• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU

6.1. Indentifikasi Kelembagaan Formaldan Informal yang Berlaku di Pelabuhanratu

6.2.3. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu

Konflik merupakan gejala yang tidak terhindarkan dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti sumberdaya perikanan. Tidak terkecuali dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu juga sering terjadi konflik, baik karena alat tangkap maupun karena jalur penangkapan. Secara lengkap konflik yang pernah terjadi terkait pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Tipe Konflik Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu

No Isu-Isu dan Penyebab Kelompok yang terlibat Penyelesaian 1 Pada tahun 2005-2006

masuknya rumpon ke Perairan Pelabuhanratu

 Kelompok nelayan perahu payang

 Kelompok nelayan

rumpon

 Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi

Penjelasan tentang penggunaan rumpon dan bantuan kapal dan alat tangkap bantu

rumpon dari pemerintah

2 Semakin banyaknya jaring angkat yang beroperasi di Perairan Pelabuhanratu

 Kelompok nelayan jaring angkat

 Kelompok nelayan jaring  Kelompok nelayan rumpon

Mengalihkan

penggunaan jaring angkat menjadi sarana budidaya laut, seperti budidaya kerang hijau dan rumput laut.

3 Pelanggaran jalur penangkapan

 Kelompok nelayan Purse Seine

 Kelompok nelayan non- Purse Seine

Belum terselesaikan sampai saat ini

4 Beroperasinya kapal luar di dalam Teluk Pelabuhanratu

 Kelompok Nelayan di Pelabuhanratu

 Kelompok Nelayan Luar

Penjelasan oleh HNSI tentang keberadaan kapal Sibolga kepada nelayan Pelabuhanratu Sumber: Data Primer Diolah, 2012

Pertama, konflik yang terjadi antara kelompok nelayan rumpon dengan kelompok nelayan pengguna perahu payang. Konflik ini terjadi sejak dikenalkannya rumpon kepada nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu pada tahun 2002. Awalnya,

dibangun lima unit rumpon yang dikelola dan dimanfaatkan oleh kelompok nelayan pancing. Penempatan rumpon ini dianggap telah mengganggu jalur penangkapan ikan oleh kelompok nelayan pengguna jaring, sehingga keberadaan rumpon tidak bertahan lama.

Tahun 2005, Yayasan Anak Nelayan Indonesia (YANI) memasang kembali dua unit rumpon di Perairan Pelabuhanratu yang dipasang di luar teluk. Ternyata hal ini juga ditentang oleh kelompok nelayan pengguna jaring karena dianggap telah mengakibatkan hasil tangkapan mereka menurun. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menggelar pertemuan antara nelayan pancing dengan nelayan rumpon untuk membahas konflik tersebut dan mencari solusinya. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan kelompok nelayan rumpon, konflik ini terjadi karena kesalahpahaman dari kelompok nelayan jaring khususnya nelayan payang. Kelompok nelayan payang menganggap bahwa penurunan produksi penangkapan ikan oleh perahu payang akibat keberadaan rumpon di luar Teluk Pelabuhanratu. Akibatnya, ikan-ikan yang seharusnya bermuara ke dalam teluk menjadi tertahan di rumpon yang dipasang di luar teluk.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menganggap bahwa alasan kelompok nelayan jaring tersebut tidak masuk akal karena rumpon yang dipasang kelompok nelayan pancing hanya dua unit sementara teluk sangat luas. Artinya, keberadaan rumpon tidak mengganggu migrasinya ikan ke bagian dalam teluk Perairan Pelabuhanratu. Sehingga pada akhir tahun 2005 sampai tahun 2006, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi mensosialisasikan rumpon kepada seluruh nelayan di Perairan Pelabuhanratu. Kegiatan ini dilakukan untuk

menghindari terjadinya kesalahpahaman dan memberikan pengetahuan kepada nelayan agar mampu memanfaatkan rumpon. Rumpon dianggap dapat mengefektifkan penangkapan dan pencarian ikan yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi penangkapan ikan oleh nelayan itu sendiri.

Tahun 2006, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi kembali memasang empat unit rumpon di dalam teluk Perairan Pelabuhanratu dan enam unit dipasang di luar teluk Perairan Pelabuhanratu. Pemasangan rumpon di dalam teluk dilakukan untuk memperpendek jarak jangkauan dan agar nelayan pemilik perahu kecil juga dapat memanfaatkannya. Sedangkan pengelolaan seluruh rumpon tersebut diserahkan kepada sepuluh kelompok nelayan pengelola rumpon. Kelompok pengelola rumpon tidak hanya berasal dari nelayan pengguna pancing saja akan tetapi juga dari nelayan jaring.

Pemasangan rumpon ini ternyata masih meninggalkan konflik di lapangan. Menurut nelayan pengguna payang, konflik masih terjadi karena tidak seluruhnya nelayan payang dan bagan dilibatkan dalam pembangunan rumpon di Perairan Pelabuhanratu. Akibatnya, masih ada para nelayan yang tidak menerima dan menikmati keuntungan keberadaan rumpon di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan menurut nelayan pengelola rumpon, konflik masih terjadi karena nelayan payang dan nelayan bagan belum memahami cara pemanfaatan rumpon dan terbatasnya modal untuk membeli rumpon. Sehingga menurut nelayan pengelola rumpon, konflik tersebut hanya karena rasa iri diantara sesama nelayan.

dan dapat meningkatkan produksi penangkapan ikan. Nelayan jaring dan bagan yang sebelumnya menolak pemasangan rumpon akhirnya mulai menerima dan menggunakan rumpon. Akan tetapi keterbatasan dana mengakibatkan belum semua nelayan dapat menggunakna rumpon. Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi telah memberikan bantuan berupa alat tangkap rumpon dan kapal rumpon untuk membantu nelayan kecil. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan nelayan, yang menikmati bantuan tersebut bukanlah nelayan melainkan pemilik kapal dan pejabat-pejabat daerah. Program pemerintah ini dinilai tidak tepat sasaran oleh sebagian besar nelayan di Perairan Pelabuhanratu. Namun saat ini konflik antara nelayan pengguna jaring dan bagan dengan nelayan pengguna rumpon sudah tidak ada lagi. Menurut hasil wawancara dengan nelayan rumpon dan nelayan non-rumpon, konflik ini reda begitu saja karena diduga konflik ini hanyalah karena rasa iri diantara sesama nelayan.

Gambar 4. Kapal Rumpon Bantuan dari pemerintah

Kedua, konflik lain yang terjadi di Perairan Pelabuhanratu adalah konflik antara kelompok nelayan jaring angkat (bagan apung) dengan kelompok nelayan jaring dan kelompok nelayan rumpon. Konflik ini akibat keberadaan jaring angkat.

Konflik ini muncul dikarenakan meningkatnya jumlah jaring angkat yang beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Keberadaan jaring angkat ini diduga telah mengganggu jalur penangkapan ikan kelompok nelayan jaring dan kelompok nelayan rumpon. Sehingga hasil tangkapan kelompok nelayan tersebut mengalami penurunan dan juga alat tangkapnya menjadi rusak karena tersangkut pada jaring angkat.

Bagan merupakan salah satu alat tangkap jaring angkat (Lift Net) yang menggunakan alat bantu cahaya (light fishing). Jaring angkat adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong. Berdasarkan data dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu tahun 2011, alat tangkap jaring angkat ini tidak memiliki izin usaha baik izin usaha perikanan maupun izin penangkapan ikan di perairan Pelabuhanratu. Data alat tangkap yang mendapat izin dapat dilihat pada Tabel 21 dan Lampiran 4.

Hasil pantauan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menduga bahwa keberadaan jaring angkat ini juga telah menyebabkan stok ikan di Perairan Pelabuhanratu mengalami penurunan. Dugaan ini karena sumberdaya ikan yang tertangkap oleh jaring angkat ini tidak selektif. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi telah mengupayakan cara untuk mengatasi keberadaan jaring angkat yaitu dengan mengalihkan pemanfaatan jaring angkat menjadi sarana budidaya laut, seperti budidaya kerang hijau dan rumput laut. Dinas Kelautan dan Perikanan telah memperkenalkan budidaya laut dengan memanfaatkan bagan apung,

Ketiga, konflik lain yang terjadi di Perairan Pelabuhanratu adalah konflik akibat pelanggaran jalur penangkapan. Konflik ini terjadi antara kelompok nelayan Purse Seine dan kelompok nelayan non-Purse Seine. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu, terlihat bahwa banyak kapal-kapal besar seperti kapal Purse Seine yang menangkap ikan bukan di jalurnya. Misalnya, kapal yang seharusnya menangkap ikan di jalur III menangkap ikan di jalur II dan jalur I serta kapal yang seharusnya menangkap ikan di jalur II menangkap ikan di jalur I. Konflik ini tidak hanya terjadi oleh nelayan Purse Seine akan tetapi juga nelayan pemilik kapal besar lainnya. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan.

Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi yang bekerjasama dengan Polisi Air dan Udara (PolAirud), TNI AL, Syahbandar, POKMASWAS, dan nelayan lainnya telah melakukan pengawasan langsung ke lapangan untuk mengawasi kapal-kapal yang menangkap ikan di luar jalur tangkapannya. Akan tetapi menurut nelayan kecil, pelanggaran jalur penangkapan ini masih sering terjadi di Perairan Pelabuhanratu.

Sebelumnya pemerintah tidak memberikan Izin Usaha Perikanan (IUP) kepada kapal Purse Seine. Akan tetapi berdasarkan data dari kantor Syahbandar 2011, pemerintah telah memberikan izin usaha kepada kapal Purse Seine. Secara lengkap data kapal yang mempunyai izin usaha dan alat tangkap yang digunakan di Perairan Pelabuhanratu apat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Jumlah Kapal dan Alat Tangkap yang Diberi Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Tahun 2011

Bulan Jumlah Kapal Jenis Alat Tangkap

Januari 86 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net

Februari 82 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai

Maret 82 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net

April 84 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai, Purse Seine

Mei 73 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine

Juni 74 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net

Juli 84 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Penelitian

Agustus 59 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine

September 62 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net

Oktober 59 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai

November 63 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine

Desember 70 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net

Sumber: PPNP 2011 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di Perairan Pelabuhanratu adalah Long Line dan Pancing Tonda. Secara lengkap jenis kapal dan alat tangkap yang diberi izin usaha dapat dilihat pada Lampiran 4. Alat tangkap yang dominan digunakan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Alat Tangkap yang Mendapat Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Keempat, konflik lain yang sering terjadi akhir-akhir ini di Perairan Pelabuhanratu adalah karena masuknya kapal luar seperti Kapal Sibolga ke wilayah Pelabuhanratu. Menurut nelayan kecil di Pelabuhanratu, keberadaan kapal-kapal tersebut berdampak menurunnya harga ikan hasil tangkapan mereka. Diduga kapal Sibolga mengangkut ikan dalam jumlah yang sangat banyak sehingga mematikan harga ikan lokal. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, konflik tersebut hanyalah karena kesalahpahaman nelayan kecil terhadap kedatangan Kapal Sibolga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang petugas pers di Pelabuhanratu, kapal Sibolga tidak memiliki izin penangkapan ikan di perairan Pelabuhanratu dan kapal Sibolga datang atau masuk ke Pelabuhan Perikanan Pelabuhanratu tidak untuk menangkap ikan melainkan hanya untuk membeli kebutuhan logistik kapal semata jika mereka kehabisan bahan logistik. Menurut beliau, nelayan di sekitar perairan

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 J u m l a h

Pelabuhanratu hanya salah paham dengan keberadaan kapal tersebut. Sampai saat ini, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Sukabumi berupaya menjelaskan kepada nelayan Pelabuhanratu tentang keberadaan kapal Sibolga di perairan Pelabuhanratu agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi di antara nelayan Pelabuhanratu dan nelayan Sibolga

6.3. Hak-Hak terhadap Sumberdaya Ikan di Peraiaran Pelabuhanratu