• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR

IDENTIFIKASI MARKA POLIMORFIK UNTUK PEMULIAAN PADI TOLERAN DEFISIENSI P

APLIKASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI GALUR-GALUR PUP1 HASIL PERSILANGAN SITU BAGENDIT DAN BATUR

Abstrak

Indonesia memiliki potensi lahan kering masam yang cukup besar, dimana lahan tersebut memiliki kadar hara yang rendah, khususnya unsur P. Introgresi segmen Pup1 ke dalam genom padi modern Indonesia diharapkan bisa meningkatkan penangkapan P yang ada di larutan tanah, sehingga meningkatkan hasil pada kondisi kurang P. Untuk mencapai hal tersebut telah dilakukan kegiatan introgresi Pup1 dari tetua donor yang berasal dari IRRI (Kasalath dan NIL-C443) ke dalam varietas modern Indonesia (Situ Bagendit dan Batur) di rumah kaca dan Lab. Biologi Molekuler, BB-Biogen, dan sebagian di Molecular Breeding Laboratory, IRRI, pada tahun 2006-2009. Metode yang digunakan adalah silang balik sampai generasi BC2F3. Seleksi individu hasil persilangan menggunakan marka foreground, recombinant, dan background. Marka-marka tersebut diaplikasikan sejak tanaman F1, BC1F1, BC2F1, dan BC2F2. Seleksi dengan marka foreground dan recombinant menunjukkan seluruh tanaman BC2F2 telah mengandung segmen Pup1 dengan keadaan homozigot. Hasil analisis molekuler menggunakan marka background pada individu terbaik BC2F2 menunjukkan lokus-lokus homozigot yang dideteksi lebih banyak didapatkan pada persilangan dengan NIL-C443, dibandingkan dengan Kasalath. Segmen Kasalath yang masih tertinggal pada individu BC2F2 terbaik pada persilangan Situ Bagendit x Kasalath diperkirakan sebesar 31,7 cM (1,77%) sedangkan pada Batur x Kasalath diperkirakan sebesar 48,2 cM (2,6%). Segmen Nipponbare (dari NIL- C443) yang masih tertinggal pada individu terbaik BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 diperkirakan sebesar 35,16 cM (1,96%), sedangkan Batur x NIL-C443 diperkirakan sebesar 28,8 cM (1,61 %). Penggunaan marka-marka molekuler ini terbukti lebih mempercepat dalam pengembalian genom individu hasil persilangan kepada genom tetua pemulih dibandingkan dengan teknologi konvensional.

Kata kunci : Pup1, padi, marka foreground, marka recombinant, marka background

Abstract

Indonesia has very large acid-dryland with low nutrient, especially P element. Introgression of Pup1 segment into Indonesian modern rice genome is expected to increase P uptake ability in the soil solution, wich insure to increase yield under low P condition. In order to achieve this, activity on the introgression of the Pup1 from donor parent derived from IRRI (Kasalath and NIL-C443) into Indonesian modern varieties (Situ Bagendit and Batur) was conducted in both, greenhouse and Biology Molecular Lab, Indonesia and small part in Molecular Breeding Laboratory, IRRI (2006-2009). Marker assisted backcrossing using foreground, recombinant, and background markers, were applied on F1, BC1F1, BC2F1, and BC2F2 plants. Selection of foreground and recombinant markers showed homozygote Pup1 locus at all of BC2F2 plants. The genetic background of

the recipient parents was recovered in plants at the BC2F2 generation, especially in NIL-C443 crosses, with only few loci from the donor parent others than Pup1

remaining. Kasalath segment which still remaining in the best BC2F2 plant of Situ Bagendit x Kasalath is predicted around 31.7 cM (1.77%), whereas Batur x Kasalath is 48.2 cM (2.6%). Nipponbare segment (from NIL-C443) which still remaining in the best BC2F2 plant of Situ Bagendit x NIL-C443 is predicted around 35.16 cM (1.96%), whereas Batur x NIL-C443 is 28.8 cM (1.96%). Application of these molecular markers demonstrated that technology can rapidly recover lines with genome back to recurrent parent (Situ Bagendit or Batur), if it is compared to conventional breeding.

Keywords : Pup1, rice, foreground markers, recombinant markers, background markers

Pendahuluan

Perakitan tanaman baru yang lebih baik mulai banyak dilakukan dengan memanfaatkan marka molekuler yang dikombinasikan dengan metode persilangan biasa. Kegiatan ini berkembang pesat karena perkembangan marka molekuler yang cukup handal dan sudah terbukti dapat membantu seleksi galur-galur hasil persilangan (Babu et al. 2004). Salah satu cara penerapan seleksi marka molekuler pada individu hasil persilangan adalah melakukan silang balik (MABC) yang dipadukan dengan pemanfaatan marka foreground, recombinant, dan

background untuk menyeleksi individu untuk setiap generasi (Semagn et al.

2006). Menurut Ribaut dan Hoisington (1998) dengan menggunakan metode MABC ini untuk mengembalikan genom tanaman 98% seperti tetua pemulih hanya dibutuhkan dua kali silang balik, sedangkan dengan cara konvensional (tanpa bantuan marka molekuler) diperlukan 4-5 kali silang balik.

Marka foreground sebetulnya sudah dikenal lama sebagai flanking marker

(=marka pengapit), tapi berbeda dengan marka pengapit marka foreground ini merupakan marka yang jaraknya sangat dekat dengan gen target (tightly linked), bahkan kadang-kadang digunakan marka gen (atau kandidat gen) itu sendiri, sedangkan marka recombinant adalah marka di sekitar marka foreground yang bisa dipakai untuk memprediksi kondisi segmen gen target tersebut. Tahap selanjutnya dalam seleksi galur-galur hasil persilangan adalah dengan menggunakan marka sebanyak-banyaknya yang tersebar di seluruh kromosom

untuk melihat kondisi genom individu hasil persilangan. Tahap ini dinamakan seleksi background (background selection). Penggunaan seleksi background ini diperkirakan akan mempercepat pemulihan genom tetua pemulih. Individu yang memiliki kondisi genom homozigot mengikuti tetua pemulih terbanyak dipilih untuk tahap persilangan berikutnya. Seleksi background memiliki dua tujuan : (1) mengurangi proporsi genom donor pada kromosom pembawa segmen gen donor (2) mengurangi genom donor pada kromosom lain (Friscth et al. 1999).

Marka untuk Pup1 sudah dipetakan dengan baik sejak tahun 1998 sampai sekarang, bahkan sudah banyak dibuat marka-marka yang spesifik untuk Pup1

(Wissuwa et al. 1998, 2002; Collard et al. 2006; dan Heuer et al. 2009). Oleh karena itulah dilakukan penelitian untuk memasukkan Pup1 ke dalam varietas padi Indonesia melalui metode seleksi silang balik (Backcross) dengan memanfaatkan marka spesifik untuk Pup1 sebagai marka foreground. Marka- marka Pup1 ini telah diperoleh dengan meneliti sekuen dari lokus yang mengatur toleransi terhadap defisiensi P, yakni pada ukuran 15,31-15,47 Mb pada Kasalath. Sekuen sebesar 278 kb dari Kasalath ini bersifat unik dan tidak didapatkan pada Nipponbare, sehingga diduga Pup1 terdapat di daerah tersebut (Heuer et al.

2009). Marka-marka mikrosatelit yang tersebar di seluruh kromosom padi dimanfaatkan sebagai marka background untuk mempercepat pengembalian genom individu hasil persilangan kembali seperti tetua pemulih.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler dan rumah kaca Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB- Biogen), Jalan Tentara Pelajar No 3A, Bogor 16111, mulai Agustus 2006 sampai dengan Mei 2009, dan di antaranya pada 20 Oktober 2007 sampai dengan 20 Januari 2008 dikerjakan di Molecular Breeding Laboratory, IRRI, Los Banos, Filipina.

Bahan Penelitian

Materi tanaman terdiri 2 varietas unggul padi gogo Indonesia (Situ Bagendit dan Batur) dan 2 genotipe sumber Pup1 dari IRRI (Kasalath dan NIL-

C443 [=Nil-Pup1]). Primer yang digunakan adalah 2 primer foreground, 2 primer

recombinant, dan primer-primer mikrosatelit (minimal 10 primer polimorfis tiap kromosom) untuk seleksi background. Primer-primer foreground dan

recombinant yang digunakan dalam seleksi dapat dilihat dalam Tabel 6. Primer- primer untuk seleksi background berbeda-beda pada setiap generasi dan tidak ditampilkan secara keseluruhan. Hanya primer-primer yang memberikan hasil homozigot saja yang ditampilkan dalam grafik genotipe masing-masing persilangan (Gambar 15 dan 16) Tanaman yang dipakai untuk analisis molekuler menggunakan primer foreground dan recombinant bervariasi untuk setiap generasi. Jumlah tanaman untuk seleksi background sama untuk semua generasi (20 tanaman tiap persilangan).

Tabel 6. Marka-marka yang digunakan dalam seleksi tanaman F1, BC1F1, BC2F1, dan BC2F2

a. Tanaman F1

StBgdt x Kas StBgdt x NIL Btr x Kas Btr x NIL

RM28102 RM28102 RM277 RM277

RM519 RM519 RM519 RM519

b. Tanaman BC1F1 dan Tanaman BC2F1

No Jenis Primer StBgdt x Kas StBgdt x NIL Btr x Kas Btr x NIL 1 Primer recombinant I RM28102 RM28102 RM277 RM277

2 Primer foreground SSR3 SSR3 RM1261 RM1261

3 Primer recombinant II RM519 RM519 RM519 RM519 c. Tanaman BC2F2

No Jenis Primer StBgdt x Kas St Bgdt x NIL Btr x Kas Btr x NIL 1 Primer recombinant I RM179 RM28067 RM1337 RM1337 2 Primer foreground Kas 1n-C*)

Kas19-C2 Kas 30-1n Kas1n-C Kas19-C2 Kas 30-1n Kas1n-C Kas5n-NK-C Kas 30-1n) Kas1n-C Kas5n-NK-C Kas 30-1n 3 Primer recombinant II RM 28102 RM28102 RM511 RM465

Ket.: *) Kas1n-C adalah marka dominan sehingga belum diketahui kondisi genotipe tanaman terpilih apakah AA atau Aa sehingga digunakan primer tambahan (Kas30n-1)

Metode Penelitian Pembentukan benih F1

Materi yang digunakan adalah varietas unggul Indonesia, yakni Situ Bagendit dan Batur (tetua betina) sedangkan padi dari IRRI adalah Kasalath dan

NIL-C443 (tetua jantan). Persilangan dilakukan antar kedua kelompok tersebut sehingga didapatkan 4 kombinasi persilangan. Untuk menghasilkan biji F1 dilakukan penanaman sebanyak 5 kali (tahap) dengan masing-masing tahap berselang 1 minggu. Setelah tanaman berumur 80-90 hari (tergantung jenis padi) maka dilakukan persilangan. Bunga yang telah dihibridisasi kemudian ditutup dengan kertas minyak.

Penggunaan marka molekuler untuk menghasilkan benih BC1F1

Masing-masing persilangan diambil biji F1 sebanyak 100 butir dan ditanam dalam 5 tahap/minggu (masing-masing tahap 20 biji). Benih padi F1 yang terpilih ditanam dalam bak plastik berisi tanah. Tiap kali penanaman dilakukan uji molekuler dengan menggunakan 2 primer (Tabel 6) untuk menentukan tanaman mana yang mengandung pita dari kedua tetua. Prosedur uji molekuler sama seperti pada kegiatan 1. Tanaman yang menghasilkan pita heterozigot (mengandung pita dari dua tetua) yang dipilih. Tanaman yang terpilih kemudian diambil dari bak plastik dan dipindahkan ke dalam ember berisi tanah. Tanaman dipelihara sampai besar dan kemudian dilakukan persilangan dengan salah satu tetua pemulih (Situ Bagendit atau Batur).

Penggunaan marka molekuler untuk menghasilkan benih BC2F1

Biji-biji generasi BC1F1 ditanam dalam bak plastik. Masing-masing persilangan ditanam sekitar 300 butir dalam 4 tahap penanaman (75 tanaman/tahap). Tiap tahap yang diuji dengan 3 primer (foreground dan

recombinant) dan kemudian dipilih 5 tanaman (total 20 tanaman tiap persilangan) untuk digunakan dalam analisis molekuler menggunakan marka-marka

background. Dasar pemilihan 20 puluh tanaman ini adalah yang memiliki pita heterozigot pada 3 primer tersebut. Dua puluh tanaman terpilih tiap persilangan ini kemudian dipindahkan ke dalam ember dan kemudian dilakukan amplifikasi menggunakan marka-marka untuk seleksi background sebanyak 48 primer. Dari dua puluh tanaman ini, hanya 2 tanaman (1 tanaman utama dan 1 tanaman cadangan) yang disilang balikkan ke tanaman pemulih. Dasar pemilihan adalah jumlah lokus homozigot ke tetua pemulih terbanyak.

Penggunaan marka molekuler untuk menghasilkan benih BC2F2

(seleksi foreground dan recombinant dikerjakan di BB-Biogen, seleksi background dikerjakan di IRRI)

Biji-biji dari tanaman BC2F1 (satu nomor tiap persilangan) sebanyak ± 200 - 300 butir ditanam dalam bak pertanaman. Masing-masing persilangan dilakukan uji molekuler menggunakan 1 primer foreground dan 2 primer recombinant. Masing-masing persilangan dipilih 20 tanaman yang secara molekuler mengandung segmen DNA dari tetua donor. Pada individu BC2F1 ini individu yang memiliki dua pita (heterozigot) yang dipilih untuk seleksi background. DNA dari keduapuluh tanaman ini kemudian diamplifikasi dengan menggunakan primer-primer polimorfik untuk seleksi background. Dua puluh tanaman ini dipelihara sampai panen untuk menghasilkan biji BC2F2. Pada akhirnya hanya dipilih 1 tanaman saja untuk diteruskan ke generasi berikutnya. Dasar pemilihan adalah jumlah lokus homozigot terbanyak ke tetua pemulih. Primer-primer yang telah menghasilkan pita homozigot seperti tetua pemulih pada tanaman BC1F1

tidak digunakan dalam kegiatan ini.

Penggunaan marka molekuler untuk menghasilkan benih BC2F3

Biji-biji generasi BC2F2 (satu nomor tiap persilangan) sebanyak ± 200 - 300 butir ditanam dalam bak plastik. Masing-masing persilangan dilakukan uji molekuler menggunakan 2 primer foreground (= marka spesifik untuk Pup1) dan 2 primer recombinant. Sebanyak 20 tanaman dipilih berdasarkan kondisi pita yang dihasilkan tiap individu. Individu yang memiliki pita homozigot untuk keempat marka tersebut yang dipilih untuk seleksi background. DNA dari keduapuluh tanaman ini diamplifikasi menggunakan primer-primer polimorfik untuk seleksi background. Dua puluh tanaman ini dipelihara sampai panen untuk menghasilkan biji BC2F3. Generasi BC2F3 inilah yang digunakan dalam pengujian P di rumah kaca dan lapangan.

Seleksi foreground dan recombinant (tanaman F1, BC1F1, BC2F1, BC2F2) DNA dari masing-masing tanaman diisolasi dalam skala kecil menggunakan metode Dellaporta et al. (1983) yang dimodifikasi (Mercaptoetanol diganti

dengan SDS, dan ditambah Chloroform Isoamilalkohol). Reaksi PCR dilakukan pada 20 µl volume yang mengandung 1 x bufer PCR (10 mM tris-HCl (pH 8,3), 50 mM KCl, 1,5 mM MgCl2, 0,01% gelatin), 100 µM dNTPs (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), 0,5 µM primer (F dan R), 1 : 10 DNA, dan 1 unit taq DNA polimerase (IRRI taq). Program PCR yang digunakan adalah 5 menit pada suhu 94oC untuk denaturasi permulaan, selanjutnya dilakukan 35 siklus yang terdiri dari: 60 detik pada suhu 94oC untuk denaturasi, 60 detik pada suhu 55oC untuk penempelan primer, dan 2 menit pada suhu 72oC untuk perpanjangan primer. Perpanjangan primer terakhir selama 7 menit pada suhu 72oC. Hasil PCR kemudian dipisahkan menggunakan gel poliakrilamid 5% (denaturing gel).

Denaturing gel adalah gel yang dalam penggunaannya memerlukan DNA yang harus dipisahkan/didenaturasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam gel. Gel ini membutuhkan urea dalam proses pembuatannya. Pewarnaan DNA dilakukan dengan metode silver staining. Skoring hasil PCR dilakukan dengan melihat pola pita di atas kaca secara langsung.

Seleksi background (tanaman BC1F1, BC2F1, dan BC2F2)

(Seleksi background pada tanaman BC2F1 sebagian dilakukan di IRRI)

Nomor-nomor tanaman yang sudah terpilih berdasarkan seleksi

foreground dan recombinant digunakan sebagai template dalam proses amplifikasi DNA menggunakan marka-marka mikrosatelit yang prosedurnya telah diuraikan sebelumnya. Proses pewarnaan hasil PCR menggunakan metode

silver staining. Untuk kegiatan di IRRI prosedur amplifikasi DNAnya sama, sedangkan prosedur pewarnaan dan dokumentasi hasil PCR berbeda. Setelah dilakukan amplifikasi, pita DNA dipisahkan dengan menggunakan gel poliakrilamid 8% (non-denaturing gel). Non-denaturing gel adalah gel yang dalam penggunaannya memerlukan DNA yang tidak perlu dipisahkan/ didenaturasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam gel. Gel ini tidak memerlukan urea dalam pembuatannya. Setelah terjadi pemisahan DNA dalam gel ini, kemudian gel direndam dalam larutan Cyber safe selama 10 menit kemudian didokumentasi dalam alat Gel Doc. Skoring dilakukan dengan melihat pita-pita DNA di dalam layar komputer.

Hasil dan Pembahasan

Pembentukan Benih F1,BC1F1, BC2F1,BC2F2, dan BC2F3

Kegiatan pembentukan benih untuk membentuk galur-galur baru yang mengandung Pup1 dilakukan dengan metode persilangan biasa, namun untuk seleksi tanaman yang akan disilangkan menggunakan bantuan marka molekuler, terutama pada saat akan membentuk benih BC1F1, BC2F1, BC2F2, dan BC2F3. Untuk membentuk benih F1 tidak menggunakan marka molekuler. Hasil pembentukan benih yang telah dihasilkan selama penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah benih yang dihasilkan tiap generasi

No Benih SB x Kas SB x NIL Btr x Kas Btr x NIL

1 F1 265 183 264 170 2 BC1F1 402 (6 F1) 307 (11F1) 230 (5F1) 403 (6F1) 3 BC2F1 #1082 = 181 #1143*) = 392 #1360*)=165 #1429=120 #2032*)= 290 #2066 = 420 #2335 = 352 #2372*)=406 4 BC2F2**) >500 >500 >500 >500 5 BC2F3**) >500 >500 >500 >500 Ket. : SB = Situ Bagendit, Btr = Batur, Kas = Kasalath, dan NIL=NIL-C443 *) tanaman yang dipilih untuk kegiatan berikutnya.

**) masing-masing persilangan terdapat 20 nomor tanaman.

Benih F1 yang dihasilkan dari persilangan dengan Kasalath lebih banyak dibandingkan yang disilangkan dengan NIL-C443. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan genom antara padi tipe indica (Kasalath) dengan padi tipe japonica

(NIL-C443). Padi Indonesia yang digunakan sebagai tetua betina adalah tipe

indica sehingga saat disilangkan dengan Kasalath penyesuaian antar paangan kromosom saat penyerbukan tidak mengalami kendala. Lain halnya dengan apabila disilangkan dengan padi tipe japonica (NIL-C443) terjadi ketidaksesuaian antar pasangan kromosom, sehingga sering terjadi kerontokan benih setelah terjadi penyerbukan. Perbaikan genetik pada persilangan indica vs japonica ini biasanya akan kembali normal pada generasi F4 atau F5. Kehampaan antara kedua subspecies ini sudah diteliti secara molekuler (Ikehashi 2009).

Benih-benih BC1F1 dihasilkan dari persilangan silang balik tanaman F1 dengan tetua pemulih. Pada kegiatan ini menggunakan beberapa primer pengapit

saja untuk memilih tanaman mana yang kondisi genotipenya heterozigot. Pada pembentukan benih BC2F1 mulai dilakukan analisis molekuler menggunakan primer foreground, recombinant, dan background. Tanaman BC1F1 sebagai tanaman material utama juga hanya dua yang digunakan, satu yang akan diteruskan untuk kegiatan selanjutnya, satu tanaman sebagai cadangan seandainya tanaman utama tidak menghasilkan benih yang cukup. Pada kegiatan ini dilakukan seleksi background tapi hanya menggunakan 4 primer/kromosom, mengingat waktu yang sempit sebelum tanaman harus mulai disilangkan. Benih- benih BC2F2 dan benih BC2F3 dihasilkan dari proses persilangan sendiri (selfing).

Pembentukan benih-benih untuk merakit galur-galur padi yang toleran terhadap defisiensi P menggunakan cara konvensional dan mengandalkan proses rekombinasi secara bebas, sehingga bagian Pup1 yang terintegrasi ke dalam tetua Indonesia akan bervariasi panjangnya. Satu individu akan mengandung segmen

Pup1 dengan tambahan segmen tetua donor (Kasalath atau NIL-C443) dengan panjang segmen yang berbeda tiap individu. Segmen yang tidak diinginkan ini sering dinamakan dengan linkage drag. Dalam proses rekombinasi bebas tidak bisa diatur secara tepat individu yang terpilih hanya mengandung segmen gen/lokus itu sendiri. Berbeda dengan proses integrasi gen dalam rekayasa genetika dimana yang diintegrasikan dalam suatu tanaman adalah memang betul- betul satu gen saja tanpa adanya segmen-segmen tambahan yang tidak dinginkan.

Pada kegiatan pembentukan benih ini tidak dilakukan pengujian fenotipik karena secara teknis tidak mungkin dilakukan. Pada pengujian P diperlukan dua set tanaman, dimana satu set harus diberi pupuk P sedangkan satu set yang lain tidak diberi pupuk, kemudian peubah jumlah anakan produktif atau bobot kering total dibandingkan antara yang tidak diberi pupuk dengan yang diberi pupuk kemudian diskor. Skor yang memiliki nilai 0-0,19 dianggap sangat peka, 0,2-0,39 dinggap peka, 0,4-0,59 dianggap sedang, 0,6-0,79 dianggap toleran, dan 0,8-1 dianggap sangat toleran (IRRI, 1996). Oleh karena itu pengujian benih-benih yang mengandung segmen Pup1 hanya bisa dilakukan pada generasi BC2F3. Pada generasi ini segmen Pup1 sudah dalam keadaan homozigot dan jumlah benih yang dalam satu nomor sudah banyak dan bisa dibagi ke dalam dua set perlakuan. Pada percobaan perakitan galur-galur padi tahan blas, setiap generasi bisa dilakukan

seleksi blas dengan cara diinokulasi dengan jamur blas di dalam rumah kaca blas (blast nursery), atau saat perakitan padi toleran genangan padi seluruh individu yang akan disilangkan bisa diuji dulu dengan merendam seluruh tanaman dengan air dan langsung bisa diseleksi (Septiningsih et al. 2009).

Apabila pada pembentukan galur-galur toleran P ini tidak dibantu dengan marka molekuler maka metode yang digunakan akan lebih rumit. Untuk membentuk benih BC1F1 tidak banyak kesulitan karena tanaman F1 mudah dikenali dari bentuk daun, dan tinggi tanaman. Kasalath memiliki figur yang tinggi besar dan anakan banyak, NIL-C443 memiliki figur yang pendek dan anakan sedikit, sedangkan Situ Bagendit memiliki figur yang sedang (mirip IR64) dan Batur memiliki figur yang tinggi besar (lebih pendek dibanding Kasalath). Dari bentuk bulir juga mudah dikenali. Kasalath memiliki bulu pada bulir padinya, sedangkan NIL-C443 bentuk bulirnya seperti Nipponbare yang bulat dan kecil. Situ Bagendit dan Batur memiliki bulir yang tidak berbulu dan sedang. Kesulitan mulai dihadapi pada saat pembentukan benih BC2F1. Tanaman BC1F1 sulit dibedakan antara satu dengan yang lain apakah masih mengandung segmen

Pup1 atau tidak. Pengujian juga sulit dilakukan karena tidak ada dua set tanaman yang sama. Apalagi komponen yang digunakan sebagai peubah skoring P adalah jumlah anakan dan bobot kering tanaman, dimana dua komponen ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Oleh karena itulah marka molekuler untuk sifat toleransi terhadap defisiensi P ini sangat bermanfaat untuk seleksi tiap generasinya.

Seleksi foreground dan recombinant

Seleksi foreground dan recombinant merupakan kegiatan yang pertama dalam analisis molekuler. Kegiatan ini bertujuan untuk menyaring individu yang mengandung Pup1 di antara sekian ratus individu yang diuji. Analisis molekuler dimulai dengan melakukan amplifikasi menggunakan primer-primer seleksi

foreground dan recombinant secara bersamaan. Hal ini dimaksudkan agar segmen Pup1 selalu bisa dipertahankan keberadaannya dalam individu hasil persilangan. Jumlah tanaman tiap generasi dapat dilihat dalam Tabel 8. Contoh

hasil seleksi dengan menggunakan primer foreground dan recombinant dapat dilihat dalam Gambar 12.

Tabel 8. Jumlah tanaman yang dipakai untuk analisis molekuler menggunakan primer foreground dan recombinant

No Persilangan Jumlah tanaman

F1*) BC1F1**) BC2F1**) BC2F2**) 1 Situ Bagendit x Kasalath 65 281 249 293 2 Situ Bagendit x NIL-C443 81 279 121 292

3 Batur x Kasalath 84 295 131 297

4 Batur x NIL-C443 85 299 272 299

Ket. : Benih F1 ditabur 5 kali, benih BC1F1 ditabur 4 kali, benih BC2F1 ditabur 1 kali, dan Benih BC2F2 ditabur 1 kali

*) seharusnya 100 tanaman **) seharusnya 300 tanaman

Untuk seleksi dengan primer foreground dan recombinant ini masing- masing individu tidak dilakukan skoring seperti pada kegiatan pemetaan QTL, tetapi hanya dicatat yang memenuhi syarat saja dipakai dalam analisis selanjutnya (seleksi background). Oleh karena setiap kegiatan analisis ini hanya memiliki waktu 2 minggu sebelum tanaman dipindahkan dari bak pembibitan ke dalam ember besar, maka sampel yang tidak muncul untuk satu atau semua primer yang digunakan diabaikan (tidak dilakukan pengulangan PCR). Hanya sampel yang memenuhi syarat untuk semua primer saja yang dicatat kemudian diambil secara acak (dilihat juga dengan kondisi tanaman di bak pembibitan) baru kemudian dilanjutkan dengan seleksi background menggunakan primer-primer mikrosatelit yang tersebar di seluruh kromosom padi. Untuk menyakinkan hasil seleksi awal tersebut keduapuluh sampel tanaman ini DNAnya kemudian diamplifikasi lagi dengan primer yang sama, baru kemudian dilakukan amplifikasi menggunakan primer background. Hal ini dilakukan pada tanaman BC1F1, BC2F1, dan BC2F2 terseleksi.

Dalam kegiatan seleksi foreground ini juga mengalami kendala, yakni berubahnya primer-primer yang digunakan. Pada awalnya primer-primer yang digunakan adalah primer yang sesuai dengan yang dipublikasikan oleh Collard et al. (2006), dimana antara ujung ujung marka (RM277 – RM519) berjarak sekitar 5 cM (jika 1 cM = 250 kb, maka 5 cM setara 1250 kb atau 1,25 Mb[Durret et al.

p m b j p m h P p i ( p c m m   primer yang masih di dal baru tersebu jarak antar k primer dari menjadi lebi segmen Pup (Garis putu heterozigot Pita yang tid pada primer individu BC Berd (kromosom panjang segm sebesar 1,22 cM), Batur menunjukka memiliki pa Primer 2    Primer1 (R Primer3     Gambar 1 K g digunakan lam daerah p ut berada di kedua marka 5 cM menj ih terarah lag p1 tetap dilak us-putus me pada ketiga dak keluar d