• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang Undang

Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

dalam Permainan Dadu Gurak

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa permainan Dadu Gurak merupakan suatu tindak pidana perjudian

karena telah sesuai rumusan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal

303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

tentang Penertiban Perjudian. Namun pada realitanya permasalahan yang terjadi ialah didalam permainan Dadu Gurak tersebut tidak diberlakukan atau diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang

Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tersebut.

Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan permasalahan yang

terjadi didalam penerapan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal

303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

tentang Penertiban Perjudian yang tidak diterapkan didalam permainan Dadu Gurak oleh Pihak Kepolisian, penulis kemudian mengaitkan dengan teori penegakan hukum.

Dalam sub bab penegakan hukum sebelumnya telah dijelaskan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses dilakukannya upaya

untuk tegaknya atau berfungsinya norma – norma hukum secara nyata

sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya 3 (tiga) nilai identitas hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Penegakan hukum ditinjau dari 2 (dua) sudut yaitu subjeknya dan objeknya. Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan kepada penegakan hukum ditinjau dari subjeknya.

Penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas bahwa proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum didalam setiap hubungan hukum, siapa yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit penegakan hukum

hanya di artikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

Dari pemaparan diatas kemudian dikaitkan dengan alasan pihak

kepolisian tidak menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal

303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak, karena pihak pelaksana Upacara Adat Wara tesebut merasa keberatan dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak kepolisian untuk bertanggungjawab atas musibah yang diperoleh apabila permainan Dadu Gurak maka alasan tersebut tidak sesuai dengan teori penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa permainan Dadu Gurak adalah merupakan tindak pidana

menurut Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian namun tetap saja dilaksanakan dalam Upacara Adat Wara. Hal tersebut tidak sejalan aturan normatif yang berlaku sehingga

dengan tidak diterapkanya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal

303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

tentang Penertiban Perjudian oleh pihak Kepolisian maka tidak sejalan dengan upaya aparatur penegakan hukum untuk menjamin dan

memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

Kemudian terkait dengan tujuan penegakan hukum untuk terwujudnya identitas hukum yang salah satunya ialah Kepastian Hukum, namun dengan tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang

Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian pada permainan Dadu Gurak maka tidak adanya kepastian hukum yang sesuai dengan norma hukum positif yang berlaku didalam masyarakat khususnya masyarakat penganut Agama/Hindu Kaharingan. Dan dengan tidak adanya kepastian hukum tersebut maka permainan Dadu Gurak ini akan terus berlanjut dan tidak sesuai dengan hukum positif yang berlaku.

Von Savigny pun berpendapat bahwa hukum positif muncul berasal dari masyarakat itu sendiri yang terbentuk dan sesuai dengan perjalanan dan perkembangan masyarakat. Hukum yang muncul dalam masyarakat tentunya memiliki tugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam

masyarakat dan merupakan suatu perlindungan kepada yustisiabel

yang dalam hal ini terkait dengan moral dari yustisiable itu sendiri

terhadap suatu tindakan yang dilakukan masyarakat. Hukum tanpa adanya nilai kepastian hukum maka akan kehilangan makna dari

hukum itu sendiri karena tidak lagi dapat dijadikan sebagai pedoman prilaku bagi semua orang.

Terkait dengan tidak diberlakukan atau diterapkannya Pasal 303

KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tersebut penulis pun mengkaitkan permasalahan yang menjadi penelitian

penulis ini, dengan faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum. Seperti yang dipahami menurut Soerjono Soekanto, terdapat 5 (lima) faktor yang menpengaruhi penegakan hukum dan penulis akan

mengkaitkan permasalahan yang terjadi dengan masing – masing

faktor sebagai berikut:

1) Faktor Hukum

Seperti yang telah dipahami bahwa Pasal 303 KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian ialah merupakan suatu aturan normatif yang memberikan kepastian hukum terhadap pola perilaku masyarakat yang bertujuan untuk kedamaian. Ada kalanya

dalam penyelengaraan hukum dilapangan, terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Karena keadilan bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan normatif.

Sehingga ada kalanya penerapan suatu kepastian hukum mengakibatkan ketidakadilan. Namun berbeda dengan permasalahan yang terjadi didalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, dalam penelitian ini yang terjadi ialah dengan tidak diterapkannya suatu aturan normatif yang

memberikan kepastian hukum maka mengakibatkan

terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang terjadi ialah apabila suatu perbuatan masyarakat yang mengandung unsur perjudian dilakukan diluar dari rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diterapkan terhadap suatu perbuatan tersebut sedangkan apabila suatu perbuatan yang mengandung unsur perjudian dalam penelitian ini ialah permainan Dadu Gurak dilakukan karena dianggap sebagai rangkaian ritual dalam Upacara

Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang

Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tidak diterapkan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan ketidakdilan hukum yang terjadi padahal seperti yang diketahui bahwa permainan Dadu Gurak bukan merupakan

rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara yang sebenarnya dan permainan Dadu Gurak merupakan sifat melawan hukum secara formil yang mana perbuatan tersebut telah

cocok dengan rumusan undang – undang karena telah

memenuhi unsur subjektif dan objektif Pasal 303 ayat (1) KUHP dan memenuhi unsur objektif Pasal 303 bis ayat (1) KUHP ;

2) Faktor Penegak Hukum

Mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum atau aparatur penegak hukum ialah merupakan satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak diterapkannya Pasal 303

KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian oleh aparatur penegak hukum dalam hal ini ialah pihak Kepolisian dengan alasan bahwa apabila pihaknya menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang

– Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak ini dan permainan tersebut tidak dilaksanakan maka syarat dari upacara adat tersebut tidak terpenuhi akan ada akibat yang harus ditanggung dan

dalam hal ini pihak pelaksana upacara adat tersebut meminta kepada pihak kepolisian tersebut untuk menanggung akibat yang terjadi. Hal tersebut yang menjadi ketakutan tersendiri

oleh pihak Kepolisian sehingga pihak Kepolisian

memutuskan untuk tidak menerapkan Pasal 303 KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak. Dengan demikian terlihat bahwa mentalitas dari seorang penegak hukum khususnya Kepolisian masih lemah karena pihaknya terlebih dahulu takut terhadap suatu peristiwa atau akibat yang selama ini belum pernah terbukti secara nyata.

3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Saran atau fasilitas yang mendukung penegak hukum ialah mencakup perangkat lunak maupun dalam perangakat keras salah satu contohnya adalah pendidikan. Pendidikan yang

cendrung kepada hal – hal praktis konvesional sehingga

banyak polisi yang kurang terlalu memahami pemberlakuan dan penerapan suatu aturan normatif contohnya penerapan

Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis

KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

Dengan pendidikan yang cendrung praktis, maka dalam penegakan hukum pun pihak Kepolisian cendrung berpikir secara praktis, selama suatu perbuatan tidak menimbukan terganggunya keseimbangan masyarakat walaupun hal tersebut merupakan suatu tindak pidana menurut aturan normatif yang berlaku, aturan tersebut bisa saja tidak diterapkan;

4) Faktor Masayarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. adanya kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indiktor berfungsinya hukum yang bersangkutan. Dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa permainan Dadu Gurak ialah merupakan bagian ritual Kaleker Diau dalam Upacara Adat Wara yang harus dilaksanakan. Dengan anggapan demikian maka permainan Dadu Gurak tetap dilaksanakan. Pada dasarnya pelaksanaan Dadu Gurak ini tidak menimbulkan terganggunya keseimbangan masyarakat karena permainan ini hanya berlangsung selama Upacara Adat Wara berlangsung. Walau pun permianan Dadu Gurak merupakan suatu tindakan yang telah memenuhi unsur delik perjudian tetapi masyarakat tidak ada yang merasa keseimbangannya terganggu sehingga tidak ada yang

melaporkan atau mengadukan kepada pihak Kepolisian terhadap pelaksanaan permainan Dadu Gurak tersebut.

5) Faktor Kebudayaan

Menurut Soerjono Soekanto, kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebudayaan juga suatu garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya dilarang. Seperti yang pahami bahwa adat merupakan suatu wujud dari kebudayaan, dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa Dadu Gurak merupakan budaya yang harus dilakukan didalam Upacara Adat Wara karena apabila tidak dilakukan maka akan ada suatu akibat yang akan ditanggung.

Apabila penegakkan hukum terhadap para pelaku dalam permainan Dadu Gurak dikaitkan dengan keberlakuannya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang negatif, Polisi harus tetap melakukan penegakan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam permainan Dadu Gurak tersebut. Persoalan apakah ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif itu ada atau tidak, hal tersebut harus melalui proses pembukatian dalam sidang pengadialan. Jadi ada atau tidaknya sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang negatif akan ditentukan oleh hakim dan bukan menjadi kewenangan oleh penyidik atau penuntut umum.

Maka dari penjelasan diatas terkait dengan alasan – alasan tidak

diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor

7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP

Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang

Penertiban Perjudian yang kemudian dikaitkan kepada beberapa teori,

maka penulis berpendapat bahwa alasan – alasan tersebut tidak cukup

kuat untuk tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal

303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974

Dokumen terkait