• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya pelaksanaan Upacara Ritual Rukun Kematian Agama Hindu/Kaharingan terkhususnya Upacara Adat Wara di Barito Selatan tidak dilaksanakan setiap tahunnya, tergantung dengan pihak keluarga yang ingin melaksanakan upacara tersebut. Tidak dilaksanakan setiap tahunnya dalam hal ini dimaksudkan ialah terkadang dengan selang waktu 3 (tiga) sampai 4 (empat) tahun setelah Upacara Adat Wara sebelumnya dilaksanakan, baru kemudian ada dilaksanakannya Upacara Adat Wara kembali. Namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dilaksanakan ditahun berikutnya setelah Upacara Adat Wara sebelumnya dilaksanakan, karena untuk pelaksanaan upacara adat ini kembali lagi kepada pihak keluarga yang ingin melaksanakan upcara tersebut, asalkan tidak melewati batas ketentuan waktu pelaksanaan Upacara Adat Wara seperti yang telah dijelaskan di sub bab sebelumnya.

Pelaksanaan Upacara Adat Wara di Barito Selatan yang menjadi objek penelitian oleh penulis ialah Upacara Ritual Adat Rukun Kematian Agama Hindu/Kaharingan “Wara Tutui Kanen Iwek” yang dilaksanakan mulai tanggal 24 Agustus 2016 sampai dengan 28

112 Antara Kalteng, Polres Barsel Bubarkan Judi di Ritual, diakses dari

http://m.antarakalteng.com/berita/240207/polres-barsel-bubarkan-judi-di-ritual-wara/ (pada tanggal 28 Februari 2017)

Agustus 2016 di Kelurahan Buntok Kota, RT. 016, RW. 002, Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.

Seluruh ritual dalam Upacara Adat Wara dilakukan sepanjang tanggal 24 Agustus 2016 sampai dengan 28 Agustus 2016. Ritual yang dilakukan antara lain:

1) Hari pertama Rabu, tanggal 24 Agustus 2016

a) Pembukaan, dimana ketua panitia pelaksana Upacara

Adat Wara ini yang merupakan anak dari arwah yang diupacara adatkan menyampaikan maksud dan tujuan

dilaksanakannya upacara adat tersebut untuk

menghantarkan arwah orang tua dari keluarga yang melaksanakan upacara tersebut;

b) Basarah, pihak keluarga menyerahkan sesajen kepada

Kandong/Wadian Wara sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan. Sesajen yang diserahkan berupa :

(1) Gong; (2) Uang logam; (3) Beras putih; (4) Beras kuning; (5) Dupa; (6) Lilin; (7) Daun sawang; (8) Bunga;

(10)Tuak adat.113

c) Pener Adat, dalam pener adat ini seluruh pihak yang

terlibat seperti keluarga pelaksana membicarakan hal yang terkait dengan tata cara pelaksanaan ritual bersama Kandong/Wadian Wara, kemudian membicarakan terkait dengan denda adat apabila terjadi keributan yang

mengakibatkan kegiatan terhambat/gagal/melanggar

ketentuan adat. Denda berupa :

(1) Menggantikan seluruh biaya pelaksanaan upacara;

(2) 2 (dua) buah sangku atau mangkuk kuningan yang

berasal dari tembaga;

(3) 5 (lima) buah penduduk atau sesajen lengkap dengan

isi perlengkapannya sesuai dengan persyaratan dari Kandong/Wadian Wara;

(4) 20 (dua puluh) gram emas murni;

(5) 2 (dua) buah gong;

(6) 14 (empat belas) buah talam atau nampan;

(7) Tampung tawar selengkapnya sesuai dengan

petunjuk Kandong/Wadian Wara;114

Ketiga rangkaian kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk suatu ibadah singkat dengan tatacara Agama

113 Wawancara dengan Bapak Rayuanto selaku Kandong/Wadian Wara tanggal 23

Agustus 2016, di lokasi berlangsungnya Upacara Adat Wara, Jl. Panglima Batur Gg. Karya RT. 016, RW. 002.

114 Wawancara dengan Bapak Diro Asman, selaku Ketua Panitia Pelaksana Upacara

Wara Tutui Kanen Iwek, tanggal 23 Agustus 2016, di di lokasi berlangsungnya Upacara Adat Wara, Jl. Panglima Batur Gg. Karya RT. 016, RW. 002.

Hindu/Kaharingan yang dilakukan oleh Kandong/Wadian Wara dan dihadiri oleh masyarakat sekitar tempat berlangsungnya Upacara Adat Wara.

2) Hari kedua Kamis, tanggal 25 Agustus 2016, melaksanaan

Wara. Dihari kedua ini, segala rangkaian ritual upacara adat dilakukan, seperti saung manu diau, saramin diau, kahing diau, dan kaleker diau. Rangkaian ritual tersebut diikuti oleh masyarakat sekitar tepat berlangsungnya Upacara Adat Wara.

3) Hari ketiga Jumat, tanggal 26 Agustus 2016, melanjutkan

kegiatan Ritual Wara. Kegiatan yang dilakukan sama halnya dengan kegiatan pada hari kedua.

4) Hari keempat Sabtu, tanggal 27 Agustus 2016, membuat

babea/ membuat Panguta Diaw/ sesajen untuk Upacara

Ritual. Segal bentuk sesajen untuk persembahan

dipersiapakn oleh keluarga yang melaksanakan upacara adat tersebut seperti hewan babi, ayam, beras dan lain sebagainya sesuai dengan permintaan dari Kandong/Wadian Wara.

5) Hari kelima Minggu, tanggal 28 Agustus 2016

a) Mengantar panguta diau atau sesajen ke Pemakaman,

segala sesajen yang telah disediakan kemudian diantarkan ke makam orang (Arawah Diau/ Orang yang telah meninggal) yang ritual adatkan oleh keluarga yang

melaksanakan upacara adat ini. Dalam penelitian ini

yang diritual adatkan ialah orang tua laki – laki (ayah)

dari keluarga yang melaksanakan Upacara Adat Wara ini. Setelah sesajen disediakan dan keluarga berkumpul, kemudian anak dari arwah diau membongkar makam

arwah diau dan mengambil tulang – tulang dari arwah

diau tersebut yang sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan air yang berada didalam gong dan kemudian menyerahkan ke Kandong/Wadian Wara untuk dimasukan kedalam peti jenasah yang baru dan dipindahkan ke makam yang baru.

b) Penutupan, dilakukan ibadah singkah sesuai tatacara

agama Hindu/Kaharingan yang dilakukan oleh

Kandong/Wadian Wara setelah semua rangkaian ritual

adat selesai.115

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, fokus kajian penulis dalam penelitian ini ialah pada permainan Dadu Gurak yang disajikan dalam ritual adat Kaleker Diau dalam Upacara Adat Wara ini.

Dalam ritual Kaleker Diau, pihak keluarga yang

menyelenggarakan upacara adat menyediakan 4 (empat) buah lapak untuk ritual tersebut. 4 (empat) buah lapak tersebut dipergunakan untuk permainan dadu gurak. Dalam penelitian ini, penulis terjun

115 Wawancara dengan Bapak Diro Asman, selaku Ketua Panitia Pelaksana Upacara

Wara Tutui Kanen Iwek, tanggal 23 Agustus 2016, di di lokasi berlangsungnya Upacara Adat Wara, Jl. Panglima Batur Gg. Karya RT. 016, RW. 002.

langsung ke lokasi tempat berlangsungnya Upacara Adat Wara. Fakta dilokasi yang ditemukan penulis adalah terdapat 4 (empat) lapak

tempat permainan Dadu Gurak, dimasing – masing lapak ada 2 orang

yang bertindak sebagai pemandu dalam permainan dadu gurak tersebut (Bandar), adanya sejumlah uang yang tidak diketahui berapa nominal uang tesebut yang digunakan sebagai modal, dan adanya keterlibatan masyarakat dalam permainan tersebut yang ikut pula mempertaruhkan sejumlah uang untuk menebak angka mata dadu yang keluar. Masyarakat yang terlibat dalam permainan ini bukan hanya dari pihak keluarga yang melaksanakan Upacara Adat Wara atau masyarakat lingkungan sekitar tempat pelaksanaan upacara adat, tetapi masyarakat luar lingkungan tersebut yang juga datang dengan sengaja untuk ikut dalam permainan tersebut.

Selain memperoleh fakta dilokasi, penulisi juga berusaha untuk memperoleh informasi terkait dengan permainan Dadu Gurak yang disajikan didalam ritual adat. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab dadu gurak dalam prespektif ajaran Agama Hindu/Kaharingan dikatakan bahwa permainan Dadu Gurak bukanlah merupakan adat Dayak, bahkan tidak ada dalam adat Dayak itu sendiri dan didalam ajaran agama Hindu/Kaharingan. Ketua Dewan Adat Dayak pun mengatakan bahwa ritual Kaleker Diau yang menyajikan permainan Dadu Gurak pada pelaksanaan Upacara Adat Wara pada dasarnya

bukan disajikan dalam bentuk permainan dadu dengan

menyajikan permainan dadu gasing yang diputar116 dan permainan ini sama halnya dengan permainan yang disajikan dalam ritual Kahing Diau. Hanya saja yang membedakan Kaleker Diau dan Kahing Diau ialah pada jumlah lapak yang menjadi tempat permainan. Permainan dadu gasing merupakan ritual adat asli dalam ritual Kaleker Diau, dimana permainan dadu gasing ini dimainkan dengan dadu yang berbentuk seperti gasing dan diadu kemudian gasing yang terlebihdahulu berhenti berputar maka dinyatakan kalah dan tidak ada taruhan sejumlah uang didalam permainan ini.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi, masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan memanipulasi permainan Kaleker Diau tersebut yang awalnya hanya merupakan permainan dadu gasing

tanpa adanya taruhan sejumlah uang menjadi permainan

menggunakan dadu balok yang dikenal dengan Dadu Gurak, disertai adanya taruhan sejumlah uang untuk menebak angka mata dadu yang akan keluar. Masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan memaksa untuk tetap mengadakan permainan Dadu Gurak dalam

ritual Kaleker Diau dan memasukkan sebagai ritual.117 Contoh bentuk

paksaan yang dilakukan untuk tetap mengadakan permainan Dadu Gurak ini ialah apabila permainan Dadu Gurak ini tidak dilaksanakan, maka pihak penyelenggara menganggap bahwa syarat ritual dalam

116 Wawancara dengan Bapak Lewi Bungken, SH, selaku Ketua Dewan Adat Dayak

Kec. Dusun Selatan, 3 Januari 2017 di Kantor Dwan Adat Dayak Kec. Dusun Sealatan.

117 Wawancara dengan Bapak Lewi Bungken, SH, selaku Ketua Dewan Adat Dayak

Upacara Adat Wara ini tidak terpenuhi. Dan dari tidak terpenuhinya syarat tersebut akan ada musibah yang ditanggung oleh pihak keluarga yang mengadakan upacara adat. Anggapan demikian yang kemudian mengharuskan permainan Dadu Gurak dilaksanakan karena pihak keluarga yang melaksanakan tidak ingin menanggung akibat yang akan terjadi apabila permianan tersebut tidak dilaksanakan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permainan Dadu Gurak ini bukan merupakan ritual yang sebenarnya. Namun panitia pelaksana tetap beralasan bahwa permainan tersebut merupakan suatu rangkaian ritual keagaamaan yang harus dilaksanakan dalam Upacara Adat Wara dan permainan tersebut sudah dari zaman dahulu kala sehingga menjadi suatu adat.

Upacara Adat Wara dilakukan oleh masyarakat Dayak Dusun di Kalimantan Tengah yang menganut Agama Hindu/Kaharingan,

namun dalam melaksanakan Upacara Adat Wara tersebut dimasing –

masing daerah di Kalimantan Tengah berbeda – beda, seperti halnya

permainan Dadu Gurak dalam ritual Kaleker Diau. Sesuai informasi yang diperoleh oleh penulis dari Ketua Dewan Adat Dayak, adanya permainan Dadu Gurak tersebut hanya terjadi didalam Upacara Adat Wara yang berlangsung di daerah Barito Selatan saja sedangkan daerah lainnya di Kalimantan Tegah yang melaksanakan Upacara Adat Wara tersebut tidak mengadakan permainan Dadu Gurak dalam upacara tersebut dan tidak ada akibat atau musibah apapun yang ditanggung oleh pihak keluarga yang menyelengarakan Upacara Adat

Wara tersebut.118 Masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan diluar Barito Selatan yang melaksanakan Upacara Adat Wara, tetap menggunakan tata cara ritual adat yang sesuai dengan tata cara asli Upacara Adat Wara tanpa memanipulasi ritual adat yang sesungguhnya. Dimana dalam tata cara ritual adat asli, Upacara Adat Wara ini tidak adanya permainan dadu yang dengan mempertaruhkan sejumlah uang melainkan hanya permainan gasing putar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi dilaksanakannya upacara adat sebagai salah satu ritual yang dianggap untuk memberikan

hiburan kepada roh orang telah meninggal.119

Dalam pelaksanaan Upacara Adat Wara Tutui Kanen Iwek, untuk proses perizinan pelaksanaan, Panitia pelaksana mengajukan permohonan ijin pelaksanaan Upacara Ritual Adat Rukun Kematian Agama Hindu/Kaharingan “Wara Tutui Kanen Iwek” kepada:

1) Kapolres Barito Selatan;

2) Dandim 1012 buntok;

3) Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Kabupaten

Barito Selatan;

4) Kapolsek Dusun Selatan;

5) Damang Kepala Adat Kecamatan Dusun Selatan;

6) Dewan Adat Dayak Kecamatan Dusun Selatan;

118 Wawancara dengan Bapak Lewi Bungken, SH, selaku Ketua Dewan Adat Dayak

Kec. Dusun Selatan, 3 Januari 2017 di Kantor Dwan Adat Dayak Kec. Dusun Sealatan.

119

Wawancara dengan Bapak Lewi Bungken, SH, selaku Ketua Dewan Adat Dayak Kec. Dusun Selatan, 3 Januari 2017 di Kantor Dwan Adat Dayak Kec. Dusun Sealatan.

7) Majelis Resort Agama Hindu Kaharingan Kecamatan Dusun Selatan;

8) Lurah Buntok Kota;

9) Pangulu Agama Hindu Kaharingan Kelurahan Buntok Kota;

10) Ketua RT. 016 Buntok.

Pihak – pihak yang telah disebutkan diatas, kemudian

mengeluarkan surat rekomendasi untuk melaksanakan Upacara Adat Wara Tutui Kanen Iwek dan surat ijin mengumpulkan orang banyak. Dalam surat rekomendasi dan surat ijin mengumpulkan orang banyak yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan oleh pihak panitia pelaksana Upacara Adat Wara dan ada 3 (tiga) poin penting tersebut yang menjadi fokus penulis antara lain:

a) Dalam pelaksanaan Upacara Adat Wara Tutui Kanen Iwek

dilarang melakukan, membuka atau mengadakan perjudian dalam bentuk apapun;

b) Panitia pelaksana Upacara Adat Wara Kanen Iwek wajib

menaati semua peraturan pemerintah dan Undang – Undang

yang berlaku; dan

c) Penyelenggaraan Upacara Adat dilaksanakan sesuai dengan

hukum adat leluhur yang berlaku.120

Kemudian permasalahan yang terjadi, dilokasi penelitian penulis menemukan kenyataan bahwa panitia pelaksana Upacara Adat Wara Kanen Iwek tetap mengadakan perjudian yang disajikan dalam bentuk permainan Dadu Gurak. Namun pihak panitia menganggap bahwa permainan Dadu Gurak bukanlah sebuah perjuadian, melainkan salah

satu rangkaian ritual didalam upacara adat tersebut121 seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Hal tersebut pun yang kemudian memunculkan pandangan yang berbeda terkait permainan Dadu Gurak ini.

Dari sisi pandangan pihak Kepolisian, permainan Dadu Gurak merupakan suatu tindak pidana perjudian sesuai dengan Pasal 303 KHUP karena didalam permainan Dadu Gurak tersebut adanya pertaruhan sejumlah uang. Padangan tersebut diperoleh penulis melalui hasil wawancara bersama salah satu Anggota Kepolisian Resot Barito Selatan yang mengatakan bahwa :

“Kami dari pihak Kepolisian pun pada dasarnya meralang adanya perjuadian dalam bentuk apapun didalam setiap acara apapun yang dilaksanakan masyarakat Barito Selatan dengan izin mengumpulkan orang banyak dan hal tersebut pun telah tertuang didalam surat izin tersebut. Acara apapun itu termasuk acara ritual keagamaan sekali pun. Apalagikan ini ritual keagamaan menurut kami sebenarnya tidak ada perjuadian, karena dalam agama apapun tidak ada yang mengajarkan tentang perjudian. Tetapi nyatanya tetap saja kan pihak yang melakukan upacara Adat Wara itu melakukan permainan Dadu Gurak. Hal ini pun sebenarnya sudah lama menjadi dilema bagi kami pihak Kepolisian dalam penerapan Pasal 303 KHUP terhadap permainan Dadu Gurak ini. Permasalahannya apabila kami

121 Wawancara dengan Bapak Udin selaku salah satu anggota Panitia Pelaksana Upacara

Wara Tutui Kanen Iwek, tanggal 23 Agustus 2016, di lokasi berlangsungnya Upacara Adat Wara, Jl. Panglima Batur Gg. Karya RT. 016, RW. 002.

dari pihak kepolisian menerapkan Pasal 303 KUHP tersebut, pelaksana Upacara Adat Wara tesebut merasa keberatan dan meminta

pertanggungjawaban kepada pihak kepolisian untuk

bertanggungjawab atas musibah yang diperoleh apabila Ritual Adat Kaleker Diau yang menyajikan permainan Dadu Gurak dihentikan

karena ritual tersebut dianggap sebagai ajaran agama

Hindu/Kaharingan dan adat yang telah membudaya dari zaman dahulu kala sebelum adanya hukum positif yang berlaku di Indonesia. Kemuadia kami juga dari Pihak kepolisian merasa kami tidak bisa berdiri sendiri dengan Pasal 303 dan Pasal 3030 bis KUHP saja dalam penertiban tindak pidana perjudian Dadu Gurak ini sedangkan belum adanya Peraturan Daerah Kabupaten Barito Selatan tentang Pemberdayaan Kelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga Adat yang mengatur secara spesifik bahwa suatu adat atau

suatu kebudayaan tidak boleh bertentangan dengan undang –

undang”.122 “Dalam penerapan Pasal Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, apabila terkait pelaksanaan permainan Dadu Gurak yang mana dalam hal ini di luar Upacara Adat

Wara contohnya semisal ada orang meninggal, kemudian tiba – tiba

dilokasi tersebut ada Bandar yang kemudian membuka lapak untuk permainan dadu gurak, dalam hal ini kami dari pihak Kepolisian

122

Wawancara dengan Bapak Agus Puji selaku anggota Kepolisian Resor Barito Selatan dan Arjun Komisaris Posili Subur selaku Kasat Intelkam Kepolisian Resor Barito Selatan, tanggal, 2 September 2016 di Kantor Kepolisian Resor Barito Selatan.

melakukan penindakan. Untuk disepanjang tahun 2017 dari Januari sampai dengan Mei ini, pada bulan Januari kami melakukan penggerebekan di Jalan Pahlawan No.16 RT.36 pada saat itu ada tempat orang meninggal dan disamping rumah tempat orang meninggal tersebut ada Bandar yang memang sudah jadi incaran kami sedang membuka lapak perjudian dengan menggunakan dadu. Kami melakukan penggerebakan namun Bandar melarikan diri dan dilokasi kami hanya menemukan barang bukti berupa lapak, 2 (dua) mata dadu, dan piring serta wadah yang digunakan untuk mengguncang dadu dan sampai saat ini kami sedang melakukan pengincaran

terhadap Bandar tersebut karena Bandar tersebut selalu berpindah –

pindah lokasi bahkan sampai keluar dari Barito Selatan. Untuk

penerapan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7

Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo.

Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak yang diluar Upacara Adat Wara di Barito Selatan sendiri baru pertama kali karena kebanyakan disini perjudian Togel atau Buntut”.123

Selain dari hasil wawancara dengan pihak Kepolisian terkait pandangan terhadap permainan Dadu Gurak dan tidak diterapkannya Pasal 303 KHUP terhadap permainan Dadu Gurak tersebut, penulis juga memperoleh informasi dari berbagai narasumber terkait dengan pandangan terhadap permainan Dadu Gurak tersebut.

123

Wawancara dengan Bapak Agus Puji selaku anggota Kepolisian Resor Barito Selatan, tanggal 26 Mei 2017 via telepon seluler (Salatiga, Jawa Tengah – Barito Selatan, Kalimantan Tegah)

1) Dewan Adat Dayak

Hasil wawancara dengan Damang Kepala Adat Dayak mengatakan :

“sabujur ni, amun manurut adat Dayak takam, mahi sah permainan Dadu Gurak sa na tuangkan huang upacara Adat Wara bahkan hang huang ketentuan adat pun mahi tertuang sa permainan Dadu Gurak ina, na ekat here penganut agama Hindi/Kaharingan hang Barito Selatan na ae sa menuangkan permainan Dadu Gurak hang huang Upacara Adat Wara. Hare pihak pelaksana ru ekat memanipulasi ae sa permainan Dadu Gurak. Ritual adat sa sabujur ni ru hanye Kaleker Diau. Kaleker Diau ru pun sabujur ni puang na laksanakan anri permainan Dadu Gurak anri kapanan ngatu duit segala macam, tapi sabujurni anri permainan Dadu Gasing ekat na manipulasi sehingga na ulah jadi Dadu Gurak dan here ngantuh permainan Dadu Gurak iru adalah ajaran agama here dangana acara Wara ina kan here ngantuh ni Ritual Rukun Kematian agama here. Padahal sebujur ni mahi isa agama pun sa mengajarkan tentang perjudian. Babalu terkait yala awe repon teka kami selaku pihak Adat, kami puang tau mengambil tindakan dagana here sa pelaksana kegiatan atau here masyarakat sa penganut Agama Hindu/Kaharingan selalu beranggapan bahwa permainan Dadu Gurak ina adalah suatu ritual keagamaan here

sedangkan kami Dewan Adat puang tau menindak suatu hal sa berhubungan dengan lintas agama dagana kami ekat mangurus hal sa terkait dengan adat ae dan puang mangurus hal sa terkait dengan lintas agama.”124

Artinya :

”sebenarnya, apabila menurut Adat Dayak, tidak ada permainan Dadu Gurak yang dituangkan didalam Upacara Adat Wara bahkan didalam ketentuan adat pun tidak ada tertuang permainan Dadu Gurak, hanya masyarakat penganut agama Hindu/Kaharingan saja yang menuangkan permainan Dadu Gurak dalam Upacara Adat Wara. Pihak pelaksanan upacara tersebut hanya memanipulasi permainan Dadu Gurak. Ritual adat yang sebenarnya adalah Kaleker Diau. Kaleker Diau pun sebenarnya tidak dilaksanakan dengan permainan Dadu Gurak dengan segala pertaruhan uang melainkan dilaksanakan dengan permainan Dadu Gasing tetapi dimanipulasi menjadi Dadu Gurak dan mereka menganggap permainan Dadu Gurak ini adalah ajaran agama karena acara Wara ini merupakan Ritual Rukun Kematian Agama Hindu/Kaharingan. Padahal sebenarnya tidak ada satu agama pun yang mengajarkan tentang perjudian. Kemudian terkait dengan bagaimana respon dari kami selaku pihak Adat, kami tidak bisa mengambil tindakan karena pihak

124

Wawancara dengan Bapak Lewi Bungken, SH, selaku Ketua Dewan Adat Dayak Kec. Dusun Selatan, 3 Januari 2017 di Kantor Dwan Adat Dayak Kec. Dusun Sealatan.

pelaksana kegiatan atau masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan selalu beranggapan bahwa permainan Dadu Gurak ini adalah suatu ritual keagamaan sedangkan kami Dewan Adat tidak bisa menindak suatu hal yang berhubungan dengan lintas agama karena kami hanya mengurus hal yang terkait dengan adat saja dan tidak mengurus hal yang terkait dengan lintas agama.”

2) Majelis Dewan Agama Hindu Kaharingan

Hasil wawancara dengan salah satu pengurus Majelis Dewan Agama Hindu Kaharingan mengatakan:

”didalam Upacara Adat Wara ini sebenarnya tidak ada yang namanya permainan Dadu Gurak, memang didalam upacara Adat Wara ini ada ritual Kaleker Diau tetapi sebenarnya yang disajikan dalam ritual Kaleker Diau itu bukan permainan Dadu Gurak, saya memang kurang tau seperti apa detail ritual Kaleker Diau itu sendiri mungkin nanti bisa ditanyakan kepada Dewan Adat Dayak yang mungkin mengerti bagaimana ritual Kaleker Diau itu sendiri. Cuma memang dalam ajaran Agama Hindu/Kaharingan perjudian itu tidak ada. Dadu Gurak ini memang salah satu keunikan yang ada di Barito Selatan karena hanya di Barito Selatan saja ritual Kaleker Diau itu disajikan dalam permainan Dadu Gurak dan kami dari Majelis Dewan Agama sendiri apabila ditanyakan hal tersebut pun agak sulit karena apabila tidak dilaksanakan

Kaleker Diau Kandong/Wadian Wara dan pihak pelaksana upacara adat Wara tidak besedia untuk melaksanakan acara

Dokumen terkait