• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah suatu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model – model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.

Kelebihan model AHP dibandingkan dengan model keputusan lainnya adalah terletak pada kemampuan memecahkan masalah yang multi objective dan

multi criteria. Kebanyakan model yang sudah ada memakai single objectivei dan

yang lebih tinggi terutama dalam pembuatan hierarkinya. Sifat fleksibelnya tersebut membuat AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus ke dalam sebuah model ataupun hierarki. Bahkan model tersebut juga bisa memecahkan masalah yang mempunyai tujuan – tujuan yang saling berlawanan dalam sebuah model ( Permadi, 1992: 5 – 6 )

Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process :

1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah ditentukan. Skala perbandingan yang digunakan adalah :

Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Intensitas

Kepentingan

Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh

yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen

dibandingkan atas elemen lainnya

5 Elemen yang satu sedikit lebih

cukup daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting

daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai – nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I

aji = 1 / aji

2. Membuat matriks perbandingan berpasangan, seperti contoh di bawah ini : Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan

1 2 7 1 2 7 C A A - - - A A 1 A 1 -A 1

( Sumber : Saaty, Thomas L. 1993, hal 84).

Dari matriks ini, bandingkan elemen A, dalam kolom disebelah kiri dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan dengan sifat C di sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan seterusnya. Untuk mengisi matriks perbanding berpasangan itu kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen diatas yang lainnnya dengan menggunakan skala penilaian perbandingan pasangan.

3. Membuat matriks normalisasi

Matriks normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing – masing sel matriks berpasangan kriteria dengan total masing – masing kolom. Dan bobot kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi seluruh kriteria terhadap jumlah kriteria

Nilai normalisasi =

n i ij ij a a 1

4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot masing – masing kriteria.

5. Menentukan eigen vector

6. Menentukan nilai maks maks

 =

n r Eigenvecto

7. Menentukan Consistency Index ( CI )

Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan ukuran  3. Penilaian dinyatakan dengan konsistensi 100 % jika CI = 0. Jika CI  0.1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI  0.1, maka penilaian harus diulang kembali.

 

1

maks n CI n    

8. Menentukan Consistensi Ratio ( CR )

Consistensi Ratio ( CR ) diperoleh dari perbandingan Consistensi Index

terhadap Random Index ( RI ). CR dapat diterima jika CR  0.1. Nilai RI dapat dilihat pada tabel 2.3.

CR =

RI CI

1,2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber : Analitical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991

Rumus dari konsistensi / inkonsistensi (CR) itu sendiri dapat dituliskan sebagai berikut :

CR = CI / RI, dimana :

CR = Rasion Konsistensi CI = Indeks Konsistensi

RI = Indeks Random

Tingkat inkonsistensi yang masih bias diterima adalah tingkat inkonsistensi sebesar 10 % kebawah (Bambang PS Brodjonegoro, 1991 : 15).

2.7 Kuisioner (Angket / Daftar Pertanyaan)

Kuisioner merupakan alat komunikasi antar peneliti dengan orang yang diteliti / responden, berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh peneliti utuk diisi oleh responden. ( Safirin, Tutuk. UPN Press. 2002. hal 65)

Kusioner dibedakan menjadi kuisioner tertulis dan kuisioner wawancara yang digunakan oleh peneliti sebagai pegangan dalam melakukan wawancara.

2.7.1 Penyusunan Kuisioner

Agar dalam pengisian kuisioner pengisian kuisioner tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu

a. Menggunakan bahasan sederhana, mudah dimengerti, bahasa yang dipakai sesuai keseharian responden.

b. Tidak menganggap responden mempunyai pengetahuan atau

pengalaman tertentu.

c. Melindungi harga diri responden.

d. Hindari kalimat yang ambigu.

e. Tiap pertanyaan menyajikan satu buah pikiran saja.

f. Tempat pertanyaan pribadi diakhir kuisioner.

2.7.2 Pengujian Kuisioner

Data yang masuk diuji dahulu kevalidan dan reliabilitasnya. Adapun pengujian kevalidan dan reliabilitas dapat diterangkan sebagai berikut :

a. Kecukupan Data

Dalam menguji apakah data yang kita sebarkan kepada responden cukup, menurut Render dan Heizer (1997 : 250) kita menguji dengan rumus :

2 2. Z n e        

dimana :n = jumlah kecukupan data

2

Z = probabilitas distribusi normal dengan tolerasi kesalahan

sebesar α τ = simpangan baku =

 

2 1 1 n i i x x n  

e = angka absolut dari kesalahan yang dapat diterima, yang digunakan sebesar 0,1

b. Validitas

Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuisioner yang kita sebar, maka dilakukan uji validitas. Suatu kuisioner dikatakan valid (sah) jika pertanyaaan pada suatu kuisioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas. Apabila terdapat data yang tidak valid, maka item yang tidak valid tadi kita buang lalu kita uji validitas kembali hingga semua item valid secara keseluruhan. Jika item pertanyaan habis akibat tidak valid, maka kita harus mengulang dalam penyusunan kuisioner. Validitas dihitung dengan rumus ”Korelasi Product Moment”. Data dikatakan valid apabila r hasil positif dan rhitung > rtabel, sedangkan data dikatakan tidak valid apabila r hitung negatif (rhitung > rtabel) dan r hitung negatif (rhitung < rtabel). Dalam tahapan ini digunakan perangkat lunak SPSS versi 11.5 dalam menguji validitas pada penelitian ini.

Rumus korelasi produk momen adalah sebagai berikut :

 

] Y) ( Y [N ] X) ( X [N Y) X ( XY) ( N r 2 2 2 2 dimana :

X = skor tiap variabel Y = skor total tiap responden

N = jumlah responden

c. Reliabilitas

Reliabilitas dapat didefinisikan sebagai indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Keandalan disini dapat berarti berapa kalipun variabel-variabel pada kuisioner tersebut ditanyakan kepada

responden yang berlainan maka hasilnya tidak akan menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden untuk variabel tersebut. Atau dengan kata lain reliabilitas dapat menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.

Untuk mengetahui sejauh mana reliabilitas suatu alat ukur, digunakan pendekatan pengukuran reliabilitas konsistensi internal dengan cara formula Spearman – Brown dengan rumus:

Y1Y2

' Y1Y2