• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi, Karakteristik, dan Persoalan Pengelolaan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dar

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi, Karakteristik, dan Persoalan Pengelolaan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dar

lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan umat manusia. Dengan kata lain, SDA adalah sumbangan bumi berupa benda hidup maupun benda mati (living and non-living endowments) yang bisa dieksploitasi oleh manusia sebagai sumber makanan, bahan mentah, dan energi. SDA berada di lingkungan atau bumi berfungsi sebagai stok darimana kegiatan ekonomi memperoleh input. Berdasarkan pemanfaatannya, sumberdaya dibedakan dalam dua kategori utama. Pertama, sumberdaya yang bisa dimanfaatkan secara langsung seperti udara yang segar, air yang segar dari sungai dan danau, dan bahan makanan dari tanaman. Kedua, sumberdaya yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung atau perlu diolah lebih lanjut seperti minyak, besi, air tanah, dan lain-lain. Diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi proses produksi, untuk mengekstrak, memproses dan merubah sumberdaya jenis kedua ini untuk bisa digunakan oleh umat manusia (Yakin, 1997).

Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok (Fauzi, 2006). Pertama, kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau

terhabiskan (exhaustible). Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain sumberdaya mineral, logam, minyak, dan gas bumi.

Kelompok kedua adalah sumberdaya alam yang kita sebut ‘flows’ (alur). Pada jenis sumberdaya ini jumlah kuantitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable). Dalam kelompok sumberdaya ini, untuk regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Misalnya, ikan dan hutan termasuk ke dalam kelompok sumberdaya yang tergantung pada proses biologi (reproduksi). Sementara energi surya, gelombang pasang surut, angin, udara, dan sebagainya termasuk ke dalam kelompok sumberdaya yang tidak bergantung pada proses biologi. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun ada sumberdaya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah dilewati, sumberdaya ini akan berubah menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Meskipun jenis sumberdaya tersebut berbeda, akan tetapi pertanyaan ekonomi mendasar antara kedua sumberdaya tersebut pada prinsipnya sama, yakni menyangkut seberapa ekstraksi harus diambil saat ini dan berapa tersedia untuk masa mendatang. Pertanyaan lain terkait kedua sumberdaya tersebut adalah bagaimana ekstraksi yang efisien dan optimal yang menghabiskan nilai ekonomi yang tinggi (Fauzi, 2006). Selain itu, sumberdaya alam diklasifikasikan menurut subtractability dan excludabilitynya. Berdasarkan kedua sifat ini, maka sumberdaya alam dapat dibagi seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori Barang Sumberdaya Alam

Exclusion/ Excludability Subtractibility

High Low Easy Private Goods Toll Goods Difficult Common- pool Resources Public Goods Buck, 1998

Sumberdaya ikan termasuk dalam kelompok sumberdaya yang commons pool resources. Ada beberapa permasalahan yang terkait dengan common pool resources antara lain dapat berupa: a) permasalahan pemanfaatan/pemisahan; b) permasalahan penyediaan; c) kompetisi dan konflik dalam pemanfaatan CPRs; d) pemanfaatan lebih (over used) yang menyebabkan deplesi, kelangkaan bahkan kepunahan; e) degradasi kualitas lingkungan tanah, air, dan udara (polusi); f) Property right, access, ketidakadilan, dan kesejahteraan; g) tragedi kebersamaan (tragedy of the common); h) pengelolaan CPRs lintas batas dan lingkungan global; i) distribusi antar pengguna, wilayah, dan generasi; j) keseimbangan supply-demand; k) Property right; dan l) efisiensi.

Perilaku dan tindakan manusia dalam pengelolaan sumberdaya tidak terlepas dari persepsi hak kepemilikan suatu sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing pelaku usaha. Bromley (1991) mengatakan bahwa property rights seharusnya dimaknai lebih dari hanya sekedar hubungan antara pemilik dengan sumberdaya, tetapi juga antara pemilik dengan orang lain yang memiliki kepentingan atas sumberdaya yang sama. Hardin (1968) dalam Priyanta dan Koeshendrajana (2007) menyebutkan terjadinya kondisi ‘tragedy of the common’ didorong oleh kondisi sumberdaya perikanan yang bersifat milik bersama (common property). Status ‘milik

dapat bersifat eksklusif bagi kelompok tertentu atau seringkali bersifat open access. Permasalahan yang kemudian muncul akibat pengelolaan yang bersifat open access adalah tidak adanya pihak yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan kelestarian sumberdaya. Open access terjadi ketika hak kepemilikan tidak terdefenisi dan diatur dengan jelas sehingga akses pemanfaatan sumberdayanya bebas dan terbuka bagi semua pihak.

Dikarenakan sifat sumberdaya perikanan yang open access, secara alami demand pasti bertambah, maka diperlukan regulasi untuk membatasi akses/demand. Di lain sisi, sumberdaya dapat berkurang sehingga diperlukan regulasi untuk mengatur pemanfaatan dengan cara memilih teknologi atau metoda pemanfaatan yang tepat dan tidak merusak, regulasi untuk membatasi demand, dan regulasi pengelolaan SDA/resource system untuk menjaga supply/provision agar resources system dapat terus menyediakan resources unit. Akan tetapi, supply tidak mampu merespon perkembangan demand karena tidak adanya pembatasan demand dengan tujuan perbaikan supply sehingga terjadi kegagalan mekanisme pasar. Gagalnya mekanisme pasar mengakibatkan terjadinya ekternalitasdan overfishing.

Eksternalitas adalah dampak yang ditimbulkan terhadap satu pihak oleh tindakan atau keputusan pihak lain tanpa mempertimbangkan pihak yang terkena dampak (biaya sosial) dalam pengambilan suatu keputusan. Eksternalitas terdiri dari eksternalitas positif dan ekternalitas negatif. Terkait dengan sumberdaya perikanan yang bersifat commons pool resources, terdapat berbagai permasalahan baik dalam hal pemanfaatan/pemisahan maupun dalam hal penyediaan (Hidayat A, 2010).

Permasalahan commons pool resources (CPRs) dalam hal pemanfaatan/pemisahan (appropriation problems) antara lain (Hidayat A, 2010):

1. Eksternalitas pemisahan (appropriation externalitie), yaitu kegiatan pemanfaatan oleh seseorang dapat mengurangi manfaat yang bisa diambil orang lain.

2. Assignment problems, yaitu ketidakmerataan alokasi manfaat CPRs yang dapat memicu konflik.

3. Technological externalities, yaitu penggunaan suatu teknologi oleh seorang pengguna CPRs akan meningkatkan biaya penggunaan teknologi lain yang dipakai pengguna lain.

Ketiga hal tersebut perlu dikontrol untuk mengatur para pengguna CPRs agar resource unit yang subtractable dapat dialokasikan secara adil.

Permasalahan lain terkait dengan CPRs adalah permasalahan dalam penyediaan (provision problems), antara lain:

1. Sisi permintaan (demand side), yaitu permasalahan terkait dengan permintaan resource unit yang melebihi kemampuan resource system dalam menyediakan resource unit. Perlu pembatasan demand agar laju pemanfaatan tidak melebihi daya kemampuan regenerasinya.

2. Supply side, yaitu permasalahan berkaitan dengan keterbatasan kemampuan resource system memproduksi resource unit. Perlu rekontruksi dan maintenance CPRs agar dapat menghasilkan resource unit/jasa yang berkelanjutan.

Kedua hal tersebut untuk mengarahkan pengguna CPRs agar ikut berpartisipasi dalam pemeliharaan atau penjagaan CPRs.

Konsep overfishing sering menjadi acuan akan perlunya berbagai tindakan pengelolaan melalui pengaturan perikanan. Widodo dan Suadi (2008) mengatakan bahwa ciri-ciri yang menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi overfishing diantaranya adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti dengan produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip, CPUE) yang menurun, ukuran ikan sasaran yang semakin kecil, dan biaya penangkapan (operasional) yang semakin meningkat. Lebih lanjut Widodo dan Suadi (2008) mengatakan bahwa overfishing sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan.

Dalam Fauzi (2010) dikatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi atau economic overfishing pada hakikatnya adalah situasi dimana perikanan yang semestinya mampu menghasilkan rente ekonomi yang positif, namun ternyata menghasilkan rente ekonomi yang nihil karena pemanfaatan input (effort) yang berlebihan. Dalam jargon ekonomi perikanan, economic overfishing sering disebut dengan jargon ‘too many boats chasing too few fish’ (terlalu banyak kapal mengejar ikan yang sedikit). Dalam situasi ini baik nelayan maupun masyarakat secara umum tidak memperoleh manfaat dari sumberdaya yang semestinya mereka nikmati jika sumberdaya dikelola secara baik.

Tabel 2. Alokasi Optimal Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu Alokasi

Optimal

Satuan Pelagis Demersal

Aktual Optimal Aktual Optimal

Yield Ton per

tahun

432 1.448,05 380 2.758,30 Effort Trip per

tahun

31,018 12.777 47.451 11.250 Tangkapan Kg per trip 13,93 113,33 8,02 245,18 Rente total Rp per tahun

(dalam juta)

-311.17 1.053,97 -131,95 1.264,05 Alat tangkap Unit 92 43 187 38 Nelayan Orang 184 85 561 113 Rente nelayan Rp per orang per trip -2.507,97 20.622,41 -695,16 28.090,00 Pendapatan Rp per orang

per bulan

-62.699,34 515.560,19 17.379,08 702.250,00 Sumber: Wahyudin, 2005

Tabel 2 menunjukkan bahwa overfishing juga telah terjadi di perairan Pelabuhanratu. Besarnya jumlah rata-rata input produksi (effort) aktual tersebut di atas untuk masing-masing sumberdaya jauh lebih banyak dibandingkan effort optimal yang diperkenankan. Hal ini berarti bahwa tingkat upaya pemanfaatan ikan pelagis kecil dan demersal di sekitar perairan Pelabuhanratu sangat tidak optimal karena jauh melebihi batas optimal upaya yang diperkenankan. Rata-rata produksi aktual ikan pelagis sebesar 432 ton per tahun dengan tingkat effort sebesar 31, 018 trip per tahun menghasilkan rente total dan rente nelayan bernilai negatif yang diikuti dengan tingkat pendapatan yang negatif. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi aktual ikan demersal. Hal ini memberi bukti bahwa di perairan Pelabuhanratu telah mengalami overfishing.