• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.12 Prosedur Pembentukan Model ARIMAX

2.12.4 Uji Diagnostik Model ARIMAX

Uji diagnostik dari model yang telah diestimasi dilakukan untuk memverifikasi kesesuaian model dengan sifat-sifat data. Jika modelnya tepat maka data yang dihitung dengan model (fitted value) akan memiliki sifat-sifat yang mirip dengan data asli [14].

17 Terdapat enam asumsi stastistik yang harus dikaji untuk memastikan bahwa model ARIMAX yang dihasilkan valid pada setiap tahapannya.

Asumsi 1 dan 2 berkaitan dengan residual yang dihasilkan oleh model regresi, dan asumsi 3-6 berhubungan dengan variabel eksogen yang membentuk model [22].

1. Jika terdapat variabel yang tidak stasioner, maka harus dilakukan skema diferensi/transformasi. Skema tersebut juga harus diterapkan ke seluruh variabel, guna memperkecil atau menyamaratakan skala interval data.

Kemudian dilakukan pengujian dengan ADF test.

2. Series residual dari model regresi harus menunjukkan korelasi serial (yaitu autokorelasi) yang signifikan. Uji Ljung-Box dapat digunakan untuk mengevaluasi autokorelasi. Jika ada autokorelasi yang signifikan di antara residual, maka autokorelasi mereka harus dihapus dengan pemodelan ARIMA.

3. Estimasi koefisien untuk variabel eksogen harus berbeda secara signifikan dari 0.

4. Variabel dependen dan eksogen harus memiliki hubungan, digunakan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel.

5. Tanda koefisien untuk setiap variabel eksogen yang signifikan harus masuk akal (beralasan). Tanda dapat diperiksa saat model regresi sudah terbentuk. Asumsi ini juga bisa diperkuat dengan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah membahas hubungan variabel dependen dengan variabel eksogen.

6. Variabel eksogen tidak boleh menunjukkan tingkat multikolinearitas yang signifikan. Ketika multikolinearitas di antara variabel eksogen terlalu kuat, estimasi menjadi tidak efisien, menyebabkan kesalahan standar perkiraan menjadi besar dan menghasilkan nilai yang terlalu besar. Penghitungan VIF harus dilakukan untuk masing-masing variabel independen yang dinyatakan dalam bentuknya saat ini (yaitu, diubah atau tidak diubah).

18 2.13 Heteroskedastisitas

Istilah variansi (dari residual) tidak konstan dikenal sebagai Heteroskedastisitas [24]. Deteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji residual kuadrat dengan metode Ljung Box dimana hipotesisnya [14]: H0: Asumsi homoskedastisitas terpenuhi

H1: Asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi

2.14 Model Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH)

Model ARCH dianggap sebagai model inti ekonometri berbasis pada data keuangan (yang biasanya memiliki unsur volatilitas). Model ini dikembangkan pada tahun 1982 oleh Robert Engle [25].

Secara umum model ARCH(p) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

(2. 18) Dimana: : Variansi dari residual pada waktu t

: Komponen konstanta

p : Menunjukkan orde dari unsur ARCH : Parameter dari ARCH

Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya unsur heteroskedastisitas yaitu dengan melihat pola variabel gangguan kuadrat melalui correlogram.

Jika tidak ada unsur ARCH di dalam residual kuadrat maka ACF dan PACF seharusnya adalah nol atau secara statistik tidak signifikan. Sebaliknya jika tidak sama dengan nol maka model mengandung unsur ARCH [19].

2.15 Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH)

Model ARCH menggambarkan variansi error masa sekarang hanya dipengaruhi oleh volatilitas masa lalu kemudian disempurnakan oleh Tim Bollerslev (1986). Bollerslev menyatakan bahwa variansi error tidak hanya dipengaruhi oleh volatilitas masa lalu tetapi juga variansi masa lalu [19].

19 Secara umum model GARCH yakni GARCH (p,q) dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut:

(2. 19) Dimana: q : Menunjukkan orde dari unsur GARCH

: Parameter dari GARCH

Sebagaimana model ARCH, model GARCH tidak bisa diestimasi dengan metode OLS, tetapi dengan menggunakan metode maximum likelihood [19]. Ide dasar dari metode maximum likelihood adalah mencari nilai parameter yang memberi kemungkinan (likelihood) yang paling besar untuk mendapatkan data yang terobservasi sebagai estimator.

2.16 Uji Efek Asimterik

Pengaruh asimetrik (leverage effect) pada data runtun waktu dapat di uji setelah terbentuk model GARCH terlebih dahulu kemudian dilihat korelasi silang antara kuadrat galat model rataan terhadap lag galatnya [26].

Adanya efek asimetris ditandai dengan nilai korelasi yang tidak sama dengan nol, atau secara grafik terlihat ada lag yang keluar dari batas signifikansi.

2.17 Model Exponential Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (EGARCH)

Pembahasan ARCH/GARCH sebelumnya berangkat dari asumsi bahwa terdapat gejolak yang bersifat simetris terhadap volatilitas. Tetapi dalam banyak kasus finansial, misalnya di pasar ekuitas, terdapat gelojak yang bersifat asimetris (asymmetric shocks). Artinya penurunan tajam di pasar (efek negatif) tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan di pasar (efek positif) dalam ukuran yang sama di waktu lain, yang disebut efek asimetrik. Salah satu model yang mengakomodasi gejolak asimetris ini yaitu EGARCH (Eksponensial GARCH) yang pertama kali diperkenalkan oleh Nelson (1991) [19]. Berikut ini adalah model EGARCH(1,1) [27]:

20 ( ) ( ) (|

| √ )

(2. 20) Pemakaian bentuk ln pada persamaaan conditional varian menunjukkan bahwa conditional bersifat eksponensial bukan dalam bentuk kuadratik seperti persamaan conditional variance di dalam model ARCH/GARCH [19]. Keberadaan pengaruh atau efek leverage dapat diuji dengan hipotesis bahwa . Dampaknya adalah asimetris jika .

2.18 Ukuran Akurasi Prakiraan

Dalam analisis runtun waktu, sering kali data dibagi menjadi dua bagian yang disebut data in sample, yakni data-data yang digunakan untuk membentuk model dengan langkah-langkah pemodelan, dan data out sample, yakni bagian data yang digunakan untuk memvalidasi keakuratan prakiraan dari model terbaik yang diperoleh berdasarkan data in sample.

Model yang baik tentunya diharapkan merupakan model terbaik untuk penyuaian (fitting) data in sample dan sekaligus model yang baik untuk prakiraan dalam data out sample. Beberapa ukuran kebaikan penyuaian atau prakiraan dapat dikenalkan salah satunya Mean Absolute Percentage Error (MAPE) [23]. Pada penelitian ini ukuran akurasi prakiraan yang digunakan adalah MAPE, tabel 2.2 di bawah ini menjelaskan makna dari nilai MAPE.

Tabel 2. 2 Makna Nilai MAPE

MAPE Makna

< 10 % Kemampuan proyeksi sangat baik 10 % - 20 % Kemampuan proyeksi baik

20 % - 50% Kemampuan proyeksi cukup baik

> 50% Kemampuan proyeksi buruk

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder di antaranya yaitu IHSG, indeks saham Dow Jones (DJIA), nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika (IDR), suku bunga di Indonesia dan di Amerika, nilai inflasi di Indonesia, harga minyak dan emas dunia, semua data itu dalam frekuensi bulanan dari Januari 2003 sampai Desember 2017 yang berasal dari Bloomberg [28], Yahoo finance [29], Federal Reserve Bank of St. Louis [30], The World Bank [31] dan website Bank Indonesia [32].

Data IDR, nilai IHSG dan DJIA pada penelitian ini menggunakan data harga penutupan setiap bulan. Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli pada saat hari akhir bursa. Harga ini yang dimungkinkan akan menjadi harga pasar [7].

Untuk tujuan penelitian data dibagi menjadi 2 yaitu data in sample dengan presentase 80% dari total data, dan 20% data lainnya digunakan sebagai data out sample.

3.2 Metode Pengolahan Data

Diagram alur yang akan ditunjukkan menyajikan algoritma yang digunakan untuk membangun model ARIMAX yang valid. Tahapan ini dibangun menggunakan skema iteratif yang sebagian besar didasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam enam asumsi model [22]. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan:

1) Mulai, melihat statistik deskriptif pada masing-masing data.

2) Melakukan uji stasioneritas pada data menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller.

3) Jika terbukti data tidak stasioner, maka dipilih skema diferensi/

transformasi untuk mentransformasi data yang belum stasioner. Dengan

22 kedua variabel dependen dan eksogen stasioner, korelasi lebih cenderung stabil dari waktu ke waktu.

4) Membangun model regresi dengan prosedur Forward/Backward Stepwise Regression sampai terbentuk model yang terbaik.

5) Menguji efek multikolineritas pada model regresi dari kandidat model yang tersisa. Jika hanya ada satu variabel eksogen yang tersisa dalam model, maka efek multikolinieritas tidak menjadi perhatian.

6) Jika terdapat lebih dari satu variabel eksogen dalam model, dan setelah dilakukan pengujian multikolineritas nilai VIF>10 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari dalam model.

7) Setelah mendapatkan model terbaik, residual model regresi tersebut kemudian di uji kestasioneran dengan Augmented Dickey-Fuller Test.

8) Selanjutnya di uji apakah residual model regresi memiliki autokorelasi dengan menggunakan Ljung-Box Test. Nilai p-value yang sangat kecil dari tes Ljung-Box mendukung penolakan hipotesis nol, sehingga terima H1 bahwa residual model regresi terdapat autokorelasi. Ini memberikan indikasi bahwa parameter AR dan/atau MA harus ditambahkan ke dalam model regresi untuk menghapus korelasi serial (autokorelasi).

9) Membuat plot ACF, PACF, EACF dan BIC dari residual model regresi untuk menduga model ARIMA yang sesuai.

10) Menambahkan variabel eksogen dan variabel seasonal ke dalam kandidat model ARIMA.

11) Melihat signifikansi dari parameter-parameter yang ada dalam model ARIMAX.

12) Menghilangkan parameter yang tidak signifikan

13) Melakukan pengujian autokorelasi kembali untuk residual dari model ARIMAX dengan uji Ljung-Box.

14) Menganalisis adanya efek heteroskedastisitas pada residual kuadrat ARIMAX dengan melakukan uji Ljung-Box. Jika model tidak memiliki efek heteroskedastisitas maka penelitian berakhir dengan melakukan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX terbaik, namun jika

23 memiliki efek heteroskedastisitas maka penelitian di lanjutkan dengan melakukan pendugaan dan estimasi model ARCH.

15) Menduga dan mengestimasi model ARCH.

16) Menduga dan mengestimasi model GARCH.

17) Memilih model ARIMAX-GARCH terbaik dengan melihat nilai AIC terkecil.

18) Menganalisis adanya efek asimetris terhadap volatilitas dengan melihat korelasi silang antara residual kuadrat dengan lag residual. Jika model tidak memiliki efek asimetris maka penelitian berakhir dengan melakukan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX-GARCH terbaik, namun jika memiliki efek asimetris maka penelitian di lanjutkan dengan melakukan pendugaan dan estimasi model EGARCH.

19) Menduga dan mengestimasi model EGARCH.

20) Melakukan validasi model dan prakiraan dengan menggunakan model ARIMAX-EGARCH terbaik.

21) Selesai.

24 3.3 Alur Penelitian

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Data

Deskriptif data dilakukan guna melihat karakteristik atau gambaran umum dari data yang akan diolah tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Seluruh data yang digunakan masing-masing berjumlah 180 data, di mana 144 data digunakan untuk pembentukan model dan 36 data digunakan untuk menguji validitas dari model terbaik yang di dapat.

Berikut ini deskripsi dari 144 data yang akan digunakan dalam pemodelan di penelitian ini.

Tabel 4. 1 Deskripsi Data

Variabel Nilai

Dollar Amerika (IDR) 12385 8275 9620 1035.635

Suku Bunga di Indonesia 12.436 3.354 6.659 2.0745

Suku Bunga di Amerika 5.260 0.07 1.531 1.848023

Inflasi di Indonesia 18.38 2.41 7.196 3.396542

Harga Emas Dunia 1772.1 328.2 958.6 452.6279

Harga Minyak Dunia 132.83 25.56 75.21 27.89972

Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan, bahwa IHSG memiliki nilai minimum sebesar 388.4 dan nilai maksimum sebesar 5226.9, sedangkan DJIA memiliki nilai minimum sebesar 7063 dan nilai maksimum sebesar 17828.

Dilihat dari besarnya nilai minimum dan maksimum DJIA, sudah dapat diduga nilai rata-rata yang dimilikinya akan jauh lebih besar dibandingkan IHSG, yaitu 11858 jauh lebih besar dari 2556 yang dimiliki IHSG. Selain itu ukuran keragaman dari data DJIA jauh lebih besar yaitu 2380.325 dan IHSG

26 sebesar 1484.161. Begitu cara merepresentasikan tabel 4.1, cara yang sama juga bisa digunakan untuk menjelasakan deskripsi data dari variabel lainnya.

4.2 Pembentukan Model ARIMAX 4.2.1 Uji Kestasioneran

Langkah awal dari pembentukan model ARIMAX seperti yang sudah di jelaskan pada BAB 3 adalah menguji apakah variabel-variabel yang digunakan sudah bersifat stasioner.

Berikut akan di uji kestasioneran variabel dependen yaitu IHSG dengan melihat plot berikut ini.

Gambar 4. 1 Plot Data IHSG

Berdasarkan visualisasi dari plot IHSG di atas sudah dapat disimpulkan bahwa IHSG tidak bersifat stasioner baik dalam mean maupun variansi, untuk menambahkan keyakinan bahwa IHSG tidak stasioner, dilakukan pengujian akar unit menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller yang dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Uji ADF terhadap IHSG

Uji P-Value

Uji Augmented Dickey-Fuller 0.1784

27 Berdasarkan tabel 4.2 didapat nilai p-value sebesar 0.1784, karena nilai p-value lebih besar dari taraf signifikasi 0.05 maka terima hipotesis nol yaitu data IHSG tidak stasioner.

Pengujian kestasioneran juga di lakukan kepada variabel-variabel eksogen, berikut plot-plot dari variabel-variabel eksogen:

Gambar 4. 2 Plot Data DJIA

Gambar 4. 3Plot Data IDR

Gambar 4. 4Plot Data Suku Bunga di Indonesia

28 Gambar 4. 5Plot Data Suku Bunga di Amerika

Gambar 4. 6Plot Data Inflasi di Indonesia

Gambar 4. 7 Plot Data Harga Emas Dunia

29 Gambar 4. 8 Plot Data Harga Minyak Dunia

Berdasarkan visualisasi dari plot-plot variabel eksogen di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel eksogen tidak bersifat stasioner baik dalam mean maupun variansi, untuk menambahkan keyakinan bahwa variabel-variabel eksogen tersebut tidak stasioner, makadilakukan pengujian akar unit menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller yang dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Uji ADF terhadap Variabel-Variabel Eksogen No Variabel Eksogen P-Value dari

ADF Test Keterangan

1 IDR 0.5261 Tidak Stasioner

2 DJIA 0.7206 Tidak Stasioner

3 Suku bunga di Indonesia 0.1428 Tidak Stasioner 4 Suku bunga di Amerika 0.4132 Tidak Stasioner 5 Inflasi di Indonesia 0.2323 Tidak Stasioner 6 Harga emas dunia 0.9519 Tidak Stasioner 7 Harga minyak dunia 0.3366 Tidak Stasioner

Berdasarkan tabel 4.3 dengan nilai taraf signifikasi sebesar 0.05 karena nilai p-value lebih besar dari 0.05 maka terima hipotesis nol yaitu data variabel-variabel eksogen tidak stasioner.

4.2.2 Log Return

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terbukti tidak bersifat stasioner, maka dari itu untuk membuat data tersebut stasioner

30 dilakukan transfomasi data. Dalam penelitian ini digunakan transformasi log return. Berikut plot dari data IHSG dalam bentuk log return:

Gambar 4. 9 Plot Data Log Return IHSG

Berdasarkan Gambar 4.9 hasilnya terlihat jelas bahwa data sudah stasioner dalam mean dan belum stasioner dalam variansi.

Selain interpretasi dari grafik, kestasioneran data log return IHSG dapat divalidasi dengan uji akar unit (ADF Test) yang dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4. 4Uji Kestasioneran terhadap Log Return IHSG

Uji P-Value

Uji Augmented Dickey-Fuller 0.01

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh nilai p-value sebesar 0.01, dengan taraf signifikansi sebesar 5% maka jika p-value < 0.05 maka tolak , artinya data log return IHSG sudah stasioner dalam mean dan belum stasioner dalam variansi. Ketidakstasioneran data dalam variansi akan di modelkan dengan penambahan model GARCH yang akan dilakukan setelah model ARIMAX terbentuk. Karena data variabel dependen yang digunakan berbentuk log return, maka hal yang sama juga dilakukan kepada seluruh data variabel eksogen yang akan digunakan dan kemudian dilakukan pengujian kestasioneran dengan uji akar unit (ADF Test) yang dapat dilihat pada tabel 4.5.

31 Tabel 4. 5Uji Kestasioneran terhadap Log Return Variabel Eksogen

No Variabel Eksogen P-Value dari

ADF Test Keterangan

1 IDR 0.01 Signifikan

2 DJIA 0.01 Signifikan

3 Suku bunga di Indonesia 0.01 Signifikan 4 Suku bunga di Amerika 0.0183 Signifikan 5 Inflasi di Indonesia 0.01 Signifikan

6 Harga emas dunia 0.01 Signifikan

7 Harga minyak dunia 0.01 Signifikan

Berdasarkan tabel 4.5 yang menunjukan hasil dari pengujian kestasioneran variabel-variabel eksogen dengan menggunakan ADF Test, terlihat bahwa nilai p-value dari masing-masing data tidak melebihi taraf signifikasi 0.05, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh data log return variabel eksogen sudah bersifat stasioner.

4.2.3 Membangun Model Regresi

Guna mendapatkan model regresi yang terbaik, digunakan prosedur Forward/Backward Stepwise Regression sampai terbentuk model yang terbaik.

Tabel 4. 6 Model Regresi Prosedur Forward/Backward Stepwise Regression Estimasi

Parameter

Standar

Error t-value P-Value Ket.

Konstanta 0.017352 0.003662 4.738 5.30e-06 Sig.

IDR -1.167971 0.139386 -8.379 5.44e-14 Sig. dunia dalam bentuk log return memiliki nilai p-value sebesar 0.0993

32 lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 yang artinya harga minyak dunia tidak signifikan berpengaruh terhadap IHSG, oleh karena itu penelitian ini dilanjutkan dengan model regresi sebagai berikut:

Tabel 4. 7 Model Regresi Terbaik Estimasi

Parameter

Standar

Error t-value P-Value Keterangan Konstanta 0.01768 0.00368 4.805 3.96e-06 Signifikan IDR -1.19931 0.13897 -8.630 1.27e-14 Signifikan Suku bunga

di Indonesia -0.03809 0.01811 -2.103 0.0373 Signifikan DJIA 0.55826 0.10585 5.274 5.00e-07 Signifikan

4.2.4 Pengujian Multikolinearitas

Untuk kembali memastikan bahwa model sudah baik memodelkan data, maka di lakukan pengujian multikolinearitas untuk menguji apakah variabel eksogen yang ada di dalam model memiliki keterkaitan satu sama lain. Berikut hasilnya:

Tabel 4. 8Nilai VIF

No Variabel Eksogen VIF

1 IDR 1.248339

2 Suku Bunga Indonesia 1.013396

3 DJIA 1.257704

Berdasarkan aturan main (rule of thumb) jika nilai VIF melebihi angka 10 maka dikatakan terdapat unsur multikolinieritas, karena nilai VIF variabel eksogen di atas tidak ada yang melebihi 10, maka tidak terdapat unsur multikolinearitas, sehingga model sudah baik untuk melanjutkan tahapan penelitian selanjutnya.

4.2.5 Pengujian Kestasioneran Residual Model Regresi

Berikut ini gambar dari residual model regresi yang akan selanjutnya di uji kestasionerannya.

33 Gambar 4. 10 Plot Residual Model Regresi

Berdasarkan gambar 4.10 hasilnya terlihat jelas bahwa data residual model regresi sudah stasioner. Selain interpretasi dari grafik, kestasioneran data residual dari model ini dapat divalidasi dengan uji akar unit (ADF Test) yang dapat dilihat hasilnya pada tabel 4.9.

Tabel 4. 9 Uji Kestasioneran terhadap Residual Model

Uji P-Value

Uji Augmented Dickey-Fuller 0.01

Terlihat pada tabel 4.9 diperoleh nilai p-value sebesar 0.01, dengan taraf signifikansi sebesar 5% maka jika p-value < 0.05 maka tolak , artinya data residual model regresi sudah stasioner.

4.2.6 Pengujian Autokorelasi Residual

Tahapan ini akan sangat penting untuk melanjutkan arah dari penelitian ini, jika residual model tidak memiliki autokorelasi maka penelitian akan berhenti di pemodelan regresi, namun jika residual memiliki autokorelasi maka penelitian harus dilanjutkan dengan mencari orde AR dan/atau MA untuk menghilangkan sifat autokorelasi yang ada dalam model, maka dari itu dilakukan pengujian residual kuadrat dengan statistik uji Ljung-Box yang dapat dilihat hasilnya pada tabel 4.10.

34 Tabel 4. 10Uji Ljung-Box terhadap Residual Model Regresi

Uji P-Value

Uji Ljung-Box 2.2e-16

Berdasarkan Tabel 4.10 menghasilkan nilai p-value sebesar 2.2e-16 maka tolak yang artinya residual model memiliki autokorelasi.

4.2.7 Identifikasi Model ARIMA

Identifikasi model dilakukan dengan melihat plot ACF, PACF, EACF dan grafik BIC dari data residual model regresi yang semuanya dilakukan di software R.

Gambar 4. 11 Plot ACF dan PACF dari Residual Model Regresi

Berdasarkan grafik ACF dan PACF di atas, tidak terdapat adanya cuts-off, jadi belum ada kandidat model ARIMA. Metode lain untuk mengidentifikasi model ARIMA yaitu eacf.

Gambar 4. 12 EACF dari Residual Model Regresi

35 Dari eacf didapat kandidat model ARIMA yang lain yaitu ARIMA (0,0,2), ARIMA (2,0,3) dan ARIMA (2,0,2).

Gambar 4. 13 Grafik BIC dari Residual Model Regresi

Dari grafik BIC didapatkan kandidat model ARIMA diantaranya ARIMA berorde (3,0,0), (2,0,3) dan(3,0,2).

Dari ketiga proses identifikasi orde ARIMA di atas diperoleh 5 kandidat model ARIMA, diantaranya yaitu ARIMA (0,0,2), ARIMA (2,0,3), ARIMA (2,0,2), ARIMA (3,0,0) dan ARIMA (3,0,2).

Langkah berikutnya akan dilakukan estimasi kandidat model ARIMA, ditambahkan pula model ARIMA sederhana lain seperti ARIMA(1,0,0), ARIMA(2,0,0) dan ARIMA(0,0,1) guna memperoleh model ARIMA terbaik dengan orde yang paling sederhana.

4.2.8 Estimasi Parameter Model ARIMA

Dari proses identifikasi model ARIMA sebelumnya, berikut ini hasil estimasi dari kandidat-kandidat model:

36 Tabel 4. 11 Estimasi Kandidat Model ARIMA(NA,0,NA)

No

ma1 0.0907 0.0827 Tidak Signifikan ma2 -0.1291 0.0771 Tidak Signifikan 2 (2,0,3) intercept 0.0000 0.0038 Tidak Signifikan

ar1 -0.1573 0.0755 Signifikan ar2 -0.9173 0.0911 Signifikan ma1 0.2372 0.1129 Signifikan ma2 0.8791 0.1212 Signifikan ma3 0.1581 0.0925 Tidak Signifikan 3 (2,0,2) intercept 0.0000 0.0034 Tidak Signifikan ar1 -0.6750 0.5223 Tidak Signifikan ar2 -0.4693 0.2500 Tidak Signifikan ma1 0.7423 0.5628 Tidak Signifikan ma2 0.3563 0.2994 Tidak Signifikan 4 (3,0,0) intercept 0.0000 0.0038 Tidak Signifikan ar1 0.0750 0.0824 Tidak Signifikan ar2 -0.1353 0.0817 Tidak Signifikan ar3 0.1616 0.0825 Tidak Signifikan 5 (3,0,2) intercept 0.0000 0.0038 Tidak Signifikan ar1 -0.0121 0.1195 Tidak Signifikan ar2 -0.8987 0.0958 Signifikan ar3 0.1400 0.0898 Tidak Signifikan ma1 0.0713 0.0908 Tidak Signifikan ma2 0.8655 0.1244 Signifikan 6 (1,0,0) intercept 0.0000 0.0037 Tidak Signifikan

ar1 0.0476 0.0834 Tidak Signifikan

37 7 (2,0,0) intercept 0.0000 0.0033 Tidak Signifikan

ar1 0.0540 0.0829 Tidak Signifikan ar2 -0.1254 0.0826 Tidak Signifikan 8 (0,0,1) intercept 0.0000 0.0038 Tidak Signifikan ma1 0.0659 0.0997 Tidak Signifikan

Untuk melihat apakah parameter yang dihasilkan signifikan atau tidak dapat dilihat dengan cara membagi hasil estimasi parameter dengan standar errornya. Dikatakan signifikan apabila hasil pembagian tersebut melebihi 1.96 atau kurang dari -1.96. Berdasarkan tabel 4.11 tidak ada model ARIMA yang terbukti signifikan, maka dari itu dilakukan differencing 1 kali, dan dilakukan estimasi parameter kembali dan menghasilkan nilai parameter seperti tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4. 12Estimasi Kandidat Model ARIMA(NA,1,NA) No

ma2 -0.0551 0.1014 Tidak Signifikan 2 (2,1,3) ar1 -0.6152 0.4417 Tidak Signifikan

ar2 -0.4682 0.2409 Signifikan ma1 -0.3034 0.4788 Tidak Signifikan ma2 -0.3145 0.4089 Tidak Signifikan ma3 -0.3235 0.2564 Tidak Signifikan 3 (2,1,2) ar1 -0.3704 0.2678 Tidak Signifikan ar2 -0.1484 0.0901 Tidak Signifikan ma1 -0.5466 0.2623 Signifikan ma2 -0.4102 0.2565 Tidak Signifikan 4 (3,1,0) ar1 -0.7146 0.0816 Signifikan

ar2 -0.6183 0.0864 Signifikan ar3 -0.2315 0.0818 Signifikan

38 5 (3,1,2) ar1 0.1296 0.4100 Tidak Signifikan

ar2 -0.1452 0.0852 Tidak Signifikan ar3 0.1633 0.0999 Tidak Signifikan ma1 -1.0412 0.4118 Signifikan ma2 0.0625 0.3986 Tidak Signifikan 6 (1,1,0) ar1 -0.4072 0.0765 Signifikan 7 (2,1,0) ar1 -0.6029 0.0735 Signifikan ar2 -0.4801 0.0734 Signifikan 8 (0,1,1) ma1 -0.9744 0.0220 Signifikan

Berdasarkan hasil pada tabel 4.12 di atas didapat model ARIMA yang signifikan diantaranya adalah ARIMA(3,1,0), ARIMA(1,1,0), ARIMA(2,1,0) dan ARIMA(0,1,1) yang akan dilanjutkan ke langkah berikutnya.

4.2.9 Estimasi Parameter Model ARIMAX

Setelah mendapatkan model ARIMA yang baik, langkah selanjutnya yaitu menambah variabel eksogen ke dalam model ARIMA sehingga terbentuk model ARIMAX. Berikut estimasi parameter model ARIMAX.

Tabel 4. 13 Estimasi Kandidat Model ARIMAX No ddjia 0.5140 0.1062 Signifikan 2 (1,1,0) ar1 -0.4051 0.0769 Signifikan didr -1.0944 0.1391 Signifikan dsbina -0.0260 0.0167 Tidak Signifikan ddjia 0.4949 0.1075 Signifikan

39 3 (3,1,0) ar1 -0.6009 0.0747 Signifikan

ar2 -0.4760 0.0739 Signifikan didr -1.1652 0.1340 Signifikan dsbina -0.0289 0.0154 Tidak Signifikan ddjia 0.5067 0.1026 Signifikan 4 (0,1,1) ma1 -0.9743 0.0223 Signifikan didr -1.1925 0.1373 Signifikan dsbina -0.0373 0.0178 Signifikan ddjia 0.5585 0.1048 Signifikan

Didapat dua model ARIMAX yang seluruh parameternya signifikan, untuk mendapatkan satu model terbaik, maka nilai dari masing-masing AIC dibandingkan.

Tabel 4. 14 Estimasi Kandidat Model ARIMAX beserta Nilai AIC Model ARIMAX AIC

(3,1,0) -461.37 (0,1,1) -481.61

Berdasarkan tabel 4.14 memperlihatkan bahwa model ARIMAX(0,1,1) memiliki nilai AIC yang lebih kecil dibandingkan ARIMAX(3,1,0) yang mengindikasikan bahwa model ARIMAX(0,1,1) lebih baik memodelkan data dibanding ARIMAX(3,1,0), sehingga model ARIMAX(0,1,1) yang akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

4.2.10 Pengujian Autokorelasi Residual

Pengujian autokorelasi residual dilakukan kembali untuk memastikan bahwa model ARIMAX sudah dapat menghilangkan sifat autokorelasi dalam residual model. Hasil dari uji Ljung-Box ditampilkan pada tabel 4.15.

Tabel 4. 15 Uji Ljung-Box terhadap Residual Model ARIMAX

Uji P-Value

Uji Ljung-Box 0.7693

40 Berdasarkan tabel 4.15 didapat nilai p-value sebesar 0.7693 maka terima yang artinya residual model tidak memiliki autokorelasi dalam residual model ARIMAX.

40 Berdasarkan tabel 4.15 didapat nilai p-value sebesar 0.7693 maka terima yang artinya residual model tidak memiliki autokorelasi dalam residual model ARIMAX.

Dokumen terkait