• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREFERENSI RISIKO DAN FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHINYA

Preferensi Risiko Petani padi

Setelah diketahui tentang risko produksi yang dihadapi oleh petani pada dua musim, yaitu musim tanam II tahun 2013 dan musim tanam II tahun 2015, maka perlu untuk mengetahui bagaimana sikap petani dalam menghadapi risiko.

Dalam melakukan estimasi terhadap nilai preferensi risiko petani atau nilai AR (absolute risk averse), petani dapat dikatakan risk averse, risk neutral dan risk taker apabila secara berturutturut mempunyai nilai AR>0, AR=0 dan AR<0. Hasil analisis preferensi risiko petani terhadap penggunaan input dengan menggunakan model Arrow-Pratt dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Preferensi risiko produksi petani padi di Desa Kedungprimpen terhadappenggunaan input produksi

Input produksi Rata-rata nilai AR Preferensi Risiko

Lahan -0.0408873 Risk taker

Tenaga kerja -0.0000941 Risk taker

Pestisida -0.0012167 Risk taker

Pupuk -0.0000266 Risk taker

Berdasarkan hasil pada Tabel 24, dapat dilihat bahwa penggunaan input lahan, tenaga kerja, pestisida, dan pupuk bersifat risk taker. Petani padi di Desa kedungprimpen berani menggunakan input lahan, tenaga kerja, pestisida, dan pupuk untuk meningkatkan produksi meskipun menghadapi risiko. Penjelasan masing-masing perilaku petani dalam penggunaan input akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Luas lahan

Perilaku petani terhadapt penggunaan input luas lahan adalah risk taker. Petani yang bersifat risk takerakan berani mengalokasikan lahan lebih luas pada usahatani tersebut. Hal ini ditunjukan oleh penggunaan luas lahan petani pada Tabel 10, hanya 20 persen petani mengelola lahan sawah kurang dari 0.25 hektar dan sisanya mengelola lahan dengan luas beragam mulai dari 0.26 ha sampai 4 ha dengan rata – rata penggunaan lahan petani sampel 0. 88 hektar. Hasil estimasi perilaku petani menghadapi risiko dalam penggunaan lahan sejalan dengan Fauziyah (2010), dimana ditemukan bahwa preferensi risiko petani tembakau pegunungan dengan sistem kemitraan terhadap input lahan bersifat risk taker. Hidayati (2016) menemukan hal berbeda pada petani kubis. Preferensi petani kubis terhadap penggunaan input lahan bersifat risk averse karena petani melakukan diversifikasi lahan untuk keperluan tanaman yang lebih menguntungkan.

2. Tenaga kerja

Petani padi di Desa Kedungprimpen berperilaku risk taker terhadap penggunaan input tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan panen pada saat lahan petani terkena banjir pada musim tanam II tahun 2013. Petani tetap menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan upah yang besar bahkan terdapat petani yang mengeluarkan biaya upah tenaga kerja lebih besar dari hasil panen. Hasil estimasi perilaku petani terhadap penggunaan input tenaga kerja berperilaku risk taker sejalan dengan penelitian Fauziyah (2010) dan Hidayati (2016). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Fariyanti (2008) dan Nurhapsa (2013) dimana preferensi risiko produksi petani terhadap tenaga kerja adalah risk averse.

3. Pestisida

Petani sampel dalam penggunaan pestisida yang dilakukan secara preventif menunjukan petani sampel bersedia mengeluarkan biaya meskipun belum mengetahui secara pasti risiko produksi yang akan diterima. Selain itu, pengalaman usahatani memberikan pelajaran bagi petani untuk memahami penggunaan pestisida dengan baik meskipun petani sampel tidak didampingi oleh penyuluh pertanian. Petani yang risk takerakan mengendalikan hama pada awal atau preventif karena mereka akan membayar lebih banyak pestisida dengan kemungkinan hama belum pasti (Kahan 2008). Hasil estimasi sejalan dengan Nurhapsa (2013) yang menunjukan bahwa petani kentang bersifat risk taker terhadap pestisida karena memahami manfaat dan penggunaan pestisida kimia. Berbeda dengan hasil penelitan Hidayati (2016) yang menunjukan bahwa petani kubis bersifat risk averse karena tidak memahami secara pasti dosis penggunaan pestisida. Espinoza dan Rand (2015) juga menunjukan bahwa petani padi di Vietnam bersifat risk averse

terhadap penggunaan pestisida karena kurangnya pelatihan dan pengalaman terhadap penggunaan pestisida tersebut.

4. Pupuk

Perilaku petani pada penggunaan pupuk menunjukan bahwa petani sampel merupakan orang yang menyukai risiko. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan pupuk kimia dengan dosis melebihi yang direkomendasikan. Total rata – rata penggunaan pupuk kimia petani sampel mencapai 700 kg per hektar sedangkan dosis yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian hanya 430 -450 kg per ha. Pengenalan pupuk organik kepada petani sampel di desa Kedungprimpen baru dimulai tahun 2013, namun jika dilihat dari komposisi penggunaan pupuk organik pada tahun 2013 dengan rata-rata penggunaan mencapai 1 ton per ha, menunjukan bahwa petani sampel tidak ragu untuk menggunakan pupuk organik tersebut meskipun baru mengenal. Preferensi risiko petani risk taker terhadap pupuk sejalan dengan hasil penelitian Hidayati (2016).

Apabila dilihat preferensi risiko petani untuk keseluruhan input yang digunakan, menunjukkan bahwa seluruh petani padi yang ada di Desa Kedungprimpen bersifat risk taker. Hal ini menunjukan bahwa petani padi di Desa Kedungprimpen lebih berani menghadapi risiko. Risiko banir yang dihadapi petani di Desa Kedungprimpen yang telah berlangsung bertahun tahun, menyebabkan petani di Desa Kedungprimpen lebih berani menghadapi adanya risiko banjir. Meskipun banjir menyebabkan kerugian bagi petani namun banjir tidak menjadi salah satu hambatan bagi petani di Desa Kedungprimpen untuk tidak melakukan budidaya padi. Banjir tidak hanya menyebabkan turunnya produksi padi petani namun juga menyebabkan risiko harga jual produk petani akibat dari penurunan kualitas produk. Namun banjir tidak hanya memberikan dampak negatif melainkan juga dampak positif. Dampak positif yang didapat petani setelah banjir menjadi salah satu alasan petani tetap bertahan pada kondisi risiko banjir.

Salah satu dampak positif dari banjir, yaitu memberikan kesuburan lahan sawah garapan petani. Banjir akibat dari luapan DAS Bengawan Solo membawa

lumpur dengan kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh lahan sawah petani. Sehingga musim tanam setelah banjir menjadi lebih produktif dibandingkan musim lainnya. Hal ini yang menyebabkan meskipun petani di Desa Kedungprimpen dihadapkan pada kondisi risiko banjir namun tetap menanam padi pada kondisi tersebut. Selain itu, saat datang banjir petani dapat mencari penghasilan dari menjual ikan yang didapat dari lahan sawah yang terkena banjir. Luapan sungai bengawan solo selain membawa lumpur yang mengandung unsur hara juga membawa dampak postitif terhadap penetralisir lahan dari kandungan kimia hasil petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Selain itu, banjir juga membawa ikan sungai yang dapat dimanfaatkan oleh petani. Kondisi banjir juga dimanfaatkan oleh petani untuk mencari penghasilan diluar usahatani mereka dengan menjadi buruh tani pada wilayah lain yang tidak terkena banjir. Hal ini yang menjadikan petani bersifat risk taker karena mereka telah memiliki penghasilan lain apabila banjir merusak hasil produksi lahan petani.

Hasil penelitian sejalan dengan Rahayu (2011), yang menunjukan bahwa petani tembakau dengan sistem kemitraan bersifat risk taker karena terdapat pendampingan terhadap kegiatan usahataninya. Hidayati (2016) juga menunjukan bahwa petani kubis non organik bersifat risk taker karena penggunaan input telah terstandar. Namun, petani kubis organik besifat risk averse karena belum adanya standar penggunaan input dan keuntungan yang kecil dibandingkan kubis non organik. Hasil penelitian Villano 2005, kumbakar 2001,dan Kahan (2008) juga menunjukan bahwa petani bersifat risk averse. Petani lebih memilih pendapatan yang rendah daripada rugi.

Faktor – Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Preferensi Risiko

Perilaku petani terhadap resikosangat dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi yang ada pada diri petani dan secarabersama-sama meliputi asset lahan milik petani, umur, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, pengalaman berusahatani dan dummypendapatan diluar usahatani. Hubungan antara preferensi risiko petani terhadap aspek sosial ekonomi ditampilkan dalam Tabel 25.

Tabel 25 Hasil estimasi faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh padapreferensi risiko petani padi di Desa Kedungprimpen, Kecamatan Kanor tahun 2016

Variabel Koefisien Regresi Std. Error T hitung

(Constant) -0.510 0.374 -1.364

Aset lahan milik petani 0.065 0.054 1.193b

Umur 0.008 0.008 1.126 b

Jumlah tanggungan keluarga -0.006 0.036 -0.161

Pendidikan 0.113 0.052 2.158a

Pengalaman usahatani padi -0.005 0.006 -0.857

Dummy pendapatan di luar

usahatani -0.162 0.133 -1.212

b

Pembahasan masing-masing peubah penentu yang berpengaruh pada perilaku petani terhadap resiko adalah:

1. Aset lahan milik petani

Variabel aset didekati dari luas lahan garapan petani sampel. Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 25 menunjukkan bahwa aset berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 30 persen terhadap peningkatan nilai AR. Parameter koefisien aset bernilai positif menunjukan bahwa peningkatan aset sebesar 1 persen dapat meningkatkan nilai AR sebesar 0.065persen (catiris paribus). Hal ini menunjukan bahwa petani yang memiliki lahan luas akansemakin menghindari risiko (risk averse). Petani yang bersifat risk averseakan mengharapkan pendapatan (expected income) yang lebih besar seiring dengan bertambahnya risiko (income variance), namun petani tersebut akan meninggalkan kondisi dimana pendapatan yang diterima turun atau rugi karena adanya risiko.

Semakin bertambahnya luas lahan garapan, petani di Desa Kedungprimpen semakin mengharapkan pendapatan yang tinggi seiring dengan tingginya risiko produksi yang dihadapi, namun akan meninggalkan kondisi tersebut apabila pendapatan yang diterima merugikan akibat adanya risiko. Posisi lahan sawah di Desa Kedungprimpen yang berada pada wilayah yang sama, yaitu pada wilayah rentan banjir, menyebabkan semakin luas lahan garapan, maka risiko kegagalan produksi semakin tinggi. Meskipun kemampuan manajerial petani di Desa Kedungprimpen sudah cukup baik, namun banjir merupakan sumber risiko yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Hal ini yang menyebabkan petani dengan lahan luas semakin menghindari risiko. Sabrani (1998) dalam Aini (2015) menyatakan bahwa petani yang memiliki lahan yang luas akan berperilaku enggan terhadap risiko karena adanya ketidakpastian dalam berusahatani, sehingga apabila lahan yang sempit sudah mengandung risiko, maka lahan yang luas akan mengandung risiko yang lebih tinggi.

2. Umur

Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 25 menunjukkan bahwa umur petani berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 30 persen terhadap peningkatan nilai AR. Parameter koefisien umur petani bernilai positif menunjukan bahwa peningkatan usia sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai AR sebesar 0.008persen. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa semakin tua umur petani, maka petani akansemakin menghindari risiko (risk averse), sedangkan petani yang berumur muda relatif lebih menyukai risiko. Rata-rata umur petani sampel berada dalam umur produktif, yaitu antara 40-60 tahun dengan proporsi umur terbanyak yaitu 49 tahun. Hasil analisis ini menunjukan bahwa semakin bertambahnya umur, petani di Desa Kedungprimpen semakin mengharapkan pendapatan yang tinggi seiring dengan tingginya risiko produksi yang dihadapi, namun akan meninggalkan kondisi tersebut apabila pendapatan yang diterima merugikan akibat adanya risiko.

Petani yang lebih tua, mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih baik karena lebih berpengalaman dan ketrampilannya lebih baik,

tetapibiasanya lebih konservatif, sedangkan petani muda lebih sedikitpengalaman dan keterampilan, tetapi biasanya lebih progresif terhadap inovasi baru. Didalam hubungannya dengan perilaku petani terhadap risiko, maka faktor sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru yang cenderung membentuk nilai perilaku petaniusiamuda untuk lebih berani menanggung risiko.Hasil penelitian sejalan dengan Aini (2015) yang menyatakan bahwa petani kubis dengan umur muda lebih menyukai risiko dibandingkan dengan petani dengan umur tua.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 25 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap nilai AR, namun tidak berpengaruh nyata. Hasil ini menunjukan bahwa besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi preferensi risiko petani. Kahan (2008) menyatakan bahwa dengan semakin banyaknya tanggungan keluarga, semakin besar kebutuhan ekonomi petani sehingga petani berperilaku berani terhadap risiko.

4. Pendidikan

Pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan taraf kepercayaan 5 persen terhadap preferensi risiko. Parameter koefisien pendidikan bernilai positif menunjukan peningkatan pendidikan sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai AR sebesar 0.113persen. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin menghindari risiko (risk averse). Karakteristik sampel menunjukan secara umum tingkat pendidikan petani di daerah penelitian tergolong masih rendah yaitu 48 persen berpendidikan Sekolah Dasar, 24 persen Sekolah Menengah Pertama,dan 28 persen Sekolah Menengah Atas. Petani dengan pendidikan tinggi akan semakin mengharapkan pendapatan yang tinggi seiring dengan tingginya risiko produksi yang dihadapi, namun akan meninggalkan kondisi tersebut apabila pendapatan yang diterima merugikan akibat adanya risiko.

Penyuluh pertanian di Desa kedungprimpen menjelaskan bahwa selain pendidikan formal, pendidikan nonformal menjadi penting untuk petani memahami dan menerima informasi terkait usahatani. Meskipun petani di Desa Kedungprimpen sebagian besar berpendidikan sekolah dasar, namun pendidikan non formal yang diberikan oleh penyuluh pertanian membantu petani untuk mengadopsi informasi baru dalam menghadapi risiko produksi. Sehingga petani dengan pendidikan rendah, namun mengikuti pendidikan nonformal akan cenderung memahami kondisi usahatani dan berani menghadapi risiko.Hasil penelitian Prasmatiwi (2007) menunjukan bahwa pendidikan formal tidak mempengaruhi pilihan sikap petani dalam menghadapi risiko.

5. Pengalaman Berusahatani

Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 25menunjukkan bahwa pengalaman berusahatani padi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai AR. Hal ini menunjukan bahwa pengalaman berusahatani tidak mempengaruhi preferensi risiko petani padi di Desa Kedungprimpen.

Petani sampel menyatakan bahwa dalam berusahatani modal memegang peranan penting dibandingkan dengan pengalaman. Petani dengan pengalaman sedikit tetapi memiliki modal akan lebih berani menghadapi risiko dibandingkan dengan petani yang memiliki pengalaman banyak namun tidak memiliki modal. Vieder et al. (2015) menyatakan bahwa modal memegang peranan penting dalam usahatani. Petani yang tidak memiliki modal akan lebih bersifat risk averse. Prasmatiwi (2007) menunjukan bahwa modal lebih berperan dalam pilihan sikap petani dalam menghadapi risiko dibandingkan dengan pengalaman usahatani.

6. Dummy pendapatan diluar usahatani

Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 25 menunjukkan bahwa dummypendapatan di luar usahatani padi berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai AR pada taraf kepercayaan 30 persen. Parameter koefisien pendapatan diluar usahatani bernilai negatif menunjukan bahwa peningkatan pendapatan diluar usahatani sebesar 1 persen akan menurunkan nilai AR sebesar 0.162persen. Hasil ini menunjukan bahwa petani yang memiliki pendapatan diluar usahatani bersifat risk taker

dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki pendapatan diluar usahatani. Petani yang bersifat risk takerakan menurunkan pendapatan yang diharapkan (expected income) seiring dengan bertambahnya risiko (income variance). Petani tersebut akan mengambil kesempatan walupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan yang lebih besar atau kerugian yang lebih besar pula.

Petani yang memiliki pendapatan diluar usahatani akan tetap memiliki pendapatan apabila terkena risiko produksi, misalnya terjadi kegagalan panen akibat dari banjir. Hal ini menyebabkan petani padi di Desa Kedungprimpen tetap melakukan usahatani meskipun dalam kondisi menghadapi risiko. Pada Tabel 11 terlihat bahwa petani sampel di Desa Kedungprimpen 92 persen memiliki penghasilan diluar usahatani. Penghasilan diluar usahatani diantaranya didapat dari berternak, menjadi buruh, perangkat desa, pedagang asongan, dan sebagian besar bekeja menggambil sisa hasil panen dari petani lain (ngedos). Banjir sebagai salah satu sumber risiko yang telah berlangsung bertahun–tahun, menyebabkan petani sampel lebih terbiasa untuk menghadapi banjir. Sehingga petani sampel telah menyiapkan pendapatan lain diluar usahatani sebagai persiapan apabila terjadi kegagalan panen akibat risiko banjir. Rahayu (2011) menyatakan bahwa petani yang memiliki pendapatan non usahatani akancenderung menyukai risiko karena pendapatan non usahatani dapat menutupi kebutuhan keluarga apabila terjadi kegagalan panen akibat risiko.

Dokumen terkait