• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR LAMPIRAN

16. HTI 17 Perkebunan

3.3 Tahapan kegiatan penelitian

3.3.4 Pengolahan citra satelit Landsat 1 Klasifikasi visual

3.3.4.3 Analisis separabilitas

Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat keterpisahan kelas yang diwakili oleh area contoh dengan mengukur jarak antar kelas secara statistik. Jarak ini digunakan untuk menggambarkan apakah kelas-kelas contoh yang diambil cukup homogen dan mempunyai ragam kecil. Ukuran keterpisahan kelas dihitung berdasarkan persamaan Transformed Divergence (TD), yaitu :

= 2000 (1 – exp ) …………(Jaya 2010) Keterangan :

TD = Transformed Divergence

= Divergence baris ke-i dan kolom ke-j

i dan j = The two signatures (classes) being compared

Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang dikelompokan ke dalam lima kelas dimana setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan dalam Jaya (2002) tersebut yaitu : 1. Tidak terpisah = <1600 2. Cukup baik = 1600 – 1699 3. Baik = 1700 – 1899 4. Sangat baik = 1900 – 1999 5. Sempurna = 2000 3.3.4.4 Uji akurasi

Pada penelitian ini, untuk mengetahui tingkat keakuratan klasifikasi tutupan lahan hasil intrepetasi citra, perlu dilakukan uji akurasi klasifikasi. Akurasi klasifikasi merupakan akurasi yang sering dianalisis menggunakan suatu matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasikasi.

Akurasi klasifikasi umumnya dilakukan dengan metode overall accuracy, akan tetapi akurasi ini umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matrik contingency. Secara matematis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

OA = ∑

Menurut (Jaya 2010), saat ini akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik. Secara matematik, akurasi Kappa ini dihitung dengan rumus sebagai berikut :

K = ∑ ∑ ∑ Keterangan :

= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

= jumlah piksel dalam baris ke-i = banyaknya piksel dalam contoh Tabel 3 Skema perhitungan akurasi

Kelas referensi

Dikelaskan ke kelas - Jumlah Piksel Akurasi Pembuat A B C Total Piksel A ⁄ B ⁄ C Total piksel Akurasi Pengguna Sumber: Jaya (2010)

Presentase ketepatan klasifikasi juga dapat dilihat dari nilai akurasi pembuat dan akurasi penggunanya. Secara matematis dapat ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut (Jaya 2010) :

UA = PA = Keterangan : UA = User accuracy PA = Producer’s accuracy

= Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i = Jumlah piksel dalam kolom ke-i

Producer’s accuracy adalah probabilitas atau peluang rata-rata (%) suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan secara rata-rata menunjukkan seberapa baik setiap kelas di lapangan telah diklasifikasi. Ukuran ini juga dapat digunakan untuk menduga rata-rata dari kesalahan omissi (omission error). Sedangkan user’s accuracy adalah probability atau peluang rata-rata suatu piksel dari citra yang telah terklasifikasi, secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan. Ukuran ini juga menduga kesalahan komisi (commission error).

3.3.5 Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat

Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat adalah proses mengidentifikasi perubahan suatu obyek atau fenomena yang dilakukan dengan membandingkan secara langsung antara citra-citra digital yang direkam pada saat yang berbeda : time series analysis. Perubahan yang terdapat pada citra-citra beda waktu tidak sekedar mengimplikasikan perbedaan di dalam karakteristik unsur-unsur di permukan bumi, tetapi juga dapat merefleksikan variasi normal yang belum terkarakteristikkan dan dapat ditemukan pada suatu periode waktu ke waktu berikutnya (Prahasta 2008).

Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, selanjutnya dilakukan analisis perubahan penutupan lahan hutan rakyat dengan cara menumpang tindihkan (overlay) citra hasil klasifikasi pada tiap waktu. Selain itu, analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat dapat dilakukan dengan cara diklasifikasikan secara terpisah, kemudian dilakukan perbandingan (post-classification comparasion). Dengan cara ini, dapat mengetahui luas perubahan tutupan lahan hutan rakyat yang terjadi.

3.3.6 Identifikasi faktor-faktor penyebab berubahnya luas hutan rakyat

Pengolahan dan analisis data wawancara hasil observasi langsung ke lapangan dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan perubahan dinamika perkembangan hutan rakyat. Menurut Hardjanto (2003) dalam Rato (2011), faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan hutan rakyat di Jawa, yaitu :

1. Faktor tradisi, fungsi ekonomi rumah tangga, dan fungsi tata air sebagai faktor kekuatan internal.

2. Luas pemilikan lahan, teknologi pemanenan dan pasca panen, serta keterbatasan modal dan informasi sebagai faktor kelemahan internal.

3. Tingginya permintaan pasar, pertumbuhan industri kayu, dan infrastruktur jalan desa sebagai faktor kesempatan eksternal.

4. Besarnya permintaan kayu, ketergantungan kepada agen pemasaran, pertumbuhan tenaga kerja, dan ketidakpastian pemanfaatan lahan terlantar sebagai faktor ancaman eksternal.

Tabel 4 Bagan alir pengolahan dan analisis data

Citra landsat tahun 1994, 2000, 2005, 2010

Citra hasi klasifikasi

Data wawancara petani responden Analisis perubahan tutupan lahan hutan

Rakyat

Data perubahan luas hutan rakyat dan faktor-faktor penyebab

Pengumpulan data

Ground Check (Cek lapangan)

Peta rupa bumi Jawa Barat skala 1:25000

Analisis hasil pengamatan lapangan :

- Klasifikasi visual - Klasifikasi terbimbing - Analisis separabilitas - Akurasi kappa Overlay - Koreksi geometrik - Cropping

- Identifikasi awal tutupan lahan dengan analisis visual dan digital

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis

Kecamatan Cikalong merupakan satu dari 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis Kecamatan Cikalong terletak antara 7º 40’ 20’’ LS – 7º 49’ 00’’ LS dan 108º 08’ 45’’ BT – 108º 20’ 30’’ BT dengan ketinggian tempat antara 0,5 – 600 meter dari permukaan laut. Kecamatan Cikalong dibatasi oleh beberapa wilayah, yaitu :

 Sebelah Utara : Kecamatan Cikatomas.

 Sebelah Timur : Kabupaten Ciamis.

 Sebelah Selatan : Samudera Hindia.

 Sebelah Barat : Kecamatan Karangnunggal.

4.1.2 Topografi dan iklim

Topografi Kecamatan Cikalong mempunyai persentase kemiringan yang bervariasi dari mulai datar sampai curam. Topografi mempunyai prosentase kemiringan sebagai berikut :

- Kemiringan 0-2 % sebanyak 13 % dari luas wilayah - Kemiringan 3-15 % sebanyak 65 % dari luas wilayah - Kemiringan 16-40 % sebanyak 17 % dari luas wilayah - Kemiringan 41 ke atas sebanyak 5 % dari luas wilayah

Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum ( PU ) Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Cikalong mempunyai curah hujan rata-rata per bulan 260 mm, curah hujan rata-rata pertahun 3.187 mm, rata-rata bulan kering 1,4 mm, rata-rata bulan basah 7,6 mm, suhu rata-rata harian 23o -27o celcius dan ketinggian tempat 250-350 dpl. Dalam tipe curah hujan Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Cikalong mempunyai tipe curah hujan basah ( tipe B ) dengan nilai Q sebesar 0,184 ( A.G )

4.1.3 Jenis Tanah

Keadaan jenis tanah di wilayah kerja bervariasi dari mulai podsolik merah kuning, alluvial maupun latosol. Biasanya tanah yang subur merupakan tanah dengan kompleks liat dengan humusnya tinggi yang masih belum tererosi oleh air, mempunyai produktivitas tinggi dan dapat menyediakan unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Tabel 5 Jenis tanah Kecamatan Cikalong

No Desa Jenis tanah Kepekaan terhadap erosi

1 Cikalong Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

2 Singkir Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

3 Kalapagenep Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka

4 Cibeber Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

5 Cikancra Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka 6 Cikadu Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka

7 Panyiaran Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

8 Mandalajaya Latosol, podsolik Tidak peka, peka

9 Sindangjaya Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka 10 Kubangsari Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka

11 Cidadali Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

12 Cimanuk Latosol, podsolik, aluvial Tidak peka, peka

13 Tonjongsari Latosol, podsolik Agak peka, tidak peka

Sumber : Kecamatan Cikalong dalam angka tahun 2012

4.1.4 Kondisi Hutan Rakyat

Kondisi hutan rakyat yang terdapat di Desa Cikalong memiliki sebaran umur yang beragam. Salah satu tanaman pokok yang sering ditanam oleh petani adalah Sengon. Adapun jenis lain yang ditanam oleh petani di Desa Cikalong adalah jenis Jati (Tectona grandis) dan Mahoni (Swietenia macrophyla), Akasia, dan Jabon (Anthochepalus cadamba). Namun, untuk jenis Jati dan Mahoni hanya sebagai tanaman pengisi saja dan terbatas jumlahnya. Pola yang digunakan oleh petani dalam menanam pohon sengon adalah dengan menggunakan pola agroforestry dengan mengkombinasikan tanaman kayu dengan jenis tanaman yang lain seperti kelapa dan pisang. Perkembangan hutan rakyat khususnya jenis tanaman sengon di Kecamatan Cikalong dimulai dari adanya info dagang dari pengepul atau bandar kayu kepada masyarakat. Sejak saat itu masyarakat banyak yang menanam tanaman sengon.

4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 4.1.5.1 Jumlah penduduk

Jumlah penduduk di Kec.Cikalong sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 64.792 jiwa, terdiri dari laki-laki 31.227 Jiwa dan perempuan 33.565 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 19.677 KK. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin selengkapnya tersaji dalam Tabel 6 dan berdasarkan kelompok umur pada Tabel 7.

Tabel 6 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya

No Desa Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Jumlah KK

1. Cikalong 3.633 3.820 7.453 2.310 2. Singkir 2.259 2.367 4.626 1.357 3. Kalapagenep 2.809 2.666 5.475 1.737 4. Cibeber 3.525 3.359 6.881 2.085 5. Cikancra 1.651 1.589 3.240 1.060 6. Cikadu 1.570 1.569 3.139 1.088 7. Panyiaran 2.400 4.838 7.238 1.486 8. Mandalajaya 2.877 3.038 5.915 1.793 9. Sindangjaya 2.390 2.372 4.762 1.484 10. Kubangsari 1.699 1.709 3.408 1.098 11. Cidadali 2.313 2.133 4.446 1.541 12. Cimanuk 1.962 1.921 3.883 1.198 13. Tonjongsari 2.139 2.187 4.326 1.440 Jumlah 31.227 33.565 64.792 19.677

Sumber data : Kecamatan Cikalong dalam angka tahun 2012

Tabel 7 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya

No Desa 0 – 5 Jiwa 6-15 Jiwa 16 – 60 Jiwa > 60 Jiwa Jumlah

1. Cikalong 622 1.062 5.199 369 7.123 2. Singkir 362 698 3.211 334 4.656 3. Kalapagenep 492 904 3.446 360 5.221 4. Cibeber 704 869 3.573 439 5.325 5. Cikancra 436 694 2.079 393 3.469 6. Cikadu 335 631 1.985 334 3.293 7. Panyiaran 349 706 3.190 335 4.605 8. Mandalajaya 496 669 3.514 396 4.913 9. Sindangjaya 953 724 3.299 358 4.760 10. Kubangsari 601 401 1.490 323 1.794 11. Cidadali 263 730 2.823 490 4.422 12. Cimanuk 300 746 2.500 272 3.933 13. Tonjongsari 669 767 3.065 387 4.583 Jumlah 6.582 9.200 39.074 4.689 58.097

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Cikalong tergolong penduduk usia produktif, yaitu sebanyak 37.641 orang atau 86,41 persen

dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Penduduk yang berada pada usia produktif ini relatif masih mempunyai kekuatan fisik yang cukup menunjang dalam melaksanakan usaha, demikian pula dengan kekuatan mental dan pikiran yang relatif terbuka terhadap inovasi yang diperlukan dalam meningkatkan efisiensi usaha yang dilaksanakannya.

4.1.5.2 Tingkat pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Cikalong masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduknya hanya sampai tamatan Sekolah Dasar (SD) saja, sebagian kecil pendidikan SLTP, SLTA dan akademik atau Perguruan Tinggi (PT) yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Keadaan Pendidikan Penduduk di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya

No Desa Tdk / blm

sekolah SD/MI SLTP SLTA PT Jumlah

1. Cikalong 498 1.275 704 567 294 3.338 2. Singkir 127 396 218 96 63 900 3. Kalapagenep 66 1.207 2.056 1.951 47 5.327 4. Cibeber 384 3.779 634 333 159 5.289 5. Cikancra 55 461 193 84 81 874 6. Cikadu 91 335 212 34 21 693 7. Panyiaran 47 2.648 1.200 487 73 4.455 8. Mandalajaya 90 3.075 613 354 116 4.248 9. Sindangjaya 130 1.840 243 166 85 2.464 10. Kubangsari - 2.123 270 211 30 2.634 11. Cidadali 174 441 174 130 13 932 12. Cimanuk 38 950 500 210 35 1.733 13. Tonjongsari 47 1.236 201 136 19 1.639 Jumlah 1.747 19.766 7.218 4.761 1.043 34.526

Sumber data : Kecamatan Cikalong dalam angka tahun 2012

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Cikalong adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, yaitu sebanyak 19.766 orang atau 19,76 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan penduduk yang menamatkan pendidikan perguruan tinggii hanya 1.043 orang atau 0,9 persen. hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Cikalong masih relatif rendah.

Fasilitas pendidikan yang ada di Kecamatan Cikalong meliputi tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) yang terdiri dari tingkat TK sebesar 8 unit, Sekolah dasar (SD) atau sederajat negeri dan swasta sebesar 55 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat negeri dan swasta sebesar 13 unit,

Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat negeri dan swasta sebesar 4 unit, dan Perguruan Tinggi (PT) sebesar 1 unit. Perguruan tinggi (PT) disini merupakan Perguruan Tinggi Swasta cabang dari Perguruan Tinggi yang terdapat di Kota Tasikmalaya. Jumlah penduduk menurut usia kelompok pendidikan terbagi menjadi empat, yaitu kelompok usia 4-6 tahun berjumlah 713 orang, kelompok usia 7-12 tahun berjumlah 715 orang, kelompok usia 13-15 tahun berjumlah 482 orang, dan kelompok usia 19 tahun keatas berjumlah 3.425 orang.

4.1.5.3 Tingkat kesehatan

Berdatarkan data BPS Kecamatan Cikalong tahun 2010, angka harapan hidup (AHH) 68,63 Indek AHH 72,72. Sedangkan fasilitas kesehatan yang ada terdiri dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) sebanyak 1 unit Poskesdes (Posko Kesehatan Desa) sebanyak 10 unit, Posyandu sebanyak 77 unit, dan jumlah apotek sebanyak 3 unit. Untuk tenaga teknis kesehatan terdiri dari Dokter sebanyak 1 orang, Bidan 21 orang, Paramedis 7 orang, dan Dukun Bayi 46 orang.

4.1.5.4 Tingkat mata pencaharian penduduk

Pada umumnya mata pencaharian penduduk Kecamata Cikalong adalah bertani dan berkebun. Sebagian kecil masyarakat Cikalong yang mengandalkan mata pencahariannya sebagai pedagang, buruh, industri, sopir, PNS dan sebagainya yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Tingkat mata pencaharian penduduk di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya

No Desa Petani Buruh tani Swasta Pedagang PNS/ TNI/

POLRI Jumlah 1. Cikalong 3980 212 197 116 60 4565 2. Singkir 4108 17 37 45 35 4244 3. Kalapagenep 1123 32 49 15 63 1282 4. Cibeber 3985 144 142 223 44 4538 5. Cikancra 3576 25 56 37 57 3751 6. Cikadu 4937 32 68 46 68 5149 7. Panyiaran 1900 27 64 14 14 1985 8. Mandalajaya 4481 754 9 115 35 5384 9. Sindangjaya 2288 17 22 19 26 2367 10. Kubangsari 2947 13 17 12 21 3009 11. Cidadali 2947 33 21 15 23 3043 12. Cimanuk 1300 16 20 11 8 1356 13. Tonjongsari 2128 30 21 16 23 2203 Jumlah 39.700 1352 639 674 466 42.885

Kegiatan bertani dan berkebun telah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu dan berlangsung secara turun temurun di masyarakat sehingga ini menjadi kearifan lokal masyarakat sekitar. Ketersediaan lahan menjadi sangat penting dibutuhkan oleh masyarakat untuk memperoleh pendapatan karena kurangnya tingkat kualitas sumberdaya manusia dari tingkat pendidikan formal sehingga terbatasnya peluang masyarakat untuk bekerja di luar sektor bertani dan berkebun.

4.1.5.5 Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Cikalong antara lain:

1. Sarana perekonomian : 8 buah pasar permanen, 2 buh mini market, 166 buah toko kelontong.

2. Sarana umum : 16 buah restoran, 473 buah kedai makanan, 2 buah penginapan.

3. Sarana ibadah : 166 buah masjid, 136 buah langgar, 128 buah musholla.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan

Pengamatan tutupan lahan di lapangan dilakukan di Kecamatan Cikalong yang terdiri dari 13 desa. Titik pengamatan yang digunakan sebanyak 110 titik dengan rincian 65 titik untuk kelas hutan rakyat dan 5 titik untuk setiap kelas tutupan lahan yang lain dengan jumlah 9 kelas. Hasil pengamatan lapangan diperoleh sebanyak 10 (sepuluh) kelas tutupan lahan. Jenis tutupan lahan di lapangan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Jenis tutupan lahan hasil pengamatan lapangan

No Tutupan lahan Jumlah titik

pengamatan lapangan

Foto lapangan

1. Badan air 5

2. Hutan tanaman jati 5

Tabel 10 (lanjutan)

No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapangan

Foto lapangan

4. Pemukiman 5

5. Hutan rakyat 65

6. Kebun campuran 5

Tabel 10 (lanjutan)

No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapangan

Foto lapangan

8. Rawa semak 5

9. Sawah 5

10. Semak/belukar 5

Jumlah titik pengamatan lapangan 110

5.2 Analisis Visual dan Analisis Digital Citra Landsat

Penafsiran citra Landsat dalam penelitian ini menggunakan metode analisis visual dan analisis digital. Penggunaan kedua metode ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat akurasi penafsiran citra yang dilakukan intrepeter dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi dan kualitas hasil perekaman citra Landsat yang digunakan dalam penelitian. Citra Landsat merupakan salah satu jenis citra optik yang dipengaruhi oleh cuaca sehingga ada beberapa wilayah yang tertutup oleh

objek awan dan bayangannya sehingga sulit untuk mengidentifikasi objek yang ada di bawahnya.

Pada analisis digital, citra Landsat yang dipilih adalah citra tahun 1994 dan 2000. Citra yang digunakan adalah citra yang mempunyai tingkat kenampakan objek yang jelas dan tidak mengalami stripping disajikan pada Gambar 3. Proses terjadinya stripping pada citra Landsat diakibatkan karena adanya kerusakan pada sensor optik satelit tersebut sehingga menyebabkan terjadinya sejumlah garis dengan ukuran lebar beberapa piksel kehilangan datanya (DN=0).

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 110000

Gambar 3 Citra Landsat tahun 1994 (a) dan 2000 (b)

Pada analisis visual, citra Landsat yang digunakan adalah citra tahun 2005 dan 2010. Pemilihan kedua citra tersebut adalah dengan melihat kualitas kedua citra yang mengalami stripping (Gambar 4).

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 110000

Gambar 4 Citra Landsat tahun 2005 (a) dan 2010 (b)

Hasil penafsiran citra Landsat dengan metode analisis digital dapat diidentifikasi sebanyak 12 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, hutan tanaman, lahan terbuka, pemukiman, hutan rakyat, kebun campuran, pertanian lahan kering, rawa semak, sawah, semak/belukar, awan, dan bayangan awan. Hasil penafsiran dengan metode analisis digital dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Sedangkan untuk hasil identifikasi penafsiran citra Landsat dengan menggunakan metode analisis visual diperoleh sebanyak 10 kelas dengan jenis kelas tutupan lahan yang sama dengan analisis digital tanpa terdapat kelas awan dan kelas bayangan awan. Hasil penafsiran dengan metode analisis visual dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Pada citra Landsat resolusi 30 m ini, ada beberapa wilayah yang tertutup oleh objek awan dan bayangannya sehingga sulit untuk mengidentifikasi objek yang ada di bawahnya. Dalam analisis visual citra Landsat yang terdapat awan dan bayangannya. Identifikasi objek yang berada di bawahnya dilakukan dengan melihat asosiasi dari objek yang berada pada objek yang tertutup oleh awan dan bayangannya. Selain itu, teknik identifikasi yang juga dilakukan yaitu dengan mencocokkan hasil identifikasi awal dengan melakukan overlay dengan citra resolusi tinggi GeoEye secara online dengan bantuan software Google Earth dan berdasarkan data wawancara di lapangan

dengan penduduk sekitar. Sedangkan dalam analisis digital, awan dan bayangannya yang terdapat pada citra digolongkan dalam kelas tutupan lahan sehingga objek yang berada dibawahnya tidak teridentifikasi sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Kelas hutan rakyat pada citra Landsat memiliki warna hijau tua hingga hijau kekuningan dengan pola yang tidak teratur dan bentuk yang berbeda-beda tergantung dari luasan hutan rakyat tersebut. Adanya perbedaan kenampakan warna hutan rakyat ini dari warna hijau tua hingga hingga kekuningan dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jarak tanam tanaman kayu yang dibudidayakan dalam pengelolaan hutan rakyat. Pada kenampakan warna hijau hingga hijau tua, pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan cenderung dengan membudidayakan lebih dari satu jenis tanaman kayu seperti mahoni, sengon dan kelapa di suatu lokasi, dan jarak tanam yang digunakan cukup rapat. Sedangkan pada kenampakan warna hijau hingga hijau kekuningan (Gambar 5a), pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan cenderung dengan membudidayakan tanaman kayu secara monokultur di suatu lokasi. Dalam penelitian ini, kelas hutan rakyat yang banyak teridentifikasi adalah hutan rakyat campuran dengan membudidayakan dua atau lebih tanaman kayu dan tanaman pertanian dengan kenampakan warna hijau hingga hijau tua (Gambar 5b).

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 5000

Gambar 5 Kenampakan citra Landsat pada hutan rakyat monokultur (a) dan campuran (b)

Dalam analisis visual, kenampakan hutan rakyat terkadang juga memiliki rona warna hijau kekuningan bercampur merah. Hal ini dikarenakan hutan rakyat mempunyai karakter dalam hal letak atau lokasi tempat pengelolaan yang berada di

dekat perkampungan sehingga dengan karakter citra Landsat yang memiliki resolusi spasial sebesar 30 m, untuk ketelitian hasil analisis visual perlu dilakukan pembuatan titik-titik ground check lapangan yang jumlahnya mewakili dari jumlah keseluruhan objek yang teridentifikasi hutan rakyat dan posisi titik-titik ground check lapangan yang sifatnya menyebar.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 6 Kenampakan citra Landsat pada kelas hutan tanaman (a) dan kebun campuran (b)

Hutan tanaman (Gambar 6a) memiliki tampilan warna hijau bercampur warna coklat dan merah yang dipengaruhi oleh jenis tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman Jati (Tectona grandis). Tanaman Jati hidup di daerah kering dan mempunyai tutupan daun yang tidak rapat sehingga mempengaruhi terhadap tampilan rona dan warna pada citra. Kebun campuran (Gambar 6b) mempunyai tampilan warna hijau tua dengan tekstur kasar yang dipengaruhi oleh komposisi jenis yang beragam dan menggunakan pola tanam yang rapat. Kebun campuran dan hutan rakyat umumnya sulit diidentifikasi karena beberapa hutan rakyat mempunyai karakter budidaya kayu dengan komposisi jenis yang beragam.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 7 Kenampakan citra Landsat pada kelas lahan terbuka (a) dan pemukiman (b)

Hasil analisis visual citra Landsat pada kelas pemukiman (Gambar 7b) dan lahan terbuka (Gambar 7a) umunya memiliki warna kombinasi pink, merah, dan merah tua. Pada kelas pemukiman dan lahan terbuka sulit dilakukan identifikasi karena memiliki kombinasi tampilan warna yang cukup sama. Pemukiman biasanya memiliki jaringan jalan yang tinggi sehingga jaringan jalan pada poligon pemukiman lebih rapat dan teratur dibandingkan dengan yang lainnya.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 8 Kenampakan citra Landsat pada kelas sawah berair (a) dan sawah bervegetasi (b)

Pada kelas tutupan sawah cenderung lebih mudah dibedakan dengan kelas lainnya adalah pada sawah dengan fase sedang diolah dan digenangi air. Pada sawah dengan tahapan sedang diolah dan digenangi air (gambar 8a) memiliki tampilan

warna biru dengan tone gelap dan tekstur halus, sedangkan pada sawah dengan fase sawah bervegetasi (Gambar 8b) memiliki tekstur halus dengan tampilan warna hijau kecoklatan. Pada analisis visual citra landsat di kelas ini memiliki kesulitan dalam membedakan antara sawah irigasi dan sawah tadah hujan. hal ini dikarenakan adanya kesamaan elemen intrepetasi yaitu berwarna biru pada sawah di fase berair dan ditanami dan hijau kecoklatan pada fase bervegetasi.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 9 Kenampakan citra Landsat pada kelas badan air (a) dan rawa semak (b) Kelas badan air (Gambar 9a) merupakan semua kenampakan perairan, sungai, waduk, danau, kolam, dll yang tampak dalam tampilan warna citra Landsat. Badan air memiliki ciri dengan tekstur halus, berwarna biru dalam bentuk memanjang dan berliku-liku pada sungai. Kelas rawa semak dan sawah dengan fase tergenang air dan ditanami cukup sulit dibedakan karena kedua kelas mempunyai tekstur halus dan tampilan rona yang cukup sama. Kelas rawa semak (Gambar 9b) memiliki tampilan kombinasi warna biru tua dan coklat tua. Kelas ini memiliki tekstur yang lebih kasar dari pada kelas badan air. hal ini dikarenakan kondisi lapangan pada kelas rawa semak adalah genangan air yang bercampur dengan tanaman semak.

(a) (b) Keterangan: skala 1 : 2500

Gambar 10 Kenampakan citra Landsat pada kelas pertanian lahan kering (a) dan semak belukar (b)

Pada kelas pertanian lahan kering (Gambar 10a) memiliki tampilam kombinasi warna pink, merah, hijau, dan kuning. Kelas pertanian lahan kering dan pemukiman memiliki kesulitan dalam membedakan kedua kelas tersebut. Hal ini dikarenakan kelas pertanian lahan kering biasanya terdapat disekitar kelas pumukiman. Kelas semak belukar (gambar 10b) memiliki kombinasi tampilan warna hijau muda dan hijau tua. Adanya kombinasi warna tersebut dikarenakan beragam kombinasi jenis tanaman semak.

Informasi tambahan sangat diperlukan dalam penafsiran citra khususnya pada

Dokumen terkait