• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anarkisme Pendidikan

BAGAN 1: DASAR-DASAR FILOSOFIS BAGI IDEOLOGI PENDIDIKAN

6. Anarkisme Pendidikan

Penganut anarkisme pada umumnya menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah) sama halnya dengan pendidik liberal dan liberasionis, atau menerima prakiraan-prakiraan yang dianggap selaras dengan sistem pendidikan semacam itu. Perbedaannya terletak pada anggapan pendidik anarkisme yang menganggap bahwa kita harus menekankan perlunya meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa kita mesti, sejauh mungkin yang bisa kita lakukan mendeinstitusinalisasikan masyarakat, membuat masyarakat bebas-lembaga. Bagi mereka, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang mendesak dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan. Pemikiran-pemikiran semacam ini terpancar dalam pemikiran-pemikiran Ivan Illich dan Paul Goodman. Sudut pandang anarkisme pendidikan meliputi berbagai posisi yang merentang dari anarkisme taktis, yang ingin melebur sekolah-sekolah sebagai cara untuk membebaskan kekayaan dan sumberdaya (yang terpakai di sana) untuk keperluan-keperluan sosial yang mendesak, hingga ke anarkisme utopis, yang memimpikan terciptanya masyarakat yang secara permanen terbebaskan dari segala pembatasan kelembagaan.

Dalam hal ini, ideologi dasar anarkisme pendidikan adalah:  Tujuan Pendidikan Secara Keseluruhan

Tujuan utama pendidikan adalah untuk membawa pembaharuan/perombakan berskala besar dan segera, di dalam masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib.

Tujuan-tujuan Sekolah

Sistem persekolahan formal yang ada sekarang harus dihapuskan sepenuhnya dan digantikan dengan sebuah pola belajar sukarela serta mengarahkan diri sendiri; akses yang bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan serta kesematan- kesempatan belajar mesti disediakan, namun tanpa sistem pengajaran wajib.  Ciri-ciri umum Anarkisme Pendidikan

1) Menganggap bahwa pengetahuan adalah sebuah keluaran-sampingan (by- product) alamiah dari kehidupan sehari-hari.

2) Menganggap kepribadian individual sebagai sebuah nilai yang melampaui tuntutan-tuntutan masyarakat manapun.

3) Menekankan pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam sebuah latar belakang sosial yang waras dan humanistik (berorientasi pada pribadi).

4) Menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi alamiah dari kehidupan sehari- hari di dalam lingkungan sosial yang rasional dan produktif.

5) Memuaskan perhatian kepada perkembangan sebuah ‘masyarakat pendidikan’ yang melenyapkan atau secara radikal meminimalisir keperluan akan adanya sekolah-sekolah formal, juga seluruh kekangan terlembaga lainnya atau perilaku personal. Menekankan masa depan paska-kesejarahan (posthistorical) di mana orang akan mampu berfungsi sebagai mahluk-mahluk bermoral yang mengatur diri sendiri.

6) Menekankan perubahan berkelanjutan serta pembaharuan diri di dalam sebauh masyarakat yang secara lahir kembali, menekankan kebutuhan untuk meminimalkan dan/ atau mengenyahkan kekangan-kekangan terlembaga atas perilaku personal (deinstitusionalisasi).

7) Didasarkan pada sebauh sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan secara ilmiah-rasional) dan/ atau berlandaskan prakiraan-prakiraan yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu. 8) Berdiri di atas prakiraan-prakiraan anarkistis atau semu-anarkistis mengenai

bisa disempurnakannya moral manusia di bawah kondisi-kondisi sosial yang paling puncak.

9) Menganggap bahwa wewenang intelektual secara tepat ada di tangan mereka yang secara tepat telah mendiagnosis konflik dasar yang ada antara keperluan- keperluan individual dengan tuntutan-tuntutan negara.

Anak sebagai Pebelajar

Anak-anak cenderung menjadi baik (yakni, menginginkan tindakan yang efektif dan tercerahkan) ketika anak-anak itu diasuh dalam sebuah masyarakat yang baik (yakni rasional dan berkemanusiaan).

Perbedaan-perbedaan antar-individu bergerak menentang kebijaksanaan meresepkan pengalaman-pengalaman pendidikan yang sama atau serupa bagi setiap orang.

Anak-anak secara moral setara, dan mereka mesti mendapatkan kesempatan- kesempatan untuk belajar apapun yang mereka pilih sendiri, demi memperoleh tujuan apapun yang mereka anggap layak dikejar.

Kedirian (kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan diri yang bersifat sosial ini menjadi landasan bagi seluruh penentuan ‘diri’ selanjutnya. Anak bebas

hanya dalam konteks determinisme sosial dan psikologis. Masyarakat dan negara tidaklah sama artinya (tidak sinonim). Masyarakat adalah perlu bagi pemenuhan diri. Tetapi negara menghalangi perujudan sepenuhnya masyarakat tersebut.  Administrasi dan Pengendalian

Wewenang pendidikan mesti dikembalikan kepada rakyat dengan mengizinkan setiap orang untuk mengendalikan hakikat dan pelaksanaan perkembangan dirinya sendiri. Tidak perlu ada wewenang khusus yang diberikan pada guru sebagai guru  Sifat-sifat Hakikat Kurikulum

1) Sekolah harus dihapuskan demi memperbesar pilihan personal yang bebas. 2) Pendidikan tidak sama dengan persekolahan; satu-satunya kegiatan belajar

yang sebenarnya hanyalah belajar yang ditentukan sendiri; dan ini hanya bisa berlangsung secara efektif di dalam sebuah masyarakat yang ‘tanpa sekolah’ 3) Penekanan harus diletakkan pada pemungkinan tiap individu untuk

menentukan tujuan-tujuan belajarnya sendiri.

4) Di dalam tuntutan-tuntutan yang dikenakan oleh sistem keberadaan sosial manapun (yang mengisyaratkan perlunya pengalaman-pengalaman sosial tertentu dan dengan demikian juga kegiatan belajar bersama/umum), seluruh kegiatan belajar harus ditentukan sendiri oleh yang belajar.

5) Penekanan harus diletakkan pada apa yang relevan secara personal dengan mengorbankan pembedaan tradisional antara apa yang akademis, yang intelektual, dan yang praktis.

6) Setiap orang harus bebas untuk menentukan hakikat dan sejauhmana ia akan belajar.

Metode-metode Pengajaran dan Penilaian Hasil belajar

a) Siswa secara individual mesti menjadi penentu metode-metode pengajaran mana yang paling sesuai dengan tujuan-tujuan dan rancangan-rancangan pendidikannya sendiri.

b) Nilai disiplin dan hapalan serta lain-lainnya yang berkaitan dengan itu harus diberikan menjadi ‘rahasia’ orang yang belajar itu sendiri; mereka yang menghendaki pendekatan-pendekatan direktif atau otoritarian terhadap kegiatan belajar mesti bebas untuk memilih pendekatan seperti itu dengan dasar individual.

c) Peran-peran tradisional guru dan siswa yang diterapkan oleh lembaga harus dihapuskan.

d) Guru adalah sebuah aspek yang bisa dihapus/dibuang (atau paling banter; menjadi sebuah pilihan saja) dari proses pendidikan.

e) Penilaian/evaluasi yang terbaik adalah penilaian diri sendiri, yang harus difungsikan hampir secara eksklusif untuk tujuan persaingan diri.

f) Secara alamiah manusia bersifat sosial dan mau bekerjasama. Dan sejalan dengan itu, kegiatan belajar harus menekankan kerjasama meminimalkan persaingan antarpribadi demi ganjaran-ganjaran. Lantaran individu secara alamiah bersifat mengujudkan diri, maka ia secara intrinsik memiliki persaingan-diri (bersaing dengan dirinya sendiri), serta tidak memerlukan dorongan dari luar untuk belajar.

g) Pembedaan tradisional antara yang kognitif, afektif, dan interpersonal adalah pembedaan palsu/artifisial dan tidak produktif dalam memandang proses belajar yang sebenarnya bersifat total serta organis.

h) Bisa dikatakan bahwa seluruh lembaga sosial yang berkelanjutan dan melestarikan diri sendiri (seperti sekolah-sekolah) harus dimusnahkan seluruhnya.

i) Bimbingan dan penyuluhan individual, serta terapi kejiwaan, sebagaimana itu dilaksanakan melalui sekolah-sekolah, hanyalah satu bagian dari sistem pembatasan sosial yang dalam kenyataan menyebabkan timbulnya berbagai problema kejiwaan yang mereka pura-pura sembuhkan.

Kendali di ruang Kelas

Anak-anak haruslah secara fundamental menentukan diri sendiri, dan gagasan- gagasan bahwa anak-anak sama dengan/sinonim dengan murid-murid adalah pelanggaran tersirat atas anggapan ini. Hakikat serta isi pengalaman-pengalaman sekolah (jika ada) harus ditentukan oleh individu-individu yang terlibat, dan tidak didiktekan oleh agen-agen dari luar.

Hanya peran-peran tingkah laku yang tergantung situasi (situasional), yang diperoleh melalui kerjasama antara seluruh peserta dalam kondisi-kondisi yang ada, yang bisa diterima. Aturan-aturan umum yang diterapkan atas situasi-situasi tertentu tidaklah terkait secara organis dengan tuntutan-tuntutan situasi-situasi itu; dan dengan demikian salah dalam menampilkan jenis kendali yang dalam kenyataan mungkin diperlukan.

Tindakan moral tak pelak lagi merupakan keluaran-sampingan dari kehidupan moral dalam sebuah masyarakat moral. Sekolah-sekolah hanya memainkan satu peranan insidental dalam menentukan tingkah laku bermoral.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, maka penyusun menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Filsafat pendidikan adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhdapa kehidupan dan alam yang biasanya diteruma secara tidak kritis. Definisi ini merupakan arti yang informal tentang filsafat. Filsafat fianggap sebagai sikap atau kepercayaan yang ia miliki.

2. Filsafat pendidikan didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam memahamii dan memecahkan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan, seperti dalam menentukan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, manusia, masyarakat, dan kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan itu sendiri.

3. Dalam perkembangannya filsafat pendidikan dibagi menjadi beberapa aliran yakni berupa Rasionalisme, Konservatisme, Liberalisme, Liberasionisme, dan Anarkisme.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, maka penyusun menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pentingnya meningkatkan pemahaman tentang pendidikan, filsafat dan filsafat pendidikan sebelum melangkah labih jauh tentang proses pendidikan utamanya seorang guru yang nantinya menjadi guru di sekolah dimana berada sebagai acuan guna mendapat metode dan teknik yang lebih baik.

2. Perlunya mempelajari Filsafat Pendidikan dalam menyusun kurikulum, metode pembelajaran dan teknik pembelajaran dan lainnya sebagai acuan dan historisasi pembelajaran

Dokumen terkait