III. METODOLOGI PENELITIAN
5.2. Budidaya Spat
5.2.3. Analisis Usaha Budidaya Spat
Data yang digunakan untuk analisis usaha budidaya spat menggunakan
cross-section data yang diambil dari 10 orang pembudidaya. Setiap pembudidaya
memelihara spat paling sedikit 2.153 ekor dan paling banyak 2.944 ekor. Spat yang hidup dan layak untuk dijual sesuai persyaratan untuk pemeliharaan selanjutnya oleh si pembeli mengalami penurunan jumlah. Hal ini disebabkan kematian spat atau perkembangan spat yang tidak sempurna yang umumnya disebabkan oleh hama cacing.
Hama cacing menyerang bagian cangkang spat, bukan hanya menempel pada cangkang bahkan mampu mengebor cangkang spat. Menurut Sudradjat (2008) upaya pencegahannya adalah dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu. Lama pemeliharaan spat di teluk ini adalah sembilan bulan dengan survival rate spat yang terjadi bervariasi antara 93,78-95,51% dan laju pertumbuhan antara 8,1-9,4 cm perbulan. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan spat yang dibudidayakan di Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan sebesar 9,3 cm per bulan maka laju pertumbuhan spat di Teluk Semangka masih dalam kisaran yang tidak terlalu jauh berbeda. Pada Tabel 16 berikut dapat dilihat survival rate spat di Teluk Semangka.
Tabel 16 Jumlah spat diawal, diakhir pemeliharaan dan prosentase kematian spat yang dibudidayakan di Teluk Semangka
No. Jumlah awal (ekor) Jumlah akhir (ekor) Survival Rate (%)
1 2.835 2.701 95,27 2 2.944 2.810 95,45 3 2.890 2.756 95,36 4 2.384 2.250 94,38 5 2.926 2.792 95,42 6 2.982 2.848 95,51 7 2.933 2.799 95,43 8 2.153 2.019 93,78 9 2.399 2.265 94,41 10 2.719 2.585 95,07
Beberapa catatan penting dari usaha budidaya spat di Teluk Semangka ini adalah usaha ini merupakan usaha yang memiliki potensi besar baik dari segi
keberadaan sumberdaya perairan maupun potensi pasar dengan harga yang relatif stabil. Struktur pasar yang ada adalah oligopsoni mengarah monopsoni dimana jumlah pembeli sedikit dan penjual yang banyak untuk jenis barang yang homogen (Boediono 1982) yaitu spat. Namun keunikannya terdapat kesepakatan harga untuk kualitas yang sudah ditetapkan. Sebagaimana dalam usaha budidaya laut, hasil yang bisa dijual hanya dalam bentuk sesuai ukuran yang telah ditetapkan, tidak ada hasil sampingan.
Besarnya NPV usaha budidaya pemeliharaan spat di Teluk Semangka (Lampiran 8) rata-rata per tahun sebesar Rp679.433.000,00. Nominal tersebut merupakan suatu ukuran nilai keuntungan yang relatif menguntungkan bagi masyarakat pesisir Teluk Semangka. NPV usaha budidaya spat di teluk ini bila dibandingkan dengan di Laut Sumbawa dan Alas menunjukkan usaha di Teluk Semangka dua kali lebih menguntungkan (Adi Candra 2009) dan usaha budidaya spat di teluk ini masih bisa ditingkatkan bila potensi perairan yang ada di Teluk Semangka dimanfaatkan secara optimal hingga 100% luas potensial. Hasil analisis kelayakan usaha seperti NPV dan B-C rasio menunjukkan bahwa usaha ini dapat diteruskan, dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Analisis usaha budidaya spat di Teluk Semangka
Kondisi Produksi NPV B-C rasio IRR
Produksi Aktual 679.433.000,00 2,94 112,20
Pemanfaatan 100% 1.432.379.615.561,00 1,47 53,61
Pemanfaatan 75% 1.708.633.661.842,00 2,28 88,15
Pemanfaatan 50% 1.984.887.708.123,00 3,90 146,72
Pemanfaatan 25% 2.208.756.465.239,00 7,21 153,73
B-C rasio lebih ditekankan pada kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk memperbandingkan dan menghitung tingkat keuntungan usaha. Jika nilai B-C rasio lebih besar dari 1, usaha ini layak , bila sama dengan 1, usaha tersebut belum mendapatkan keuntungan sehingga perlu pembenahan, bila lebih kecil dari 1, tidak layak, dan semakin kecil nilainya, semakin besar pembudidaya menderita kerugian. B-C rasio pada usaha budidaya spat di Teluk Semangka rata-rata adalah 2,94 artinya usaha ini layak diteruskan.
IRR dimaksudkan untuk menentukan nilai tingkat diskonto atau tingkat hasil usaha yang dapat diharapkan dari suatu yang membuat NPV sama dengan nol. Semakin tinggi nilai IRR akan semakin baik manfaat usaha tersebut, sehingga memungkinkan untuk memperoleh pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingat IRR tersebut. Semakin rendah nilai IRR menunjukkan semakin kurang layak usaha tersebut. Nilai IRR pada usaha budidaya spat di Teluk Semangka adalah 112,20% artinya usaha ini sangat layak, karena pada umumnya tingkat suku bunga pinjaman untuk proyek-proyek pemerintah ditentukan di bawah 10% per tahun sebagai social rate of interest (Suparmoko, 2006).
Parameter yang lain adalah ROI. ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu. Tujuannya agar pembudidaya dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanamnya. Dengan demikian, analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam pembudidayaan tersebut. Hasil perhitungan nilai ROI pada usaha budidaya pemeliharaan spat di Teluk Semangka (Lampiran 8) rata-rata sebesar 2,45, artinya perbandingan antara penerimaan dengan modal yang ditanam untuk usaha budidaya spat mutiara ini sebesar 2,76 atau pembudidaya memperoleh keuntungan senilai Rp276.000,00 untuk setiap Rp100.000,00 modal yang ditanamkan dalam usaha budidaya spat. Semakin tinggi nilai ROI semakin baik.
BEP merupakan nilai di mana hasil penjualan produk sama dengan biaya produksi atau pengeluaran sama dengan pendapatan. BEP usaha ini adalah Rp6.487.000,00, yang artinya pembudidaya mengalami titik impas, yaitu tidak untung dan tidak rugi bila penjualan seharga tersebut. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar usaha ini tidak rugi.
Perhitungan analisis pemanfaatan budidaya spat di Teluk Semangka (Lampiran 9) untuk parameter NPV bila 12.340 unit rakit budidaya spat dilakukan adalah Rp1.432.379.615.561,00; bila 9.255 unit rakit (Rp1.708.633.661.842,00); bila 6.170 unit rakit (Rp1.984.887.708.123,00) dan bila 3.670 unit rakit (Rp2.208.756.465.239,00). Penjualan satu ekor spat dikenakan retribusi
Rp125,00 untuk pendapatan asli daerah (PAD), sehingga PAD dari usaha budidaya spat di Teluk Semangka per tahun antara Rp11,2-37,6 miliar.
5.3. Analisis Alternatif Kebijakan
Proses pengambilan keputusan terhadap optimasi pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya di Teluk Semangka dilakukan dengan model pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja dengan Teknik Perbandingan Indeks Kinerja
(comparative performance index, CPI). CPI merupakan indeks gabungan yang
dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif. Alternatif kebijakan tersebut adalah nilai optimasi dari perikanan tangkap dengan pendekatan dinamik dan pemanfaatan budidaya spat (100; 75; 50; 25%) di Teluk Semangka berdasarkan beberapa kriteria (NPV, Net B/C dan IRR%). Hasil analisis penentuan peringkat dari beberapa alternatif diperoleh bahwa peringkat pertama adalah optimasi pemanfaatan potensi budidaya 25%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18 berikut:
Tabel 18 Matrik optimasi perikanan tangkap dan budidaya spat hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja
Kondisi Produksi Indeks Kriteria Nilai
Alternatif Peringkat NPV Net B/C IRR Optimal Dinamik 179,05 101,22 128,58 500,57 2 Pemanfaatan 100% 100,00 100,00 100,00 300,00 5 Pemanfaatan 75% 119,27 155,10 257,69 171,55 4 Pemanfaatan 50% 138,54 265,17 573,08 306,89 3 Pemanfaatan 25% 154,20 490,20 1217,59 574,02 1 Bobot Kriteria 0,40 0,3 0,3
Arti dari peringkat tersebut bahwa keputusan pertama yang dapat direkomendasikan adalah pemanfaatan budidaya spat 25% dari potensi perairan budidaya di Teluk Semangka sebanyak 3.085 unit rakit. Pemanfaatan budidaya di Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus dengan pembukaan 3.085 unit rakit akan menyerap tenaga kerja yang tidak kurang dari 29.360 orang perbulan selama umur ekonomis proyek. Hal tersebut memiliki nilai strategis dalam upaya pengentasan
kemiskinan, pengembangan kegiatan ekonomi berbasis masyarakat, dan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan perikanan yang tertuang dalam Dokument Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Tanggamus. Sehingga dengan melihat besarnya potensi yang ada diselaraskan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu pengentasan kemiskinan, pengembangan kegiatan ekonomi berbasis masyarakat, dan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan perikanan, maka sudah semestinya pemerintah membuat sebuah kebijakan pemanfaatan agar kebijakan yang diambil menghasilkan sebuah keputusan yang efektif, maka dibutuhkan sebuah pendekatan yang berbasis sistem seperti yang telah diuraikan di atas.
Berdasarkan hasil perhitungan Teknik Perbandingan Indeks Kinerja peringkat kedua adalah pemanfaatan perikanan tangkap dengan pendekatan produksi optimal dinamik, ikan tembang dapat ditingkatkan produksinya hingga 80,01 persen, petek 12,16 persen, teri 12,16 persen dan kembung 5,32 persen, dan peringkat terakhir adalah pemanfaatan potensi perairan budidaya di Teluk Semangka sebanyak 12.340 unit rakit (100 persen).
Implemenstasi dari pemanfaatan optimal dengan pendekatan dinamik antara lain pengkajian jumlah effort atau upaya, dalam hal ini kajian alat tangkap yaitu bagan dan purseine baik dalam hal jumlah maupun trip penangkapan. Perlu diketahui bahwa untuk satu bagan mempekerjakan 8-10 orang dan purseine 30-35 orang. Berdasarkan perhitungan peningkatan prosentase effort ke kondisi optimal dinamik sebesar 6,71 persen untuk alat tangkap bagan maka penambahan jumlah adalah 2 unit pertahun. Penambahan alat tangkap bagan ini akan menyerap tenaga kerja sebesar 20 tenaga kerja pertahun (perhitungan pada Lampiran 10).
Tabel 19 Implementasi optimasi pemanfaatan perikanan tangkap dan budidaya spat di Teluk Semangka
Pemanfaatan Luas (m2 Jumlah
(Unit) ) Produksi (Rp) Kebutuhan Benih (ekor) Kebutuhan Tenaga Kerja Penambahan Bagan 2 614.222.612,71 20 Penambahan Purseine 72.514.371,22 Budidaya 100% 43.660.000 12.340 116.076.143,89 31.448.490 98.720 Budidaya 75% 32.745.000 9.255 184.617.359,94 23.586.368 74.040 Budidaya 50% 21.830.000 6.170 321.699.790,62 15.724.246 49.360 Budidaya 25% 10.915.000 3.670 661.840.998,70 9.352.996 29.360
Peningkatan prosentase effort untuk alat tangkap purseine sebesar 0,68 persen atau 40 trip pertahun atau 3 trip perbulan Penambahan trip purseine ini tidak menyerap tenaga kerja karena tidak meningkatkan penambahan unit alat tangkap. Namun demikian lebih jauh tujuan pengelolaan perikanan adalah untuk menjamin produksi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ikan (resource conservation), terutama melalui berbagai tindakan pengaturan
(regulation) dan pengkayaan (enhancement) yang meningkatkan kehidupan sosial
nelayan dan sukses ekonomi bagi industri yang didasakan pada stok ikan (Nurhakim 2006).
Berdasarkan analisis budidaya, didapatkan luasan pemanfaatan optimal 25 persen, pemanfaatan luasan ini menjadi lebih optimal dikarenakan penggunaan luasan rakit yang oleh para pembudidaya kurang efisien. Dari kajian dilapang didapatkan bahwa satu unit rakit dengan luas 5.538 m2 sama untuk pemeliharaan jumlah spat yang relatif sama sehingga penggunaan rakit (luasan) yang sedikit menjadi lebih efisien.
Hasil analisis keterkaitan antara luasan budidaya dan pemanfaan sumberdaya perikanan tangkap secara optimal menunjukkan bahwa kebijakan dengan ditambahan 2 unit bagan akan mengurangi lahan budidaya seluas + 24 m2. Kebijakan tersebut tidak berdampak signifikan terhadap perikanan budidaya karena hanya mengurangi pemanfaatan budidaya 0,00022 persen. Namun demikian aspek interaksi ekologinya harus dapat dikaji lebih mendalam.
Pengkajian prioritas ini perlu dilakukan agar pengelolaan yang tepat dalam pemanfaatan sumberdaya di suatu kawasan, termasuk perairan Teluk Semangka dapat dilakukan seobyektif mungkin. Menurut Dahuri (2003) pengelolaan sumberdaya perikanan adalah suatu tindakan melalui pembuatan peraturan yang didasari oleh hasil kajian ilmiah yang kemudian dalam pelaksanaannya diikuti oleh kegiatan monitoring, controlling dan surveillance, dimana tujuan akhirnya adalah suatu kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya dan memberikan keuntungan secara ekonomi maupun biologi. Artinya pengelolaan mencakup pengembangan dan pengendalian, dimana acuan yang dianut dalam pelaksanaannya adalah konsep perikaan yang bertangggung jawab/responsible fisheries.