• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013 (Halaman 94-108)

SITUASI UPAYA KESEHATAN

D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR

Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program lingkungan sehat bertujuan mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar, Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan, Pengendalian dampak risiko lingkungan, pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks. Kegiatan tersebut tidak dapat berjalan dengan mengandalkan satu sektor tetapi harus melibatkan lintas sektor. Seperti penyedia hulu melibatkan perindustrian, lingkungan hidup, pertanian, pekerjaan umum dan lain-lain, sedangkan Dinas Kesehatan berfokus pada penyedia hilir atau

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 83 pengelolaan dampak sebagai penyedia pelayanan kesehatan walaupun faktor promotif dan preventif juga diperlukan.

1. Rumah Sehat

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas. Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah. Rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC dan lain-lain.

Gambar 4.15

Cakupan Rumah Sehat di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Tahun 2013 pemeriksaan rumah sehat dilakukan dengan pengambilan sampling dari setiap puskesmas. Sebanyak 91.583 rumah telah diperiksa atau 34,8% dari 263.156 rumah keseluruhan dan didapatkan hasil 59.450 rumah atau 64,91% memenuhi syarat rumah sehat (tabel 62).

66,29 69,74 64,1 66,23 64,91 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 2009 2010 2011 2012 2013 Rumah Sehat

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 84 2. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan

Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri serta Kementrian Pekerjaan Umum memberikan dampak cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.

Persentase keluarga menurut jenis air bersih yang digunakan dikategorikan dalam kemasan, ledeng, SPT, SGL, mata air, PAH, dan kategori lainnya.

Gambar 4.16

Persentase Keluarga menurut Jenis Air Bersih yang Digunakan di Kabupaten JeparaTahun 2013 0 10 20 30 40 50 60 70 0 13,97 0,11 68,41 0,27 0 1,03

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 85 Jumlah keluarga di Kabupaten Jepara sebesar 324.406 KK yang diperiksa sebesar 91.583. Dari keluraga yang diperiksa yang mempunyai akses air bersih adalah sebesar 83,79% dimana yang terbesar menggunakan Sumur Gali sebagai sarana air bersih mereka sebesar 68,41% dan ledeng 13,97%. Masih ada jumlah kelurga yang tidak mempunyai akses air besih sebesar 16,21% (tabel 64).

3. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan

Menurut sumber air minum yang digunakan dikategorikan dalam air kemasan, air isi ulang, ledeng meteran, ledeng eceran, pompa, sumber terlindungi, mata air terlindungi, penampungan air hujan, sumber galian tak terlidungi, mata air tak terlindungi, air sungai, lain-lain.

Gambar 4.17

Persentase Keluarga menurut Sumber Air Bersih yang Digunakan di Kabupaten JeparaTahun 2013

Jumlah keluarga menurut sumber air yang digunakan paling besar menggunakan sumur terlindungi sebesar 63,08% dari jumlah tersebut yang menggunakan sumber air yang terlindungi sebesar 78,19% (penjumlahan dari air kemasan, air isi ulang, ledeng meteran, ledeng eceran, pompa, sumur terlindungi, dan mata air terlindungi) (tabel 65).

0 0,23 13,97

0 0,11 63,08

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 86 4. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi kepemilikan jamban, tempat sampah, dan pengelolaan air limbah. Jumlah KK yang dijadikan sampling untuk tahun 2013 adalah 91.583 KK dari 324.406 KK.

Gambar 4.18

Cakupan kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar di Kabupaten Jepara Tahun 2009 - 2013

Jumlah KK yang memiliki jamban 65.332 atau 71,34%, tempat sampah 80.897 atau 88,33% dan jumlah KK yang memiliki pengelolaan air limbah sebanyak 35.331 atau 38,58% (tabel 66).

Yang menjadi permasalahan adalah dari sampel yang memiliki sanitasi dasar yang dinyatakan memenuhi kriteria sehat untuk jamban 54,23%, tempat sampah 63,30%, pengelolaan air limbah 74,51%. Permasalahan yang ada dikarenakan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan masih kurang. Ini diantisipasi dengan peningkatan pengetahuan tentang PHBS khususnya sanitasi dasar dengan penyuluhan terhadap masyarakat yang rawan ditunjang dengan pemberian stimulan khusus jamban dan SPAL melalui kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). 74,8 75,49 75,4 57,15 71,34 92,02 92,1 92,1 63,3 88,33 28,17 28,83 29,3 79,9 38,58 2009 2010 2011 2012 2013

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 87 5. PersentaseTempat-Tempat Umum (TTU)

Tempat-tempat umum adalah kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum secara garis besar meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar dan tempat-tempat umum lainnya.

Tabel 4.19

Cakupan Pengawasan tempat-tempat Umum di Kabupaten Jepara Tahun 2013

Jumlah Diperiksa Sehat

Hotel 43 22 16

Restoran/ Rmh Makan 152 65 37

Pasar 44 15 6

TUPM lainnya 7428 809 243

Pemeriksaan diatas hanya dapat diambil sampel saja dan jumlahnya masih kecil yang diperiksa. Hasil secara keseluruhan yang memenuhi kriteria sehat hanya 33,15% dari sampel yang diperiksa (tabel 67).

Permasalahan yang ada karena kurangnya pembinaan TTU di puskesmas yang langsung ke lapangan dan juga langsung pada pengelola TTU sehingga perlu pembinaan dan pemberitahuan pengetahuan langsung dari Dinas untuk petugas di puskesmas diteruskan kepada pengelola TTU.

6. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

Institusi yang dibina adalah unit kerja yang dalam memberikan pelayanan/jasa potensial menimbulkan resiko/dampak kesehatan. Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi Institusi kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, kantor dan sarana lain dititikberatkan pada aspek hygiene

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 88 sarana sanitasi yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan institusi tersebut.

Cakupan institusi yang dibina di Kabupaten Jepara Tahun 2013 yaitu sarana kesehatan sebesar 100%, instalasi pengolahan air minum 100%, sarana pendidikan 49,13%, sarana ibadah sebesar 36,74% , perkantoran 25,78% dan sarana lain 4,31%. (tabel 68).

7. Persentase Rumah/Bangunan Bebas Jentik Nyamuk Aedes

Salah satu kriteria rumah dikatakan sehat adalah bebas jentik nyamuk

Aedes aegypti . Rumah bebas jentik merupakan upaya untuk memerangi wabah

Demam Berdarah (DBD). Disamping itu juga dapat menyadarkan masyarakat untuk membangun kesehatan lingkungan dari ancaman penyakit DBD berbasis keluarga.

Gambar 4.20

Cakupan Rumah Bebas Jentik di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Tahun 2013 sebanyak 59.389 rumah bebas jentik atau 64,85 % dari 91.583 rumah yang diperiksa (tabel 63). Cakupan tertinggi di Puskesmas Tahunan 84,94 %.

2009 2010 2011 2012 2013

Cak Rumah Bebas Jentik 85,35 85,31 85,34 66,62 64,85 0 20 40 60 80 100

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 89 E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

1. Pemantauan Pertumbuhan Balita

a. Partisipasi Masyarakat dalam Penimbangan

Salah satu kegiatan program perbaikan gizi adalah pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita di Posyandu. Penimbangan balita di Posyandu merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu (D/S) maka semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang.

Gambar 4.21

Cakupan Balita yang Datang dan Ditimbang (D/S) Di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Berdasarkan laporan dari Puskesmas tahun 2013 partisipasi masyarakat dalam penimbangan di Posyandu sebesar 81,5%. Puskesmas Kedung I merupakan penyumbang terbanyak partisipasi masyarakat dalam penimbangan sebesar 95,50%. 78,64 75,84 80,4 80,63 81,5 2009 2010 2011 2012 2013 D/S

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 90 b. Balita yang Naik Berat Badannya

Pertumbuhan balita dapat dipantau melalui pertambahan berat badan. Semakin bertambah umur anak, akan bertambah pula berat badannya. Balita yang Naik Berat badannya adalah balita yang ditimbang dua bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.

Persentase Balita yang naik timbangannya dapat menggambarkan tingkat kesehatan balita di wilayah kerja posyandu. Semakin banyak jumlah balita yang naik timbangan berat badannya berarti kader posyandu telah berhasil dalam memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat di desanya, sehingga orang tua dapat memberikan makanan yang cukup gizi kepada anaknya.

Gambar 4.22

Cakupan Balita yang Naik Berat Badannya (N/D) Di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Tahun 2013 Cakupan balita di Kabupaten Jepara yang naik berat badannya sebesar 81,01%. Cakupan tertinggi adalah Puskesmas Kedung I sebesar 90,73% dan terendah adalah Puskesmas Pecangaan sebesar 59,93% (tabel 44). 2009 2010 2011 2012 2013 N/D 78,1 61,84 82,6 80,22 81,01 0 20 40 60 80 100

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 91 c. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Selain balita yang naik berat badannya, hasil penimbangan balita di posyandu juga menemukan adanya Balita Bawah Garis Merah (BGM). Balita BGM adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Tidak semua BGM dapat menggambarkan gizi buruk pada Balita. Status gizi buruk dapat dilihat dari perbandingan berat badan dan tinggi badan anak tersebut.

Gambar 4.23

Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Di Kabupaten Jepara presentase Balita BGM tahun 2013 sebesar 1,55 mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Operasi timbang merupakan kegiatan yang memungkinkan penemuan BGM yang naik. Yang mengarah kepada balita gizi buruk dapat diantisipasi dengan tindakan pencegahan (tabel 44).

2. Pelayanan Gizi

Pelaksanaan program gizi khususnya pada pelayanan program gizi dan suveilans bertumpu pada bidan desa dan petugas gizi puskesmas. Petugas Gizi puskesmas banyak yang merangkap sebagai petugas lain seperti bendahara

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 92 jamkesmas, bendahara BOK, bendahara operasional sehingga banyak waktu yang tersita pada kegiatan tugas lain sehingga seringkali kegiatan surveilans gizi tidak dilaksanakan secara optimal. Motivasi dan bintek petugas kabupaten terus dilaksanakan agar kegiatan pokok sebagai petugas gizi tidak terabaikan.

Kegiatan pencatatan dan pelaporan program gizi puskesmas belum semua berjalan dengan tepat waktu, akurat sehingga data yang masuk ke kabupaten sering terlambat, diperlukan pemantapan pembinaan petugas berupa supervisi dan monev secara terus menerus.

Perilaku gizi pada masyarakat seperti pemberian ASI ekslusif dan konsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat masih rendah. Pengetahuan keluarga sadar gizi terus dilakukan dengan pemberian KIE. Posyandu lebih difungsikan di meja ke 4 dengan memberikan KIE pada masyarakat terutama yang bermasalah terhadap hasil penimbangannya. Fungsi dan peran posyandu lebih ditingkatkan dalam upaya peningkatan upaya peningkatan pengetahuan kepada masyarakat untuk melindungi masyarakat yang menjamin garam yang beredar memenuhi persyaratan kandungan yodiumnya telah diterbitkan PERDA No.2 tentang Pengaturan Pengawasan Garam Tidak Beryodium.

a. Bayi dan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Tujuan pemberian vitamin A pada balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Anak-anak yang mendapat cukup vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Dalam hal ini selain untuk mencegah kebutaan, vitamin A berperan dalam menurunkan angka kematian anak dan lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak.

Bayi dan balita yang menjadi sasaran pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi adalah bayi yang berumur 6-11 bulan diberikan kaspul vitamin A dengan dosis 100.000 SI (biru) dan anak balita umur 12-59 bulan diberikan

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 93 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (merah). Pada bayi diberikan setahun sekali pada bulan Pebruari atau Agustus, dan untuk anak balita enam bulan sekali yang diberikan serentak pada bulan Pebruari dan Agustus.

Gambar 4.24

Cakupan Suplementasi Kapsul Vitamin A Bayi dan Balita di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi di Kabupaten Jepara tahun 2013 sebesar 99,54% dan balita sebesar 98,91% (tabel 32). Puskesmas yang belum mencapai 100 % untuk pemberian vitamin A pada bayi adalah Puskesmas Mayong II, Batealit, Jepara, Mlonggo, dan Bangsri I. Sedangkan puskesmas yang telah mencapai 100 % pada pemberian vitamin A pada anak balita adalah Puskesmas Kedung I, Kedung II, Welahan I, Welahan II, Keling I, Kalinyamatan, Kembang, Donorojo dan Karimunjawa. b. Ibu Nifas Mendapatkan Kapsul Vitamin A

Selain pemberian vitamin A pada bayi dan balita, upaya menurunkan prevalensi KVA juga melalui pemberian vitamin A pada ibu nifas (melahirkan). Pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan menaikkan jumlah kandungan vitamin A dalam ASI, sehingga akan meningkatkan status vitamin A pada bayi yang disusuinya. ASI merupakan sumber utama vitamin A bagi bayi pada enam

96,5 97 97,5 98 98,5 99 99,5 100 2009 2010 2011 2012 2013 Bayi 99,51 98,76 100 99,74 99,54 Anak Balita 99,18 97,68 100 99,27 98,91

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 94 bulan kehidupannya dan merupakan sumber yang penting hingga bayi berusia dua tahun.

Ibu nifas seharusnya menerima 400.000 SI atau dua kapsul dosis tinggi @ 200,000 SI. Pemberian kapsul pertama dilakukan segera setelah melahirkan dan kapsul kedua diberikan satu hari setelah pemberian kapsul pertama dan tidak lebih dari 6 minggu kemudian. Pemberian ini dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu nifas.

Gambar 4.25

Cakupan Ibu Nifas yang Mendapat Kapsul Vitamin A di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Pada tahun 2013 cakupan ini mencapai 92,60% (tabel 32). Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya:

1. Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyerbarluasan informasi.

2. Sosialisasi pemberian kapsul vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya. 3. Kegiatan konseling/konsultan gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di

puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.

4. Lintas program/lintas sektor terkait (promosi kesehatan, imunisasi, dll). 5. Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang

belum mendapatkan kapsul vitamin A pada bulan kapsul.

2009 2010 2011 2012 2013 Bufas 90,57 95,87 100,28 96,62 92,6 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 95 c. Ibu Hamil Mendapatkan 90 Tablet Fe

Anemia gizi adalah masalah umum yang merupakan masalah kesehatan masyarakat. Jenis anemia gizi terbanyak adalah anemia defisiensi besi dimana 50-70% wanita hamil menderita jenis anemia ini. Anemia defisiensi besi (Fe) pada ibu hamil akan menimbulkan dampak yang sangat besar sekali terutama terhadap ibu dan janin yang dikandungnya. Ibu hamil dengan anemia dapat mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), perdarahan sebelum serta pada waktu melahirkan, dan pada anemia berat dapat menimbulkan kematian ibu dan bayi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya di antaranya adalah melalui program suplementasi tablet Fe pada ibu hamil. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah (Fe) 90 tablet selama kehamilannya.

Gambar 4.26

Persentase Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil di Kabupaten Jepara Tahun 2009 – 2013

Dari gambar diatas dapat dilihat adanya fluktuasi cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil dalam lima tahun terakhir, baik Fe 1 maupun Fe 3. Tahun 2013 ini persentase Fe 1 mengalami penurunan dari

96,19 95,13 98,47 101,44 95,48 90,01 85,74 90,32 99,82 90,51 2009 2010 2011 2012 2013 Fe 1 Fe 3

Profil Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2013 96 tahun lalu, dimana tahun ini sebesar 95,48% dan Fe 3 juga mengalami penurunan diangka 90,51% (tabel 30).

d. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Gizi buruk adalah keadaan Kekurangan Energi dan Protein (KEP) tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan/atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor. Sedangkan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk (0-59 bulan) yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau di rumah oleh tenaga kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Jumlah kasus Balita Gizi buruk di Kabupaten Jepara tahun 2013 sebanyak 162 kasus dan semuanya telah mendapatkan perawatan (tabel 45).

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013 (Halaman 94-108)

Dokumen terkait