• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksaan Pengumpulan Data

4.1.3 Analisis Tabel Tunggal

Analisis tabel tunggal dimaksudkan untuk melihat distribusi jawaban responden dari setiap variabel yang diteliti. Pemaparan analisis tebel tunggal tersebut ialah

1.Usia Responden

Usia Anggota Himpunan Remaja Alawiyin sangat variatif. Untuk menjadi anggota HIRA tidak ada patokan usia tertentu, yang penting belum menikah. Keangggotaan ini pun hanya terbatas pada remaja yang berasal dari keluarga alawiyin saja sehingga ketika mencapai usia belasan dapat langsung menjadi anggota sampai mereka menikah. Jika telah menikah pun tidak ada larangan untuk tetap mengikuti pertemuan hanya saja tidak lagi menjadi anggota. Hal ini terlihat pada tabel 2 dimana usia anggota HIRA 14 orang (35 %) masih berusia 13 – 17 tahun dan 13 orang (32,5%) berusia antara 18 – 22 tahun.

Tabel 2 Usia Responden No Usia f % 1 13 - 17 tahun 14 35.0 2 18 - 22 tahun 13 32.5 3 23 - 27 tahun 9 22.5 4 28 - 32 tahun 4 10.0 Total 40 100 Sumber : P.2/FC.3

Dalam agama Islam sendiri secara terang-terangan tidak ada petunjuk Al-Qura`an atau hadis Nabi tentang batas usia perkawinan namun ada ayat Al-Qur`an dan hadis yang secara tidak langsung mengisyaratkan batas usia tertentu yang berarti ia mengisyaratkan bahwa perkawinan dilakukan jika telah dewasa. Pembatasan dapat berbeda karena lingkungan, budaya, dan tingkat kecerdasan suatu komunitas atau faktor lainya. Untuk menentukannya diserahkan pada pembuat Undang- Undang di lingkungan masing – masing.

Batas usia diatur dalam UU perkawinan pasal 7 dimana pria 19 tahun dan wanita 16 tahun yang juga dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan izin orang tua dalam pernikahan berlaku mutlak apabila kedua atau salah satu pasangan

dianggap belum cukup umur untuk menentukan pilihannya sesuai dengan Undang – Undang perkawinan dalam pasal 6 ayat (2) UU no 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam Indonesia pasal 15 ayat (2).

2. Jenis Kelamin Responden

Tabel 3 Jenis Kelamin No Jenis Kelamin f % 1 Laki –laki 20 50.0 2 Perempuan 20 50.0 Total 40 100 Sumber : P.4/FC.5

Dari 40 orang anggotanya setengah diantaranya yakni 20 orang (50%) berjenis kelamin perempuan dan 50 % lagi berjenis kelamin laki – laki. Seperti yang terlihat pada tabel 3. Hubungan perkawinan dalam masyarakat tradisional dipandang sebagai salah satu cara untuk melakukan transaksi dan membangun hubungan baik dengan keluarga lain. Posisi anak dalam keluarga dipandang sebagai hak milik dan asset sehingga anak tidak memiliki hak untuk menentukan kehendaknya sendiri tanpa persetujuan orangtua. Dalam hubungan perkawinan kehendak anak tidaklah menjadi pertimbangan serius dibandingkan pertimbangan motif ekonomi, politik, dan sosial. Pada pola seperti ini posisi anak perempuanlah yang paling rentan karena keadaan fisik dan psikologisnya anak perempuan seringkali dalam posisi tidak bisa melawan dan harus mengalah terhadap kehendak orang tua. Meskipun hak perkawinan adalah hak individu yang salah satu bagian darinya ialah hak menentukan pasangan hidup.

Jumlah perempuan yang lebih banyak (Syarifah) dari pada laki – laki (Sayid) juga menjadi tanda tanya tersendiri apalagi sistem patrilineal yaitu keturunan melalui garis ayah menjadikan seorang Sayid masih dapat memilih pasangan yang

bukan Syarifah dan masih dapat mewariskan gelar tersebut (Sayid dan Syarifah) pada anak – anakny tetapi, seorang Syarifah tidak dapat melakukan hal yang sama. Hal ini pada sejumlah pihak menimbulkan kesan ketidakadilan pada bagi perempuan.

3. Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Responden

Pada tabel 4 dan 5 dapat dilihat tingkat pendidikan dan pekerjaan yang bervariasi dengan sebagian besar yakni 14 orang (35%) berstatus sebagai pelajar Status inilah yang menjadikan anggota HIRA belum terlalu memikirkan secara detail kriteria menyangkut pasangan hidup. Komunikasi tentang nilai keluarga sebagian besar masih dimulai oleh orang tua. Namun dimasa – masa ini ada yang telah mulai bertanya – tanya kenapa nilai seperti ini ada dalam keluarganya, lalu membandingkan dengan teman – teman yang lain.

Tabel 4 Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan f % 1 Tamat SMP 14 35 2 Tamat SMA 18 45 3 Diploma 5 12.5 4 Sarjana 3 7.5 Total 40 100 Sumber : P.5/FC.6

Dari pengakuan salah satu responden ia menyatakan bahwa pernah merasa nilai ini sebagai bentuk pembatasan yang tidak wajar. Ia sempat menayakan “ kok kuno kali, kenapa harus kayak gitu? Kok sombong sekali? mesti ya?” Ada pula responden yang mulai bertanya – tanya pada diri sendiriketika telah mengenal cinta yang kemudian merasa nilai keluarga ini mengekang kebebasannya dalam memilih pasangan. Pertanyaan – pertanyaan itu jarang disampaikan kepada orang tua karena ia

beranggapan orangtua tidak akan mau mengerti dan takut akan menimbulkan konflik sehingga didiamkan saja.

Tabel 5 Pekerjaan Responden No Pekerjaan f % 1 Pegawai Negeri 1 2.5 2 Pegawai Swasta 2 5 3 Wiraswasta 8 20 4 Pelajar 14 35 5 Mahasiswa 11 27.5 6 Lain – lain 4 10 Total 40 100 Sumber : P.6/FC.7

Ada 27,5 % anggota HIRA yang berstatus mahasiswa. Rata – rata mereka sudah mulai berani untuk memulai komunikasi tentang pasangan hidup atau meminta penjelasan lebih banyak pada orang tuanya tentang nilai keluarga untuk memilih Sayid atau Syarifah. Beberapa dari mereka mengaku telah memikirkan tentang pasangan hidup kedepannya. Bagi anak yang keigintahuannya kuat namun tidak mendapatkan jawaban yang pas menurutnya dari orang tua mulai mencari tahu sendiri baik melalui media seperti internet atau pada teman – teman dan saudara yang dianggap paham tentang niali keluarga ini. Ada juga yang sama sekali tidak pernah mencari tahu karena menurutnya merupakan sesuatu yang tidak terlalu penting dan tanpa dicari nanti juga diberitahukan oleh orang tua.

4. Latar Belakang Keluarga Responden

Latar belakang keluarga dari anggota HIRA seperti yang tertera pada tabel 6, 7 dan 8 sangat beraneka ragam yang didominasi oleh ayah yang berwiraswasta dan ibu rumah tangga dengan penghasilan keluarga antara Rp. 1.100.000 hingga Rp. 2.000.000,-. Sebagian besar ayah yang waktu kerjanya dapat dibagi sendiri dan ibu

yang hampir selalu ada dirumah sangat memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih intens antara anak dan orang tua. Kondisi ini semakin membuat orang tua maupun anak dapat memulai komunikasi kapan saja.

Tabel 6 Pekerjaan Ayah No Pekerjaan Ayah f % 1 Pegawai Negeri 3 7.5 2 Pegawai Swasta 2 5 3 Wiraswasta 17 42.5 4 Tani / Buruh 1 2.5

5 Pensiunan pegawai negeri / swasta 13 32.5

6 Lain – lain 4 10 Total 40 100 Sumber : P.7/FC.8 Tabel 7 Pekerjaan Ibu No Pekerjaan Ibu f % 1 Pegawai Negeri 5 12.5 2 Pegawai Swasta 2 5 3 Wiraswasta 5 12.5

4 Pensiunan pegawai negeri / swasta 1 2.5

5 Ibu rumah tangga 27 67.5

Total 40 100

Sumber : P.7/FC.8

Tabel 8

Penghasilan Keluarga (Ayah dan Ibu)

No Penghasilan Keluarga f % 1 Rp.500.000 - Rp.1.000.000 11 27.5 2 Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 14 35 3 Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 9 22.5 4 Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 5 12.5 5 Diatas Rp 4.000.000 1 2.5 Total 40 100 Sumber : P.9/FC.10

Remaja HIRA bukanlah berasal dari golongan ekonomi atas seperti yang dapat dilihat pada tabel penghasilan keluarga diatas. Kondisi ini sama sekali tidak membuat mereka kehilangan kesempatan untuk saling meluangkan waktu untuk

berkumpul bersama keluarga. Seperti pengakuan responden yang menyatakan :

“biasanya semuanya ada, pas lagi kumpul – kumpul kita cerita”.

5. Frekuensi dan Intensitas Komunikasi

Ada 45% anggota HIRA yang memiliki frekuensi cukup baik yakni 3x sehari dengan orang tua mereka. Frekuensi ini tidak hanya berlaku bagi anggota yang tinggal bersama orang tua tetapi juga yang tinggal berjauhan seperti pengakuan salah satu responden “sering kali mama telephon, tiap lima menit”. Anggota HIRA ada pula yang tidak tinggal bersama orang tua tetapi tinggal dengan saudara atau kos sehingga komunikasi antara anak dan orang tua hanya berlangsung lewat telepon saja. Komunikasi tatap muka berlangsung 2, 3 atau 6 bulan sekali. Ada pula yang menjadi santri sehingga hanya dapat berkomunikasi dan bertemu secata terbatas.

Tabel 9

Frekuensi Berkomunikasi dengan Orang Tua No Frekuensi berkomunikasi

dengan orang tua f %

1 tidak setiap hari 10 25

2 1 x sehari 6 15

3 2 x sehari 6 15

4 3 x sehari 18 45

Total 40 100

Sumber : P.10/FC.11

Seperti yang terlihat pada tabel 9 sebanyak 25 % atau 10 orang tidak setiap hari dapat berkomunikasi dengan orangtua. Sedangkan pada tabel 10 dapat terlihat sebanyak 21 orang 52,5 %nya atau 21 orang tidak sampai 1 jam dalam sehari lamanya waktu komunikasi dengan orang tua. Meskipun tidak mempunyai waktu yang banyak tetapi kepuasan ketika telah berkomunikasi cukup dirasakan anak

ialah pagi hari ketika belum beraktivitas dan keluar rumah dan ketika berkumpul bersama di malam hari.

Tabel 10

Lama Berkomunikasi dengan Orang Tua Dalam Sehari No Lama berkomunikasi dengan

orang tua dalam sehari f %

1 Tidak sampai 1 jam 21 52.5

2 1 jam 8 20

3 2 jam 3 7.5

4 3 jam 8 20

Total 40 100

Sumber : P.11/FC.12

Interaksi yang terjadi antarindividu dalam keluarga seperti antara anak dan orang tua akan mempunyai kualitas yang berbeda – beda. Komunikasi antara anak dengan orang tua akan menjadi berkualitas jika anak semakin dapat mengembangkan potensi dirinya. Potensi anak yang dapat berkembang ini seperti kemampuan menyampaikan isi hatinya dengan baik dan benar dan kemapuan mengelola emosi ketika terjadi perdebatan.

6. Pihak yang Paling Berperan dalam Memberi Informasi tentang Nilai keluarga

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa 87% menyatakan bahwa orang tualah yang paling berperan dalam memberikan informasi tentang nilai keluarga untuk memilih pasangan hidup. Sedangkan peran dari pihak lain yakni saudara kandung atau keluarga yang lainnya hanya kecil.

Tabel 11

Pihak yang Paling Berperan dalam Memberi Informasi tentang Nilai Keluarga No Pihak yang paling berperan dalam

memberi informasi tentang nilai keluarga f %

1 Orang tua 35 87.5

2 Saudara kandung 1 2.5

3 keluarga lainnya 4 10

Total 40 100

Sumber : P.12/FC.13

Peran orang tua ini seharusnya pada konsultasi dan pengarahan, bukan pada paksaan atau tekanan dan pemberi perintah. Dari hasil wawancara hal ini disebabkan oleh kondisi keluarga yang jarang berhubungan dengan keluarga alawiyin lainnya atau berasal dari keluarga yang ayahnya Sayid yang telah memilih pasangan dengan yang bukan Syarifah sehingga pada anak – anaknya informasi tentang nilai keluarga tidak ditekankan. Saudara kandung biasanya sebagai tempat untuk saling curhat

tentang pendapat mereka tentang apa yang telah dikatakan oleh orang tua pada mereka dan tentang kriteria atau keinginan pasangan mereka nantinya.

7. Sikap Orang Tua

Salah satu kiat sukses berkomunikasi dengan remaja diantaranya ialah orang tua harus mau membuka diri sehingga memungkinkan si anak untuk mau atau bersedia membicarakan sesuatu lebih banyak, mendorong anak untuk mencurahkan is tua terkadang memberi pendapatnya tentang pasangan hidup anaknya dan anak juga terkadang berkonsultasi untuk memberi nasihat. Yang penting disini ialah orang tua menumbuhkan keadaan dimana si anak merasa diterima dan dihargai oleh orang tuanya. Contoh ungkapan yang sifatnya membuka seperti; “Ya ibu mengerti..”, “Oh ya..”, “Coba kamu ceritakan lebih banyak..” dan sebagainya.

Tabel 12

Sikap Orang Tua Saat Membicarakan tentang Pilihan Pasangan Hidup No Sikap orang tua saat membicarakan

tentang pilihan pasangan hidup f %

1 Tidak bersedia membuka diri 1 2.5

2 Kurang bersedia membuka diri 7 17.5

3 Bersedia membuka diri 15 37.5

4 Sangat bersedia membuka diri 17 42.5

5 Total 40 100

Sumber : P.13/FC.14

Menurut hasil wawancara keterbukaan orang tua ini ditunjukkan dengan kesediaan menjawab pertayaan anak dan kesediaan memberikan penjelasan. Meskipun ada responden yang mengakui bahwa penjelasan dari orang tuanya tidak bagus dan tidak dapat memuaskan keigintahuannya tetapi kesediaan orang tua bercerita dan mau berbagi kisah – kisah yang dialami maupun diketahui oleh orang tuanya sudah membuatnya senang.

8. Kriteria Pasangan yang Diinginkan Orang Tua

Salah satu kriteria yang disyaratkan orang tua dalam pemilihan pasangan ialah soal keturunan atau nasab. Kriteria ini salah satunya merupakan bagian dari kriteria kafaah yang berarti sama atau setara. Namun tidak adanya dalil yang spesifik tentang persoalan kafaah dalam hal nasab atau keturunan ini maka terdapat perbedaan pandangan ulama baik dalam hal kedudukannya sebagai syarat sahnya perkawinan maupun kriteria kafaah itu sendiri. Masalah kafaah sama sekali tidak disinggung dalam UU Perkawinan dan disinggung sekilas dalam KHI yaitu pada pasal 61 yang merupakan kesepakatan para ulama dimana kriteria kafaah yang diakui adalah kualitas agama. Ini berarti masalah keturunan atau nasab tidak menjadi kriteria yang diakui Undang – Undang.

Tabel 13

Kriteria Pasangan yang Diinginkan Orang Tua Menurut Anak

No Kriteria yang diinginkan orang tua menurut anak

Ya Tidak Total

f % f % f %

1 Pasangan hidup harus

seketurunan 30 75 10 25 40 100

2 Pasangan hidup harus

seagama 40 100 - - 40 100

3 Pasangan hidup harus

berpendidikan 29 72,5 11 27,5 40 100

4 Pasangan hidup harus

mapan 20 50 20 50 40 100

Sumber : P.14/FC.15 - 18

Alasan lain yang berkaitan tentang keturunan ialah soal pewarisan akhlak, karakter dan sifat. Para ilmuwan juga mengakui hal ini dengan dua alasan yaitu karakteristik dan anggota utama badan mempunyai pengaruh besar terhadap bentuk akhlak dan kejiwaan seseorang dan faktor keturunan merupakan faktor yang sangat penting dan berpengaruh pada bentuk susunan tubuh anak. Kesimpulan alasan ini ialah sebagian karakteristik ayah dan ibu akan berpindah pada anak melalui faktor turunan walaupun ilmuwan juga tidak memungkiri bahwa akhlak atau perangai dapat dirubah.

Keluarga alawiyin yang digolongkan dalam keturunan Nabi Muhammad ini dipercaya mempunyai akhlak, karakter dan sifat serta segala karakteristik baik dan gen sempurna menjadikan pewarisan melalui genetika yang memiliki kemampuan mewarisi sifat fisik dan tabiat manusia sebagai jalan agar kelestarian genetika rasul terjaga. Alasan ini juga menjadi salah satu pelengkap dari orang tua mengapa harus ada kriteria memilih pasangan hidup yang seketurunan yakni masih dalam golongan alawiyin atau Sayid dan Syarifah.

Menurut teori pemilihan pasangan dalam Families and Intimate Relationship memilih pasangan yang seketurunan atau Sayid dan Syarifah termasuk dalam teori

cultural barriers Endogamy. Cultural barriers yaitu norma dan harapan masyarakat yang dapat mempengaruhi atau membatasi pemilihan pasangan berkaitan dengan demografis dan karakteristik personal. Endogamy yaitu kecenderungan memilih pasangan yang berasal dari kelompok sosial yang sama contohnya wanita bangsawan menikah dengan lelaki bangsawan juga, biasanya terjadi dalam budaya tradisional.

Pada tabel 13 sebanyak 30 orang (75%) remaja HIRA berpendapat bahwa orang tua mereka menghendaki dan menekankan agar anaknya memilih pasangan yang seketurunan yakni Sayid atau Syarifah. Sedangkan pasangan yang seagama sebanyak 100% atau seluruhnya berpendapat bahwa dikehendaki orang tua mereka. Ini menunjukkan bahwa orangtua masih sangat memegang teguh agama. Dan 29 orang (72,5 %) berpendapat orang tua menginginkan pasangan harus berpendidikan dan 50% nya atau 20 orang berpendapat bahwa orang tua ingin pasangan anaknya nanti harus mapan.

Azas bibit, bebet, bobot masih sangat mempengaruhi orang tua dalam memilih dan merestui pasangan hidup anaknya. Hal ini menurut Duvall dalam Marriage and Family Development sesuai dengan teori Social exchange atau equity model yang menyatakanproses pemilihan pasangan ditandai dengan usaha seseorang untuk memaksimalkan keuntungannya dan membuat interaksi sosialnya dengan pasangan sebagai suatu yang menguntungkan dengan cara menukar aset-aset yang dimilikinya (kecantikann, tingkah laku kesehatan, inteligensi) dengan atribut-atribut yang ia harapkan pada pasangannya.

Menurut penelitian dari Pamela Regan baik laki-laki maupun perempuan tidak akan memutuskan untuk menikah sebelum mendapat pasangan yang memiliki lebih dari 50 persen kriteria yang mendekati. Laki-laki dapat menerima perempuan yang karakteristiknya minimal berada pada persentil 56, sedangkan perempuan dapat menerima laki-laki yang memiliki kriteria minimal pada persentil 60.

Walaupun tetap harus memilih pasangan Sayid tetapi saat ini orang tua masih menginginkan kriteria pelengkap lainnya. Hal ini sudah berubah seiring berjalannya waktu. Dahulu seorang Sayid akan diterima dengan senang hati oleh orang tuanya meskipun tidak berpendidikan dan tidak memiliki pekerjaan.

9.Saat Pertama Orang tua Mengkomunikasikan Nilai Keluarga

Menanamkan nilai – nilai keluarga biasanya dilakukan orang tua sejak dini. Terdapat 7 anggota (17,5%) remaja HIRA yang orang tuanya telah mulai mengkomunikasikan tentang nilai keluarga untuk memilih pasangan hidup dengan Sayid atau Syarifah. sejak mereka duduk dibangku Sekolah Dasar. Pada ketika itu penyampaiannya hanya dengan kalimat – kalimat sederhana misalnya, “nanti kamu harus sama Sayid ya”.

Tabel 14

Saat Pertama Orang Tua Mengkomunikasikan Nilai Keluarga No Pertama sekali orang tua

mengkomunikasikan nilai keluarga f %

1 SD 7 17.5 2 SMP 11 27.5 3 SMA 17 42.5 4 Kuliah 5 12.5 Total 40 100 Sumber : P.15/FC.19

Mayoritas dari mereka ditanamkan sejak duduk di bangku SMA. Dari hasil wawancara ada responden yang menyatakan bahwa ia mulai mempertanyakan tentang mengapa harus ada nilai keluarga untuk memilih pasangan hidup ini apalagi sejak ia memiliki pacar. Atau ada pula yang orang tuanya mulai lebih sering mengingatkan ketika ia menerima panggilan telephon dari teman yang laki – laki sewaktu duduk dibangku SMA, “ nanti mama nanya telephon dari sapa tu? Sayed bukan? Kalau bukan jangan ya. Antisipasi orang tua akan meningkat jika ada berita atau kejadian yang tidak sesuai dengan nilai keluarga ini sehingga anak – anaknya akan menjadi lebih sering diingatkan.

10. Saat Membicarakan Nilai Keluarga

72, 5% orangtua dan anak dapat membicarakan nilai keluarga kapan saja atau tidak tentu waktunya. Berdasarkan hasil wawancara pembicaraan ini jarang direncanakan bahkan sambil membicarakan topik lain dan dengan tidak sengaja atau tiba – tiba dapat berganti menjadi pembicaraan nilai keluarga.

Tabel 15

Saat Membicarakan Nilai Keluarga

No Saat membicarakan nilai keluarga f %

1 Saat santai 10 25

2 Saat makan malam 1 2.5

3 Kapan saja bisa / tidak tentu 29 72.5

Total 40 100

Sumber : P.16/FC.20

11.Situasi yang Paling Sering Terjadi

Pada tabel 16 ada 42,5% orang tua akan menjadi serius ketika hal ini dibicarakan. Keseriusan ini ditanggapi anak secara positif dimana keseriusan orang tua menjadi pertanda bahwa apa yang sedang dibicarakan merupakan sesuatu yang

penting, seperti yang dikatakan seorang responden ”kalo ayah lagi serius kami serius, kalo sambil canda – canda masuk kuping kiri keluar kuping kanan”.

Tabel 16

Situasi yang Paling Sering Terjadi

No Situasi yang paling sering terjadi f %

1 Orang tua berbicara dan bersikap ramah 7 17.5 2 Orang tua berbicara dan bersikap biasa saja 13 32.5 3 Orang tua berbicara dan bersikap serius 17 42.5 4 Orang tua berbicara dan bersikap marah –

marah. 3 7.5

Total 40 100

Sumber : P.17/FC.2

12. Situasi yang Terjadi Bila Ada Perbedaan Pendapat

Perbedaan pendapat antara orang tua yang menyampaikan informasi dengan anak tentu pernah terjadi. Perbedaan pendapat ini yang biasanya dapat menjadikan anak dan orang tua saling bertentangan. Ada 45% anak menyatakan orang tua mereka bersedia untuk mendengar pendapat yang berbeda tersebut dan mau mempertimbangkannya. Hanya 5% saja yang orang tua yang tidak mau mendengarkan pendapat yang berbeda.

Tabel 17

Situasi yang Terjadi Bila Ada Perbedaan Pendapat No Situasi yang terjadi bila ada perbedaan

pendapat f %

1 Orang tua ingin mendengarkan pendapat Anda

yang berbeda dan mau mempertimbangkannya 18 45 2 Orang tua ingin mendengarkan pendapat Anda

yang berbeda namun tetap pada pendapatnya sendiri

8 20

3 Orang tua ingin mendengarkan pendapat Anda yang berbeda namun menyakinkan bahwa pendapat Anda tersebut salah

9 22.5 4 Orang tua tidak ingin mendengarkan pendapat

Anda yang berbeda tersebut 5 12.5

Total 40 100

Dari hasil wawancara diketahui bahwa tidak inginnya orang tua mendengar pendapat yang berbeda tersebut ada yang pendapat itu muncul tidak hanya satu atau dua kali tetapi sudah seringkali sehingga tidak mau didengar lagi seperti pernyataam responden ”udah lama bilang ke ortu sejak dulu, cuma ga pernah sepakat aja”.

Keinginan orang tua mendengarkan dan mempertimbangan pendapat yang berbeda menunjukkan bahwa pola fikir orangtua dari remaja HIRA telah maju. Walaupun mereka berharap sang anak menerima nilai keluarga dengan memilih pasangan Sayid atau Syarifah tetapi masih memberikan peluang untuk berdiskusi. Memberikan peluang menyampaikan argumen tanpa mematahkan semangat anak untuk kembali mengemukakan apa yang ada difikirannya.

13. Suasana dan Kenyamanan Ketika Berkomunikasi Tabel 18

Suasana yang Biasa Terjadi No Suasana yang biasa

terjadi f %

1 Penuh keseriusan 12 30

2 Banyak perdebatan 4 10

3 Kaku (dominasi orangtua) 8 20

4 Penuh canda tawa 16 40

Total 40 100

Sumber : P.19/FC.23

Suasana penuh canda tawa yang dirasakan oleh 40% anak ketika berkomunikasi dengan orang tua tentang memilih pasangan hidup berpengaruh pada tingkat kenyamanan yang dirasakan mereka. Seperti yang terlihat pada tabel 19 sebanyak 70% merasa nyaman ketika topik ini dibahas oleh keluarga. Dari wawancara banyak yang merasa lebih nyaman berbicara dengan ibu dari pada ayah mereka walaupun pembicaraan banyak yang berlangsung ketika keduanya ada namun ibu akan menjadi tempat curhat apalagi untuk hal yang dianggap anak perempuan tabu ditanyakan pada ayah.

Tabel 19

Kenyamanan Berkomunikasi dengan Orang Tua No Kenyamanan berkomunikasi

dengan orang tua f %

1 Tidak Nyaman 1 2.5 2 Kurang Nyaman 5 12.5 3 Nyaman 28 70 4 Sangat Nyaman 6 15 Total 40 100 Sumber : P.20/FC.24 14. Kesempatan Berpendapat

Dalam komunikasi antarpribadi komunikasi dua arah sangat dibutuhkan agar kedua belah pihak dapat saling bertukar informasi dan menyampaikan isi hatinya masing – masing. Oleh karena itu kesempatan untuk mengemukakan pendapat diperlukan agar dapat saling mengerti. Sebanyak 97,5% dari anggota HIRA diberikan kesempatan berpendapat oleh orang tua ketika sedang membicarakan nilai keluarga tentang pasangan hidup dan hanya 2,5% saja yang tidak punya kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Tabel 20 Kesempatan Berpendapat No Kesempatan berpendapat f % 1 Ya 39 97.5 2 Tidak 1 2.5 Total 40 100 Sumber : P.21/FC.25

Satu orang yang tidak diberi kesempatan untuk berpendapat ini mengatakan bahwa orangtuanya tidak memberikan kesempatan karena tidak ada pilihan lain baginya selain harus menerima dan menjalankan nilai keluarga. Orangtuanya tidak ingin ia memiliki pandangan yang berbeda. Tertutupnya peluang untuk menyampaikan isi hatinya ini membuat anak merasa tertekan. Keiginannya ialah ayah dan ibu bersedia mendegarkan keluhannya atas nilai keluarga untuk memilih

15. Perasaan ketika Menyampaikan Pendapat

Pada tabel 21 ketika menyampaikan pendapatnya 4 orang (10%) merasa agak takut. Ketakutan ini ada yang dikarenakan sifat orang tua yang keras sehingga anak takut orang tuanya menjadi marah. 18 orang (45%) menyampaikannya dengan penuh kehati – hatian. Seorang responden mengatakan :“harus hati – hati aja biar

Dokumen terkait