• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN PELAYANAN KESEHATAN

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 156-159)

Sumber: Global Burden of Disease, 2010 dan Health Sector Review (2014)

KESIAPAN PELAYANAN KESEHATAN

Indikator Capaian Kondisi 2019

yang iharapkan Jumlah tempat tidur rawat inap per 10.000

penduduk

12,6 25

Jumlahadmissionper 100 penduduk 1,9 5.0

Rata-ratabed occupancy rate 65% 80%

Kesiapan Pelayanan Umum di Puskesmas 71% 100%

Kesiapan pelayanan PONED di Puskesmas 62% 100%

Kesiapan Pelayanan Penyakit tidak menular di Puskesmas

77% 100%

Kesiapan Pelayanan PONEK di RS Pemerintah 86% 25

Sumber: World Bank berdasarkan data Rifaskes, 2011

Fasilitas pelayanan kesehatan belum sepenuhnya siap bila ditinjau dari ketersediaan fasilitas, begitu pula kelengkapan sarana, obat, alat kesehatan, tenaga kesehatan serta kualitas pelayanan. Permasalahan ketersediaan fasilitas kesehatan terutama terjadi di DTPK dan daerah pemekaran. Dari fasilitas dasar yang ada, masih banyak yang belum memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. Data Rifaskes, menunjukkan indeks rata-rata indeks kesiapan pelayanan umum (gerenal service readiness) untuk seluruh kategori Puskemas baru mencapai 71 (dari maksimum 100). Dari komponen

132

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

kemampuan diagnostik dan obat esensial, indeks kesiapan yang paling tinggi adalah peralatan dasar (84 persen) sedangkan yang paling rendah adalah kapasitas diagnosis yang baru mencapai 61 persen. Dengan kemampuan diagnostik yang terbatas, maka kemampuan Puskesmas dalam pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Di antara kemampuan diagnosis yang rendah antara lain adalah tes kehamilan (47 persen), tes glukosa urin (47 persen), dan tes glukosa darah (54 persen). Variasi antar indeks kesiapan antar propinsi masih cukup lebar, dengan indeks yang rendah terutama di provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat.

Pelayanan kesehatan rujukan juga masih mengalami

permasalahan terutama dalam hal ketersediaan fasilitas, keterbatasan sarana dan prasarana, serta keterbatasan tenaga kesehatan. Khusus untuk tenaga dokter spesialis, keterbatasan tenaga kesehatan tidak juga masih terjadi dibanyak rumah sakit di daerah maju di perkotaan dan di Pulau Jawa. Kemampuan rumah sakit dalam hal tranfusi darah secara umum masih rendah, dengan skor kesiapan rata-rata 55 persen pada rumah sakit pemerintah, terutama pada komponen ketersediaan darah cukup yang baru dicapai oleh 41 persen RS pemerintah dan 13 persen RS swasta. Selain itu hanya 8 persen RS pemerintah dan 33 persen RS swasta yang memenuhi seluruh kesiapan bedah komprehensif.

Permasalahan lain terkait dengan belum tertatanya sistem rujukan baik rujukan vertikal maupun horisontal. Termasuk dalam permasalahan sistem rujukan ini adalah belum terbentuknya sistem informasi yang baik, sistem rekam medis (medical record) yang belum berjalan dan terintegrasi. Dari sisi kualitas, permasalahan pelayanan kesehatan rujukan adalah akreditasi fasilitas kesehatan rujukan dan sistem pengendalian mutu belum berjalan, sistem rujukan nasional dan regional yang belum berkembang dengan baik. Selain itu kualitas berbagai komponen pelayanan kesehatan rujukan masih belum optimal. Analisis data Risfaskes menunjukan bahwa kesiapan fasilitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan ibu, kesehatan anak dan remaja, penyakit menular dan penyakit tidak menular masih banyak yang belum baik, terutama di klinik swasta. Sedangkan untuk tingkat rujukan, kesiapan penanganan tuberkulosis dan transfusi darah baik di RS pemerintah maupun RS swasta masih kurang baik.

Tantangan dalam peningkatan pelayanan kesehatan primer adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar termasuk pengembangan dan penetapan standar guideline, pemenuhan sarana, obat, alkes, dan tenaga kesehatan, pengembangan dan penerapan sistem akreditasi fasilitas, dan serta penguatan upaya promotif dan

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 133

preventif. Salah satu tantangan utama khususnya adalah kapasitas fasilitas kesehatan dalam peningkatan upaya kesehatan promotif dan preventif. Tantangan untuk pelayanan kesehatan rujukan terutama adalah pemenuhan fasilitas pelayanan dalam hal sarana, obat alat

kesehatan dan tenaga kesehatan sesuai dengan standar,

pengembangan dan penerapan akreditasi rumah sakit dan sistem rujukan yang didukung oleh sistem informasi.

2.1.9 Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Pengawasan Obat dan Makanan

Persentase obat yang memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada tahun 2011 telah mencapai 96,79 persen, sedangkan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat terus meningkat dan pada tahun 2012 mencapai 85,84 persen. Walaupun demikian, hanya 67,8 persen sarana produksi obat (tahun 2013) dan hanya 64,7 persen sarana produksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang memiliki sertifikasi Good Manufacturing Practices terkini dan memenuhi cara produksi yang baik (Good Manufacturing Practices).

Ketersediaan, obat dan vaksin telah secara nasional umum telah cukup baik yaitu mencapai 96,93 persen pada tahun 2013. Namun ketersediaan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2%. Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tinggi dengan 13 provinsi melebihi 100 persen (misalnya Kalimantan Barat, Jawa Timur, Yogyakarta) sedangkan di beberapa provinsi lainnya masih di bawah 80 persen (Maluku, Gorontalo, Kepulauan Riau). Kelebihan persediaan menimbulkan inefisiensi sedangkan ketersediaan yang rendah menyebabkan pelayanan kesehatan yang kurang optimal.

Penggunaan obat generik di sarana kesehatan terus meningkat yaitu mencapai 96,11 persen di Puskesmas dan 74,87 persen di Rumah Sakit. Sementara itu obat rasional dan obat generik di fasilitas kesehatan belum dimanfaatkan secara optimal, ditunjukkan dengan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah mencapai 61,9 persen. Belum optimalnya pemanfaatan obat generik di fasilitas kesehatan, antara lain juga disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik. Berdasarkan data Rifaskes 2011, persentase penduduk yang mempunyai pengetahuan tentang obat generik baru mencapai 46,1 persen di perkotaan dan 17,4 persen di pedesaan. Selain itu pada tahun 2013, sebanyak 35 persen rumah tangga melaporkan menyimpan obat

134

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

Berbagai indikator kefarmasian dan ketersediaan obat tingkat nasional menunjukkan permasalahan dihadapi dari sisi ketersediaan obat dan alat kesehatan, mutu pelayanan, dan penggunaan obat di tingkat masyarakat. Manajemen supply chain menghadapi kendala dalam kualitas fasilitas dan sarana, serta kemampuan dan keterampilan dalam perencanaan, distribusi, manajemen stok dan mutu serta pengelolaan persediaan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota serta sistem data dan informasi persediaan dan penggunaan obat di gudang obat yang lemah.

GAMBAR 2.5

INDIKATOR KEFARMASIAN DAN OBAT TINGKAT NASIONAL 2011

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 156-159)