• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA LP KELAS II A WANITA TANGERANG DALAM MENCEGAH NARAPIDANA MENJADI RESIDIVIS

B. Analisis terhadap Pelaksanaan Agenda Pembinaan LP Kelas II A Wanita Tangerang

LP Wanita Tangerang telah hampir 26 tahun dijadikan sebagai tempat pembinaan bagi narapidana. Setelah penulis mengadakan pengamatan selama beberapa hari di Lapas Wanita Tangerang, kalau dilihat dari bentuk bangunannya, Lapas Wanita Tangerang sudah dianggap ideal sesuai dengan standar Lapas yang dicita-citakan oleh pemerintah dengan pertimbangan; pertama,

81

Lapas Wanita Tangerang terletak di tengah-tengah Kota Tangerang dan bebas dari kemungkinan tertimpa dari bencana alam, seperti gempa, banjir dan longsor; kedua, Lapas LP Tangerang dekat kejaksaan dan pengadilan; dan yang ketiga, bangunannya masih kokoh dan layak untuk dihuni oleh narapidana. Hal ini sudah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Departemen Hukum dan HAM tentang letak tanah atau lahan dan luas gedung atau bangunan LP.

Lapas harus bebas atau jauh dari kemungkinan tertimpa bencana alam (gempa, banjir, longsor) dan lancer pembuangan air limabh dengan tidak merusak atau mengotori lingkungan. Sedapat-dapatnya dekat dengan markas kepolisian kejaksaan dan pengadilan.82

Sedangkan mengenai fasilitas bangunan LP Kelas II A Wanita Tangerang dapat disimak dari penjelasan yang dikemukakan oleh Kepala Tata Usaha bagian Urusan Umum.

Dalam pandangan, bangunan LP ini masih sangat layak untuk dihuni sebagai tempat penampungan, pembinaan, dan perawatan narapidana. Memang kalau dilihat dari segi kapasitas penghuni LP ini sudah terlalu penuh, yang mana sebaiknya LP ini hanya dihuni oleh sekitar 250 orangan, tetapi sampai sekarang ini sudah 300 lebih. Hal ini terjadi karena penguni LP yang dari tahun ke tahun terus bertambah, sedangkan bangunannya masih itu-itu juga belum ada penambahan bangunan lagi, terus kan yang masuk ke LP lebih banyak daripada yang bebas. Ya, mungkin inilah kekurangan/kelemahan atau apapun istilahnya dari bangunan LP ini. Memang hal ini sedang dipikirkan oleh jajaran pengurus LP, yang rencananya akan dibangun beberapa unit bangunan lagi, tetapi belum terlalu serius. Ya, secara umum saya sudah katakan tadi, bahwa LP ini masih sangat layak dihuni bagi narapidana.83

Hal senada juga diungkapkan seorang penghuni LP. ”Fasilitas di sini bagus dan cukup nyaman, tapi yang namanya di penjara, walaupun tempatnya bagus tetap aja kadang-kadang jenuh banget dan kadang-kadang enak juga.”84

Sedangkan kalau kita lihat dari segi komponen gedung/ banguanan LP Wanita Tangerang cukup ideal. Hal ini dapat kita lihat pada LP Wanita Tangerang ini sudah terdapat komponen-komponen bangunan seperti adanya ruang atau kantor untuk unit administrasi

82

Departemen Kehakiman RI, op.cit., h. 67 83

Suparsi, Kepala Sub Seksi Urusan Umum LP Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17 Februari 2006.

84

Dina, Warga Binaan LP Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17 Februari 2006.

kepegawaian, ruang untuk unit administrasi keuangan, ruang untuk unit urusan umum dan kantor unit-unit yang lainnya.

Fasilitas yang ada sering dikeluhkan, namun kekurangan itu tidak terlalu mempengaruhi proses pembinaan narapidana. Hal ini diakui Sub Seksi Urusan Umum.

Karena LP ini sudah hampir 26 tahun dijadikan tempat pembinaan narapidana, ya komponen-komponen seperti sudah pasti ada, memang belum terlalu komplit sesuai dengan standar yang dipersyaratkan Departemen Hukum dan HAM, lagi-lagi kita terbentur dengan anggaran keuangan. Kalau anggarannya ada sih kita bangun beberapa unit lagi, bahkan kita bangun sekomplit mungkin, tapi anggarannya ngga ada. Misalnya, unit pendidikan umum/akademik/rekreasi, oleh raga dan keterampilan yang terdiri dari: ruang/kantor kepala unit pendidikan umum/akademik, kantor staf unit pendidikan umum/akademik, ruangan-ruangan kelas belajar, rekreasi dan oleh raga (indoor) dan ruangan arsip, tapi tidak ada anggaranya, ya kita juga ingin sekali seperti itu.Terlepas dari semua, kalau menurut saya sih tidak adanya komponen-komponen tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap proses pembinaan narapidana.85

Dalam pelaksanaan agenda-agenda yang sudah diprogramkan. LP mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan pembinaan narapidana. Dalam bidang pembinaan kerohanian dan pendidikan umum LP mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan, baik pemerintah maupun swasta, misalnya Departemen Agama Kanwil Tangerang dan Yayasan-yayasan Islam, bagi narapidana yang beragama Islam. Sedangkan bagi narapidana yang beragama Kristen/Katolik, Lapas bekerjasama dengan gereja-gereja yang ada di Tangerang. Hal ini dapat disimak dari penjelasan Kepala Sub Seksi Urusan Umum.

Dalam pembinaan narapidana kami mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga yang berkaitan dengan pembinaan narapidana, terutama tenaga pengajar dalam bidang kerohanian. Namun tidak berarti kami kekurangan tenaga pengajar,hal itu kami lakukan untuk menghilangkan kejenuhan narapidana dengan tenaga pengajar yang itu-itu juga. Misalnya, kami mengadakan kerjasama dengan Departemen Agama Kanwil Tangerang, Yayasan Azhar, Yayasan Al-Ummah, LKBHPK (lembaga konsultasi bantuan hukum wanita dan keluarga), dan forum ukhwah Islamiyah Tangerang, bagi mereka yang beragama Islam. Bagi narapidana yang beragama Kristen/Katolik, Lapas bekerja sama dengan gereja Apostolos Pantekosta, Samaria dan gereja Katolik Tangerang.86

85

Suparsi, Ibid., 17 Februari 2006. 86

Hal ini juga diakui seorang narapidana. ” Pembinaan yang disediakan LP ini semuanya bermanfaat, kaya ngaji (pengajian) dan nyulam (menyulam), para pengajarnya juga bagus-bagus dan profesional. Tapi, saya ngga tahu dari mana.”87

Sedangkan bidang pembinaan keterampilan LP tidak mengadakan kerjasama dengan pihak mana pun, karena LP sendiri sudah menyediakan tenaga pengajarnya. Tenaga pengajar tersebut ada dari pengurus LP, tenaga panggilan, dan dari narapidana yang sudah ahli dalam suatu keterampilan. Misalnya, narapidana yang memiliki keterampilan salon seperti rias pengantin dan cukur rambut, dia didelegasikan untuk mengajar narapidana yang baru masuk.

Selain itu, dalam LP juga terdapat Seksi BIMASWAT (Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan). Semua narapidana mengikuti kegiatan yang disediakan BIMASWAT, misalnya kegiatan menyulam. Dari BIMASWAT ini keahlian setiap narapidana terlihat, kemudian dari BIMASWAT narapidana yang mempunyai keahlian tertentu disalurkan ke GIATJA (Kegiatan atau Kerja). Dalam naungan GIATJA ini narapidana dapat menciptakan sesuatu yang dapat dipasarkan. Hasil produksi GIATJA dipasarkan dalam setiap kesempatan pameran baik di dalam maupun di luar LP, seperti pada tanggal 17 Agustusan yang mana LP mengadakan acara kunjungan keluarga secara besar-besaran dalam kesempatan tersebut LP memasarkan hasil-hasil keterampilan tersebut. Dengan demikian, tidak setiap narapidana dapat masuk GIATJA hanya narapidana yang mempunyai keahlian tertentu saja. Hasil dari pemasaran tersebut dibagi dua antara narapidana dan LP. Kegiatan ini dilaksanakan di ruang GIATJA dan BIMASWAT.

Agenda pembinaan pendidikan umum, LP sudah menyediakan tenaga pengajarnya yang dipanggil secara khusus dari Dinas Pendidikan Nasional Kab. Tangerang. Kegiatan ini dilaksanakan di aula.

Adapun program pembinaan pendidikan jasmani, LP hanya menyediakan fasilitas, tetapi tidak menyediakan tenaga pengajar, karena kegiatan ini sifatnya hanya pengisi waktu dan

87

Irene, Warga Binaan LP Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17 Februari 2006.

menghilangkan rasa jenuh, dengan tujuan agar narapidana sehat jasmaninya. Kegiatan ini dilaksanakan di luar ruangan, seperti lapangan bulu tangkis, kasti, dan volley ball.

Program pembinaan kesenian, LP menyediakan tenaga pengajar baik yang dipanggil secara khusus atau dari pengurus sendiri. Kesenian vokal, tidak ada pengajarnya, sehingga narapidana latihan sendiri. Sedangkan kulintang dan qasidah dilatih oleh pengajar yang dipanggil secara khusus. Kegiatan ini dilaksanakan di aula.

Sedangkan pendidikan rekreasi, LP hanya dapat memprogramkan saja, namun tidak dapat dilaksanakan. Hal ini tidak mungkin terlaksana disebabkan minimnya anggaran dan sedikitnya petugas LP.

Semua program pembinaan yang sudah dijadwalkan dilaksanakan dengan baik. Bagi narapidana yang tidak mengikuti kegiatan diberikan sanksi berupa teguran dari ibu asuh. Hal ini diungkapkan oleh seorang narapidana. ”Wajib mengikuti setiap kegiatan yang ada di sini dan yang tidak mengikutinya diberikan sanksi berupa teguran dari ibu asuh.”88

Terdapat program pembinaan narapidana yang disediakan LP dengan tujuan agar narapidana menjadi manusia yang mandiri setelah bebas dari LP. Namun, oleh narapidana, program tersebut dianggap sebagai pengisi waktu dan menghilangkan rasa jenuh saja. Hal ini diakui oleh salah seorang narapidana. ”Gua mah ngikutin kegiatan ini (sedang menyulam) cuma ngilangin jenuh ama ngisi waktu aja daripada diomelin (dimarahi) ama ibu asuh.”89

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa program pembinaan narapidana yang sudah diagendakan Departemen Hukum dan HAM belum tentu dapat dilaksanakan oleh LP, misalnya bagi napi yang memiliki keahlian di bidang seni tarik suara, maka diusahakan untuk disalurkan ke perkumpulan-perkumpulan seniman untuk dapat mengembangkan bakatnya, namun hal ini tidak dapat dilaksanakan karena tidak mungkin petugas LP mengawasi terus-menerus setiap langkahnya. Demikan juga, program yang sudah diagendakan LP belum tentu dapat

88

Dina, op.cit. 89

dilaksanakannya, misalnya pendidikan rekreasi, karena hal ini tidak mungkin terlaksana disebabkan minimnya anggaran dan sedikitnya petugas LP.