• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Kabupaten Bojonegoro

Kabupaten Bojonegoro terdiri atas dataran rendah yang terletak di sepanjang aliran sungai bengawan solo, dan dataran tinggi yang terletak di bagian selatan termasuk daerah gunung Pandan Kramat dan Gajah. Bengawan Solo mengalir dari selatan, menjadi batas alam dari Provinsi Jawa Tengah, kemudian mengalir ke arah timur, di sepanjang wilayah utara Kabupaten Bojonegoro. Bagian utara merupakan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang ekstensif.

Wilayah kabupaten bojonegoro terdiri dari lahan persawahan untuk produksi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Luas panen masing-masing komoditas berfluktuasi selama empat tahun terakhir dengan tren meningkat untuk komoditas padi, jagung, ubi jalar, dan kedelai. Sedangkan perkembangan luas panen untuk komoditas ubi kayu, kacang tanah, dan kacang hijau cenderung menurun, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas panen tanaman pangan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011-2014 Tahun Padi Jagung

Ubi kayu Ubi jalar Kedelai Kacang tanah Kacang hijau 2011 137 925 33 902 2 904 162 19 903 1 853 4 122 2012 133 833 37 251 3 369 174 18 552 2 159 4 883 2013 143 299 33 531 3 732 158 15 403 2 286 1 702 2014 150 946 37 766 3 324 233 19 405 2 396 1 167 Sumber : BPS (2015)

Selain tanaman pangan, sektor pertanian Kabupaten Bojonegoro juga memproduksi tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Dari sektor Perkebunan, Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah yang memproduksi tanaman tembakau. Tahun 2014, total produksi tembakau Virginia mencapai 5.964 ton dan tembakau jawa mencapai 2 749 Ton.Dari sektor tanaman hortikultura Kabupaten Bojonegoro memproduksi belimbing, mangga, salak, dan pisang.

Sektor peternakan juga ikut membantu perekonomian Kabupaten Bojonegoro. Pada tahun 2014 populasi ternak sapi tercatat sebesar sebanyak 172 673 ekor, kambing sebanyak 110 461 ekor dan ayam ras petelor sebanyak 21 700 ekor. Protein hewani dapat juga dipenuhi melalui konsumsi ikan, menurut dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bojonegoro produksi ikan mengalami kenaikan di tahun 2014. Dari penangkapan ikan di sungai terjadi kenaikan produksi sebesar 5.62 persen, dari budidaya kolam naik sebesar 24.06 persen.

Gambaran Umum Kecamatan Kanor

Kecamatan Kanor terletak di sebelah Timur tepatnya 25 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro dengan luas wilayah 5 978 km2 atau 2.59 persen dari luas Kabupaten Bojonegoro. Kecamatan Kanor merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 44 meter dari permukaan laut, Kecamatan Kanor sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumberrejo, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Baureno, sedangkan Kabupaten Tuban merupakan Kabupaten yang berbatasan dari sisi Utara. Dari sisi Barat berhadapan langsung dengan Kecamatan Balen. Kecamatan Kanor terbagi dalam 25 Desa disebelah Timur pusat pemerintahan Kabupaten Bojonegoro.

Menurut hasil registrasi penduduk tahun 2014 yang dilaksanakan dinas kependudukan dan catatan sipil Kabupaten Bojonegoro menunjukkan jumlah penduduk Kecamatan Kanor sebanyak 61 569 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 30 892 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 30 677 jiwa. Desa Bakung memiliki penduduk terbanyak dibandingkan 24 desa lainnya yaitu sebanyak 4 263 jiwa. Sedangkan desa dengan penduduk paling sedikit adalah Desa Sarangan yaitu sebanyak 1 093 jiwa.

Sebagian besar penduduk Kecamatan Kanor bermata pencaharian sebagai petani. Luas lahan pertanian mencapai 5711 ha yang terdiri dari 4383 ha lahan sawah disepanjang Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo dengan sarana pengairan irigasi teknis dan 1287 ha lahan kering. Luas lahan berdasarkan ketersediaan sarana irigasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukan sarana irigasi yang tersedia di Kecamatan Kanor cukup baik dengan seluruh lahan sawah mempunyai sistim irigasi teknis. Kondisi ini memungkinkan petani untuk dapat mengembangkan berbagai komoditi tanaman pertanian. Hasil komoditi unggulan Kecamatan Kanor yaitu padi dengan luas panen mencapai 4 210 hektar dengan produktivitas mencapai 7.02 ton/ha. Pada lahan kering, komoditas unggulan yaitu jagung dan tembakau. Luas panen komoditas jagung mencapai 714 ha dengan produktivitas mencapai 4 ton/ha dan luas panen komoditas tembakau mencapai 286 ha dengan produktivitas mencapai 42 ton/ha.

Tabel 6 Luaslahan berdasarkan ketersediaan sarana irigasi di Kecamatan Kanortahun 2014

Jenis Lahan Jenis Irigasi Luas Lahan (ha) Presentase (%)

Lahan Sawah Teknis 4383.0 76.7

Setengah teknis 0.0 0

Non PU 0.0 0

Tadah hujan 41.0 0.7

Lahan Kering Pekarangan 795.0 13.9

Tegalan 398.0 6.9

Lainnya 94.0 1.6

Jumlah 5711.0 100.0

Sumber :BPS (2015)

Petani di Kecamatan Kanor mempunyai usaha sampingan sebagai pengrajin pelepah pisang. Banyaknya pohon pisang yang terdapat di Kecamatan kanor, membuat petani berinisiatif untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari hasil pelepah pisang yang dijadikan sebagai tali untuk bahan dasar pembuatan berbagai properti seperti kursi, meja, dan lainnya. Pelepah pisang di dapat dari pohon pisang yang telah tua dan tidak berproduksi kembali. Pelepah pisang kemudian dijemur hingga kadar air menurun atau sampai kering dan digulung berupa tali. Meskipun usaha pelepah pisang masih dalam skala kecil di tingkat rumah tangga, namun gulungan pelepah pisang tersebut telah di jual ke berbagai daerah seperti Cirebon, Bandung, dan lainnya. Pemerintah daerah Kecamatan Kanor mendukung kegiatan tersebut dengan selalu memberikan bibit pisang kepada para petani secara gratis.

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel yang akan diuraikan dalam sub bab ini meliputi data : umur petani, pendidikan petani, pengalaman usahatani, luas lahan garapan, status lahan garapan, dan data petani yang memiliki pendapatan di luar usahatani padi. Dari hasil wawancara terhadap 50 sampel petani padi, diperoleh karakteristik petani sampel di Kecamatan Kanor yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani.

1. Umur Petani

Dari Tabel 7 diketahui bahwa 84 persen petani padi di Kabupaten Kanor berada dalam usia yang produktif yaitu 40-60 tahun, kondisi ini menguntungkan karena dengan tingkat usia produktif, petani akan lebih mudah untuk menerima teknologi baru yang dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan produktivitas padi. Petani pada usia produktif akan lebih mudah dalam menggabungkan input-input produksi untuk mencapai tingat efisiensi. Tauer (1995) mejelaskan bahwa umur produktif merupakan umur terbaik sesorang untuk meningkatkan kinerja. Kinerja petani akan menurun sesuai dengan bertambahnya umur petani. Umur petani selanjutnya yaitu berada pada umur < 40 tahun dengan tingkat presentase 12 persen, dilanjutkan pada usia >60 tahun dengan presentase hanya 4 persen. Petani pada usia lebih dari 60 tahun lebih memilih untuk menjadi peternak atau pengrajin pelepah pisang dibanding dengan menjadi petani padi yang membutuhkan banyak tenaga. Sedangkan Petani yang berusia di bawah 40 tahun sangat jarang ditemui. Hal ini dikarenakan pada usia di bawah 40 tahun tersebut banyak yang lebih tertarik mencari pekerjaan di Kota dan menjadi tenaga kerja Indonesia diluar negeri. Data keragaman umur sampel petani selengkapnya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Keragaan umur petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016

Umur petani (orang ) Jumlah (orang) Presentase (%)

<40 6 12

40-60 42 84

>60 2 4

2. Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan petani di Kecamatan kanor sebagian besar hanya berpendidikan Sekolah Dasar yaitu 24 orang (48 persen). Kondisi ekonomi para orang tua petani yang sebagian besar merupakan petani tembakau dan kondisi wilayah dengan sarana pendidikan terbatas, menyebabkan petani hanya sekolah dasar. Keterbatas ekonomi tersebut menyebabkan petani hanya lulusan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan lebih memilih untu membantu orang tua mereka. Sedangkan pada orang tua petani yang bekerja sebagai petani padi dengan pendapatan lebih besar dibandingkan petani tembakau mampu menyekolahkan hingga tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas. Tingkat pendidikan petani yang berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama, yaitu 12 orang (24 persen) dan lulusan Sekolah Menengah Atas yaitu 14 orang (28 persen). Sedangkan untuk petani dengan tingkat pendidikan sarjana tidak ada. Chi et al.(2002) menunjukan bahwa tingkat pedidikan mempengaruhi produktivitas pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempengauhi terhadap meningkatkan produktivitas pertanian. Petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam mengadopsi informasi baru. Keragaan tingkat pendidikan petani padi di Kecamatan Kanor dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tingkatpendidikan petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016

Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

SD 24 48

SMP 12 24

SMA 14 28

3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman petani dalam berusahatani padi pada daerah peneilitian sebagian besar lebih dari 20 tahun. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengalaman petani dalam berusahatani padi 68 persen berada diantara 21-40 tahun. Pengalaman dalam melakukan usahatani akan mempengaruhi pada perilaku petani dalam mengatasi permasalahan. Pengalaman petani biasanya di dapat dari turun temurun. Petani dengan pengalaman bertani yang cukup lama akan memiliki keterampilan yang lebih baik daripada petani dengan pengalaman bertani yang masih sedikit. Petani dengan pengalaman yang sudah cukup lama memiliki waktu belajar yang cukup banyak sehingga petani tersebut dapat belajar secara langsung dari setiap kejadian di lapang selama melakukan budidaya tanaman. Setiap pelajaran dari pengalaman tersebut dapat meningkatkan keterampilan petani dalam mengatasi masalah yang akan terjadi dalam kegiatan budidaya. Informasi yang didapat dari pengalaman akan cenderung lebih dipertimbangkan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani dibandingakan dengan informasi dari penyuluh pertanian. Semakin lama pengalaman usahatani akan semakin banyak ilmu usahatani padi yang dimiliki. Menurut Sauer dan Zilberman (2009), pengalaman petani berpengaruh positif terhadap adopsi suatu teknologi. Pada tahap awal, petani akan melihat dan pada tahap berikutnya sedikit demi sedikit petani akan mencoba sambil terus mempelajari teknologi yang baru tersebut.

Tabel 9 Keragamaan pengalaman petani padi di Desa Kedungprimpen,Kecamatan Kanor tahun 2016

Pengalaman usahatani padi (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)

0-10 2 4

11-20 13 26

21-40 34 68

>40 1 2

4. Luas Lahan

Data luas lahan garapan pada Tabel 10 menunjukan bahwa luas lahan petani padi di Kecamatan Kanor cukup beragam. Luas lahan garapan petani menggambarkan pada kondisi ekonomi petani. Luas lahan terkecil sebesar 0.1 hektar dan luas lahan terbesar mencapai 4 hektar. Petani dengan memiliki lahan luas akan menghasilkan pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sempit. Mayoritas luas lahan garapan petani di Kecamatan Kanor, yaitu antara 0.25-1 hektar disusul dengan luas

lahan lebih dari 1 ha. Rata-rata penggunaan lahan petani sampel yaitu 0.8 hektar.

Tabel10 Sebaranluas lahan garapan petani padi Di Desa Kedungprimpen,Kecamatan Kanor tahun 2016

Luas lahan (ha) Jumah (Orang) Presentase (%)

<0.25 10 20

0.25-1 26 52

>1 14 28

5. Penghasilan di Luar Usahatani

Kecamatan Kanor yang berada disekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo menjadikan Kecamatan kanor merupakan wilayah pertanian ekstensif dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi namun juga memiliki risiko banjir yang tinggi. Kondisi ini membuat petani untuk memutuskan mencari penghasilan di luar usahatani seperti menjadi buruh di desa lain, pengrajin pelepah pisang, berjualan musiman, dan lain sebagainya. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa 92 persen petani padi di Kecamatan Kanor memiliki penghasilan dari luar usahatani.

Tabel 11 Data petani yang mempunyai penghasilan di luar usahatani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanortahun 2016

Penghasilan dari luar usaha tani Jumlah (Orang) Presentase (%)

Mempunyai 46 92

Tidak Mempunyai 4 8

6. Kepemilikan Lahan

Tabel 12 menunjukan bahwa status kepemilikan lahan petani 96 persen adalah milik sendiri dan 4 persen merupakan lahan garapan dengan system pembagian hasil 50 persen untuk pemilik lahan dan 50 persen untuk petani penggarap dengan modal usahatani dibebankan kepada petani penggarap. Lahan milik petani merupakan lahan warisan dari keluarga sebelumnya dan juga lahan hasil dari lelang desa. Status kepemilikan lahan mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani pada kondisi wilayah yang berisiko terhadap bencana alam. Hal ini menyebabkan mayoritas petani padi di Kecamatan Kanor tetap melakukan usahatani padi meskipun dalam kondisi berisiko banjir akibat luapan sungai Bengawan Solo. Tabel 12 Sebaran status lahan garapan petani padi di Desa

Kedungprimpen,Kecamatan Kanor tahun 2016

Status kepemilikan lahan Jumlah (Orang) Presentase (%)

Milik 48 96

7. Status Usahatani

Seluruh petani responden menjadikan petani sebagai pekerjaan utama. Responden tidak memiliki pilihan lain selain menjadi petani meskipun mayoritas petani responden memiliki pekerjaan lain diluar usahatani. Namun penghasilan dari menjadi petani dianggap oleh petani responden masih cukup besar dibandingkan dengan pekerjaan lain yang dapat mereka lakukan karena rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan usia yang rata rata telah masuk pada usia lebih dari 40 tahun. Keragaan status usahatani petani padi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Statususahatani petani padi di Desa Kedungprimpen, KecamatanKanor tahun 2016

Status usahatani Jumlah (orang) Presentase (%)

Utama 50 100

Sampingan 0 0

8. Jumlah Anggota Keluarga Tanggungan Petani

Besarnya jumlah tanggungan petani akan menjadi pertimbangan bagi petani untuk memilih usahatani yang lebih mengguntungkan. Untuk lebih jelasnya keragaman jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 14. Pada umumnya, jumlah tanggungan keluarga petani sampel yaitu sebanyak 1-3 orang (64 persen).

Tabel 14 Jumlah tanggungan keluarga tanggungan petani petani padi di DesaKedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016

Jumlah tanggungan keluarga Jumlah (orang) Presentase (%)

1-3 32 64

4-5 28 56

Besar kecilnya jumlah anggota keluarga dalam suatu rumahtangga menunjukkan besarnya beban tanggungan yang harus dipikul kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar dapat menurunkan kesejahteraan petani karena semakin besar biaya yang akan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung, maka semakin tinggi biaya rumahtangga yang harus dikeluarkan petani. Modal yang dimiliki petani terbatas sehingga ketika biaya keluarga meningkat maka petani akan memilih teknologi yang sudah jelas memberikan keuntungan, biaya rendah, dan rendah risiko. Di sisi lain, jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani dapat membantu kegiatan produksi petani. Anggota keluarga tersebut dapat menjadi sumber tenaga kerja dalam keluarga, sehingga bisa mensubtitusi tenaga kerja luar keluarga, pada akhirnya dapat menghemat biaya usahatani dan mengatasi kelangkaan tenaga kerja.

Identifikasi Risiko Produksi Di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor

Usahatani padi petani responden di Desa Kedungprimpen selalu menghadapi risiko baik risiko produksi,risiko hama, maupun risiko harga. Indikasi adanya risiko produksi ditunjukan dengan adanya fluktuasi produksi padi di Desa

Kedungprimpen. Demikian halnya dengan risiko harga ditunjukan dengan adanya fluktuasi harga yag diterima oleh petani. Beberapa sumber risiko yang dianggap oleh petani responden sebagai penyebab munculnya risiko produksi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Bencana alam Banjir

Petani sampel menyatakan bahwa bencana alam banjir merupakan sumber utama risiko produksi padi. Kondisi daerah desa Kedungprimpen yang berada di sepanjang sungai Bengawan Solo, mengakibatkan desa Kedungprimpen memiliki risiko banjir setiap curah hujan meningkat. Banjir disebabkan oleh banjir kiriman dari daerah hulu Bengawan Solo dan kiriman banjir dari anak anak sungai terdekat yang masuk melalui aliran sungai Bengawan Solo di Desa Kedungprimpen yang merupakan jalur hilir sungai Bengawan Solo.

Dengan adanya risiko banjir, pada umunya pola tanam di kecamatan Kanor, yaitu padi – padi – banjir. Hal ini mengakibatkan pola tanam di Desa Kedungprimpen yaitu tanam padi pada musim tanam I pada bulan Juni- september dan pada musim tanam II pada bulan Oktober-Januari dan dilanjutkan dengan banjir pada bulan Februari-april. Namun banjir datang secara tidak menentu bergantung pada kondisi curah hujan. Selama 5 tahun terakhir dalam sepuluh musim yaitu dari tahun 2011-2015 banjir datang dalam waktu yang bervariatif. Pada tahun 2011-2013 banjir datang pada bulan Desember saat padi berumur antara 60 -70 hari. Banjir datang dalam kisaran waktu 10-14 hari sehingga lahan pertanian terendam banjir dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banjir menyebabkan usahatai padi mengalami kegagalan panen. Namun pada tahun 2014-2015, banjir datang pada bulan Maret pada saat petani telah panen, sehingga banjir pada dua tahun terakhir tidak menyebabkan kegagalan panen.

Pemerintah daerah telah berupaya untuk menanggulangi banjir dengan melakukan perbaikan tanggul, perluasan tanggul dan normalisasi sungai higga mencoba untuk memperkenalkan padi varietas tahan banjir. Namun dalam implementasinya, terdapat beberapa permasalahan, diantaranya sulitnya pembebasan lahan untuk perluasan tanggul. Varietas benih tahan banjir yang diperkenalkan oleh dinas pertanian seperti Inpari 33 belum mampu bertahan dalam banjir. Selain itu, varietas tahan banjir memiliki tingkat hasil produksi yang kurang baik dibandingakn dengan padi varietas lain seperti ciherang. Hal ini membuat petani kurang berminat dalam mengadosi padi varietas tahan banjir tersebut.

Disisi lain, banjir tidak hanya menyebabkan dampak negatif, namun juga memberikan dampak positif. Banjir yang merendam lahan pertanian membawa banyak lumpur dari sungai Bengawan Solo dengan kandungan unsur hara yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesuburan lahan pertanian. Selain itu banjir juga menghanyutkan sisa sisa zat kimia dilahan pertanian akibat dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Banjir juga dimanfaatkan oleh petani padi di Desa Kedungprimpen untuk mencari ikan di lahan lahan yang terendam banjir sebagai penghasilan tambahan. Selain itu, petani juga dapat mencari penghasilan diluar usahatani seperti menjadi buruh tani di kecamatan lain yang tidak terkena banjir.

2. Kondisi cuaca atau iklim

Cuaca atau iklim menjadi salah satu faktor munculnya risiko dalam produksi padi. Hal ini dikarenakan cuaca saat ini sangat sulit diprediksi karena adanya pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan cuaca. Perubahan cuaca yang tidak menentukan menyulitkan BMKG dan BPPD untuk memprediksi curah hujan pada tahun berikutnya. Hal ini menyebabkan petani kesulitan dalam menentukan musim tanam untuk menyesuaikan terhadap datangnya banjir. Banjir terjadi saat curah hujan tinggi yang seharusnya bisa diprediksi dengan tepat oleh BMKG. Namun karena perubahan cuaca yang tidak menentu tersebut menyebabkan curah hujan sulit untuk diprediksi dalam rentang waktu yang panjang. Kurangnya informasi terkait dengan prediksi curah hujan membuat petani padi di Desa Kedugprimpen menentukan musim tanam II berdasarkan pola tanam yang sudah ada. Sehingga hal ini membuat petani pada musim tanam II berada dalam kondisi ketidakpastian untuk bisa panen.

3. Hama dan Penyakit Tanaman

Budidaya padi tidak terlepas dari adanya hamadan penyakit tanaman. Hama dan penyakit tanaman berbeda beda sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Kusus di Desa Kedungprimpen, risiko produksi yang dihadapi petani padi yaitu hama keong dan penyakit blas. Petani padi terbiasa untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida kimia. Petani belum terbiasa untuk menggunakan pestisida organic atau penangan keong secara teknis yang lebih ramah lingkungan. Karena penangan dengan pestisida kimia dianggap lebih mudah dan lebih cepat dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman disbanding dengan pestisida organik.

Dalam kaitannya dengan aplikasi pestisida, frekuensi penyemprotan dan dosis yang digunakan bergantung kepada cuaca. karena cuaca berhubungan positif dengan cuaca. Pada musim hujan. hama dan penyakit tanaman lebih mudah berkembang biak dibandingkan dengan musim kemarau. Curah hujan yang tinggi dan kondisi udara lembab menyebabkan populasi hama dan penyakit tanaman lebih tinggi dibanding dengan pada saat curah hujan yang rendah. Meskipun hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu sumber risiko produksi, namun sumber risiko produksi banjir dan perubahan cuaca lebih utama. Petani sampel masih dapat mengendalikan penyebaran hama dan penyakit tanaman, hingga tidak pernah menyebabkan kegagalam panen. 4. Harga jual produk

Harga jual menjadi salah satu sumber risiko produksi pada saat banjir. Banjir menyebabkan hasil produksi petani yang menjadi menurun diikuti dengan kualitas produk. Penurunan kualitas produk tersebut yang menyebabkan harga jual petani menurun hingga mencapai 50 persen. Apabila pada produksi normal, petani dapat menjual dengan harga Rp 5000, pada saat banjir petani hanya mampu menjual dengan harga Rp 2500.

Agribisnis Padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor

Agribisnis padi terdiri dari subsistem agribisnis hulu sampai hilir. Pada subsistem agribisnis hulu yaitu menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk dan pestisida), industri agrootomotif (mesin pertanian), dan industri bibit. Subsistem produksi atau usahatani yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan faktor produksi untuk menghasilkan produk pertanian primer. Subsistem agrobisnis hilir berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir. Dan subsistem lembaga penunjang seperti lembaga keuangan, pendidikan dan pelatihan.

Padi merupakan komoditas unggulan di Kecamatan Kanor dengan kontribusi terhadap produksi daerah Kabupaten Bojonegoro mencapai 20 persen. Sistem agribisnis padi di Desa Kedungprimpen masih belum dapat dikatakan baik dan perlu untuk dikembangkan kembali guna untuk meningkatkan produksi petani yang berujung pada peningkatan kesejahteraan petani dan rumah tangga petani. Selain itu, risiko produksi yang disebabkan oleh bencana banjir yang terjadi tiap tahun di Kecamatan Kanor, khususnya di Desa Kedungprimpen juga ikut menyebabkan usahatani padi belum dapat mencapai produksi optimal.

Petani padi di Desa Kedungprimpen memperoleh input budidaya seperti pupuk, benih, dan pestisida dari kelompok tani, kios kios pertanian, dan bantuan dari pemerintah. Mesin mesin pertanian seperti traktor dan pompa air diberikan oleh dinas pertanian dan bantuan dari dana desa. Dinas pertanian selalu berupaya untuk terus memperkenalkan mesin mesin pertanian baru guna untuk meningkatkan produksi pertanian seperti trasnplenter dan combine harvester. Namun terdapat mesin pertanian yang kurang sesuai dengan kondisi lahan seperti combine harvester yang kurang sesuai karena kondisi lahan terlalu basah sehingga menyulitkan dalam pengoperasian mesin tersebut. Begitu juga dengan mesin transplenter yang dirancang untuk penanaman dengan sistem jejar legowo yang masih baru untuk petani di Desa Kedungprimpen, sehingga masih sedikit petani

Dokumen terkait