Uji hedonik termasuk ke dalam kelompok uji penerimaan. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyukainya. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensori tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau mewakili suatu populasi masyarakat tertentu (Soekarto, 1985).
Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Dalam uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping mengemukakan tanggapan suka atau ketidaksukaan, panelis juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebit skala hedonik. Skala hedonik dapat direntangkan atau dicuitkan menurut rentang skala yang dikehendaki. Pada uji hedonik, skala-skala yang umumnya digunakan adalah 9 skla hedonik, 7 skala hedonik, dan 6 skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisa-analisa statistik (Soekarto, 1985).
Panelis yang digunakan dalam uji hedonik umumnya panelis tidak terlatih. Menurut Soekarto (1985), panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat karena itu anggota panel harus dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, orang-orang yang menjadi anggota panel tidak dari orang-orang yang secara berlebihan menyukai atau membenci komoditi yang diujikan. Anggota panel yang digunakan sebaiknya lebih dari 30 orang karena semakin banyak
panelis, akan semakin baik. Jumlah panelis yang sangat besar tentu hasil kesimpulannya dapat diandalkan, tetapi biaya penyelenggaraanya lebih tinggi.
2. Analisis Deksriptif
Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang digunakan dengan tujuan memperoleh deskripsi sifat-sifat sensori dari berbagai macam produk atau material (Gacula, 1997). Menurut Rahayu (1998), uji dekskriptif merupakan penilaian sensori yang lebih kompleks, meliputi berbagai jenis sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat komoditi tersebut.
Dalam mendeskripsikan sifat makanan terdapat beberapa metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Menurut Meilgaard et al., (1999), semua metode analisis deskriptif menggunakan penilaian baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, menuntut panelis untuk menggambarkan dan mendeteksi atribut-atribut sensori sedekat mungkin. Metode kualitatif dilakukan untuk mendapatkan dan mengembangkan bahasa, sehingga dapat menggambarkan sampel yang nantinya sangan penting untuk analisis secara kuantitatif, sedangkan metode kuantitatif mendeskripsikan karakteristik sensori suatu produk dengan memberikan penilaian yang menggambarkan sampel dalam suatu skala interval.
Metode dalam analisis deksriptif terus berkembang. Tiga metode yang digunakan dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profil, texture profil dan quantitative descriptive analysis (Poste et al., 1991). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan menggunakan metode spectrum descriptive analysis method, free choice profilling dan time intensity analysis (Meilgaard et al., 1999). Keseluruhan analisis tersebut menggunakan panelis terlatih, kecuali free choice profilling.
Menurut Gacula (1997), dalam perkembangannya analisis deksriptif digunakan untuk keperluan Quality Control dalam mempertahankan kualitas karakteristik produk secara sensori dibandingkan dengan produk sejenis, memahami respon konsumen yang berhubungan dengan atribut sensori produk, serta mengekplorasi pasar menggunakan pemetaan sensori untuk mengetahui
peluang kemungkinan mengembangkan produk baru. Selain itu, dapat pula digunakan untuk perbaikan produk.
Keberhasilan analisis deskriptif tergantung pada empat faktor, yaitu pelatihan dan pengalaman panelis, panel leader, pelaksanaan analisis, dan komitmen para panelis (Gacula, 1997). Menurut Meilgaard et al., (1999), tiga tipe skala yang digunakan dalam analisis deskripsi antara lain category scale, line scale, dan magnitude estimation (ME).
3. Quantitative Descriptive Analysis (QDA)
Metode kuantitatif yang cukup sering digunakan yaitu Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu karakteristik sensori suatu produk secara matematis (Zook dan Pearce, 1988). Metode QDA diperkenalkan pada tahun 1974 setelah dilakukan studi lebih dari 5 tahun (Stone et al., 1980). Metode QDA dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu seleksi panelis, pelatihan panelis, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Meilgaard et al., 1999).
Menurut Stone et al (1980), hal yang harus diperhatikan dalam analisis QDA adalah (1) panelis dapat memberi respon seluruh karakteristik sensori produk, (2) memiliki prosedur kuantitatif untuk menentukan panelis terpercaya, (3) diperlukan tidak lebih dari 10 panelis tiap satu kali tes, (4) memiliki prosedur pengembangan bahasa yang memudahkan tahap palatihan dan bebas darp pengaruh panel leader, dan (5) memiliki data processing system untuk mempresentasikan data sensori kedalam bentuk diagram.
Panelis untuk QDA dipilih dari banyak kandidat berdasarkan kemampuannya dalam mendiskriminasikan perbedaan sifat sensori diantara sampel dari produk spesifik, dimana nantinya para panelis terpilih akan mengikuti serangkaian pelatihan. Pada tahap pelatihan, panelis QDA memerlukan penggunaan standar atau produk serupa sebagai referensi untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam (Meilgaard et al., 1999).
Pentingnya penggunaan standar pada tahap pelatihan panelis, yaitu (1) membantu panelis dalam mengembangkan terminologi secara tepat untuk
menggambarkan sampel, (2) membantu panelis dalam menetapkan intensitas, (3) menunjukan kekuatan interaksi diantara ingredient, (4) memperpendek waktu pelatihan, dan (5) mengidentifikasi karakteristik produk yang penting untuk program jaminan mutu suatu industri, serta (6) sebagai alat diskusi yang digunakan oleh tim proyek dalam perencanaan produk baru, perbaikan produk, dan program reduction cost (Rainey, 1986).
Secara kualitatif, penentuan atribut-atribut sensori suatu produk dapat dilakukan menggunakan In Depth Interview dan Focus Group (Heymann et al., 1993). Menurut Cairncross dan Sjostrom (1950), metode kualitatif digunakan untuk menyepakati terminologi deskriptif suatu produk yang mewajibkan para panelis untuk memberikan terminologi-terminologi yang dirasakan saat mencicipi sampel.
Pelaksanaan penilaian QDA sebaiknya digunakan menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis sehingga tidak terjadi bias. Selain itu, perlu diperhatikan standar pelaksanaan uji sensori, seperti memberi kode pada sampel, pencahayaan yang baik pada booth, serta saran pembilasan atau penetralan indra pengecap saat dilakukan pengujian lebih dari satu sampel (Lawless dan Heymann, 1998).
Analisis kuatitatif dilakukan untuk masing-masing panelis menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inchi (Meilgaard et al., 1999). Data hasil QDA dapat dilakukan analisis statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA) atau multivariate statistical technique (Heymann dan Cliff, 1993). Umumnya, digunakan spider web untuk mempresentasikan hasil analisis QDA (Gacula, 1997). Menurut Munoz et al. (1992), metode multivariate statistical technique terutama digunakan untuk menganalisis data consumer test dan descriptive test. Salah satu metode yang digunakan dalam multivariate statistical technique adalah Principal Component Analysis (PCA).