• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arah Kebijakan untuk Perluasan dan Peningkatan Pelayanan Dasar bagi Masyarakat Kurang Mampu

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 90-103)

TARGET KONDISI EKONOMI DAN KEMISKINAN 2015-2019

C. Arah Kebijakan untuk Perluasan dan Peningkatan Pelayanan Dasar bagi Masyarakat Kurang Mampu

Perluasan penjangkauan dalam penyediaan layanan publik terutama diarahkan pada paket pelayanan dasar minimal yaitu administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan infrastruktur dasar (perumahan yang layak, akses terhadap listrik, air minum, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi). Peningkatan dan perluasan pelayanan dasar tersebut dilaksanakan dengan memperkuat koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program dan sektor terkait sehingga memfokuskan kepada sasaran dan target yang sama.

TABEL 1.6

PAKET PELAYANAN DASAR

HAK DASAR JENIS PELAYANAN DASAR

Identitas hukum

Pelayanan identitas hukum dan administrasi kependudukan (akte kelahiran, KTP, surat nikah, akta cerai, kartu keluarga)

Perlindungan Sistem pusat pelayanan dan rujukan terpadu Kesehatan Pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan KB

Pendidikan Layanan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) serta pendidikan menengah (SMA/SMK/MA)

Infrastruktur dasar Perumahan, air dan sanitasi, listrik, transportasi, dan komunikasi

Peningkatan pelayanan dasar dilakukan melalui pendekatan frontline, yaitu sebuah pendekatan yang menitikberatkan

pada mekanisme penyediaan pelayanan dasar yang responsif terhadap permasalahan yang terjadi di berbagai fasilitas pelayanan dasar, termasuk umpan balik dari masyarakat sebagai pengguna layanan dasar. Pendekatan tersebut didasari pada beberapa hal, yaitu pemberdayaan masyarakat dan inklusi sosial, respon pemerintah dan penyedia layanan yang tepat, dukungan sumber daya dan

68

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

yang berkesinambungan antar masyarakat, penyedia layanan dan pemerintah.

Untuk dapat memenuhi sasaran peningkatan akses pelayanan dasar, terdapat tiga arah kebijakan utama yang akan dijalankan. Tiga arah kebijakan dalam memenuhi sasaran peningkatan akses pelayanan dasar berfokus pada ketersediaan infrastruktur dan sarana, penyempurnaan data terpadu, dan jangkauan pelayanan dasar. Adapun secara lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan sarana

pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu dan rentan

1. Penyusunan SPM terkait penyediaan paket pelayanan dasar yang berkualitas (administrasi kependudukan, pendidikan, kesehatan, rumah, listrik, sanitasi, dan air bersih);

 Pemerintah daerah menyusun perangkat hukum untuk mendukung pelaksanaan SPM; dan

 Pemerintah daerah menetapkan standar kualitas pelayanan dasar.

2. Penguatan sistem pengembangan sumber daya manusia penyedia layanan, termasuk profesi pekerja sosial sebagai ujung tombak peningkatan pelayanan dasar dan perlindungan sosial, tenaga kesehatan dan guru terutama di lokasi yang sulit terjangkau.

 Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama-sama menyusun kebijakan terkait dengan penyediaan sumber daya manusia penyedia layanan (tenaga kesehatan, tenaga pendidikan, dan pekerja sosial), khususnya di kantong-kantong kemiskinan; dan

 Pemerintah daerah mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif bagi penyedia layanan (terutama tenaga kesehatan, pendidikan, dan pekerja sosial) berbasis kinerja dan kualitas pelayanan.

3. Penataan dan fasilitasi administrasi kependudukan bagi penduduk kurang mampu dan rentan.

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 69

administrasi kependudukan agar mudah dijangkau oleh masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah mengintegrasikan pelayanan identitas hukum dan pelayanan administrasi kependudukan (akte kelahiran, surat nikah, akta cerai, KTP, kartu keluarga) melalui koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.

B. Meningkatkan penjangkauan pelayanan dasar bagi penduduk

kurang mampu dan rentan

1. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak dasar dan layanan dasar yang disediakan untuk masyarakat kurang mampu dan rentan.

 Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan LSM melakukan sosialisasi kepada masyarakat kurang mampu mengenai pelayanan dasar yang disediakan;

 Pendampingan untuk masyarakat miskin agar dapat berpartisipasi aktif dalam dalam pengambilan keputusan, termasuk perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pelayanan dasar.

2. Pengembangan dan penguatan sistem pemantauan dan evaluasi berbasis masyarakat terkait penyediaan layanan dasar.

 Pemerintah pusat dan daerah menyusun mekanisme pelaporan, pengaduan, dan pencarian informasi terhadap ketersediaan dan kualitas layanan dasar yang difasilitasi oleh sistem pusat rujukan dan pelayanan terpadu.

C. Penyempurnaan pengukuran kemiskinan yang menyangkut

kriteria, standardisasi, dan sistem pengelolaan data terpadu.

1. Pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah, akademisi, dan LSM memperbaharui definisi dan metode pengukuran kemiskinan;

2. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyelaraskan kriteria penargetan sasaran penerima manfaat program penanggulangan kemiskinan baik secara individu maupun kewilayahan; dan

70

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

dan Instrumen Perencanaan, Penganggaran dan Pemantauan yang Berpihak Pada Masyarakat Miskin dalam proses penyusunan dokumen perencanaan.

D. Arah Kebijakan untuk Pengembangan Penghidupan

Berkelanjutan

Pengembangan penghidupan berkelanjutan diarahkan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat kurang mampu untuk meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih layak dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan meningkatkan akses terhadap kegiatan ekonomi produktif dengan pembentukan kelompok masyarakat kurang mampu. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, pendekatan kelompok ini lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan secara individu. Kegiatan yang dilakukan berkelompok akan melatih kemampuan berorganisasi sehingga dapat memperkuat kelembagaan di tingkat masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya.

Dalam upaya meningkatkan penghidupan masyarakat kurang mampu, berbagai potensi akan dikembangkan dengan melihat potensi ekonomi dan pengembangan wilayah. Untuk itu, berbagai peningkatan kapasitas, keterampilan, akses kepada sumber pembiayaan dan pasar, diversifikasi keterampilan, serta perlindungan usaha dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam meningkatkan akses terhadap kegiatan ekonomi produktif.

Rumah tangga kurang mampu yang memiliki anggota rumah tangga usia produktif akan menjadi sasaran utama. Kelompok ekonomi yang perlu menjadi perhatian kebijakan dalam pengembangan penghidupan berkelanjutan adalah petani, peternak, nelayan, pengrajin industri rumah tangga, pedagang dan usaha perorangan lainnya pada skala mikro dan kecil. Dua hal utama yang akan menjadi pilihan masyarakat kurang mampu dalam meningkatkan penghidupannya adalah kemampuan berwirausaha dan peningkatan kemampuan untuk bersaing dalam pasar tenaga kerja. Dalam menunjang kedua hal tersebut, jejaring wirausaha dan jejaring pasar tenaga kerja diharapkan dapat dikembangkan sehingga penyaluran produk kewirausahaan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, jejaring pasar tenaga kerja diarahkan untuk menyalurkan dan menampung tenaga kerja miskin yang telah dilatih. Penghidupan berkelanjutan diharapkan dapat dipenuhi melalui penyerapan tenaga kerja miskin oleh perluasan usaha dalam skala lebih besar dan UMKM. Penyerapan oleh usaha skala besar diperkirakan tidak akan signifikan mengingat kualifikasi yang dibutuhkan sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat miskin.

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 71

Pendekatan penghidupan berkelanjutan dilakukan secara sinergis oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pendamping, dan pihak lain yang terkait. Peranan pemerintah daerah menjadi sentral dalam identifikasi potensi wilayah yang akan dikembangkan oleh masyarakat miskin maupun potensi penyaluran tenaga kerja sebagai bagian dari pengembangan ekonomi wilayah. Sementara itu, pendamping memegang peranan utama dalam menghubungkan antara masyarakat dengan kesempatan kegiatan ekonomi produktif. Pendekatan ini dapat dilakukan secara mandiri oleh pemerintah maupun pihak lain yang terkait dengan tetap melakukan sinkronisasi dalam penentuan target penerima manfaat sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal.

Terdapat tiga arah kebijakan utama yang akan dilakukan sebagai upaya mencapai sasaran dalam pengembangan penghidupan berkelanjutan. Tiga arah kebijakan ini berfokus pada pengembangan ekonomi berbasis lokal, perluasan akses pemodalan, dan peningkatan kapasitas masyarakat miskin yakni sebagai berikut.

1. Peningkatan peran pemerintah pusat dan daerah dalam

pengembangan ekonomi lokal bagi masyarakat kurang mampu dan rentan

a. Optimalisasi peran pemerintah pusat dalam mengatur persaingan usaha yang sehat dan melindungi masyarakat kurang mampu.

 Perlindungan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja kurang mampu dengan memberikan dukungan perbaikan kualitas dan pemasaran;

 Perlindungan terhadap pasar tradisional melalui peningkatan kapasitas infrastruktur pasar; dan b. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam

pengembangan potensi daerah dan penguatan ekonomi lokal.

 Pemerintah daerah melakukan identifikasi dan pengembangan komoditas unggulan yang dapat dikelola oleh masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah melakukan identifikasi potensi pengembangan kesempatan kerja bagi masyarakat

72

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

usaha;

 Pemerintah daerah dan pendamping bersama-sama mengembangkan kemitraan dalam peningkatan keterampilan kewirausahaan dan keterampilan lainnya untuk masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah melakukan identifikasi kebutuhan dan pemenuhan infrastruktur lokal pendukung kegiatan ekonomi sesuai dengan kewenangan daerah;

 Pemerintah daerah dan pendamping bersama-sama menjalin kemitraan dengan instansi perusahaan, dan lembaga keterampilan untuk mendukung mekanisme penyaluran tenaga kerja miskin dan pengembangan usaha masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah melindungi usaha lokal yang menyerap tenaga kerja kurang mampu melalui pembatasan ijin usaha yang bersifat monopoli, meningkatkan kualitas produk usaha lokal, dan secara aktif melakukan promosi penggunaan produk lokal sebagai kekhasan daerah; dan

 Pemerintah daerah mendorong inovasi peningkatan nilai tambah produk lokal melalui pengembangan teknologi tepat guna pengembangan produk lokal. c. Pengembangan usaha sektor pertanian dan perikanan,

khususnya bagi petani dan nelayan kurang mampu.

 Pemenuhan infrastruktur pendukung pertanian dan perikanan (irigasi, jalan, pelabuhan rakyat) di wilayah pertanian sesuai dengan wewenang;

 Pendampingan intensif bagi petani kurang mampu pemilik tanah dan aset produktif lainnya dalam pengelolaan produksi pertanian dan perikanan;

 Pemerintah pusat dan pemda bersama-sama menyusun kebijakan redistribusi untuk pemanfaatan lahan bagi petani kurang mampu;

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 73

lahan untuk redistribusi lahan atau untuk dimanfaatkan (hak guna) untuk petani kurang mampu; dan

 Pemerintah daerah menjadi pendamping melakukan redistribusi dan pemanfaatan lahan lebih produktif. d. Peningkatan kerjasama yang melibatkan pemerintah, dunia

usaha, perguruan tinggi dan masyarakat untuk meningkatkan akses masyarakat kurang mampu dan usaha mikro kepada pembiayaan dan layanan keuangan, pelatihan, pendampingan dan peningkatan diversifikasi usaha (off-farm) dalam rangka pengembangan ekonomi lokal.

 Pengembangan pola baku kemitraan antara pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat yang terkait dengan peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelatihan, peningkatan akses kesempatan kerja, pengembangan wirausaha, diversifikasi usaha ( off-farm), magang usaha, dan kegiatan ekonomi produktif lainnya;

 Pengembangan pola baku mekanisme penyaluran tenaga kerja dan peningkatan akses informasi peluang kerja terutama untuk penduduk kurang mampu;

 Membangun kemitraan dengan lembaga penelitian dan paguyuban masyarakat dalam pemberian dukungan bagi penerapan teknologi tepat guna untuk menangani permasalahan kerentanan masyarakat kurang mampu dan usaha mikro dalam mengelola usaha yang bersifat lokal spesifik; dan

 Pengembangan harmonisasi dan kerja sama dalam mendukung peningkatan akses masyarakat kurang mampu dan usaha mikro kepada sumber pembiayaan dan layanan keuangan.

74

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

penguatan layanan keuangan mikro bagi masyarakat kurang mampu dan rentan

a. Pengembangan dan penyempurnaan pola pengelolaan lembaga keuangan mikro, termasuk bentukan PNPM Mandiri, dalam meningkatkan jangkauan masyarakat kurang mampu dan rentan terhadap akses permodalan.

 Pengembangan kelembagaan pengelola Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (Dana Bergulir pasca PNPM) sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan keuangan bagi masyarakat kurang mampu;

 Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola dana amanah;

 Memberikan pendampingan bagi pengelolaan lembaga dana amanah pemberdayaan masyarakat dan penyalurannya kepada masyarakat kurang mampu.

b. Bersama-sama pihak terkait (Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, dan lain-lain) melakukan konsolidasi dan sinkronisasi terhadap lembaga keuangan mikro yang selama ini banyak dibangun melalui program pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam penentuan target dan skema pinjaman.

c. Bersama-sama pihak terkait (Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, dan lain-lain) memperbaiki kerangka regulasi pengembangan lembaga keuangan mikro, termasuk yang dikelola oleh masyarakat. d. Peningkatan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam

pengembangan dan pembinaan lembaga keuangan mikro bagi masyarakat kurang mampu dan rentan.

 Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengembangan dan pengelolaan lembaga keuangan mikro;

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 75

pemerintah daerah dalam pembinaan dan pemantauan lembaga keuangan mikro, terutama yang dikelola oleh masyarakat; dan

 Membantu lembaga keuangan mikro dalam melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan formal yang ada di tingkat daerah.

e. Peningkatan kualitas dan jangkauan kredit berbasis penjaminan untuk mendukung pengembangan usaha-usaha produktif yang dijalankan oleh masyarakat kurang mampu. f. Peningkatan kerjasama penyediaan pembiayaan melalui

pola kemitraan usaha yang melibatkan kelompok masyarakat kurang mampu.

3. Peningkatan pendampingan dalam rangka peningkatan

kapasitas dan keterampilan masyarakat kurang mampu

a. Pengembangan mekanisme pendampingan masyarakat kurang mampu.

 Pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan mengembangkan sistem dan standarisasi pendampingan untuk masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah mendorong keterlibatan kader-kader desa maupun wilayah untuk dapat membantu dalam proses pendampingan masyarakat kurang mampu; dan

 Pemerintah daerah melakukan sinergi proses pendampingan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga masyarakat, NGO/LSM, maupun oleh pihak swasta lainnya.

 Melakukan sinergi kelembagaan pengelola pendampingan masyarakat kurang mampu dengan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah dan pihak terkait lainnya baik swasta maupun pemerintah yang melakukan pengembangan masyarakat (community development).

76

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

mampu melalui pendekatan pembentukan kelompok masyarakat kurang mampu.

 Pengembangan sistem pemberdayaan kapasitas dan keterampilan masyarakat kurang mampu dalam pengelolaan keuangan keluarga, peningkatan motivasi, dan peningkatan keterampilan manajemen keluarga, keterampilan wirausaha, keterampilan kerja berbasis kompetensi, dan keterampilan lainnya sesuai kebutuhan lokal;

 Intensifikasi pendampingan kepada masyarakat kurang mampu secara berkesinambungan menyangkut aspek aplikasi keterampilan yang telah dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kurang mampu dan/atau aplikasi dalam pengembangan usaha.

c. Mendorong peran pengusaha lokal, swasta skala besar, dan BUMN/BUMD untuk mengarahkan kegiatan CSR yang terfokus kepada peningkatan kapasitas masyarakat miskin dalam wirausaha maupun kompetensi keahlian lainnya yang diperlukan dalam meningkatkan akses kepada kegiatan ekonomi produktif.

 Pemerintah daerah mendorong kemitraan dalam pengembangan data dan informasi dalam yang dapat membantu masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan kesempatan pengembangan usaha maupun kesempatan kegiatan ekonomi produktif lainnya;

 Mendorong pihak swasta, BUMN/BUMD, maupun pelaku pengembangan masyarakat lainnya untuk menggunakan data terpadu dalam melakukan intervensi pengembangan masyarakat kurang mampu;

 Pemerintah daerah memberikan informasi secara terbuka perihal pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan, khususnya program peningkatan keterampilan masyarakat kurang mampu, kepada pihak

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 77

swasta, BUMN/BUMD, maupun masyarakat lainnya untuk proses sinergi dan sinkronisasi.

d. Optimalisasi pemanfaatan lembaga pelatihan untuk mendukung peningkatan keterampilan masyarakat miskin melalui integrasi dengan kelembagaan dan program pemerintah daerah.

 Mendorong kerja sama pemerintah daerah dengan swasta dalam mengoptimalkan tenaga-tenaga ahli, fasilitas pengembangan keterampilan, dan dana yang tersedia dalam memenuhi kebutuhan pengembangan kapasitas dan keterampilan masyarakat kurang mampu secara lokal.

1.2.1.4Kerangka Pendanaan

Sesuai dengan amanat UU No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab pemerintah. Untuk itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu secara harmonis menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan pemerataan untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

Peningkatan peran pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan dapat diarahkan dengan meningkatkan fokus penggunaan dana transfer daerah yaitu antara lain Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa, terutama untuk meningkatkan akses pelayanan dasar bagi penduduk kurang mampu. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan agar belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai Urusan Wajib yang Terkait Pelayanan Dasar. DAK tidak hanya dapat digunakan untuk kegiatan fisik, tetapi juga kegiatan non-fisik yang mendukung pelayanan dasar. Dengan telah disahkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, peran transfer daerah menjadi semakin strategis sebagai sumber pendanaan pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat miskin.

Penguatan kelembagaan pemerintahan daerah juga dapat dioptimalkan sebagai alternatif sumber pembiayaan berbagai kegiatan penanggulangan kemiskinan, salah satunya melalui pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Diharapkan, BUMDes akan mampu menjadi jembatan penghubung antara Pemerintah Desa dengan masyarakat dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan mengelola potensi desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

78

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.

Selama ini swasta/BUMN telah banyak melakukan intervensi dalam menanggulangi kemiskinan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Peranan swasta/BUMN/individu tersebut diharapkan dapat diarahkan sebagai upaya penguatan pengurangan kemiskinan sehingga dapat mempercepat pencapaian target penurunan kemiskinan. Oleh karena itu, konsolidasi dari semua pihak terutama dari penentuan target, waktu, dan sasaran perlu dilakukan sehingga dapat menjadi acuan bagi semua pihak.

Sinkronisasi antara kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta perlu dilakukan. Peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta yang lebih sistematis dan berkesinambungan perlu dikembangkan dan dioptimalkan, diantaranya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan, Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) dari Perseroan Terbatas, Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN, dan dana yang bersumber dari zakat/donasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Optimalisasi dana yang bersumber dari non pemerintah untuk pembiayaan program kemiskinan, dilakukan dengan sinkronisasi target, waktu, dan alokasi. Pemerintah memiliki sistem penentuan target, waktu, dan lokasi yang terbuka dan dapat diakses oleh pihak yang membutuhkan (BUMN/Swasta/Masyarakat). Kriteria dan data tersebut menjadi acuan bagi pihak non pemerintah untuk melaksanakan intervensi terhadap kemiskinan. Untuk harmonisasi tersebut, pemetaan program CSR/TJSL/PKBL dapat mencakup identifikasi perusahaan-perusahaan yang mempunyai program CSR/TJSL/PKBL, klasifikasi berdasarkan jenis program dan manfaatnya bagi masyarakat.

Terkait dengan perluasan kepesertaan sistem jaminan sosial nasional bagi masyarakat miskin dan rentan, pelaksanaan program perlindungan sosial membutuhkan alokasi dana yang besar karena skala, jumlah program dan cakupan penerima manfaat yang juga besar. Karena itu skema pendanaan dari sistem ini merupakan gabungan dari beberapa sumber, diantaranya: 1) Iuran peserta dan pemberi kerja, 2) anggaran pemerintah: APBN dan APBD, dan 3) sumber pendanaan lainnya yang mempunyai potensi besar dalam mendukung implementasi bantuan sosial.

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 79

1.2.1.5Kerangka Regulasi dan Kerangka Kelembagaan

Kerangka Regulasi

Dalam mendukung pelaksanaan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya bersama dari semua pihak terkait secara harmonis dan sinergis untuk mengoptimalkan sumber daya dalam mengentaskan masyarakat kurang mampu dan rentan. Untuk itu perlu adanya kerangka regulasi dan kelembagaan yang jelas dalam membagi atau mensinergikan peran tersebut. Kerangka regulasi yang mendukung isu strategis peningkatan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan sebagai berikut:

A. Penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif bagi

penduduk rentan dan pekerja informal

Kerangka regulasi yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan perlindungan sosial antara lain:

1. Peninjauan ulang dan penyusunan kembali UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat sesuai dengan ratifikasi Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dan peraturan tentang perlindungan hak bagi masyarakat adat; 2. Penguatan regulasi dengan penyusunan Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-Undang No. 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi Konvensi Penyandang Disabilitas, serta Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mencakup i) fungsi dan peran lembaga penyelenggara bantuan sosial; ii) kriteria penduduk miskin dan rentan serta mekanisme pelaksanaan pendataan; iii) mekanisme sistem pelayanan sosial terpadu dan pendataan bagi keluarga kurang mampu dan rentan (termasuk PMKS); iv) mekanisme pelaksanaan dan standar pelayanan kesejahteraan sosial; v) mekanisme akreditasi lembaga penyelenggara dan sertifikasi pekerja sosial; vi) pemenuhan

80

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas, dan Rancangan regulasi yang mendukung pembangunan lingkungan yang inklusif bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia; vii) peran masyarakat dalam pelaksanaan perlindungan dan kesejahteraan sosial; viii) peningkatan dan penyelenggaraan kesetiakawanan sosial; ix) pelaksanaan inovasi pendaftaran dan pengumpulan iuran jaminan sosial; x) penguatan fungsi, peran, serta standar dan kapasitas lembaga dan personil penyelenggara, termasuk institusi pengambil kebijakan dan pelaksana SJSN.

B. Peningkatan dan perluasan pelayanan dasar bagi masyarakat

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 90-103)