• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGKA KESAKITAN

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

B. ANGKA KESAKITAN

1. Angka AFP (Acute Flaccid Paralysis)

Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.

Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, maka pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri

0 100 200 300 400 500 600 700 2009 2010 2011 2012 2013 jml kecelakaan 86 102 411 652 459 mati 15 21 25 26 78 luka berat 52 64 108 104 32 luka ringan 73 70 526 522 690

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 18 dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan surveilans AFP. Surveilans AFP adalah pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh) seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut:

 Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal.

 Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam.

 Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus (untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma Bandung)

 Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus polio liar didalamnya.

 Diagnosa akhir pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada kelumpuhan atau tidak.

Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti yang sah dan meyakinkan apakah semua kasus AFP yang terjaring, termasuk kasus polio atau tidak sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di masyarakat.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 19

Gambar 3.6

Penemuan Kasus AFP di Kabupaten Jepara Tahun 2009 - 2013

Secara statistik jumlah penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia < 15 tahun. Dari Jumlah anak usia < 15 tahun sejumlah 326.187 anak berarti menurut estimasi jumlah penderita kelumpuhan AFP adalah 6 atau 7. Untuk Tahun 2013 ditemukan 7 anak sehingga sudah diatas estimasi. Angka 7 ini terdiri dari 3 laki-laki dan 4 perempuan, dengan AFP rate laki-laki 1,84 dan perempuan 2,45.

2. Angka kesembuhan penderita TB Paru BTA (+)

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliaannya menjadi komitmen global dalam MDGs. WHO telah menyusun strategi yang dianggap paling pembiayaan efektif untuk mengatasi kegagalan pengobatan TB yaitu dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short Course) yang telah dimulai sejak tahun 1995, yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan

2009 2010 2011 2012 2013 AFP 11 8 8 7 7 0 2 4 6 8 10 12

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 20 yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Kegagalan pengobatan TB sebagian besar karena pasien berobat secara tidak teratur, sehingga menimbulkan kasus-kasus

Multy Drug Resistence(MDR) maupun Xaviare Drug Resistence (XDR).

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case

Detection Rate (CDR) atau angka penemuan penderita TB paru BTA (+) dengan

rumus jumlah kasus baru per jumlah perkiraan jumlah keseluruhan kasus dikali 100%. Penemuan kasus TB sekarang ini harus dilakukan secara aktif oleh petugas kesehatan juga tanpa meninggalkan penemuan secara pasif dimana penderita berobat ke pelayanan kesehatan. Karena bila tidak ditemukan kasusnya, akan menjadi sumber penularan yang laten (seumur hidup) dari penderita ke lingkungan sekitar para penderita tersebut.

Seseorang dipastikan menderita TB bila dahaknya mengandung BTA (+). Bila dahak dinyatakan negatif sedangkan gejalanya mengarah ke TB, maka dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan sinar Rontgen. Untuk memastikan diagnosis TB harus dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis sebanyak 3 kali (SPS) yaitu:

 S (Sewaktu) yaitu dahak diambil di unit pelayanan kesehatan pada waktu kunjungan pertama kali.

 P (Pagi) yaitu dahak diambil pagi hari berikutnya di rumah segera setelah bangun tidur pagi, kemudian dibawa dan diperiksa di unit pelayanan kesehatan

 S (Sewaktu) adalah dahak diambil di unit pelayanan kesehatan pada saat menyerahkan dahak pagi.

Dinyatakan sembuh bila pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan hasil apusan dahak ulang (follow up) dengan hasil negatif pada akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya . Indikator yang tertuang dalam kesembuhan ini disebut angka kesembuhan (Cure

Rate/CR). Bila pasien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 21 dan pada satu pemeriksaan sebelumnya, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA (+) yang diobati disebut dengan keberhasilan pengobatan (Succes Rate).

Prevalensi Tuberkolusis diartikan sebagai jumlah kasus yang ada (baik kasus baru dan lama) dibagi seratus ribu penduduk pada wilayah dan kurun waktu tertentu. Prevalensi di Kabupaten Jepara Tahun 2013 adalah sebesar 96,97 per 100.000 penduduk. Puskesmas yang tertinggi prevalensinya adalah Puskesmas Welahan II dengan 249,05 per 100.000 penduduk dan terendah di Puskesmas Donorojo dengan 21,35 per 100.000 penduduk.

Gambar 3.7

CDR dan CR TB Paru (+) di Kabupaten Jepara Tahun 2009 s/d 2013

Perkiraan kasus TB Paru BTA (+) di kabupaten diambil dari rumus 107 dibagi 100.000 dikalikan dengan jumlah penduduk suatu kabupaten dalam waktu tertentu. Dengan perkiraan penderita TB Paru Puskesmas dan Rumah Sakit (BTA (+) sebanyak 1.242 telah ditemukan 545 maka CDR tahun 2013 sebesar 43,88% dan Angka Kesembuhan (CR) 98,12% (tabel 11,12). Target SPM tahun 2013 CDR Nasional adalah 100%, di Kabupaten Jepara masih ketinggalan jauh tetapi dilihat dari Angka Kesembuhan telah mencapai taget Nasional 85%.

2009 2010 2011 2012 2013 CDR 26,12 32,07 42,07 48,51 43,88 CR 98,95 97,95 92,89 81,03 98,12 0 20 40 60 80 100 120

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 22 Dilihat dari data per Puskesmas, angka kesembuhan semua puskesmas telah mencapai target 85% namun dalam pencapaian target CDR 100% hanya Puskesmas Keling I sebesar 100% dan Puskesmas Welahan II sebesar 123,08%. Untuk target MDGs termasuk dalam goal ke-6 sesuai dengan RAD Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 ada 3 indikator: (1) jumlah kasus TB per 100.000 (IR) penduduk sebesar 96, Kabupaten jepara sebesar 46,98; (2) persentase kasus TB Paru (BTA postif) yang ditemukan (CDR) 80%, Kabupaten Jepara sebesar 43,88%; (3) persentase kasus TB Paru (BTA positif) yang disembuhkan (CR) sebesar 88%, Kabupaten Jepara sebesar 98,1%.

Permasalahan yang timbul di Kabupaten Jepara adalah CDR masih dibawah target, kerjasama dengan RSUD, RS swasta serta praktek swasta belum berjalan optimal, penyuluhan tentang program TB Paru pada masyarakat masih kurang, kesalahan baca petugas laborat masih tinggi, bahan dahak tidak berkualitas.

Permasalahan ini dijembati dengan peningkatan kekurangan yang ada yaitu peningkatan kerjasama lintas sektor terkait, peningkatan penyuluhan dan peningkatan kinerja petugas laborat dengan pelatihan teknis TB, startegi penerapan sistem DOTS yang benar.

3. Persentase Balita dengan Pneumonia

Diketahui bahwa ISPA mempunyai kontribusi 28% sebagai penyebab kematian pada bayi < 1 tahun dan 23% pada anak balita (1 - < 5 th) dimana 80% - 90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia.

Pneumonia balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru, ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan atau napas sesak pada usia balita (1 hr - < 5 tahun). Pneumonia sering terjadi pada balita dan merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 – 10 jam bila tidak segera mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas,

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 23 napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan jamur. Bakteri yang umum adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus

aureus, Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,virus misalnya virus influensa. Termasuk

golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS.

Balita tertular pneumonia disebabkan karena beberapa hal antara lain: tertular oleh penderita batuk, imunisasi tidak lengkap, kurang gizi serta pemberian ASI yang tidak memadai, terhirup asap atau debu secara berulang, tinggal di lingkungan yang tidak sehat dengan kepadatan penghuni yang berlebih.

Cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita adalah penemuan dan tatalaksana penderita Pneumonia Balita yang mendapatkan antibiotik sesuai standar atau pneumonia berat dirujuk ke rumah sakit di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 24

Gambar 3.8

Cakupan Penanganan Kasus Pneumonia di Kabupaten Jepara Tahun 2009 s/d 2013

Perkiraan jumlah kasus pneumonia balita adalah 10% dari jumlah balita yang ada. Di kabupaten Jepara perkiraan kasus pneumonia di tahun 2013 adalah 9.278 kasus dengan kasus yang tertangani 5.373 sehingga cakupan penanganan kasus pneumonia adalah 57,9%.

Ini juga belum dapat mencapai target SPM tahun 2013 sebesar 100% (tabel 13).

4. Prevalensi HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan

82,09 59,51 81,5 76,5 57,9 2009 2010 2011 2012 2013 Cakupan Pneumonia target SPM 2013=100 %

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 25 dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah dijadikan sebagai penyebab AIDS.

Penderita HIV positif adalah seseorang yang telah terinfeksi virus HIV, dapat menularkan penyakitnya walaupun nampak sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit apapun. Sedangkan pengertian penderita AIDS adalah seseorang yang menunjukkan tanda-tanda dari sekumpulan gejala penyakit yang memerlukan pengobatan, setelah sekian waktu terinfeksi HIV. Perjalanan waktu sejak seorang penderita tertular HIV hingga menderita AIDS dapat berlangsung lama antara 3 sampai 10 tahun tergantung dengan daya tahan tubuh penderita.

Pada stadium awal orang yang terinfeksi virus HIV pada 12 minggu pertama akan mengalami masa ”periode jendela”, artinya bila dilakukan test HIV belum terbentuk antibodi sehingga hasilnya masih negatif, tetapi orang tersebut sudah dapat menularkan ke orang lain. Pada stadium berikutnya biasanya tanpa gejala, tetapi orang tersebut sangat potensial untuk menularkan HIV kepada orang lain.

Cara penularan melalui 3 cairan yaitu: cairan darah (lewat tranfusi, pengguna suntikan bersama-sama, kegiatan medis dengan alat tusuk dan iris yang tercemar HIV), cairan sperma dan vagina (hubungan seks kedalam vagina atau anus), cairan air susu ibu (penularan dari ibu ke janin selama kehamilan, persalinan atau menyusui). Tidak pernah dilaporkan penularan melalui air mata, keringat, air liur/ludah, air kencing dan melaui perantara nyamuk. HIV tidak menular melalui jabat tangan, makan bersama, renang dan kontak sosial lainnya. Demikian juga kontak serumah dengan pemakaian piring, alat makan atau makan bersama-sama.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 26 Sesuai kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, seluruh penderita HIV/AIDS harus mendapatkan pelayanan sesuai standar. Tatalaksana penderita HIV/AIDS meliputi Voluntary Counseling Testing (VCT) yaitu tes konseling secara sukarela, perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS, pengobatan Anti Retroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, dan rujukan kasus spesifik.

Gambar 3.9

Distribusi Penderita HIV/AIDS menurut Kecamatan Di Kabupaten Jepara Tahun 2013

0- 1 2- 5 6 > 15 8 16 3 7 26 1 2 DONOROJO 8 KELING 5 KEMBANG BANGSRI PAKIS AJI 10 JEPARA 4 TAHUNAN KEDUNG BATEALIT 1 PECANGAAN NALUMSARI MAYONG 3 WELAHAN KALINYAMATAN 5 MLONGGO 7 KARIMUN JAWA 11 6 6 13 4 4 2 0

Jumlah kasus HIV/AIDS tahun 2013 kasus barunya sebesar 89 dimana kasus HIV baru sebesar 22 orang dan kasus AIDS baru sebesar 67 orang. Dibanding dengan tahun 2012 sebesar 69 kasus (tabel 14). Untuk Kasus AIDS baru Jepara termasuk peringkat ke-4 terbesar tingkat Provinsi Jawa Tengah.

Adanya trend kenaikan kasus HIV/AIDS perlu mendapatkan perhatian. Tindakan yang telah dilakukan adalah dengan kegiatan skrining darah donor melalui PMI, juga pengambilan sampel di lokalisasi yang tersebar di Kabupaten Jepara dan pengawasan yang melekat terhadap warga Jepara yang bekerja di luar Jepara yang berisiko tinggi.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 27

Tabel 3.10

Penderita HIV/AIDS Kabupaten Jepara Tahun 1997 – 2013

No Kecamatan

Jenis Kelamin

Kondisi Saat

Ditemukan Kondisi Saat Ini Total L P HIV AIDS Meninggal Hidup Penderita

1 Jepara 27 15 17 25 19 23 42 2 Tahunan 10 13 4 19 6 17 23 3 Batealit 17 8 7 18 11 14 25 4 Kedung 12 20 6 26 11 21 32 5 Pecangaan 14 16 8 22 9 21 30 6 Kalinyamatan 3 7 1 9 3 7 10 7 Welahan 9 7 6 10 4 12 16 8 Mayong 8 4 2 10 4 8 12 9 Nalumsari 9 6 6 9 6 9 15 10 Mlonggo 17 22 8 31 17 22 39 11 Pakis Aji 17 12 7 22 9 20 29 12 Bangsri 14 29 10 33 22 21 43 13 Kembang 7 30 7 30 11 26 37 14 Keling 3 21 9 15 15 9 24 15 Donorojo 7 31 14 24 16 22 38 16 Karimunjawa 1 1 1 1 1 1 2 Jumlah 175 242 113 304 164 253 417 Menurut perhitungan estimasi di Jawa Tengah, Kabupaten Jepara tahun 2013 ditarget menemukan kasus HIV AIDS sejumlah 70 penderita, dan kumulatif sampai tahun 2013 sejumlah 351 penderita. Dengan demikian Kabupaten Jepara sudah melampaui target MDGs yang ditetapkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam penemuan penderita HIV AIDS dimana kasus baru 89 dan kumulatif sebesar 417 kasus.

Meski target terlampaui namun sebagian besar penderita ditemukan sudah dalam kondisi AIDS, yang berarti keterlambatan dalam penemuan deteksi secara dini. Salah satu penunjangnya karena banyak dari warga Jepara yang bekerja di luar Jepara dan kembali dengan membawa AIDS dengan jumlah akumulasi total kasus dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2013 pada waktu ditemukan kasus AIDS sebesar 304 kasus dan HIV positif 113 kasus sehingga kasus HIV/AIDS berjumlah 417 tersebar di semua dengan jumlah penderita meninggal 164 orang (39,28%). Dari 253 penderita HIV AIDS yang masih hidup, 122 penderita (43%) orang diantaranya harus minum obat Anti Retro Viral (ARV) dan difasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. Dilihat dari jenis

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 28 kelamin, penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jepara didominasi oleh perempuan ( 59,55% ) dibanding laki-laki ( 40,45%).

Gambar 3.11

Distribusi Penderita HIV/AIDS menurut Umur Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2013

Distribusi menurut umur sebagian terbesar pada golongan usia produktif 26-40 tahun (58%).

Berdasarkan proporsi penderita HIV/AIDS menurut faktor risiko:

Gambar 3.12

Proporsi Penderita HIV/AIDS menurut Faktor Risiko Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2013

Proporsi menurut faktor risiko tertular HIV, sebagian besar ditularkan melalui hubungan heterosex sebesar 373 kasus, homosex 7 kasus, penularan HIV dari ibu ke anak 32 kasus, dan penularan melaui jarum suntik (Injection Drug User) sebesar 5 kasus. 0-5 th 7% 6-15 th 1% 16-25 th 17% 26-40 th 58% 41-60 th 17% > 60 th 0% Heterosex 89% Homosex 2% Perinatal 8% IDU 1%

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 29 Dilihat dari proprosi menurut jenis pekerjaan:

Gambar 3.13

Proporsi Penderita HIV/AIDS menurut Pekerjaan Di Kabupaten Jepara Tahun 1997 s/d 2013

Terbesar adalah dari kalangan swasta 29,3%. Ibu rumah tangga 27,6%, Pekerja Seks Komersil/PSK 19,9%, buruh 8,2% , anak-anak 7,7% lain-lain 3,4%, sopir 3,1%, dan nelayan 0,7%.

5. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau typhus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan

IRT 27,6% PSK 19,9% Buruh 8,2% Swasta 29,3% Lain-Lain 3,4% Nelayan 0,7% Narapidana 0,2% Sopir 3,1% Anak 7,7%

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 30 penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne

viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan : a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 oC - 40 oC)

b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.

c. Hepatomegali (pembesaran hati).

d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /mm3.

f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.

g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.

h. Pendarahan pada hidung dan gusi.

i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan serius di Kabupaten Jepara. Dalam tiga tahun berturut-turut Kabupaten Jepara

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 31 0masuk dalam 5 besar kasus DBD terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Untuk Tahun 2013 Kabupaten Jepara menduduki ranking pertama. Tingginya angka kesakitan DBD di Kabupaten Jepara ini disebabkan karena adanya iklim yang tidak stabil dan curah hujan yang cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes aegipty yang cukup potensial, juga didukung dengan tidak maksimalnya kegiatan PSN di masyarakat yang justru merupakan jurus ampuh dalam membasmi DBD dibandingkan dengan foging yang hanya dapat membunuh nyamuk dewasa.

Angka yang digunakan dalam kasus DBD adalah angka kesakitan (IR) dan angka kematian (CFR). Tahun 2013 IR adalah 183,6/100.000 penduduk dan CFR 12,5%. Angka kesakitan tersebut belum mencapai target MDG’s yaitu IR 54/100.000 penduduk dan untuk CFR sebesar < 1%.

Gambar 3.14

Angka Kesakitan dan Kematian DBD Di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Tahun Penderita Meninggal IR/ 100.000 CFR

2009 1680 19 151,6 1,13

2010 1894 15 172,6 0,79

2011 301 1 26,9 0,3

2012 607 3 53,2 0,49

2013 2130 11 183,6 12,5

Jumlah kasus terbanyak berturut-turut dari Puskesmas Jepara 456 kasus, Mlonggo 288 kasus, Tahunan 220 kasus, Pecangaan 167 kasus. Penderita tersebar di 20 Puskesmas di Kabupaten Jepara dengan kasus terendah di Kecamatan Karimunjawa sebanyak 4 kasus (tabel 23). Kematian yang ada di puskesmas sebanyak 11 kasus adalah Puskesmas Tahunan 3 kasus, Puskesmas Pakisaji 2 kasus, Puskesmas Welahan II 2 kasus, Puskesmas Bangsri I 1 kasus, Puskesmas Bangsri II 1 kasus, Puskesmas Jepara 1 kasus, dan Puskesmas Welahan I 1 kasus.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 32

Gambar 3.15

Distribusi Penderita DBD menurut Kecamatan

Di Kabupaten Jepara Tahun 2013

<50/100.000 >50/100.000 15 8 16 3 7 26 1 2 DONOROJO 10.7 KELING 14.6 KEMBANG BANGSRI PAKIS AJI 273.8 JEPARA 543.7 TAHUNAN KEDUNG BATEALIT 70.5 PECANGAAN NALUMSARI MAYONG 69.9 WELAHAN KALINYAMATAN 74.5 MLONGGO 350,6 KARIMUN JAWA 182.7 261 205,2 158,1 58.6 97,8.0 203.3 144,9

Dilihat dari pola penyebaran, terlihat daerah endemis masih tetap tinggi kasusnya, malah ada kecenderungan meluas kedaerah-daerah non endemis.

Permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Jepara hasil penyelidikan epidemiologi ternyata banyak ditemukan tempat-tempat perindukan nyamuk di sekitar rumah penduduk pada barang-barang bekas seperti ban bekas, tempurung kelapa, bekas potongan bambu/pohon, kaleng dan plastik bekas yang menampung air hujan, padasan. Pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini yang masih rendah, adanya paradigma foging yang masih melekat dalam penyelesaian masalah, gerakan PSN dalam masyarakat yang rendah. Permasalahan yang ada telah ditindak lanjuti oleh Dinas kesehatan Kabupaten Jepara dengan peningkatan penyuluhan penyakit DBD yang intensif, peningkatan gerakan PSN di lingkungan keluarga (khususnya di daerah endemis), larvasidasi masal pada daerah endemis, foging sesuai kriteria.

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 33 6. Persentase Balita dengan Diare Ditangani

Diare diartikan dengan berak-berak yang lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berbentuk encer. Gejala yang timbul adalah frekuensi berak lebih dari biasanya, tinja lembek atau cair, mulas, sakit perut, terdapat lendir dengan atau tanpa darah (disentri), berak cair seperti air cucian beras (kholera). Akibat dari diare akan mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh dan garam-garaman, semakin lama diare semakin cepat seseorang kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).

Persentase cakupan diare yang ditangani dihitung dengan rumus jumlah diare yang ditangani dibagi dengan jumlah perkiraan penderita diare dikali dengan 100%. Sedangkan perkiraan penderita diare dihitung dari 10% dikali hasil Survei Morbiditas Diare Nasional (SMDN) (423/1000).

Dehidrasi terbagi dalam 3 tingkatan yaitu: a. Tanpa dehidrasi

b. Dehidrasi ringan sampai sedang:

 Terlihat sangat haus

Dokumen terkait