• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dari analisis kelayakan menyatakan bahwa baik skenario I maupun skenario II layak untuk dilaksanakan sehingga tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis switching value pada skenario I. Setelah diperoleh

109

switching value pada skenario I maka nilai ini digunakan untuk melakukan

analisis sensitivitas pada skenario II.

Analisis switching value merupakan bagian dari analisis sensitivitas yang digunakan untuk melihat perubahan maksimal yang masih ditoleransi agar pengembangan usaha ternak kambing perah di Peternakan Prima Fit masih layak untuk dijalankan. Analisis ini juga digunakan untuk melihat kondisi kelayakan pada skenario I paling sensitif dipengaruhi oleh variabel apa. Perhitungan dilakukan dengan mengubah masing-masing variabel dengan melihat kelayakan usaha ternak dari nilai NPV pada saat terjadi perubahan. Setelah diketahui besar perubahan yang manghasilkan nilai NPV positif dan besar perubahan yang manghasilkan nilai NPV negatif, maka digunakan metode interpolasi untuk mempermudah perhitungan. Adapun variabel yang mengalami perubahan antara lain harga susu kambing, jumlah produksi susu kambing, dan harga ampas tempe. 7.5.1 Penurunan Harga Susu Kambing

Harga susu kambing Prima Fit memang cukup tinggi namun tidak menutup kemungkinan terjadi penurunan harga. Penurunan harga ini dapat terjadi karena kualitas susu yang menurun atau munculnya pesaing-pesaing baru dengan kualitas susu yang hampir sama bahkan lebih baik dari susu kambing Prima Fit yang menawarkan harga lebih rendah sehingga perlu adanya analisis switching

value terhadap penurunan harga susu kambing. Penurunan harga susu terjadi pada

harga di tingkat konsumen akhir dan harga di tingkat distributor dengan persentase perubahan yang sama.

Penurunan harga susu pada skenario I kambing tidak boleh melebihi 69,46 persen atau harga susu kambing di tingkat konsumen akhir menjadi Rp 30.540,00 dan harga susu kambing di tingkat distributor menjadi Rp 15.270,00. Jika terjadi perubahan harga susu kambing sebesar 69,46 persen menyebabkan nilai NPV mendekati nol, IRR sebesar 6 persen, dan Net B/C sama dengan satu. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi penurunan harga susu kambing lebih dari 69,46 persen akan mengakibatkan usaha ternak Prima Fit menjadi tidak layak. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan switching value ini tertera pada Lampiran 15.

110 7.5.2 Penurunan Jumlah Produksi Susu Kambing

Saat ini jumlah produksi susu kambing tidak berfluktuatif namun penurunan jumlah susu yang diproduksi tetap dapat terjadi jika manajemen pemeliharaan dan kualitas pakan yang diberikan kurang baik. Hal iniah yang menyebabkan analisis switching value terhadap penurunan jumlah produksi susu kambing perlu dilakukan. Penurunan jumlah produksi susu kambing pada skenario I sebesar 74,29 persen akan menghasilkan NPV mendekati nol, IRR sebesar 6 persen dan Net B/C sama dengan satu. Dengan kata lain, jika jumlah susu kambing menurun lebih dari 74,29 persen maka usaha ternak yang dijalankan menjadi tidak layak. Perbandingan jumlah produksi susu kambing pada kondisi normal dan ketika terjadi penurunan sebesar 74,29 persen dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Perbandingan Jumlah Produksi Susu Kambing dalam Kondisi Normal dan dalam Kondisi terjadi Penurunan Jumlah Produksi pada Skenario I (liter)

Kondisi Jumlah Produksi Susu Kambing (lt) pada Tahun ke-

1 2 3 4 5

Normal 2.432,40 6.452,59 7.258,53 7.848,41 10.035,05

Penurunan jumlah produksi susu

sebesar 74,29% 625,37 1.658,96 1.866,17 2.017,83 2.580,01

Jumlah susu kambing tentu dapat mempengaruhi jumlah biaya variabel. Biaya variabel yang menurun akibat adanya penurunan jumlah susu kambing antara lain plastik kemasan, styrofoam, cat cetakan kemasan, tinner, dan dry ice. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan switching value ini tertera pada Lampiran 16.

7.5.3 Peningkatan Harga Ampas Tempe

Ampas tempe diperoleh dengan dua cara yaitu dibeli dari pabrik tempe skala besar dan diminta dari pabrik tempe skala rumah tangga. Biaya untuk ampas tempe yang dibeli dapat mengalami peningkatan karena semakin banyaknya usaha yang menggunakan ampas tempe sebagai input khususnya peternakan. Biaya ampas tempe ini menduduki posisi terbesar yakni sekitar 29 persen dari seluruh biaya operasional sehingga peningkatan harga ampas tempe dapat mempengaruhi kelayakan usaha. Untuk itu perlu dilakukan analisis switching value terhadap

111 peningkatan harga ampas tempe. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan

switching value ini tertera pada Lampiran 17.

Dapat diketahui bahwa perubahan harga ampas tempe pada skenario I tidak boleh lebih dari 630,25 persen karena akan menyebabkan nilai NPV mendekati nol, IRR sebesar 6 persen, dan Net B/C sama dengan satu. Informasi ini mengindikasikan bahwa peningkatan harga tempe diperbolehkan tetapi tidak boleh lebih dari 630,25 persen atau harga ampas tempe mencapai Rp 1.461,00 karena usaha ternak kambing perah di peternakan Prima Fit akan menjadi tidak layak.

Dari hasil analisis switching value ini dapat diketahui bahwa usaha ternak kambing perah paling sensitif terhadap perubahan harga susu kambing. Perhitungan interpolasi pada perubahan masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil Perhitungan Interpolasi pada Masing-Masing Variabel

Skenario I

Harga Susu Kambing Jumlah Produksi Susu Kambing Harga Ampas Tempe Penurunan NPV (Rp) Penurunan NPV (Rp) Peningkatan NPV (Rp)

69% 8.545.478 74% 5.074.239 630% 520.292

70% -10.016.725 75% -12.280.670 631% -1.525.450

69,46% 74,29% 630,25%

7.6 Analisis Sensitivitas

Hasil analisis sensitivitas pada skenario II dengan mengubah beberapa variabel yang berbeda menghasilkan kondisi kelayakan yang berbeda-beda pula. Jika pada skenario II harga susu kambing menurun hingga 69,46 persen maka akan diperoleh NPV sebesar Rp 473.455.544,00, IRR sebesar 14 persen, Net B/C sebesar 1,25, dan payback period selama empat tahun, lima bulan, dan 16 hari. Hasil analisis ini menunjukan bahwa meskipun terjadi penurunan harga susu kambing sebesar 69,46 persen pengembangan usaha tetap layak untuk dilaksanakan padahal besar perubahan tersebut merupakan nilai maksimal perubahan yang masih dapat ditoleransi sehingga skenario I masih dapat layak untuk dilaksanakan. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan sensitifitas penurunan harga susu kambing dapat dilihat pada Lampiran 17.

112 Jika terjadi penurunan jumlah susu kambing hingga 74,29 persen maka akan diperoleh NPV sebesar Rp 473.455.544,00, IRR sebesar 14 persen, Net B/C sebesar 1,25 persen, dan payback period selama empat tahun, lima bulan, dan 16 hari. Hasil analisis ini menunjukan bahwa meskipun terjadi penurunan jumlah produksi susu kambing sebesar 74,29 persen pengembangan usaha tetap layak untuk dilaksanakan padahal besar perubahan tersebut merupakan nilai maksimal perubahan yang masih dapat ditoleransi sehingga skenario I masih dapat layak untuk dilaksanakan. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan sensitifitas penurunan jumlah produksi susu kambing dapat dilihat pada Lampiran 18.

Jika terjadi peningkatan harga ampas tempe hingga 630,25 persen maka akan diperoleh NPV sebesar Rp 902.051.262,00, IRR sebesar 22 persen, Net B/C sebesar 1,50, dan payback period selama empat tahun, tujuh hari. Hasil analisis ini menunjukan bahwa meskipun terjadi peningkatan harga ampas tempe sebesar 630,25 persen pengembangan usaha tetap layak untuk dilaksanakan padahal besar perubahan tersebut merupakan nilai maksimal perubahan yang masih dapat ditoleransi sehingga skenario I masih dapat layak untuk dilaksanakan. Proyeksi laba rugi dan cashflow dari perhitungan sensitifitas peningkatan harga ampas tempe dapat dilihat pada Lampiran 19. Hasil ini memperlihatkan bahwa kondisi tanpa adanya pengembangan usaha lebih sensitif terhadap penurunan harga susu kambing, penurunan jumlah produksi susu kambing, dan peningkatan harga ampas tempe dibandingkan dengan kondisi denga pengembangan usaha.

113 VIII KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait