• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Kajian Pustaka

1.4.3 Analisis Tekstual

Sengaja ataupun tidak, citra dalam iklan televisi telah menjadi bagian terpenting dari sebuah iklan televisi itu. Citra ini pula adalah bagian penting yang dikonstruksi iklan televisi. Namun sejauh mana konstruksi itu berhasil, amat bergantung pada banyak faktor, terutama adalah faktor konstruksi sosial itu sendiri, yaitu bagaimana upaya seorang copywriter mengkonstruksi kesadaran individu serta membentuk pengetahuan tentang realitas baru dan membawanya ke dalam dunia hiper-realitas, sedangkan pemirsa tetap merasakan bahwa realitas itu dialami dalam dunia rasionalnya (Bungin, 2008: 127). Tidak ada iklan kampanye pilkada yang secara vulgar langsung meminta agar audiens memilih mereka dalam pemilu nanti. Kesemuanya menggunakan strategi persuasif dan bermain-main dengan pemaknaan yang sifatnya konotatif. Artinya, mereka tidak secara sengaja meminta agar komunikan tunduk terhadap pesan-pesan yang mereka tembakkan melalui bahasa iklan tadi.

Para pasangan calon umumnya memakai simbolisasi guna membentuk pencitraan bahwa mereka adalah pasangan yang paling pantas memimpin oleh karenanya layak dipilih dalam pemilu kelak.

1.4.3 Analisis Tekstual

Tradisi analisis tekstual banyak dikembangkan oleh tradisi Cultural

Studies yang dilakukan oleh Stuart Hall (1972) dan koleganya. Analisis

20 mengupas, memaknai, sekaligus mendekonstruksi ideologi, nilai-nilai, interes, atau kepentingan yang ada di balik sebuah teks media. Metode analisis tekstual digunakan untuk mencari makna laten (latent meaning) yang tersembunyi di balik teks-teks media massa.

Metode analisis tekstual sebenarnya memberikan perangkat atau tools

for analysis teks-teks media agar peneliti mampu mengungkap konstruksi

yang tersembunyi dalam bangunan-bangunan teks media dengan pemaknaan yang berbeda-beda. Sehingga masyarakat diharapkan tidak hanya percaya begitu saja dengan realitas yang dibentuk dan diciptakan serta didistribusikan dalam teks-teks media yang mereka konsumsi sehari-hari.

Analisis tekstual juga memberikan pengertian bahwa budaya atau

culture yang dikreasi dan kemudian didistribusikan dan dikonsumsi adalah

hasil dari konstruksi sosial yang tidak “given” atau “taken for granted”. Dengan dasar pengetahuan ini, maka analisis tekstual berangkat dari asumsi bahwa makna tidak tunggal tetapi multi atau merujuk istilah Fiske (1981) makna bersifat polisemi (dalam Ida, 2011).

Definisi Analisis Tekstual

Alan McKee (dalam Ida, 2011:41) menjelaskan bahwa analisis tekstual adalah interpretasi-interpretasi yang dihasilkan dari teks. Interpretasi-interpretasi ini adalah proses ketika kita melakukan encoding sekaligus

decoding terhadap tanda-tanda di dalam kesatuan sebuah teks yang

21 penelitian dengan menggunakan analisis tekstual tidak untuk mencari intepretasi yang benar. Interpretasi yang dihasilkan oleh peneliti mestilah memberikan kepercayaan yang meyakinkan (convincing) bagi argument-argumen penelitian yang dibangun sebagai tesis penelitian. Berbeda dengan kuantitatif yang menuntut „kebenaran‟ atau keberhasilan statistik dari sebuah penelitian. Dalam analisis tekstual, peneliti tidak dituntut melakukan interpretasi dengan tepat. Artinya dalam melakukan asesmen terhadap penelitian analisis tekstual tidak dapat digunakan standar tertentu.

Tujuan Analisis Tekstual

Analisis tekstual bertujuan menggali lebih dalam (to explore), membuka makna-makna tersembunyi (to unpack), membongkar konsep, nilai, ideologi, budaya, mitos, dan hal-hal lain yang diproduksi dan direproduksi oleh pembuat teks atau penguasa media (to deconstruct), untuk memahami bagaimana sebuah kultur, mitos, kepentingan lain yang ada dalam produksi teks (to understand) dan lain-lain.

Menurut McKee, tujuan dari kajian analisis tekstual meliputi hal-hal berikut: 1. Mengungkap apa dan bagaimana pengetahuan (knowledge)

diproduksi dalam suatu konteks masyarakat;

2. Memahami peran yang dimainkan media dalam kehidupan kita: bagaimana pesan-pesan media berpartisipasi dalam konstruksi budaya terhadap pandangan kita tentang dunia.

22

Analisis Tekstual dan Produksi

Menurut Thwaites dkk (2009:122), analisis tekstual bergerak dari menentukan lokasi tanda khusus, sampai memeriksa struktur mitos sosial. Analisis ini melibatkan asumsi-asumsi sbb.:

1. Premis dasar analisis tekstual adalah bahwa semua penanda memiliki petanda yang beraneka;

2. Konotasi yang dimiliki tanda selalu berhubungan dengan kode makna sosial;

3. Tiap-tiap teks merupakan kombinasi sintagmatik dari tanda, dengan berbagai konotasi berkaitan yang dimiliki tanda tersebut;

4. Konotasi yang mungkin ditekankan oleh para pembaca berbeda itu beraneka macam sesuai dengan posisi sosialnya: kelas sosial, gender, usia, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi cara berpikir tentang dan dalam menginterpretasi teks;

5. Konotasi paling stabil, sentral, dan disukai secara sosial menjadi denotasi, yakni makna yang tampak benar dari tanda dan teks bagi para pembaca;

6. Denotasi memeroleh stabilitas dan sentralitas dari cara kumpulan konotasi diurutkan oleh mitos yang mengandung nilai-nilai budaya.

Teks

Teks dalam konteks ini adalah semua yang tertulis, gambar, film, video, foto, desain grafis, lirik lagu, dan lain-lain yang menghasilkan makna (McKee, 2001). Pengertian teks tidak hanya meliputi hasil produksi media

23 massa atau publikasi. Teks juga bisa diartikan sebagai realita sehari-hari yang memiliki atau menghasilkan makna.

Dalam kajian-kajian wacana atau discourse, seringkali peneliti studi media hanya memahami teks-teks media yang tertulis atau terdokumentasi dan belum memiliki kepekaan untuk mengangkat praktik-praktik kehidupan sosial sebagai sebuah teks yang menarik untuk diamati dan dikaji. Kebiasaan untuk menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai sebuah teks lebih sering dilakukan oleh tradisi Antropologi melalui metode etnografi (Ida, 2011:40).

Menurut Thwaites dkk (2009:112), teks adalah kombinasi dari tanda-tanda atau signs. Tanda-tanda-tanda ini yang bermain dan memproduksi makna dalam sebuah teks. Tanda atau sign diartikan sebagai segala sesuatu yang menghasilkan makna. Tanda tidak hanya berupa komentar yang dibuat oleh seseorang yang mengolah tanda menjadi bermakna. Tetapi tanda juga adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini. Tanda atau sign merujuk pada sesuatu. Dengan kata lain, tanda mewakili atau menjadi referensi terhadap sesuatu sehingga menghasilkan makna. Tanda tidak hanya membawa makna, tetapi juga sekaligus memproduksi makna. Pada kenyataannya tanda sendiri memproduksi banyak makna, tidak hanya satu makna petanda. Inilah yang disebut Fiske sebagai polisemik tanda.

Setiap tanda/sign adalah objek yang merujuk pada sesuatu berdasarkan pada konteks atau pada budaya di mana tanda itu sendiri diproduksi dan direproduksi. Konteks budaya, bahkan historis menjadi penting untuk menghasilkan makna. Salah satu cara dalam kajian analisis tekstual untuk

24 menghasilkan derajat objektivitas penelitian. Maka konteks budaya menjadi sangat signifikan untuk menghasilkan apa yang disebut objektivitas tersebut.

Menurut McKee, ada beberapa aturan yang harus dipahami peneliti studi media dan budaya. Aturan ini berfungsi sebagai pijakan dalam memerlakukan data dan sekaligus fenomena yang diamati termasuk kepekaan sosial dan analisis kritisnya terhadap apa yang terjadi atau apa yang sedang terjadi. Aturan-aturan tersebut adalah:

1. Tidak ada interpretasi terhadap teks yang paling benar atau satu-satunya yang benar. Ada banyak kemungkinan interpretasi-interpretasi yang dilakukan oleh peneliti. Bisa juga sebagian mirip dengan yang lain dalam kondisi tertentu.

2. Tidak ada klaim bahwa sebuah teks adalah representasi yang “akurat” atau representasi yang “tidak akurat”.

3. Teks bukanlah refleksi realitas.

4. Ketika peneliti memaknai atau menginterpretasi teks, maka hal yang terpenting untuk diperhatikan adalah konteks, konteks, dan konteks. KONTEKS.

Teks, selalu diproduksi dalam konteks sosial. Teks selalu dipengaruhi oleh dan mereproduksi nilai budaya dan mitos dari konteks tersebut. Mitos kultural yang berlaku menentukan akan berupa apakah denotasi kunci, kode, konotasi, dan tanda yang dimiliki suatu teks. Bahkan seandainya suatu teks bertentangan dengan nilai-nilai tersebut sekalipun (contohnya prasasti), teks masih dipengaruhi oleh nilai-nilai tersebut.

25

1.4.3.1 Analisis Tekstual Iklan Pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat #Perjuanganbelumselesai

Dalam konteks iklan sebagai produksi teks, iklan memiliki tiga macam sumber produsen, yakni organisasi mula-mula, lembaga konsultan kreatif yang membuat iklan, dan media yang memproyeksikan pesan tersebut (Burton, 2008). Iklan dikodekan untuk media spesifik. Iklan ini mengandung pelbagai pesan yang informatif dan mengandung nilai tertentu. Pesan-pesan tersebut kemudian direpresentasikan sehingga menarik bagi audiens. Audiens dalam hal ini ditargetkan sebagai penerima komunikasi. Dalam hal ini audiens kemudian berperan sebagai produsen makna. Di mana makna itu sendiri terbentuk atas pengaruh kebudayaan di mana makna itu diproduksi. Hal ini digambarkan melalui logika berikut:

Gambar I.1. Logika Analisis Tekstual dan Produksi Tekstual (Thwaites, 2009:122)

Dalam konteks iklan kampanye pemilihan kepala daerah, tim sukses Pasangan calon mula-mula memilikikonsep-konsep tertentu yang ingin disampaikan kepada audiens (mitos). Konsep ini kemudian disampaikan kepada lembaga konsultan kreatif yang membuat iklan. Konsep berupa mitos yang diharapkan akan diterjemahkan oleh pembuat iklan melalui lapis denotatif. Selanjutnya penanda dan

26 petanda yang dihasilkan dari lapis denotatif menjadi kode dan penanda maupun petanda bagi lapis konotatif hingga mewujud menjadi berbagai tanda yang hadir dalam iklan kampanye pasangan calon dalam hal ini pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat.

Durasi iklan televisi yang singkat dan padatnya informasi yang ingin disampaikan Pasangan calon ( Wajah dan nama kandidat, isu-isu yang diangkat, kualitas kepemimpinan , kinerja-nya dan hal-hal lainnya yang dapat menaikan pamor pasangan calon)memacu pembuat iklan untuk mencari tanda lain yang dapat digunakan untuk menggantikan kata-kata yaitu dalam objek penelitian ini adalah visual dan dialog/ narasi yang diucapkan kan dalam iklan.

Dokumen terkait