• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan ekonomi yang kurang inklusif , yang ditunjukkan dengan:

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 72-75)

PENGARUSUTAMAAN DAN PEMBANGUNAN LINTAS BIDANG

I. Pertumbuhan ekonomi yang kurang inklusif , yang ditunjukkan dengan:

1. Kondisi makro ekonomi dalam lima tahun terakhir yang tidak stabil akibat adanya krisis ekonomi global yang membuat pertumbuhan industri secara nasional relatif melambat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional cenderung melambat.

2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya terjadi pada sektor tertentu, yakni sektor industri dan jasa. Kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan rendah berkurang secara nyata, sehingga pertumbuhan industri tersebut lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi menengah ke atas.

3. Kondisi booming kenaikan harga internasional dari komoditas ekspor utama Indonesia seperti komoditas perkebunan (crude palm oil) dan sumber daya alam (misalnya batu bara) yang terjadi pada 10 tahun terakhir. Keuntungan ini umumnya lebih dinikmati golongan pemilik modal karena sifatnya yang padat modal atau yang memiliki keterampilan tinggi.

4. Kurangnya perlindungan terhadap usaha mikro dan kecil melalui kebijakan impor komoditas yang sama dengan yang dapat dihasilkan oleh usaha mikro dan kecil akan mempengaruhi secara signifikan terhadap keberlangsungan usaha mikro dan kecil tersebut.

5. Berkurangnya kebutuhan tenaga kerja kurang terampil dimana terjadi transformasi struktur pasar tenaga kerja yang lebih mengarah pada sektor jasa yang lebih dinikmati oleh penduduk di desil terkaya (Susenas 2012, diolah oleh Bank Dunia). 6. Kurangnya akses terhadap sarana-prasarana pendukung

ekonomi mempengaruhi daya saing kelompok menengah ke bawah. Hal ini berdampak pada terbatasnya produktivitas

50

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

7. Tingkat pertumbuhan penduduk miskin relatif lebih tinggi dibandingkan penduduk kelompok ekonomi menengah ke atas. Hal ini ditunjukkan dengan data SDKI (2012), dimana angka fertilitas pada kuantil terendah (TFR = 3,2) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuantil tertinggi (TFR = 2,2). Dengan kondisi tingkat pendapatan yang lebih rendah dan jumlah anggota keluarga yang banyak maka pertumbuhan konsumsi per kapita menjadi lebih rendah.

8. Keterbatasan kepemilikan lahan dan aset produktif yang membatasi peningkatan produksi dan skala usaha yang mengakibatkan rendahnya pendapatan mereka.

II. Perlindungan sosial yang belum komprehensif

Jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan, namun sebagian besar penduduk tersebut masih menghadapi kerentanan terhadap berbagai risiko. Risiko siklus hidup yang dihadapi seperti sakit, disabilitas dan usia lanjut, serta berbagai guncangan lainnya seperti krisis ekonomi, bencana alam, atau dampak negatif perubahan iklim. Pada penduduk kurang mampu, berbagai risiko tersebut menyebabkan kemiskinan kronis atau kesulitan untuk keluar dari kemiskinan. Menurut data Susenas (dari berbagai tahun), diperkirakan 4,5 juta dari 6 juta rumah tangga termiskin menetap dalam kemiskinan selama 3 tahun lebih, sedangkan 1,5 juta rumah tangga termiskin terancam selalu dalam kondisi kemiskinan. Untuk itu, diperlukan serangkaian kebijakan dan program perlindungan yang memberi peluang bagi penduduk kurang mampu dan rentan untuk memiliki kapasitas mengelola risiko dan menginvestasikan diri dan anak-anaknya agar memiliki kehidupan yang lebih baik.

Pelaksanaan program-program perlindungan sosial saat ini masih terbatas, belum terkoordinasi dengan baik dan belum memiliki skema yang efektif. Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) membuka peluang dikembangkannya skema perlindungan sosial yang lebih komprehensif. Untuk jaminan kesehatan, pemerintah memberi bantuan iuran bagi penduduk kurang mampu. Saat ini, tercatat 88,1 juta jiwa penduduk kurang mampu, termasuk 1,7 juta jiwa Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) telah memperoleh Kartu Indonesia Sehat dan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun untuk jaminan sosial ketenagakerjaan, cakupan saat ini masih terfokus pada pekerja sektor formal yang bervariasi sehingga belum mampu mewujudkan keadilan sosial. Sebagian besar dari pekerja yang tidak

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

| 51

tercakup jaminan sosial ketenagakerjaan adalah pekerja bukan penerima upah.

Perlindungan sosial juga ditujukan bagi pengembangan pemenuhan hak dasar dan lingkungan yang inklusif bagi kelompok masyarakat marjinal yang menghadapi risiko. Kelompok ini terdiri dari penyandang disabilitas, lanjut usia, masyarakat adat, fakir miskin, dan kelompok marjinal lainnya seperti masyarakat adat, orang dengan HIV AIDS (ODHA), mantan narapidana, tuna sosial, serta korban kekerasan, eksploitasi dan NAPZA. Risiko dan kerentanan juga dihadapi kelompok masyarakat marjinal usia produktif. Penyandang disabilitas misalnya, sebagian besar bekerja pada sektor informal karena menghadapi eksklusi sosial.

Melalui berbagai asistensi sosial, selama ini pemerintah telah memberikan bantuan tunai, pelayanan dan rehabilitasi sosial, serta pemberdayaan bagi kelompok tersebut. Tantangan utama pelaksanaan program asistensi sosial saat ini adalah keberagaman jenis kerentanan dari berbagai kelompok penduduk, serta lemahnya pendataan. Pada tahun 2013 sebanyak 24,7 juta anak berada di dalam keluarga kurang mampu dan rentan, dan menghadapi risiko ketimpangan, ketelantaran, eksploitasi, dan kekerasan. Demikian pula pada kelompok lansia yang berjumlah 11,98 juta (2012), sebagian besar merupakan perempuan yang memiliki usia hidup lebih lama namun dengan kondisi fisik yang rentan. Saat ini baru 5,9 juta jiwa (2013) lansia kurang mampu yang telah memiliki jaminan kesehatan. Sebagian besar dari mereka belum memiliki jaminan pensiun/hari tua sehingga terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menghadapi risiko ketelantaran.

III. Ketimpangan akses dan penjangkauan pelayanan dasar

Ketidakmampuan dalam pemenuhan hak dasar atau karena adanya perbedaan perlakuan terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat juga berdampak pada pelambatan penurunan kemiskinan. Hak-hak dan kebutuhan dasar masyarakat kurang mampu menyangkut hak untuk mendapatkan identitas, pelayanan kesehatan, kecukupan gizi, akses terhadap pendidikan, kepemilikan rumah yang layak, penerangan yang cukup, fasilitas sanitasi layak, dan akses terhadap air bersih. Walaupun pada umumnya akses terhadap pelayanan dasar telah meningkat, namun ketimpangan akses pelayanan dasar antar kelompok pendapatan masih cukup besar.

Pertama, kepemilikan akte kelahiran adalah persyaratan penting dan langkah awal untuk dapat mengakses bantuan pelayanan dasar dan perlindungan sosial. Namun, berdasarkan data Susenas (2013), rata-rata kepemilikan akte kelahiran bagi penduduk usia 0-17 tahun paling banyak terdapat di daerah perkotaan pada kelompok 60%

52

|

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

40% termiskin. Lemahnya akses terhadap identitas hukum berakibat pada ketimpangan kesempatan penduduk kurang mampu dan marjinal dalam memperoleh akses penghidupan yang layak.

Kedua, ketimpangan dalam pelayanan dasar yang mencakup kesehatan, pendidikan, dan sanitasi. Ketimpangan terbesar antar kelompok pendapatan masih terjadi pada cakupan persalinan di fasilitas kesehatan, angka partisipasi sekolah pada anak usia 16-18 tahun dan cakupan rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Keterbatasan masyarakat kurang mampu dalam mengakses pelayanan dasar tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraannya, terutama status kesehatan dan tingkat pendidikannya.

TABEL 1.3

Dalam dokumen BUKU II RPJMN 2015 2019 (Halaman 72-75)