• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arah Kebijakan Pemerintah Era Reformasi Mengenai PAUD

Dalam dokumen Kebijakan Pemerintah Era Reformasi Menge (Halaman 54-61)

BAB III. PEMBAHASAN

D. Arah Kebijakan Pemerintah Era Reformasi Mengenai PAUD

Kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD pada masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tatanan kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, menurut Mohammad Nuh selaku menteri pendidikan dan kebudayaan, adalah diarahkan untuk menjamin pelbagai lapisan masyarakat di seluruh penjuru Republik Indonesia mengakses PAUD yang bermutu dengan empat sasaran utama seperti di bawah ini.26

1. Penataan kelembagaan

Terlihat bahwa selama ini kehadiran institusi PAUD yang memberi layanan edukatif melalui jalur pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak (TK) dan melalui jalur pendidikan nonformal seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) secara kelembagaan belum ada penataan agar secara resmi semuanya tertata sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan memiliki status yang jelas, sehingga secara kenegaraan kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Secara prosedural administratif, penataan kelembagaan PAUD ini perlu dilaksanakan melalui mekanisme yang sesederhana mungkin, dan jauh dari kesan berbelit-belit dalam mata rantai birokrasi yang panjang lagi berputar-putar saling lempar tanggung-jawab dengan moto “kalau dapat dipersulit, mengapa harus dipermudah”.

Penataan kelembagaan ini tentu amat penting lagi krusial dalam konteks kenegaraan. Dan amat rasional manakala Mohammad Nuh selaku menteri pendidikan dan kebudayaan dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, dengan tegas menyatakan bahwa “...pemerintah hanya akan memberikan bantuan pada institusi PAUD yang resmi, dan jelas keberadaan, serta pelaksanaannya. Jika bantuan

26 Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online,

HAR-PAUD-2012 45 diberikan tanpa ada kejelasan status, kementerian khawatir hal itu akan memicu terjadinya penyimpangan”.27

Untuk menciptakan iklim kerja sama sekaligus persaingan yang sehat baik antar PAUD maupun antara PAUD dengan para pihak terkait dalam skala nasional dan internasional, maka sebisa mungkin penataan kelembagaan ini dapat diarahkan ke akreditasi PAUD. Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “status akreditasi menjadi perhatian penataan. Saat ini, lembaga PAUD yang sudah mendapat akreditasi baru 0,16 persen dari total lembaga yang ada”.28

2. Standarisasi guru dan tutor pendamping

Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada penataan tersebut, ternyata juga dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang terkesan seadanya, dalam pengertian ketika belum beredar isu tunjangan sertifikasi guru siapa saja yang mau menjadi guru dan tutor di sana dapat menduduki posisi itu tanpa seleksi yang prosedural berdasarkan kriteria tertentu, sebab menjadi guru dan tutor di sana oleh masyarakat setempat tidak/belum dianggap sebagai pekerjaan yang menjanjikan masa depan. Kemudian ketika menjadi guru dan tutor di sana secara praktis tanpa penghargaan yang berarti, semisal dengan imbalan honorarium yang relatif kecil.

Sejalan dinamika tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman, ketersediaan guru dan tutor pada sebagian besar PAUD yang seadanya tersebut nyata-nyata merugikan masa depan bangsa dan negara, sebab menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya adalah suatu kezaliman, sebagian besar dari mereka bukan merupakan sumber daya

27 Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, Ibid.

28 “Standar Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Disamakan”, online,

HAR-PAUD-2012 46 manusia yang tepat untuk menangani pekerjaan besar mendidik para calon generasi masa depan. Oleh karenya, perlu segera ada gerakan perubahan standarisasi guru dan tutor PAUD agar terukur secara kualifikasi, kompetensi, dan profesi. Menjadi guru dan tutor PAUD harus menjadi kebanggaan, dan profesional bagi masa depan.

Terkait dengan penataan guru dan tutor PAUD ini, Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “Tingkat pendidikan guru PAUD juga mendapat perhatian penataan. Guru PAUD diharapkan berstatus pendidikan S1. Selanjutnya, guru yang sudah menamatkan pendidikan S1 dapat mengurus sertifikasi agar mendapatkan tunjangan fungsional dari pemerintah. Dari total 22 ribu orang guru PAUD di Indonesia, baru 2.000 orang yang mendapat sertifikasi”.29

3. Pengembangan kurikulum

Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada penataan, dan dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang seadanya tersebut, ternyata juga tanpa disertai pengembangan kurikulum. Kurikulum yang ketinggalan zaman menyebabkan proses belajar mengajar berjalan sebagai rutinitas lagi statis. Membiarkan realitas negatif ini merupakan kerugian terbesar bagi masa depan bangsa dan negara.

Dalam era reformasi dengan semangat otonomi daerah saat ini, guru dan tutor PAUD tanpa memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diharapkan tidak akan pernah dapat mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karenya, “... kurikulum PAUD harus ditata ulang. Sebab, PAUD bukan untuk memperkuat basis kognitif, tetapi lebih kepada menyiapkan sel-sel neuron dengan

HAR-PAUD-2012 47 berbagai pergerakan fisik. Misalnya, kita ajarkan tentang Ketuhanan, dikenalkan juga dengan interaksi sosial, dan lain sebagainya. Bangun suasana belajar yang menyenangkan, tapi semua harus sesuai porsi dan keadaan, jika tidak nanti bisa stress".30

4. Ketersediaan sarana dan prasarana.

Tampak bahwa selama ini pada sebagian besar PAUD yang tumbuh subur di seluruh teritorial Indonesia yang secara kelembagaan belum ada penataan, dan dikelola oleh guru dan tutor pendamping yang seadanya tersebut, serta tanpa disertai pengembangan kurikulum, ternyata juga tanpa disertai ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Oleh karenanya, arah kebijakan ini perlu ditindak-lanjuti dengan segera, agar harapan semua lapisan masyarakat dapat mengakses layanan PAUD yang bermutu benar-benar menjadi kenyataan.

Terkait dengan penataan sarana dan prasarana PAUD ini, Lydia Freyani Hawadi selaku Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pemerintahan era reformasi kabinet Indonesia bersatu jilid dua 2009-2014M mengatakan, bahwa “ada intervensi dana bantuan. Sebanyak Rp100 juta diberikan kepada lembaga Muslimat Nahdlatul Ulama, Badan Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid (BKPRM), Aisyiah, Dharma Wanita, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), dan Ikatan Guru TK Indonesia (IGTKI). Diharapkan bantuan ini dapat meningkatkan kapasitas lembaga PAUD".31

Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa kebijakan pemerintah era reformasi mengenai PAUD pada masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tatanan kabinet Indonesia Bersatu jilid dua 2009-2014M, adalah diarahkan

30 Vide, “Empat Kebijakan Kemendikbud Soal PAUD”, online, op.cit.

HAR-PAUD-2012 48 untuk menjamin pelbagai lapisan masyarakat di seluruh penjuru Republik Indonesia mengakses PAUD yang bermutu dengan empat sasaran utama : a. penataan kelembagaan, b. standarisasi guru dan tutor pendamping, c. pengembangan kurikulum, d. Ketersediaan sarana dan prasarana.

E. Jalur penyelenggaraan PAUD dalam pemerintahan era reformasi

Secara kelembagaan, PAUD di Indonesia dapat diselenggarakan melalui tiga jalur : pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.32 Pada masing-masing jalur ini dapat dikembangkan model-model PAUD tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan dinamika zaman yang saat ini di Indonesia tengah berada dalam era reformasi menuju otonomi daerah. Termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bab VI pasal 28 ayat 2-5 :

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.33

32Termaktub dalam Peraruran Pemerintah Republil Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf, hal 3-8 pada bab I point 6 : Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.; poin 31: Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; poin 39 : Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

33Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, op.cit, hal. 12. Dalam penjelasan pasal 28 (3) : Taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik; Raudhatul athfal (RA) menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti pada taman kanak-kanak.

HAR-PAUD-2012 49 Penyebutan tiga jalur penyelenggaraan PAUD di dalam undang-undang sistem pendidikan tersebut dimaksdukan untuk membedakan saja berdasarkan karakteristik masing-masing, bukan untuk memisah-misahkan dan mencerai-beraikan antara jalur yang satu dengan yang lain. Ketiga jalur penyelenggaraan PAUD tersebut harus terdapat hubungan yang saling melengkapi lagi saling menentukan sebagai bagian dari sub-sistem PAUD.

Termaktub dalam penjelasan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini pada bagian pendahuluan paragraf pertama, bahwa :

Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 4– ≤6 tahun. Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk Taman Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 0 – <2 tahun, 2 – <4 tahun, 4 – ≤6 tahun dan Program Pengasuhan untuk anak usia 0 - ≤6 tahun; Kelompok Bermain (KB) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak usia 2 – <4 tahun dan 4 – ≤6 tahun.34

Bentuk pembelajaran yang diberikan pada PAUD lebih cenderung ke arah bermain untuk belajar. Artinya anak-anak usia dini tidak diberikan pelajaran dalam bentuk baku seperti pada sekolah dasar, tetapi materi pembelajaran dimasukkan dalam koridor bermain atau saat mereka bermain. Sehingga di sana terdapat bermacam-macam permainan yang secara sadar oleh guru PAUD dirancang dan diselenggarakan sebagai bagian dari media stimulasi edukatif yang menyenangkan lagi menantang sekaligus membangkitkan motivasi para peserta didik untuk merespon melalui aktifitas belajar secara mandiri sekaligus interaktif antara guru dengan mereka serta antar mereka. Termaktub dalam Peraruran Pemerintah Republil Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan bab III pasal 66 ayat (1) :

34Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dalam file pdf, hal. 3.

HAR-PAUD-2012 50 Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia; b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.35

Layanan PAUD dalam masyarakat dapat diikuti melalui beberapa macam lembaga : Bina Keluarga Balita (BKB) bagi anak usia 0-5 tahun, Posyandu bagi anak usia 0-6 tahun, Taman Penitipan Anak (TPA) bagi anak usia 3 bulan – 6 tahun, Kelompok Bermain (KB) bagi anak usia 2-6 tahun, Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) bagi anak usia 4-6 tahun. Bina Keluarga Balita (BKB) menyediakan informasi bagi ibu-ibu mengenai cara membesarkan dan mengawasi perkembangan fisik, emosi, intelektual anak usia dini yang dilaksanakan bersamaan dengan Posyandu yang dikoordinir oleh pemerintahan desa/kelurahan yang menekankan urgensi melayani anak usia dini dalam binaan kader terlatih. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan pusat kesehatan masyarakat yang melayani perawatan kesehatan bagi ibu-ibu hamil dan menyusui serta anak balita mereka dan melayani bimbingan menjadi orang tua yang efektif. Taman Penitipan Anak (TPA) lazim didirikan di wilayah perkotaan untuk melayani pendidikan anak usia dini yang orang tuanya bekerja di luar rumah. Kelompok Bermain (KB) ada yang cenderung menjadi kelas junior (nol-kecil) bagi Taman Kanak-kanak. Sebenarnya masyarakat senantiasa kreatif menumbuh berkembangkan model-model layanan PAUD yang lain seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an TPQ), dan Pondok Pesantren Anak-anak.

Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa Penyelenggaraan PAUD dalam pemerintahan era reformasi melalui tiga jalur : a. pendidikan formal, b. pendidikan nonformal, c. pendidikan

35Peraruran Pemerintah Republil Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan, dalam file pdf, hal. 45-46.

HAR-PAUD-2012 51 informal dengan pemberian model-model pembelajaran yang lebih cenderung ke arah bermain untuk belajar.

Dalam dokumen Kebijakan Pemerintah Era Reformasi Menge (Halaman 54-61)