• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis risiko produksi padi dilakukan dengan menggunakan metode fungsi risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko produksi dengan metode Just dan Pope ini dapat menggambarkan bagaimana pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan bagaimana pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produksi (risiko produksi).

Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko. Fungsi produksi menunjukan bagaimana pengaruh penggunaan input terhadap produksi padi petani responden. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana pengaruh penggunaan inputterhadap kesenjanganproduksi. Kedua fungsi tersebut menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi awal (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah luas,benih, tenaga kerja, pestisida, pupuk , dan dummybencana.Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan perbaikan model maka faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah luas, tenaga kerja, pestisida, pupuk dan

dummy bencana.

Variabel pupuk tidak dipisah menjadi pupuk organik dan pupuk kimia, dikarenakan setelah dianalisis dalam model, penggabungan tersebut memberikan hasil yang lebih baik. Sama halnya dengan pestisida yang tidak dipisah antara pestisida cair dan pestisida padat, dikarenakan memberikan hasil yang lebih baik dalam analisis model. Statistik deskriptif produksi dan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kesenjangan produksi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 17. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 16. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

Tabel 17 Statistik deskriptif produksi dan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kesenjangan produksi padi petani sampel di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor,tahun 2016

Musim tanam II tahun 2013 (kondisi banjir)

Satuan Rata-rata Minimum Maximum St.Deviasi

Produksi kg 1213.15 50.00 6500.00 1416.37 Variabel input Luas ha 0.88 0.10 4.00 0.86 Benih kg 26.73 3.00 100.00 20.87 Pupuk kg 1424.96 130.00 6000.00 1145.45 Pestisida gr 1 128.57 80.00 6700.00 1200.59

Tenaga kerja HOK 71.65 11.43 268.57 52.55

Musim tanam II tahun 2015(kondisi normal)

Satuan Rata-rata Minimum Maximum St.Deviasi

Produksi kg 8561.72 700.00 40000.00 7963.44 Variabel input Luas ha 0.88 0.10 4.00 0.86 Benih kg 28.25 3.00 100.00 22.63 Pupuk kg 1589.91 130.00 8000.00 1414.80 Pestisida gr 776.31 30.00 6000.00 1095.97

Tenaga kerja HOK 56.86 53.80 10.00 291.43

Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diperolehmasih mengandung multikolinier dan autokorelasi memiliki sebaran normal. Suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan dengan metode kuadrat terkecil (OLS) dari koefisien regresi dalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator-BLUE ) jika semua asumsi asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi. Sebaliknya, jika ada asumsi model regresi yang tidak dapat terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh, maka kebenaran pendugaan model regresi tersebut diragukan (Firdaus 2011).

1. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara linier, apabila sebagian atau seluruh variabel berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinieritas (Setiawan dan Kusrini2010). Adanya multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter (variabel independen) terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas (Susetyo 2012).

Hasil pengujian untuk multikolinier pada model awal fungsi produksi pada Tabel 17menunjukkan bahwa variabel independen benih dalam model tetap terdapat multikolinier meskipun telah dilakukan beberapa cara penanggulangan multikolinearitas seperti yang dijelaskan oleh (Gujarati (2007), Firdaus (2011) dan Setiawan (2010)) yaitu, transformasi data menjadi bentuk logaritma natural (Ln), dan menggabungkan data. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih besar daripada 10, sehingga dapat dikatakan bahwa model mengandung multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18Hasil pengujian multikolinearitas model awal fungsi produksi rata- rata petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor, tahun 2016 Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T P-Value VIF (Constant) 4.975 1.337 3.720 0.000 Ln Luas 0.035 0.194 0.179 0.858 8.611 Ln Benih 0.856 0.343 2.495 0.014 15.950 Ln TK 0.055 0.130 0.421 0.675 1.883 Ln Pestisida 0.105 0.158 0.666 0.507 5.524 Ln Pupuk 0.016 0.126 0.125 0.901 9.944 DummyBencana -2.326 0.168 -13.835 0.000 1.152

Gujarati (2007) menjelaskan bahwa meskipun model regresi terdapat multikolinearitas, estimator OLS masih tetap BLUE meskipun salah satu atau lebih koefisien regresi parsial dalam regresi berganda bisa saja secara individual tidak signifikan secara statistik. Namun terdapat konsekuensi praktis yang harus dihadapi, diantaranya yaitu :

1. Varians besar dan kesalahan standar estimator OLS 2. Interval keyakinan yang lebih besar

3. Rasio t tidak signifikan

4. Nilai R2yang tinggi namun sedikit rasio t signifikan. Terjadinya kontradiksi antara hasil pengujian hipotesis parameter regresi secara serentak melalui satistik uji F dengan hasil pengujian parameter regresi secara individu melalui statistik uji t (Setiawan dan Kusrini 2010)

5. Estimator OLS dan kesalahan standarnya menjadi sangat sensitive terhadap perubahan kecil dalam data

6. Tanda yang salah untuk koefisien regresi

7. Kesulitan dalam menilai kontribusi individu dari variabel – variabel penjelas terhadap jumlah kuadrat yang dijelaskan (R2)

Perbaikan model yang terdapat multikolinearitas dapat dilakukan dengan mengkaji ulang model (Gujarati 2007). Model regresi faktor- faktor yang mempengaruhi produksi petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan

Kanor diduga yaitu luas, benih, tenaga kerja, pestisida, pupuk, dan

dummybencana. Setelah dilakukan penelitian, faktor penggunaan benih petani sampel memiliki beragam varietas dengan jumlah kebutuhan penggunaan benih berbeda pada tiap varietas. Varietas yang digunakan petani sampel, yaitu ciherang, inpari 33, dan varietas lokal seperti situbagendit, woyopopuro, sertani, sridenok, dan cibogo. Rekomendasi jumlah penggunaan benih cherang dan inpari 30 yaitu 25 kg per ha, sedangkan untuk varietas lokal lebih banyak yaitu 30 kg per ha. Sehingga perbaikan model dilakukan dengan mengeluarkan variabel benih karena jumlah penggunaan yang berbeda tiap varietas.

Mengeluarkan satu atau lebih variabel dari model, dapat berdampak pada kesalahan spesifikasi (Gujarati 2007). Kesalahan spesifikasi terjadi jika salah dalam menetukan variabel yang tepat dalam spesifikasi model yang digunakan dalam analisis. Gujarati (2007) menjelaskan bahwa memilih model yang diprediksi harus sesuai dengan teori dan didukung oleh pengalaman aktual. Meskipun variabel benih secara teori berpengaruh terhadap produksi padi (Hernanto 1988), namun kondisi aktual menunjukan bahwa penggunaan benih berbeda jumlah kebutuhan tiap varietas tidak dapat digunakan untuk menduga faktor produksi. Hasil pengujian multikolinearitas perbaikan model dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa model tidak terdapat multikolineartas yang ditunjukan pada nilai VIF < 10.

Tabel 19Hasil pengujian multikolinearitasperbaikan model fungsi produksi dan fungsi risiko produksi rata-rata petani padi di DesaKedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016

Variabel NIlai VIF

Fungsi Produksi Fungsi Risiko

Ln Luas 6.685 6.685 Ln TK 1.853 1.853 Ln Pestisida 5.164 5.164 Ln Pupuk 6.296 6.296 Dummybencana 1.143 1.143 2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi di antara komponen eror, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW) (Setiawan dan Kusrini (2010 dan Firdaus (2011).

Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16, nilai Durbin- Watson untuk fungsi produksi diperoleh sebesar 1.842 dan untuk fungsi

variance sebesar 2.076 dengan jumlah variabel independen sebanyak 5 dan jumlah data sebanyak 100. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel DW dan diperoleh nilai DL sebesar 1.5496, DU sebesar 1.8031 dan 4-DU sebesar 2.1969. Jika nilai DW hitung

lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai DW hitung dengan DW tabel dapat dikatakan bahwa fungsi produksi dan fungsi risiko produksi tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW hitung berada di antara DU dan 4-DU.

Analisis Faktor-Faktor yang MempengaruhiKesenjangan Produksisebagai Indikator Risiko Produksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi dapat dilihat dari hasil analisis untuk fungsi produksi. Dengan memasukkan faktor input produksi sebagai variabel independen dan produksi padi sebagai variabel dependen diperoleh model pendugaan untuk fungsi produksi padi. Faktor produksi diduga tidak hanya berpengaruh terhadap produksi padi tetapi juga berpengaruh terhadap risiko produksi padi. Pengaruh faktor produksi terhadap risiko produksi ini diketahui dengan melihat pengaruh faktor produksi terhadap kesenjanganproduksi. Adanya kesenjanganproduksi ini menunjukkan bahwa dalam usaha budidaya padi dipengaruhi oleh adanya risiko yang dapat menyebabkan adanya perbedaan atau selisih antara produksi aktual dengan produksi dugaan yang seharusnya dapat dicapai. Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan produksi padi diestimasikan dengan menggunakan persamaan fungsi risiko produksi.Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi dan fungsi risikoproduksi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Hasil pendugaan fungsi produksi dan fungsi risiko produksi usahatani padi petani sampel di Desa Kedungprimpen tahun 2016

Variabel Koefisien Regresi Std. Error T hitung Fungsi produksi (Constant) 4.501 1.360 3.309 Ln Luas 0.264 0.176 1.501c Ln Tenaga Kerja 0.095 0.133 0.719 Ln Pestisida 0.206 0.157 1.312c Ln Pupuk 0.206 0.103 2.001b Dummy Bencana -2.363 0.172 -13.731a Adj R2 = 0.775

Fungsi risiko produksi

(Constant) 1.203 1.536 0.783 Ln Luas 0.316 0.199 1.587c Ln Tenaga Kerja -0.134 0.150 -0.896 Ln Pestisida -0.023 0.177 -0.132 Ln Pupuk -0.029 0.116 -0.246 Dummy Bencana 1.088 0.194 5.60a Adj R2 = 0.271

Hasil pendugaan model fungsi produksi memberikan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80.2 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (adj R2) sebesar 77.5 persen. Nilai adjR2 pada fungsi produksi menunjukan bahwa 77.5 persen keragaman produksi padi dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas, tenaga kerja, pestisida, pupuk dan dummybencana. Sedangkan sisanya sebesar 22.5 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

Nilai Adj R2pada fungsi risiko produksi menunjukan bahwa 27.1 persen keragaman risiko produksi padi dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, pestisida, pupuk dan dummybencana. Sedangkan sisanya sebesar 72.9 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Nilai R2 yang rendah, hal ini tidak menjadi masalah karena dari hasil analisis data menunjukkan nilai standard error yang kecil. Koutsoyiannis (1977) menyebutkan bahwa nilai standard error

merupakan kriteria yang lebih diutamakan apabila suatu penelitian mempunyai tujuan untuk menjelaskan suatu fenomena ekonomi.

Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap produksi padi dan risiko produksi. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Dengan menggunakan nilai P-Value atau t hitung, dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas padi dan risiko produksi. Jika nilai P- value lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan.

Variabel luas dan pestisida berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan20 persen dan pupuk berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan5 persen, sehingga jika terjadi penambahan atau pengurangan penggunaan faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap produksi padi. Variabeldummybencana berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan1 persen terhadap produksi padi dengan koefisien korelasi bernilai negatif. Hal ini menunjukan bahwa produksi saat terjadi bencana banjir lebih rendah dibandingkan dengan produksi saat normal. Sedangkan untuk tenaga kerja tidak berpengaruh nyata sampai dengan taraf kepercayaan30 persen terhadap produksi padi.

Pada fungsi risiko produksi, variabeldummybencana signifikan pada taraf kepercayaan 10 persen dan variabel luas signifikan pada taraf kepercayaan 20 persen. Faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, pestisida, dan pupuk tidak signifikan sampai dengan taraf kepercayaan 30 persen. Faktor produksi dan faktor risiko produksi secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Luas lahan

Inputluas lahan memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan luas lahanakanmeningkatkan produksi padi. Ini berarti petani padi masih bisa meningkatkan produksinya melalui penambahan luas lahan .Tanda positif dari parameter inputluas lahan sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien parameter luas lahan adalah 0.264, artinya setiap penambahanluas lahan sebesar 1 persen dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.264persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus). Variabel luas lahan berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produksi. Penambahan luas lahan petani padi di Desa Kedungprimen masih memungkinkan untuk dapat dilakukan. Program lelang lahan sawah yang dilakukan desa tiap tahun yang dilakukan secara lelang tertutup memberikan

kesempatan kepada petani untuk menambah luas lahan garapan. Hasil estimasi variabel luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi sejalan dengan hasil penelitian Ningsih (2016).

Input luas lahan dalam hasil estimasi fungsi risiko produksi padi memiliki tanda positif yang artinya input lahan merupakan input yang dapat meningkatkan risiko (risk increasing.Nilai koefisien parameter luas lahan adalah0.316, artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.316persen. Variabel luas lahan berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap risiko produksi. Jika penggunaan luas lahan ditambah maka risiko produksi akan meningkat. Hal ini berkaitan karena posisi lahan sawah di Desa kedungprimpenyang berada pada wilayah yang sama, yaitu pada wilayah rentan banjir, maka penambahan luas lahan garapan akan meningkatkan risiko kegagalan produksi semakin tinggi. Meskipun kemampuan manajerial petani di Desa Kedungprimpen sudah cukup baik, namun banjir merupakan sumber risiko yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Hasil estimasi variabel luas lahan meningkatkan risiko produksi sejalan dengan penelitian Hidayati (2016). Hasil penelitian Suharyanto (2015),Zakirin et al.(2013), dan Prihtanti (2014) menunjukan bahwa penambahan luas lahan pada kegiatan usahatani non organik dengan manajemen yang baik akan menurunkan risiko produksi.

2. Tenaga Kerja

Input tenaga kerja memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akanmeningkatkan produksi padi. Hal ini berarti produksi padi masih bisa ditingkatkan melalui penambahan penggunaan input tenaga kerja.Tanda positif dari parameter input tenaga kerja sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah 0.095, artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat meningkatkan produksi padi sebesar 0.095persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata sampai taraf kepercayaan 30 persen terhadap produksi.

Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Dalam Tabel 15, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada musim tanam II tahun 2013 rata-rata sebesar 10.61HOK/hektar, sedangkan penggunaan tenaga kerja di luar keluarga rata-rata mencapai 61.04 HOK/hektar. Jika dihitung secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja, petani menggunakan rata-rata 71.65 HOK/hektar. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada musim tanam II tahun 2015 rata-rata sebesar 7.18 HOK/hektar, sedangkan penggunaan tenaga kerja di luar keluarga rata-rata mencapai 49.68 HOK/hektar. Jika dihitung secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja, petani rata-rata 56.86 HOK/hektar. Persediaan tenaga kerja yang cukup akan membuat kegiatan usahatani akan dapat berjalan lebih baik sehingga produksi dapat meningkat. Selain itu, sifat penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi di Desa Kedungprimpen masih bersifat labor intensive. Semakin intensif pengelolaan yang dilakukan pada usahatani, akanberpengaruh pada semakin meningkatnya hasil yang diperoleh.Hasil analisis sama dengan analisis yang dilakukan oleh Prabandari et al.(2013),Alfiati et al.(2014),danRahayu (2011).Rubinos et al.

(2007) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan input tenaga kerja pada usahatani padi di Magsaysay berpengaruh positif terhadap produksi. Penambahan tenaga kerja akandiikuti dengan meningkatnya output.

Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja pada hail estimasi risiko produksi memiliki tanda negatifyang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan risiko produksi padi menurun. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah -0.134, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat menurunkan risiko produksi padi sebesar 0.134persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi tenaga kerja dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Namun, variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap risikoproduksi. Hal ini dapat terjadi karena dengan ketersediaan tenaga kerja yang cukup, maka kegiatan pengolahan tanah sampai dengan pasca panen akan berjalan lebih baik sehingga risiko kegagalan yang disebabkan karena kekurangan tenaga kerja dapat dihindari. Hasil analisis sejalan dengan Fauziyah (2010),Rahayu (2011),Kurniati (2012),dan Nurhapsa (2013) dimana tenaga kerja merupakan input yang menurunkan risiko produksi.

Berbeda dengan Hidayati (2016) yang menyatakan bahwa semakin tinggi penggunaan tenaga kerja pada usahatani kubis maka risiko produksinya akan meningkat.

3. Pestisida

Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pestisida akan mengakibatkan produksi padi meningkat. Nilai koefisien parameter pestisida adalah 0.206, maka setiap penambahan penggunaan pestisida sebesar 1 persen dapat meningkatkan produsi padi sebesar 0.206persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Variabel pestisida berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 20 persen terhadap produksi. Penggunaan pestisida secara tepat oleh petani di Desa Kedungprimpen mampu meningkatkan produksi pertanian. Hasil penelitian sejalan dengan Diantoro et al.(2009), Alfiati et al.

(2014), dan Mahananto et al. (2009).

Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida pada model fungsi risiko produksi memiliki tanda negatif yang artinya setiap penambahan pestisida akan mengakibatkan risikoproduksi padi menurun. Nilai koefisien parameter pestisida adalah -0.023, maka setiap penambahan penggunaan pestisida sebesar 1 persen dapat menurunkan risikoproduksi padi sebesar 0.023persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pestisida dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk decresing factors). Variabel pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan sampai 30 persenterhadap variance produksi.

Penggunaan pestisida oleh petani sampel dilakukan secara preventif untuk mencegah terjadi serangan hama dan penyakit tanaman. Petani sampel saling berbagi informasi terkait dengan kedatangan hama dan penggunaan pestisida. Hasil analisis sejalan dengan Just dan Pope (1977) yang menyatakan bahwa pestisida merupakan faktor pengurang risiko. Penyemprotan dengan pestisida akan dilakukan apabila populasi hama menurut petani sudah terlampau meningkat. Penyemprotan dilakukan sebanyak dua sampai empat kali

menyesuaikan dengan penyebaran hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit utama yang terdapat di Desa Kedungprimpen, yaitu hama penggerek batang, hawar daun, tikus, dan keong mas. Petani menggunakan pestisida berdasarkan informasi dari sesama petani dan pengalaman saja tanpa ada arahan dari penyuluh pertanian. Hasil penelitian sejalan dengan Suharyanto (2015),Zakirin et al. (2013),Rahayu (2011),dan Saptana (2011). Fariyanti (2008) menunjukan bahwa jika rumahtangga petani sampel mengaplikasikan obat-obatan tepat pada waktunya maka produksi yang dihasilkan akan stabil. Dengan produksi yang stabil menggambarkan bahwa variasi produksi yang dialami rumahtangga petani sangat kecil atau tidak ada.

4. Pupuk

Variabel pupuk berpengaruh positif terhadap produksi padi dan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan pupuk akan mengakibatkan peningkatan produksi padi. Nilai koefisien pupuk yaitu sebesar 0.206yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk sebesar persen 1akan meningkatkan produksi sebesar 0.206persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Pupuk yang digunakan petani sampel terdiri dari pupuk organik dan pupuk kimia.

Penggunaan pupuk organik rata-rata petani sampel pada musim tanam II tahun 2013 sebesar 954.88kg/ha dan 1 124.49 kg/ha pada musim tanam II tahun 2015. Penggunaan pupuk organik di Desa Kedungprimpen masih berada dibawah dosis rekomendasi Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro, yaitu 2 ton/ha dengan tidak memakai penggunaan jerami. Petani di Desa Kedungprimpen biasa membakar jerami sisa panen dan tidak digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dengan tidak menggunakan jerami dan dosis penggunaan pupuk organik yang masih dibawah rekomendasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro, penggunaan pupuk organik petani sampel di Desa Kedungprimpen masih belum efisien. Selain itu, penggunaan pupuk organik baru disosialisasikan kepada petani di Desa Kedungprimpen pada tahun 2013. Sehingga petani sampel masih mencoba menggunakan pupuk organik sebagai pupuk dasar budidaya padi.

Pupuk kimia dalam variabel terdiri dari pupuk urea, pupuk NPK Phonska, pupuk KCL, pupuk ZA, pupuk TSP dan pupuk SP-36. Pupuk kimia digunakanoleh seluruh petani sampel. Pupuk urea merupakan pupuk terbanyak yang digunakan oleh petani sampel. Penggunaan rata-rata pupuk urea petani sampel pada musim tanam II tahun 2013 mencapai 204.31kg/ha, tidak berbeda jauh pada musim tanam II tahun 2015, penggunaan pupuk urea sebesar 202.95kg/ha. Jumlah ini masih berada dibawah dosis yang disarankan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro yaitu 275 kg/ar. Namun apabila ditambahkan dengan jumlah penggunaan pupuk kimia lainnya, dosis penggunaan pupuk kimia petani sampel telah melebihi dosis yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro.Sehingga penggunaan pupuk urea petani sampel masih bisa ditingkatkan kembali. Namun, dengan mengurangi dosis penggunaan pupuk kimia yang lain dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Hasil estimasi variabel pupuk berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi sesuai dengan hasil

penelitian Diantoro et al.(2009),Prabandari et al.(2013),Yuan (2011),dan Rahayu (2011).

Hasil pendugaan fungsi risiko produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk merupakan variabel produksi yang dapat menurunkan risiko produksi. Koefisien parameter menunjukkan nilai negatif yang artinya setiap peningkatan penggunaan pupuk dapat mengurangi risikoproduksi padi. Nilai koefisien parameter yaitu -0.029 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk organik 1 persen dapat menurunkan produksiproduksi padi sebesar 0.029persen. Faktor produksi pupuk dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pupuk kandang ini tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi padi pada taraf nyata sampai 30 persen. Hasil estimasi variabel pupuk menurunkan risiko produksi

Dokumen terkait