• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU

7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder kemudian dipetakan dalam sebuah gambar seperti terlihat pada Gambar 6. Berdasarkan pemetaan tersebut dapat terlihat bahwa stakeholder yang paling dominan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, sedangkan stakeholder yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan.

Tabel 23. Identifikasi Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu

No Stakeholder Kepentingan Pengaruh

1 Industri Pengolahan Ikan 3,4 1,6

2 Kementerian Kelautan dan Perikanan RI 3,2 3,8

3 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jabar 3,2 3,6

4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sukabumi 5,0 4,5

5 KUD Mina 3,5 3,5

6 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu 3,7 3,8 7 Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan

dan Perikanan Pelabuhanratu

4,2 3,8

8 Perguruan tinggi 3,2 4,0

9 Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kab. Sukabumi

4,3 3,8

10 Kelompok Pengelola Rumpon 4,5 4,6

11 TPI 4,6 4,4 12 Bakul 4,9 4,4 13 Juragan/taweu 5,0 5,0 14 POKMASWAS 4,6 4,5 15 Aparat Desa 2,2 2,0 16 Perbankan 2,7 1,7 17 LEPP-M3R 2,7 2,5 18 Polisi Perairan 2,5 3,7

Gambar 6. Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Di Perairan Pelabuhanratu

Berdasarkan hasil pemetaan aktor menurut derajat kepentingan dan pengaruhnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 6. Kuadran A (Subjek) ditempati oleh industri pengolahan sumberdaya ikan. Artinya, kelompok ini memiliki kepentingan tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, akan tetapi tidak langsung terlibat (kurang terlibat) dalam pengambilan dan perumusan berbagai kebijakan

Pengaruh K e p e n ti n g a n 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 3 3 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Pemetaan Stakeholder KUADRAN A (S UBJEK) KUADRAN B (PEMAIN) KUADRAN C (PENONTON) KUADRAN D (AKTOR) Keterangan:

1 = Indusitri Pengolahan Ikan 10 = Kelompok Pengelola Rumpon

2 = KKP RI 11 = TPI

3 = DKP Jawa Barat 12 = Bakul

4 = DKP Sukabumi 13 = Juragan/Taweu

5 = KUD Mina 14 = POKMASWAS

6 = PPNP 15 = Aparat Desa

7 = SatKer PSKPP 16 = Perbankan 8 = Perguruan Tinggi 17 = LEPP-M3R

pengelolaan sumberdaya ikan tersebut. Kelompok ini memiliki ketergantungan tinggi dalam hal kepentingan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, yaitu untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan sumberdaya ikannya.

Kuadran B (Pemain) dalam hal ini ditempati oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, dan Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon. Kelompok ini dinilai memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu termasuk dalam hal perumusan berbagai peraturan baik formal maupun non-formal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan kecil, nelayan mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan dan ekonomi mereka biasa saja. Nelayan pemilik yang lebi berkuasa dalam menikmati sumberdaya ikan di Pelabuhanratu. Hal ini menunjukkan bahwa stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan belum benar-benar melaksanakan fungsinya. Didukung juga dengan belum adanya pengendalian kondisi supply dan demand sumberdaya ikan itu sendiri.

Kuadran C (Penonton) dalam analisis ini ditempati oleh aparat desa, Perbankan, dan LEPP-M3R. Kelompok ini dinilai tidak terlalu memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Aparat desa dapat mencari sumber perekonomian desa lainnya seperti kegiatan pertanian di sekitar desa selain kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan Perbankan dan LEPP-M3R dapat mengembangkan aktivitas usahanya agar tidak tergantung pada keberadaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu.

Kuadran D (Aktor) ditempati oleh polisi perairan. Kelompok ini dinilai memiliki pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Namun, kelompok ini tidak memiliki kepentingan yang tinggi terhadap sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sangat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tersebut.

Berdasarkan pemetaan stakeholder tersebut, sangatlah penting proporsi keterlibatan stakeholder yang tepat. Stakeholder- stakeholder yang dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dibagi dua, yaitu stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung yang dipisahkan oleh garis diagonal pada Gambar 6. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung meliputi: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon, dan Polisi Perairan. Sedangkan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industri pengolahan sumberdaya ikan. Stakeholder-stakeholder ini harus tetap dilibatkan secara tidak langsung, misalnya melalui mendengar pendapat.

Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya menjadi lima kelompok. Pertama, kelompok nelayan yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok nelayan formal dan kelompok nelayan informal. Kelompok nelayan formal adalah kelompok yang secara formal terdaftar sebagai organisasi nelayan di pemerintahan dan memiliki badan hukum. Kelompok ini antara lain kelompok pengelola rumpon, kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) sumberdaya ikan, dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Sedangkan kelompok nelayan informal adalah kelompok yang secara formal tidak terdaftar sebagai kelompok nelayan di pemerintahan dan tidak memiliki badan hukum. Kelompok ini juga tidak menjadi anggota dari kelompok nelayan yang ada. Namun, keberadaan kelompok nelayan informal ini dianggap sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Peraran Pelabuhanratu. Biasanya kelompok ini diketuai dan dimotori oleh seorang Juragan/Taweu.

Kedua, tingkat pemerintah, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP), dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur bahwa pemerintah kabupaten memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah perairan sekurang-kurangnya tiga perempat dari batas kewenanan Pemerintah Provinsi (12 mil). Ketiga, kelompok usaha/swasta. Kelompok ini umumnya ditempati oleh para bakul dan KUD Mina. Keberadaan kelompok swasta ini sangat bermanfaat bagi para nelayan, terutama dalam pengembangan modal usaha. Keempat, kelompok akademisi. Kelompok ini terdiri dari perguruan tinggi yang berada di sekitar Kabupaten Sukabumi. Kelima, kelompok keamanan yang ditempati oleh polisi perairan.

Sebagian dari kelima kelompok tersebut sudah ada yang tidak berjalan sesuai fungsi dan kepentingannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan staf Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) mengatakan bahwa KUD Mina tidak berfungsi dengan efektif. Sehingga sejak tahun 2011 Pengelolaan TPI telah diambil alih oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, yang sebelumnya dikelola oleh KUD Mina.