• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU

7.4. Efektivitas Fungsi Kelembagaan Non-Pasar

Keefektifan fungsi dan peran suatu lembaga dilihat dari implementasinya di lapangan. Keefektifan tersebut dapat dilihat dari berbagai kategori dan sudut pandang. Biasanya penilaian kinerja dan fungsi kelembagaan tersebut akan lebih tepat jika dilhat dari berbagai sudut pandang termasuk dalam hal ini sudut pandang nelayan. Penelitian ini menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity untuk melihat keefektifan fungsi kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu.

7.4.1. Unsustainability

Indikator unsustainability digunakan untuk melihat sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu apakah menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil wawancara

dengan nelayan diperoleh bahwa hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di Pelabuhanratu berfluktuasi tetapi cenderung meningkat dari tahun 2001-2010. Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu periode 2001-2010 dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Periode Tahun 2001-2010

Tahun Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan

Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Masuk ke Pelabuhan

Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Pelabuhan Produksi (Kg) Nilai (Rp) Produksi (Kg) Nilai (Rp) Produksi (Kg) Nilai (Rp) 2001 1.766.963 4.793.207.839 1.737.487 - 3.504.450 4.793.207.839 2002 2.890.118 9.885.365.315 985.350 5.449.740.000 3.875.468 15.335.105.315 2003 4.105.260 15.273.292.568 520.503 2.881.268.000 4.625.763 18.154.560.568 2004 3.367.517 15.670.740.946 3.036.662 15.896.028.308 6.404.179 31.566.769.254 2005 6.600.530 32.153.934.823 5.872.569 34.032.041.900 12.473.099 66.185.976.723 2006 5.461.561 32.550.912.620 4.472.158 29.097.197.000 9.933.719 61.648.109.620 2007 6.056.256 38.695.760.654 7.490.428 49.924.052.000 13.546.684 88.619.812.654 2008 4.580.683 42.562.536.675 4.256.260 35.589.270.000 8.836.943 78.151.806.675 2009 3.950.267 56.735.939.610 4.766.510 52.919.225.000 8.716.777 109.655.164.610 2010 6.744.292 144.701.150.000 5.153.256 54.023.045.500 11.897.548 198.724.195.500 Sumber: PPNP, 2011

Berdasarkan Tabel 22. dapat dilihat bahwa volume produksi ikan Pelabuhan Nusantara Perikanan Pelabuhanratu pada tahun 2010 mengalami peningkatan diantaranya meningkatnya volume produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini disebabkan meningkatnya volume produksi hasil tangkapan alat tangkap tuna longline, pancing tonda, payang, jaring rampus, trammel net, dan alat tangkap payang yang menggunakan perahu motor tempel walaupun kondisi umum cuaca tidak di

Perairan Teluk Pelabuhanratu dan Samudera Hindia sangat buruk sehigga sering terjadi gelombang pasang maupun badai. Selain musim ikan tidak menentu, perubahan alat tangkap yang dominan digunakan juga mempengaruhi peningkatan produksi hasil tangkapan yaitu dari alat tangkap yang dapat menangkap ikan yang bergerombol seperti alat tangkap payang dan gill net menjadi alat tangkap pancing tonda dengan alat bantu rumpon.

Volume produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui jalan darat juga mengalami kenaikan. Ikan tersebut didatangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal terutama untuk jenis-jenis ikan yang tidak ada di pelabuhan. Kenaikan volume ikan hasil tangkapan tentu saja diiringi dengan kenaikan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini dikarenakan mutu ikan semakin bagus dan terjadinya peningkatan volume produksi ikan untuk tujuan ekspor. Selain itu nilai produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui darat juga mengalami peningkatan. Produksi tangkapan ikan dan nilai produksi ikan di yang masuk dan didaratkan di Pelabuhanratu cenderung meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu sudah tergolong ke dalam pengelolaan yang over fishing. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapat bahwa waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya dan lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya (Tabel 26). Selain itu, ukuran ikan sasaran semakin kecil terlihat dari terjadinya pelanggaran jalur penangkapan karena ikan pada jalurnya semakin sedikit. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (2005) yang menunjukkan bahwa jumlah rata-rata input produksi (effort) aktual, baik ikan demersal maupun ikan pelagis lebih banyak dibandingkan effort optimalnya,

rente total dan rente nelayan bernilai negatif, dan diikuti dengan tingkat pendapatan bernilai negatif. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu saat ini telah termasuk dalam kondisi unsustainability. Sangat dibutuhkan peran kelembagaan non-pasar dalam memulihkan keadaan ini agar tercipta pengeloaan yang sustainability.

Tabel 26. Waktu Melaut dan Lokasi Penangkapan Ikan oleh Nelayan Waktu Melaut Jumlah Persentase

(%)

Lokasi Penangkapan

Jumlah Persentase (%) Semakin Panjang 30 100,00 Semakin Jauh 28 93,00

Semaki Singkat 0 0 Semakin Dekat 0 0

Biasa Saja 0 0 Biasa saja 2 7,00

Sumber: Data Primer, 2012

7.4.2. Inequity

Indikator inequity digunakan dalam penelitian ini untuk melihat apakah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu sudah terkelola secara adil dan merata atau terjadi ketidakadilan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dikatakan adil dan merata dilihat dari kesamaan hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya tersebut, pemerataan teknologi dan informasi, serta kesamaan hak untuk akses kelaut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan rata- rata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat-pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan.

Hanya orang-orang yang memiliki uang dan kedudukan yang menguasai lapangan dan pasar perikanan. Orang-orang yang menguasai teknologi yang memperoleh informasi tentang keberadaan ikan dan yang akan bertahan hidup. Setiap orang berhak mengakses dan memanfaatkan sumberdaya ikan akan tetapi jika tidak menguasai teknologi, tidak semua orang akan bertahan dan dapat menikmati hasil laut. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tergolong ke dalam pengelolaan yang inequity. Program yang dilakukan pemerintah belum mengarah kepada pembinaan kepada nelayan terkait teknologi penangkapan ikan dan kurangnya informasi yang diperoleh nelayan kecil terkait penyebaran ikan di laut.

7.4.3. Prosperity

Indikator prosperity ini digunakan untuk melihat bagaimana tingkat kesejahteraan nelayan dan kepemilikan nelayan. Indikator prosperity dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbaikan kehidupan ekonomi nelayan khususnya nelayan kecil. Nelayan dapat dikatakan tingkat ekonominya meningkat jika ada perubahan dari keadaan ekonomi sekarang menjadi lebih baik dari ekonomi sebelumnya. Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Akan tetapi responden di lapangan diambil secara acak dan hanya fokus pada alat tangkap tertentu sehingga sulit dibandingkan. Nelayan menangkap ikan sesuai musimnya yang berarti memungkinkan perubahan pendapatan setiap bulannya.

Tabel 26 menunjukkan bahwa waktu penangkapan ikan semakin panjang dan lokasi penangkapan ikan semakin jauh. Hal ini memungkinkan biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Tabel 17. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk.