• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pengenalan Tradisi Lisan Nusantara

SINTAKS PEMBELAJARAN

5.2 Ancangan Revitalisasi Melalui Program Agrowisata

Internalisasi isi kearifan lokal tradisi lisan RB dalam pendidikan masyarakat dapat dikondisikan dalam rancangan program agrowisata berbasis etnopedagogi yakni sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui pemanfaatan potensi ekologi-ekonomi-sosial-kultural (ekolokonomisosiokultur) Kampung Made yang saat ini tengah dikembangkan menjadi kawasan pertanian kota (urban farming).

Hal itu didasarkan pada penggunaan lahan di Kota Surabaya yang sebagian besar telah digunakan oleh sektor nonpertanian dengan luas sebesar 30.076,30 ha (82,4%) dari luas total lahan kota yaitu 36.508,39 ha. Sisanya, hanya sebesar 5,3% untuk lahan persawahan, 0,3% untuk perkebunan dan 12% untuk sektor lainnya. Gambar berikut ini menunjukkan persentase luas wilayah Kota Surabaya menurut penggunaan lahannya.

Gambar 5.1 Persentase Penggunaan Lahan Wilayah Kota Surabaya

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Surabaya, pada tahun 2011 luas lahan pertanian di Kota Surabaya adalah sebesar 1.686 ha dan menghasilkan komoditas tanaman pangan yaitu berupa padi, jagung, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar dengan jumlah produksi total sebanyak 12.890 ton. Lahan pertanian itu pada umumnya tersisa di wilayah Surabaya Barat yang berbatasan langsung dengan

percontohan program pertanian perkotaan itu adalah Kelurahan Made. Berdasarkan data profil Kelurahan Made, kelurahan ini memiliki luas 319,28 ha yang terdiri atas 8,5 ha area pemukiman, 180 ha area persawahan, 56,5 ha area pekarangan, 3,55 ha area taman, 9,55 ha area perkantoran, 61,18 ha area prasarana umum lainnya.

Jenis sawah di kelurahan ini adalah sawah tadah hujan seluas 180 ha. Tanah kering dalam bentuk tegalan seluas 139 ha, pekarangan 56,5 ha, dan pemukiman 8,5 ha, sedangkan tanah basah dalam bentuk waduk sebesar 14,45 ha. Jumlah keluarga di Kelurahan Made yang memiliki tanah pertanian sebanyak 319 keluarga. Sebanyak 20 keluarga di antaranya memiliki lahan 10—50 ha, sisanya memiliki lahan kurang dari 10 ha. Sementara itu 920 keluarga tidak memiliki lahan pertanian. Selain itu juga terdapat lahan tanaman tumpang sari seluas 139 ha dengan komoditas 30 ha/ton.

Potensi ekologi dan ekonomi Kelurahan Made ditumbuhkembangkan oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya sebagai wilayah pertanian di daerah perkotaan. Tujuan program urban farming tersebut ialah mengembangkan tanaman holtikultura di wilayah yang terbatas lahan pertaniannya seperti di Surabaya. Melalui program itu, secara periodik Gapoktan (sebutan untuk Gabungan Kelompok Tani di Kelurahan Made) menghasilkan aneka jenis hasil bumi seperti beras, jagung, cabe, kacang panjang, pare, mentimun, tomat, labu putih, terong, ubi jalar, koro, sawi, kangkung, bayam, dan daun singkong. Selain itu juga ada hasil peternakan dan perikanan seperti ayam, ikan lele, nila, tombro, tawes, bandeng.

Kesuksesan masyarakat Made tersebut akan dirancang menjadi percontohan sekaligus motivasi bagi masyarakat kota untuk mengembangkan hasil pertanian skala rumah tangga guna memenuhi kebutuhan keluarga melalui program agrowisata berupa sekolah bertani Made (Farmadeschool). Selain itu, gagasan konseptual tersebut juga dapat menjadi alternatif wahana pendidikan ramah lingkungan di Surabaya. Jika

konsep ekowisata hutan mangrove di Surabaya Timur telah berkembang menjadi objek wisata, maka Surabaya Barat layak dikembangkan menjadi kawasan agrowisata berbasis etnopedagogi sebab siswa di perkotaan semakin tidak mengenal dan cenderung semakin jauh dari pengalaman bertanam dengan segala praktik budayanya yang sesungguhnya mengandung kearifan lokal.

Analisis masalah tersebut dipertajam melalui peta analisis SWOT (Strenght, Weakness, Oppurtunity, Treatent). Berikut ini tabel yang menggambarkan analisis SWOT terhadap peluang rintisan program agrowisata (farmadeschool) bernuansa etnopedagogi.

Tabel 5.4 Analisis SWOT Rintisan Program Agrowisata Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness)

1. Tumbuh dan berkembangnya berbagai produk pertanian (persawahan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) di Made.

2. Penggunaan pupuk organik dalam pengembangan produk pertaniannya. 3. Tradisi budaya lokal pada praktik

bertani yang masih melekat pada sebagian besar penduduknya.

4. Infrastruktur dan aksesibilitas yang cukup memadai karena berada di kawasan perumahan elit.

1. Strategi promosi yang belum kreatif dan variatif dalam mengenalkan pertanian perkotaan (urban farming). 2. Fasilitas pendukung pariwisata

yang belum dibangun.

3. Perencanaan tata ruang wilayah yang belum tanggap/sadar potensi wisata.

Peluang (Oppurtunity) Tantangan (Treatent)

1. Berada dalam satu kawasan wisata yang ada di Surabaya Barat yakni Ciputra Waterpark.

2. Melengkapi wisata berbasis ekologi (Hutan Mangrove) yang telah dikembangkan di kawasan Surabaya Timur.

3. Dukungan pemerintah daerah dalam program urban farming.

1.Menjadi kawasan wisata yang menawarkan keunikan tersendiri dalam hal pertanian dan kehidupan tradisional di wilayah perkotaan.

2.Paradigma masyarakat yang mulai menyadari pentingnya kelestarian alam dan budaya lokal

Berdasarkan peta analisis SWOT tersebut dapat diproyeksikan bahwa isu lingkungan hidup dan revitalisasi kearifan lokal tersebut dapat dijadikan modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui industri kreatif, dalam hal ini rintisan program agrowisata

farmadeschool. Menyikapi analisis masalah tersebut maka solusi yang

ditawarkan adalah pengembangan Kelurahan Made menjadi kawasan wisata berbasis pertanian yang mengedepankan etnopedagogi sebagai daya tawar khas pariwisatanya. Agar program tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, maka konsep pengabdian masyarakat ini dijalankan dengan metode participatory planning research (PPR). Pengembangan kawasan wisata dengan fokus perintisan sekolah bertani Made (farmadeschool) melalui PPR ini mencakup beberapa tahapan, yakni (1) pemungkinan, (2) penguatan, (3) perlindungan, (4) penyokongan, dan (5) pemeliharaan.

1. Pemungkinan berarti menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi ekolokonomisosiokultur masyarakat Made berkembang secara optimal melalui rintisan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool).

2. Penguatan berarti memperkuat pengetahuan dan kemampuan ekolokonomisosiokultur masyarakat Made dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

3. Perlindungan berarti melindungi masyarakat Made terutama kelompok- kelompok yang lemah agar lebih berdaya, mandiri, dan tidak tertindas oleh kelompok yang lebih kuat.

4. Penyokongan berarti memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peran dan tugas-tugasnya dalam kaitannya dengan keberlanjutan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) sebagai elemen penopang kesejahteraan hidupya.

5. Pemeliharaan berarti memelihara kondisi yang kondusif agar kondisi ekolokonomisosiokultur masyarakat Made terus tumbuh dan berkembang sebagai kawasan agrowisata.

Berikut ini matriks rangkaian kegiatan konkret rintisan program agrowisata sekolah bertani Made (farmadeschool) yang dipetakan berdasarkan lima tahapan di atas.

Tabel 5.5 Matriks Kegiatan Rintisan Program Agrowisata N

o

Rangkaian Kegiatan Rintisan Program Agrowisata

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4

Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pemungkinan

1 Konsolidasi dengan Pemkot, RW/RT, dan Dewan Adat dan

Pembentukan Tim

Farmadeschool.

2 Sosialisasi kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Made

Penguatan

3 Rapat Koordinasi Rutin dengan Tim Farmadeschool.

4 Persiapan Rintisan Program Agrowisata Farmadeschool a. Pengadaan Buku Profil Paket

Agrowisata

b. Pengadaan Ruang

Peristirahatan Pengunjung yang Memanfaatkan Sebagian Kamar Rumah Masyarakat Made

c. Pengadaan sepeda ontel gratis sebagai fasilitas pendukung bagi pengunjung

d. Pengadaan topi, kaos, sandal jepit, dan stiker berlabel farmadeschool

Perlindungan

5 Pengadaan ruang pamer pusat kajian ekolokonomisosiokultur 6 Pembangunan jalan setapak

beserta rangkaian pos angkringan dalam jalur utama agrowisata Made

7 Penciptaan lokalisasi pusat pemasaran produk urban farming yang terintegrasi dengan lahan parkir pengunjung

Penyokongan

8 Pengadaan kajian rutin ekolokonomisosiokultur di

9 Penerbitan buku hasil-hasil penelitian

ekolokonomisosiokultur Made 10 Pengadaan buku-buku yang

relevan dengan

ekolokonomisosiokultur sebagai tambahan koleksi ruang pamer pusat kajian Made

Pemeliharaan

11 Pengadaan lomba membuat makanan dan minuman tradisional Made

12 Pembinaan tradisi pendukung budaya bertani masyarakat Made 13 Pembukaan rintisan program

agrowisata (farmadeschool) oleh Walikota Surabaya beserta Masyarakat, Sekolah, dan Perusahaan Mitra

14 Panen Raya Bulanan 15 Mancing Bersama 16 Cocok Tanam 17 Petik Buah/Sayuran

18 Kunjungan Ternak Made Berkokok

19 Lomba Kerajinan Tangan Khas Made

20 Tradisi Tahunan Rupa Bumi

Perintisan kawasan wisata berbasis pertanian di Kampung Made tersebut perlu mendapatkan pendampingan dari pemerintah daerah setempat. Metode PPR yang digunakan dalam pengembangan kawasan tersebut perlu melibatkan seluruh komponen baik dari unsur birokrasi, masyarakat, maupun pihak swasta sebab kerjasama antarunsur itulah yang akan menjadikan metode PPR dapat dapat berjalan dengan efektif. Sebagai gambaran teknis model pelaksanaan program agrowisata berbasis budaya itu, berikut dijelaskan nuansa etnopedagogi dalam farmadeschool yang diwujudkan dengan mendasarkan pada sumber kearifan lokal masyarakat Made yang meliputi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, dan proses sosial lokal. Berikut ini bagan deskriptif selengkapnya.