• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA LP KELAS II A WANITA TANGERANG DALAM MENCEGAH NARAPIDANA MENJADI RESIDIVIS

C. Hasil Pembinaan LP Kelas II A Wanita Tangerang

Kalau kita lihat dari segi komponen gedung/ banguanan, LP Wanita Tangerang, dapat dikatakan cukup ideal. Hal ini dapat kita lihat pada LP Wanita Tangerang ini sudah terdapat komponen-komponen bangunan seperti adanya ruang atau kantor untuk unit administrasi kepegawaian, ruang untuk unit administrasi keuangan, ruang untuk unit urusan umum dan kantor unit-unit yang lainnya.

Semua pembinaan yang disediakan LP banyak mengandung manfaat, misalnya pendidikan umum dan pendidikan kerohanian, di mana napi yang terkena penyakit ”buta” (buta aksara, buta angka, dan buta bahasa) dapat belajar dengan tujuan agar mereka dapat membaca dan menulis, dan mengintrospeksi diri. Hal ini diakui oleh salah seorang narapidana. ”Yang saya rasain, pembinaan yang ada di sini banyak manfaatnya, misalnya pengajian atau ceramah, saya merasa apa yang sudah saya lakukan dulu itu salah dan melanggar norma yang ada dalam masyarakat. Saya juga udah kapok dan tobat melakukan perbuatan itu lagi dan saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut." 90

Di Lapas Wanita Tangerang terdapat napi dengan latar belakang berbagai jenis kejahatan, di antaranya nakoba, pencurian, menyembunyikan kejahatan, pembunuhan, dan menelantarkan anak, serta aborsi. Dan terdapat dua jenis napi, yaitu (1) napi biasa, artinya napi yang baru pertama kali melakukan kejahatan dan pertama kali masuk penjara, dan (2) napi residivis, yaitu napi yang melakukan pengulangan kejahatan dan masuk penjara yang kedua kali.

90

Oktaviani, warga binaan LP Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, 15 Desember 2005.

Dalam pembinaannya baik napi yang biasa maupun yang residivis tidak ada perbedaan dalam arti semua napi mendapatkan pembinaan dan perlakukan yanga sama, bahkan dari segi penempatan juga tidak ada perbedaan dalam arti digabungkan dengan jenis napi-napi yang lain.91 Menurut penulis, hal ini sangat disayangkan dari perlakuan atau pembinaan Lapas Wanita Tangerang karena seharusnya napi biasa dengan napi residivis dipisahkan penempatanya, bahkan pembinaannya pun harus dibedakan dalam arti napi biasa harus mendapatkan pembinaan yang lebih ringan (tidak terlalu khusus), sedangkan napi residivis harus mendapatkan pembinaan yang lebih intensif dan khusus. Apabila digabungkan dalam satu kamar dikhawatirkan akan terjadi penularan kejahatan, karena terjadinya interaksi yang intim, sebagaimana dikatakan oleh E. Sutherland dengan teorinya Differential Association yang menyatakan tingkah laku kriminal dapat dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.92 Mengenai hal ini dibantah oleh Kepala BINAPI.

Ah, kata siapa? kenyataanya walaupun digabungkan dalam satu kamar hanya ada beberapa napi saja yang jadi residivis. Mana mungkin terjadi penularan kejahatan, karena mereka berada dalam satu kamar hanya pada waktu malam hari saja, pagi-pagi mereka sudah harus keluar dari kamar masing. Jadi mana mungkin terjadi penularan?.93

Memang jumlah residivis dari tahun 2000-2005 hanya terdapat lima orang, dan semuanya bukan berasal dari LP Kelas II A Wanita Tangerang. Pada tahun 2001 residivis di Lapas Wanita Tangerang ada 2 orang, yaitu Rustam Nababan dan Nuraini. Pada tahun 2002 ada 1 orang, yaitu Sugiani. Pada tahun 2003 ada 3 orang, yaitu Oktaviani, Deborah Miciko, dan Sarani Sevi Kartika. Pada tahun 2004 dan 2005 tidak ada residivis yang masuk. Jadi jumlah residivis mulai dari tahu 2001-2005 ada 6 orang, yaitu Rustam Nababan, Oktaviani, Nuraini, Debora Miciko, Sarani Sevi

91

Nuraini, Warga Binaan LP Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, Tangerang, 15 Desember 2005

92

Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), Cet. ke-2, h. 45

93

Kartika dan Sugiani. Mereka adalah narapidana karena kasus narkoba, baik sebagai pemakai, pengedar, kurir, maupun penjual94

Pembinaan narapidana di sini dapat dikatakan berhasil, sudah saya katakan tadi, toh buktinya hanya sedikit sekali yang menjadi residivis daripada yang tidak menjadi residivis. Dan saya kira tidak ada LP di dunia ini yang berhasil 100% pasti ada aja yang residivis dan itu wajar-wajar aja.95

Yang dikatakan Ibu Suryati AR ada benarnya, karena hanya beberapa orang saja yang menjadi residivis. Selain itu, ada beberapa alumni narapidana yang datang atau berkunjung ke LP dan bercerita tentang kehidupannya setelah bebas dari LP. Selain mereka telah tobat atau jera melakukan kejahatan, bahkan ada yang menjadi guru pengajian di LP tersebut yang sifatnya pengabdian. Hal ini dapat disimak dari penuturan Kepala BINAPI.

Ada beberapa orang yang datang kepada saya dan mereka bercerita: ”Pembinaan yang disediakan LP bermanfaat sekali bagi saya, misalnya pembinaan menjahit. Ketika mengikuti kegiatan tersebut, saya serius mengikutinya bukan sekedar mengikuti aja, sehingga setelah bebas dari LP ini saya bisa membuka jahitan kecil-kecilan, seperti pasang seleting.” Itu, salah seorang alumni narapidana yang berhasil dibina di sini. Bahkan, ada juga almuni narapidana yang sekarang sudah menjadi guru ngaji di LP sini sampai saat ini. Ia benar-benar mengabdi di sini. Waktu saya tanya kenapa kamu mau mengajar di sini dan kamu tidak diberi gaji? Jawabnya: Saya senang ada di sini, dan susah melupakan apa-apa yang pernah saya terima dari sini dan saya ngga bisa membalasnya, jadi ya saya cuma ingin mengabdi dan membalas budi pada LP ini.96

Keberhasilan ini merupakan upaya kerja keras dari faktor pelaksaannya, yaitu orang-orang yang diberi tugas untuk membina para napi, kemudian narapidananya dan terakhir adalah unsur dari masyarakatnya. Oleh karena itu ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Memang sangat disadari bahwa untuk keberhasilan pembinaan narapidana diperlukan perlengkapan terutama bermacam-macam bentuk Lapas yang sesuai dengan tingkat pengembangan segi kehidupan narapidana dan tenaga pembina yang cukup dan cakap dalam menjalankan tugasnya dan penuh rasa pengabdian. Usaha pembinaan narapidana dimulai sejak

94

Suryati AR, ibid. 95

Suryati AR, ibid. 96

hari pertama ia masuk ke dalam Lapas. Sistem pemasyarakatan sebagai proses pembinaan terhadap narapidana agar mereka kelak tidak mengulangi kejahatannya kembali dari suatu proses pembinaan baru akan sempurna jika di dalam Lapas ditunjang oleh fasiltas-fasilitas pembinaan yang betul-betul memenuhi persyaratan. Hal yang dimaksud fasilitas pembinaan di sini adalah fasilitas yang disedikan oleh Lapas dalam usaha mengembalikan narapidana menjadi anggota masyrakat yang baik dan menjadi manusia seutuhnya. Adapun fasilitas tersebut adalah pembinaan fisik napi, sehingga pada saat mereka selesai menjalani masa pidana sudah betul-betul siap terjun ke dalam masyarakat, dan fasiltas lainnya, yaitu dalam pembinaan mental yang ditujukan kepada narapidana sebagai bekal untuk hidup kemasyarakat dalam hal menciptakan daya karsa, cipta, kejujuran, dan sopan santun.97

Adapun yang menyebabkan narapidana menjadi residivis. Hal ini dapat simak dari penuturan salah seorang narapidana. ” Enak aja, karena bisnis narkoba itu mudah dan banyak menghasilkan duit (uang), gampang gaul, ngga usah cape-cape.”98 Dari ungkapan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi (uang) dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana, bahkan menjadi residivis.

Sedangkan menurut penjelasan Kepala BINAPI, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seorang narapidana menjadi residivis, yaitu: 99

Pertama, kurang berhasilnya pembinaan narapidana. Kedua, faktor sosial dan psikologis.

Ketiga, faktor ekonomi.

Keempat, kurangnya kesadaran jiwa keagamaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pembinaan LP Kelas II A Wanita Tangerang cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya narapidana yang menjadi residivis, bahkan terdapat beberapa alumni yang sudah mandiri. Hanya satu program yang direncanakan

97

Suparsi, op.cit.,26 September 2005. 98

Sugiani, Warga Binaan LP Wanita Kelas II A Wanita Tangerang, Wawancara Pribadi, Tangerang, 17 Februari 2006.

99

tetapi tidak dapat dilaksanakan, yaitu pendidikan rekreasi karena terbentur dengan anggaran dan personel LP.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Pada bagian terakhir, ada beberapa butir kesimpulan yang dapat dirumuskan sebagai hasil penelitian ini. Adapun beberapa kesimpulan tersebut adalah :

1. Lapas Kelas II A Wanita Tangerang merupakan salah satu Lapas dari beberapa Lapas wanita yang ada di Indonesia. Lapas ini terletak di tengah Kota Madya Tangerang dan dekat Pengadilan Negeri Tangerang, sehingga Lapas ini dapat dikatakan strategis untuk dijadikan tempat penampungan, perawatan dan pembinaan narapidana.

2. Dari penelitian di lapangan ada beberapa faktor yang menyebabkan narapidana menjadi residivis, di antaranya karena pembinaan Lapas yang kurang berhasil, ekonomi, sosial dan psikologis, dan kurangnya kesadaran jiwa agama. Dari faktor-faktor tersebut penulis simpulkan bahwa seorang napi dapat menjadi residivis, karena dipengaruhi oleh keinginan dirinya sendirinya, ekonomi, dan sosial masyrakat.

3. Upaya pencegahan napi menjadi residivis yang dilakukan oleh LP Wanita Tangerang dengan program pembinaan kepribadian dan keterampilan/kemandirian. Pembinaan tersebut meliputi pendidikan umum, jasmani, rohani, kesenian, keterampilan, dan rekreasi.

4. Dalam pelaksaan pogram yang diagendakan, LP bekerjasama dengan pihak-pihak terkait terutama yang berakitan dengan kerohanian. Program-program tersebut terlaksana dengan baik, misalnya tenaga pengajar kursus pendidikan umum, LP menyediakan tenaga pengajar yang dipanggil dari Dinas Pendidikan Kab. Tangerang.

5. Upaya yang diusahakan Lapas Wanita Tangerang sudah berhasil, hal ini terbukti sejak tahun 2000-2005 hanya terdapat 6 (enam) residivis yang masuk Lapas Wanita Tangerang dan mereka semua bukan alumni dari LP Kelas II A Wanita Tangerang.

Berkenaan dengan permasalahan upaya pencegahan narapidana menjadi residivis (studi khusus LP Wanita Tangerang) ini, penulis perlu menyampaikan beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Secara fisik bangunan LP Wanita Tangerang masih sangat layak dijadikan tempat penampungan, perawatan dan pembinaan napi, tetapi dengan jumlah napi yang terlalu banyak (over kapasitas), sehingga penempatannya menjadi kurang maksimal, disarankan agar Lapas ini membangun beberapa unit bangunan lagi karena masih luas lahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal.

2. Disarankan kepada LP Wanita Tangerang agar penempatan narapidana yang biasa dengan narapidana yang residivis dipisahkan, tidak disatukan dalam satu kamar.

3. Upaya pembinaan yang sudah diusahakan LP Wanita Tangerang sudah cukup baik dan bermanfaat, tetapi disarankan agar program yang sudah ada dipertahankan dan ditambah lagi dengan program-program keterampilan yang ada di masyrakat dan dapat dikembangkan di masyrakat ketika sudah bebas dari LP.

4. Departemen Hukum dan HAM khususnya Dir.Jen Pemasyarakatan disarankan agar lebih memperhatikan lagi dalam menganggarkan dana untuk pembinaan LP dan pegawainya. 5. Masyarakat umum, jangan melihat dengan sebelah mata terhadap mantan napi, karena ia juga

dapat menjadi manusia yang baik, apabila masyarakat di lingkungannya memberikan kesempatan padanya, sehingga menumbuhkan rasa kepercayan pada dirinya dan akhirnya menjadikan ia sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara.