• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN DANREM 073/

A. Analisis Terhadap Kebijakan-Kebijakan Danrem 073/ Makutarama

1. Kebijakan Danrem 073/Mkt tahun 2010.

Komandan Korem 073/Makutarama memberikan ijin cerai kepada anggotanya setelah diterbitkan surat cerai dari Pengadilan Agama.

Setiap bentuk keputusan ataupun kebijakan yang mengandung unsur pilihan, setelah ditetapkan pasti menimbulkan konsekuensi, yaitu adanya keuntungan dan kerugian ataupun kelebihan dan kekurangan, termasuk kebijakan yang diambil oleh Danrem 073/Makutarama juga mengandung kelebihan dan kekurangan.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari kebijakan Danrem 073/Makutarama tersebut adalah :

a. Kelebihan/keuntungan ;

1) Memberi keleluasaan kepada Pengadilan Agama untuk melakukan proses perceraian sesuai dengan hukum dan peraturan tanpa harus menunggu surat dari Danrem 073/Mkt.

2) Memberikan kemudahan kepada prajurit Korem 073/Mkt di dalam megurus proses perceraian, agar bisa lancar sehingga bisa cepat

kembali berkonsentrasi dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan.

b. Kekurangan/kerugian;

1) Bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun1974 tentang Perkawinan Bab X Penutup yang menyatakan bahwa

“Pengaturan tenteng perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota Angkatan Bersenjata diatur lebih lanjut oleh

Menhankam/Pangab”.

2) Bertentangan dengan Peraturan Panglima TNI No. 11 tahun 2007 bab IV pasal 10 ayat 1 dan ayat 4, pasal 11 ayat 1 s-d 3, yang menyatakan bahwa :

(a) Pasal 10

(1) Prajurit TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.

(2) Untuk hal tersebut pada pasal ini perlu adanya pernyataan tertulis dari pejabat agama dari Angkatan yang bersangkutan.

(b) Pasal 11

(1) Permohonan talak/gugatan perceraian terhadap prajurit oleh suami/istri yang bukan prajurit disampaikan langsung oleh yang berkepentingan kepada pengadilan

setelah memberitahukan kepada atasan prajurit yang bersangkutan.

(2) Setiap prajurit yang menerima pemberitahuan dari pengadilan tentang telah diajukannya gugatan yang dimaksud dalam ayat (a) pasal ini segera menyampaikan laporan tentang hal tersebut kepadaatasan yang berwenang memberi ijin perceraian.

(3) Atasan yang berwenang memberikan ijin perceraian, setelah menerima laporan tersebut dalam ayat (b) pasal ini, segera mengadakan usaha-usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak.

3) Kebijakan ini memberikan kesan bahwa pejabat komandan Korem 073/Makutarama tidak mau ikut campur dalam menyelesaikan permasalahan anggotanya dan tidak ada usaha untuk mendamaikan atau merukunkan prajuritnya yang sedang berselisih dalam rumah tangganya. Padahal salah satu tugas dan tanggung jawab seorang pimpinan adalah turut meningkatkan kesejahteraan anggotanya beserta keluarganya.

4) Kebijakan ini juga mengakibatkan kurang berfungsinya Peraturan Panglima TNI Nomor 11 tahun 2007 yang mengisyaratkan adanya mediasi ganda sebelum prajurit yang akan cerai maju ke PA.

2. Analisis terhadap kebijakan Danrem 073/Mkt tahun 2011-2012.

a. Komandan Korem 073/Makutarama mencabut/meniadakan izin cerai, walaupun sudah diterbitkan surat cerai dari Pengadilan Agama.

Kebijakan Komandan Korem 073/Makutarama dengan mencabut/ meniadakan izin cerai, walaupun sudah diterbitkan surat cerai dari Pengadilan Agama, sebenarnya memberikan kesan akan adanya kepedulian dari seorang pimpinan terhadap anak buahnya untuk berusaha mendamaikan suami istri yang sedang berselisih. Namun kalau dikaji lebih jauh, maka kebijakan ini sangtlah kurang bijaksana, dengan alasan:

1) Bertentangan dengan hukum Islam/fiqh, dimana jika seorang suami sudah menjatuhkan talak tiga/bain kubro, tidak dihalalkan lagi bagi suami tersebut untuk rujuk kembali dengan bekas istrinya, sebelum istri tersebut dinikah oleh orang lain dan telah dicerai kembali, sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 120 ;























































Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak

yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.

kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum

Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.

2) Menelantarkan anak buahnya yang sudah ditinggal nikah oleh istrinya, yang seharusnya bisa nikah dan membangun masa depannya dengan berumah tangga, jadi terkatung-katung tidak bisa mengajukan ijin kawin, karena belum ada surat ijin cerai dari Danrem 073/Makutarama.

3) Kebijakan ini mengakibatkan adanya beberapa kemungkinan, al ; a) Anggota melaksanakan nikah di luar dinas.

Karena mau mengurus nikah di kantor belum bisa dan belum ada surat ijin cerai dari Komandan.

b) Anggota melaksanakan nikah sirri.

Merasa baahwa yang bersangkutan sudah resmi bercerai dan sudah punya akta cerai, tapi karena takut ketahuan Komandan atau atasanya, maka yang bersangkutan nikah dengan prinsip yang penting syah secara agama.

c) Anggota bisa kumpul kebo.

Karena tidak kuat menahan nafsu, sedangkan istrinya sudah tidak mau melayaninya, bahkan istrinya sudah nikah lagi dengan orang lain, maka yang bersangkutan bisa gelap mata dan melakukan kumpul kebo.

b. Komandan Korem 073/Makutarama mempersulit perijinan yang tidak sesuai dengan prosedur, meskipun suami sudah menjatuhkan talak tiga. Kebijakan yang diambil oleh Komandan Korem 073/Makutarama ini di satu sisi cukup beralasan, karena setiap komandan mempunyai hak untuk dihargai dan dihormati serta mempunyai wewenang untuk menentukan kebijakan mengenai hal-hal yang menyangkut tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan.

Namun di sisi lain, mengingat bahwa si suami sudah menjatuhkan talak tiga, maka kebijakan ini bertentangan dengan : 1) Bertentangan dengan Pasal 120 Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991

tentang KHI yang menyebutkan bahwa “Talak Bain Kubro adalah

talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya.

2) Bertentangan dengan hukum Islam/fiqh, dimana jika seorang suami sudah menjatuhkan talak tiga/bain kubro, tidak dihalalkan lagi bagi suami tersebut untuk rujuk kembali dengan bekas istrinya, sebelum istri tersebut dinikah oleh orang lain dan telah dicerai kembali, sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 120 ;























































Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak

yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal

baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.

kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,

Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami

pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum

Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya

kepada kaum yang (mau) mengetahui.

B. Analisis Tentang Praktek Perceraian Anggota Korem 073/Makutarama

Dokumen terkait