diperoleh nilai AIC yang minimal [23]. AIC didefinisikan sebagai:

( ) (2. 17)

Dengan RSS yang merupakan residual sum of square, ∑ ̂ , n adalah ukuran sampel, dan k menunjukkan banyaknya variabel independen dalam model regresi, selain komponen konstanta [23].

2.12.2 Identifikasi dan Estimasi model ARIMA

Dalam tahap awal dilakukan identifikasi model runtun waktu yang mungkin digunakan untuk memodelkan sifat-sifat data. Identifikasi secara sederhana dilakukan secara visual dengan melihat plot dari data, untuk melihat adanya trend, komponen musiman, non-stasioneritas dalam variansi dan lain-lain. Setelah data sudah stasioner, dapat dilanjutkan dengan menentukan bentuk model ARMA dengan membandingkan plot sampel

16 ACF/PACF dengan sifat-sifat fungsi ACF/PACF teoretis dari model ARMA. Rangkuman bentuk plot sampel ACF/PACF dari model ARMA diberikan pada tabel 2.1 [14].

Tabel 2. 1 Tabel Model ARMA

Proses Sampel ACF Sampel PACF

AR (p) Menurun menuju nol. Terputus setelah lag p.

MA (q) Terputus setelah lag q. Menurun menuju nol.

ARMA (p,q) Menurun menuju nol. Menurun menuju nol.

Setelah mendapat bentuk model yang kira-kira sesuai dengan data, selanjutnya dilakukan estimasi terhadap parameter dalam model, seperti koefisien dari model ARMA dan nilai variansi dari residual. Estimasi dari model ARMA dapat dilakukan menggunakan metode Maximum Likelihood, dan lain-lain. Untuk pengujian apakah koefisien hasil estimasi signifikan atau tidak dapat digunakan dengan melihat nilai p-value (jika p-value < 0.05 maka parameter tersebut tidak signifikan). Jika terdapat koefisien yang tidak signifikan, maka koefisien/order lag tersebut dapat dibuang dari model dan di estimasi kembali tanpa mengikutkan order yang tidak signifikan [14].

2.12.3 Estimasi Model ARIMAX

Setelah mendapatkan model ARIMA terbaik, langkah selanjutnya adalah menambahkan variabel eksogen ke dalam model, dan melakukan estimasi kembali untuk melihat ada tidaknya variabel yang tidak signifikan.

2.12.4 Uji Diagnostik Model ARIMAX

Uji diagnostik dari model yang telah diestimasi dilakukan untuk memverifikasi kesesuaian model dengan sifat-sifat data. Jika modelnya tepat maka data yang dihitung dengan model (fitted value) akan memiliki sifat-sifat yang mirip dengan data asli [14].

17 Terdapat enam asumsi stastistik yang harus dikaji untuk memastikan bahwa model ARIMAX yang dihasilkan valid pada setiap tahapannya.

Asumsi 1 dan 2 berkaitan dengan residual yang dihasilkan oleh model regresi, dan asumsi 3-6 berhubungan dengan variabel eksogen yang membentuk model [22].

1. Jika terdapat variabel yang tidak stasioner, maka harus dilakukan skema diferensi/transformasi. Skema tersebut juga harus diterapkan ke seluruh variabel, guna memperkecil atau menyamaratakan skala interval data.

Kemudian dilakukan pengujian dengan ADF test.

2. Series residual dari model regresi harus menunjukkan korelasi serial (yaitu autokorelasi) yang signifikan. Uji Ljung-Box dapat digunakan untuk mengevaluasi autokorelasi. Jika ada autokorelasi yang signifikan di antara residual, maka autokorelasi mereka harus dihapus dengan pemodelan ARIMA.

3. Estimasi koefisien untuk variabel eksogen harus berbeda secara signifikan dari 0.

4. Variabel dependen dan eksogen harus memiliki hubungan, digunakan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel.

5. Tanda koefisien untuk setiap variabel eksogen yang signifikan harus masuk akal (beralasan). Tanda dapat diperiksa saat model regresi sudah terbentuk. Asumsi ini juga bisa diperkuat dengan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah membahas hubungan variabel dependen dengan variabel eksogen.

6. Variabel eksogen tidak boleh menunjukkan tingkat multikolinearitas yang signifikan. Ketika multikolinearitas di antara variabel eksogen terlalu kuat, estimasi menjadi tidak efisien, menyebabkan kesalahan standar perkiraan menjadi besar dan menghasilkan nilai yang terlalu besar. Penghitungan VIF harus dilakukan untuk masing-masing variabel independen yang dinyatakan dalam bentuknya saat ini (yaitu, diubah atau tidak diubah).

18 2.13 Heteroskedastisitas

Istilah variansi (dari residual) tidak konstan dikenal sebagai Heteroskedastisitas [24]. Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji residual kuadrat dengan metode Ljung Box dimana hipotesisnya [14]: H0: Asumsi homoskedastisitas terpenuhi

H1: Asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi

2.14 Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)

Model ARCH dianggap sebagai model inti ekonometri berbasis pada data keuangan (yang biasanya memiliki unsur volatilitas). Model ini dikembangkan pada tahun 1982 oleh Robert Engle [25].

Secara umum model ARCH(p) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

(2. 18) Dimana: : Variansi dari residual pada waktu t

: Komponen konstanta

p : Menunjukkan orde dari unsur ARCH : Parameter dari ARCH

Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya unsur heteroskedastisitas yaitu dengan melihat pola variabel gangguan kuadrat melalui correlogram.

Jika tidak ada unsur ARCH di dalam residual kuadrat maka ACF dan PACF seharusnya adalah nol atau secara statistik tidak signifikan. Sebaliknya jika tidak sama dengan nol maka model mengandung unsur ARCH [19].

2.15 Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH)

Model ARCH menggambarkan variansi error masa sekarang hanya dipengaruhi oleh volatilitas masa lalu kemudian disempurnakan oleh Tim Bollerslev (1986). Bollerslev menyatakan bahwa variansi error tidak hanya dipengaruhi oleh volatilitas masa lalu tetapi juga variansi masa lalu [19].

19 Secara umum model GARCH yakni GARCH (p,q) dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut:

(2. 19) Dimana: q : Menunjukkan orde dari unsur GARCH

: Parameter dari GARCH

Sebagaimana model ARCH, model GARCH tidak bisa diestimasi dengan metode OLS, tetapi dengan menggunakan metode maximum likelihood [19]. Ide dasar dari metode maximum likelihood adalah mencari nilai parameter yang memberi kemungkinan (likelihood) yang paling besar untuk mendapatkan data yang terobservasi sebagai estimator.

2.16 Uji Efek Asimterik

Pengaruh asimetrik (leverage effect) pada data runtun waktu dapat di uji setelah terbentuk model GARCH terlebih dahulu kemudian dilihat korelasi silang antara kuadrat galat model rataan terhadap lag galatnya [26].

Adanya efek asimetris ditandai dengan nilai korelasi yang tidak sama dengan nol, atau secara grafik terlihat ada lag yang keluar dari batas signifikansi.

2.17 Model Exponential Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (EGARCH)

Pembahasan ARCH/GARCH sebelumnya berangkat dari asumsi bahwa terdapat gejolak yang bersifat simetris terhadap volatilitas. Tetapi dalam banyak kasus finansial, misalnya di pasar ekuitas, terdapat gelojak yang bersifat asimetris (asymmetric shocks). Artinya penurunan tajam di pasar (efek negatif) tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan di pasar (efek positif) dalam ukuran yang sama di waktu lain, yang disebut efek asimetrik. Salah satu model yang mengakomodasi gejolak asimetris ini yaitu EGARCH (Eksponensial GARCH) yang pertama kali diperkenalkan oleh Nelson (1991) [19]. Berikut ini adalah model EGARCH(1,1) [27]:

20 ( ) ( ) (|

| √ )

(2. 20) Pemakaian bentuk ln pada persamaaan conditional varian menunjukkan bahwa conditional bersifat eksponensial bukan dalam bentuk kuadratik seperti persamaan conditional variance di dalam model ARCH/GARCH [19]. Keberadaan pengaruh atau efek leverage dapat diuji dengan hipotesis bahwa . Dampaknya adalah asimetris jika .

2.18 Ukuran Akurasi Prakiraan

Dalam analisis runtun waktu, sering kali data dibagi menjadi dua bagian yang disebut data in sample, yakni data-data yang digunakan untuk membentuk model dengan langkah-langkah pemodelan, dan data out sample, yakni bagian data yang digunakan untuk memvalidasi keakuratan prakiraan dari model terbaik yang diperoleh berdasarkan data in sample.

Model yang baik tentunya diharapkan merupakan model terbaik untuk penyuaian (fitting) data in sample dan sekaligus model yang baik untuk prakiraan dalam data out sample. Beberapa ukuran kebaikan penyuaian atau prakiraan dapat dikenalkan salah satunya Mean Absolute Percentage Error (MAPE) [23]. Pada penelitian ini ukuran akurasi prakiraan yang digunakan adalah MAPE, tabel 2.2 di bawah ini menjelaskan makna dari nilai MAPE.

Tabel 2. 2 Makna Nilai MAPE

MAPE Makna

< 10 % Kemampuan proyeksi sangat baik 10 % - 20 % Kemampuan proyeksi baik

20 % - 50% Kemampuan proyeksi cukup baik

> 50% Kemampuan proyeksi buruk

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder di antaranya yaitu IHSG, indeks saham Dow Jones (DJIA), nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika (IDR), suku bunga di Indonesia dan di Amerika, nilai inflasi di Indonesia, harga minyak dan emas dunia, semua data itu dalam frekuensi bulanan dari Januari 2003 sampai Desember 2017 yang berasal dari Bloomberg [28], Yahoo finance [29], Federal Reserve Bank of St. Louis [30], The World Bank [31] dan website Bank Indonesia [32].

Data IDR, nilai IHSG dan DJIA pada penelitian ini menggunakan data harga penutupan setiap bulan. Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat hari akhir bursa. Harga ini yang dimungkinkan akan menjadi harga pasar [7].

Untuk tujuan penelitian data dibagi menjadi 2 yaitu data in sample dengan presentase 80% dari total data, dan 20% data lainnya digunakan sebagai data out sample.

3.2 Metode Pengolahan Data

Diagram alur yang akan ditunjukkan menyajikan algoritma yang digunakan untuk membangun model ARIMAX yang valid. Tahapan ini dibangun menggunakan skema iteratif yang sebagian besar didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam enam asumsi model [22]. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan:

1) Mulai, melihat statistik deskriptif pada masing-masing data.

2) Melakukan uji stasioneritas pada data menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller.

3) Jika terbukti data tidak stasioner, maka dipilih skema diferensi/

transformasi untuk mentransformasi data yang belum stasioner. Dengan

22 kedua variabel dependen dan eksogen stasioner, korelasi lebih cenderung stabil dari waktu ke waktu.

4) Membangun model regresi dengan prosedur Forward/Backward Stepwise Regression sampai terbentuk model yang terbaik.

5) Menguji efek multikolineritas pada model regresi dari kandidat model yang tersisa. Jika hanya ada satu variabel eksogen yang tersisa dalam model, maka efek multikolinieritas tidak menjadi perhatian.

6) Jika terdapat lebih dari satu variabel eksogen dalam model, dan setelah dilakukan pengujian multikolineritas nilai VIF>10 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari dalam model.

7) Setelah mendapatkan model terbaik, residual model regresi tersebut kemudian di uji kestasioneran dengan Augmented Dickey-Fuller Test.

8) Selanjutnya di uji apakah residual model regresi memiliki autokorelasi dengan menggunakan Ljung-Box Test. Nilai p-value yang sangat kecil dari tes Ljung-Box mendukung penolakan hipotesis nol, sehingga terima H1 bahwa residual model regresi terdapat autokorelasi. Ini memberikan indikasi bahwa parameter AR dan/atau MA harus ditambahkan ke dalam model regresi untuk menghapus korelasi serial (autokorelasi).

9) Membuat plot ACF, PACF, EACF dan BIC dari residual model regresi untuk menduga model ARIMA yang sesuai.

10) Menambahkan variabel eksogen dan variabel seasonal ke dalam kandidat model ARIMA.

11) Melihat signifikansi dari parameter-parameter yang ada dalam model ARIMAX.

12) Menghilangkan parameter yang tidak signifikan

13) Melakukan pengujian autokorelasi kembali untuk residual dari model ARIMAX dengan uji Ljung-Box.

14) Menganalisis adanya efek heteroskedastisitas pada residual kuadrat ARIMAX dengan melakukan uji Ljung-Box. Jika model tidak memiliki efek heteroskedastisitas maka penelitian berakhir dengan melakukan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX terbaik, namun jika

23 memiliki efek heteroskedastisitas maka penelitian di lanjutkan dengan melakukan pendugaan dan estimasi model ARCH.

15) Menduga dan mengestimasi model ARCH.

16) Menduga dan mengestimasi model GARCH.

17) Memilih model ARIMAX-GARCH terbaik dengan melihat nilai AIC terkecil.

18) Menganalisis adanya efek asimetris terhadap volatilitas dengan melihat korelasi silang antara residual kuadrat dengan lag residual. Jika model tidak memiliki efek asimetris maka penelitian berakhir dengan melakukan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX-GARCH terbaik, namun jika memiliki efek asimetris maka penelitian di lanjutkan dengan melakukan pendugaan dan estimasi model EGARCH.

19) Menduga dan mengestimasi model EGARCH.

20) Melakukan validasi model dan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX-EGARCH terbaik.

21) Selesai.

24 3.3 Alur Penelitian

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Data

Deskriptif data dilakukan guna melihat karakteristik atau gambaran umum dari data yang akan diolah tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Seluruh data yang digunakan masing-masing berjumlah 180 data, di mana 144 data digunakan untuk pembentukan model dan 36 data digunakan untuk menguji validitas dari model terbaik yang di dapat.

Berikut ini deskripsi dari 144 data yang akan digunakan dalam pemodelan di penelitian ini.

Tabel 4. 1 Deskripsi Data

Variabel Nilai

Dollar Amerika (IDR) 12385 8275 9620 1035.635

Suku Bunga di Indonesia 12.436 3.354 6.659 2.0745

Suku Bunga di Amerika 5.260 0.07 1.531 1.848023

Inflasi di Indonesia 18.38 2.41 7.196 3.396542

Harga Emas Dunia 1772.1 328.2 958.6 452.6279

Harga Minyak Dunia 132.83 25.56 75.21 27.89972

Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan, bahwa IHSG memiliki nilai minimum sebesar 388.4 dan nilai maksimum sebesar 5226.9, sedangkan DJIA memiliki nilai minimum sebesar 7063 dan nilai maksimum sebesar 17828.

Dilihat dari besarnya nilai minimum dan maksimum DJIA, sudah dapat diduga nilai rata-rata yang dimilikinya akan jauh lebih besar dibandingkan IHSG, yaitu 11858 jauh lebih besar dari 2556 yang dimiliki IHSG. Selain itu ukuran keragaman dari data DJIA jauh lebih besar yaitu 2380.325 dan IHSG

26 sebesar 1484.161. Begitu cara merepresentasikan tabel 4.1, cara yang sama juga bisa digunakan untuk menjelasakan deskripsi data dari variabel lainnya.

4.2 Pembentukan Model ARIMAX 4.2.1 Uji Kestasioneran

Langkah awal dari pembentukan model ARIMAX seperti yang sudah di jelaskan pada BAB 3 adalah menguji apakah variabel-variabel yang digunakan sudah bersifat stasioner.

Berikut akan di uji kestasioneran variabel dependen yaitu IHSG dengan melihat plot berikut ini.

Gambar 4. 1 Plot Data IHSG

Berdasarkan visualisasi dari plot IHSG di atas sudah dapat disimpulkan bahwa IHSG tidak bersifat stasioner baik dalam mean maupun variansi, untuk menambahkan keyakinan bahwa IHSG tidak stasioner, dilakukan pengujian akar unit menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller yang dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Uji ADF terhadap IHSG

Uji P-Value

Uji Augmented Dickey-Fuller 0.1784

27 Berdasarkan tabel 4.2 didapat nilai p-value sebesar 0.1784, karena nilai p-value lebih besar dari taraf signifikasi 0.05 maka terima hipotesis nol yaitu data IHSG tidak stasioner.

Pengujian kestasioneran juga di lakukan kepada variabel-variabel eksogen, berikut plot-plot dari variabel-variabel eksogen:

Gambar 4. 2 Plot Data DJIA

Gambar 4. 3Plot Data IDR

Gambar 4. 4Plot Data Suku Bunga di Indonesia

28 Gambar 4. 5Plot Data Suku Bunga di Amerika

Gambar 4. 6Plot Data Inflasi di Indonesia

Gambar 4. 7 Plot Data Harga Emas Dunia

29 Gambar 4. 8 Plot Data Harga Minyak Dunia

Berdasarkan visualisasi dari plot-plot variabel eksogen di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel eksogen tidak bersifat stasioner baik dalam mean maupun variansi, untuk menambahkan keyakinan bahwa variabel-variabel eksogen tersebut tidak stasioner, makadilakukan pengujian akar unit menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller yang dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Uji ADF terhadap Variabel-Variabel Eksogen No Variabel Eksogen P-Value dari

ADF Test Keterangan

1 IDR 0.5261 Tidak Stasioner

2 DJIA 0.7206 Tidak Stasioner

3 Suku bunga di Indonesia 0.1428 Tidak Stasioner 4 Suku bunga di Amerika 0.4132 Tidak Stasioner

3 Suku bunga di Indonesia 0.1428 Tidak Stasioner 4 Suku bunga di Amerika 0.4132 Tidak Stasioner

Dokumen terkait