• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arah pengembangan Budaya di Solo 1.Solo Sebagai Kota Budaya 1.Solo Sebagai Kota Budaya

HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Kota Solo

B. Arah pengembangan Budaya di Solo 1.Solo Sebagai Kota Budaya 1.Solo Sebagai Kota Budaya

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam Pasal 1, angka 12, adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir perencanaan. Secara jangka panjang, visi Kota Solo telah dinyatakan dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Visi Misi Kota Solo. Rumusan visi kota Solo dalam dokumen Visi Misi Kota Solo tersebut adalah: “Terwujudnya kota Solo sebagai Kota

Budaya yang bertumpu pada potensi Perdagangan, Jasa, Pendidikan, Pariwisata

dan Olah Raga”. Maksud kota Solo sebagai kota budaya dalam dokumen visi misi

kota Solo itu adalah kota yang pengembangannya berwawasan budaya. Dalam arti luas, yang seluruh komponen masyarakat dalam setiap kegiatannya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, berkepribadian demokratis-rasional, berkeadilan sosial, menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Solo 2005-2010).

Solo adalah kota yang dinamis, yang dihuni oleh berbagai etnis, seperti Cina, Arab yang lebih dominan, mereka hidup ditengah kekentalan budaya Keraton Surakarta yang menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi Jawa warisan

commit to user

nenek moyang secara turun temurun. Walaupun demikian berkembangnya budaya masing-masing tidak bersinggungan, bahkan saling mendukung dan menghargai. Arahnya jelas Solo menuju kota budaya dan kota history. Batik berkembang pesat, sekarang tidak hanya untuk keperluan resepsi atau jagong tetapi sudah menjadi trend dari anak-anak sampai orang tua telah berbusana batik. Festival jenang, tumpeng 1000, Solo menari, serta festifal wayang merupakan bukti bahwa semua itu tidak hanya jadi historis tapi harus dikenalkan pada generasi zaman kini, supaya tidak tergerus liberalisme. Saat ini kota Solo tengah giat-giatnya membangun, baik dari segi ekonomi maupun budaya. Berbagai atraksi seni budaya juga terus digelar untuk meningkatkan wisatawan yang datang ke kota Solo. Agenda budaya tahunan juga masih menjadi andalan kota Solo untuk menarik wisatawan, seperti Malam Sekaten, Gunungan Maulud Nabi, serta agenda seni lainnya. Pada bulan April juga digelar karnaval batik tingkat internasional dan ini diharapkan akan digelar secara periodik di Kota Solo.

Pada dasarnya di dalam pelestarian budaya terdapat unsur atraksi dan aksesbilitas tidak boleh dilupakan. Unsur atraksi dilakukan dengan menghidupkan kembali permainan (dolanan) tradisional, wisata tematik seperti wisata religi, kuliner dan lain-lain. Aksesbilitas dipenuhi melalui penyediaan tempat informasi yang representative dan ditangani oleh orang profesional berbasis pada keramah-tamahan (hospitality). Di samping itu dipakai peralatan pemasaran dan pencitraan yang teritegrasi dan simultan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah kota Solo antara lain: kebijakan edukasi melibatkan, pertama, strategi pemahaman terhadap aspek kognitif (cognitive) berupa penalaran dan pemahaman yang dikombinasikan dengan aspek afektif (affective) yang berkaitan dengan cita rasa tentang arti pentingnya pelestarian pusaka (heritage) dengan memberikan introduksi kepada masyarakat untuk memiliki rasa handarbeni kebudayaan, sehingga perlu diberikan sejak usia dini.

Langkah-langkah dalam pelestarian kebudayaan yang harus diperhatikan yaitu:

a. menyampaikan nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian kepada masyarakat.

commit to user

b. menciptakan suasana progresivitas di dalam melakukan olah seni, sehingga tidak terkesan membosankan, mengingat seni budaya lokal akan berhadap-hadapan secara frontal dengan budaya asing.

c. perlu dilakukan modifikasi terhadap performance seni pertunjukan (bukan dalam pakemnya) misalnya kostum, cara penyelenggaraan dan cara memberikan pelajaran.

d. pelestarian heritage, misalnya wayang kulit yang telah ditetapkan sebagai pusaka dunia (world heritage), macapat dan kethoprak dengan memberikan ruang untuk tampil dan memasukkannya sebagai muatan lokal pada kurikulum pendidikan yang dimulai sejak sekolah dasar. e. mempertahankan penggunaan busana dengan motif batik dan lurik.

Misalnya dengan mewajibkan pegawai instansi di Solo baik negeri maupun swasta untuk menggunakan busana bermotif batik atau busana tradisional Jawa lengkap peranakan (baju lurik) pada hari Kamis. Hal ini selain mendorong orang untuk bangga terhadap motif lokal juga akan meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya pengrajin atau pengusaha kecil dan menengah yang menanganinya.

f. menjaga budaya kedisiplinan, ketertiban dan keteraturan. Hal paling kecil yang dapat dilakukan adalah membuang sampah. Selain itu, tata krama, unggah-ungguh yang lekat dengan budaya Jawa mulai disosialisasikan kembali baik melalui institusi formal seperti sekolah maupun non-formal (keluarga). Budaya ini harus ditanamkan sejak dini. g. pelestarian seni tari dan kerawitan dimulai dari institusi pemerintah

dengan mewajibkan anggota unit untuk mempelajarinya. Pada acara tertentu diadakan lomba antar unit ditambah kelompok masyarakat yang ingin bergabung (Wawancara dengan Drs. Budy Sartono, M.Si selaku Kepala Bidang Pelestarian, Promosi, dan Kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, tanggal 16 April 2012).

Solo yang selama ini dikenal sebagai kota budaya dalam banyak hal juga masih banyak permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan rendahnya masyarakat dalam mengapresiasi seni, budaya dan pariwisata. Perumusan Solo

commit to user

sebagai kota budaya masih juga perlu dipertegas mengingat aktualisasi budaya sebagai cerminan pola hidup, pemikiran dan berbagai ekspresi emosi akan menggambarkan sejauh mana tingkat peradaban suatu kelompok masyarakat. Perkembangan budaya global saat ini harus disikapi dengan arif dan bijaksana terutama bagaimana pengaruh budaya global (inkulturisasi) mampu memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menghindarkan dari berbagai degradasi khususnya berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang telah dimiliki oleh masyarakat Solo selama ini. Seperti perilaku sopan santun dan andap asor.

Satu hal yang masih menjadi permasalahan adalah berkaitan dengan sejauh mana komitmen masyarakat di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan kemudian mampu mengaplikasikan dalam berbagai tata kehidupan kota khususnya dan secara nasional bahkan menjadi tantangan setidaknya mampu dikenali secara global pola dan tata nilai budaya yang dimiliki. Hal ini tentu berkaitan dengan bagaimana harus melestarikan, meningkatkan kualitas, mengaplikasikan serta mempromosikan sebagai sebuah aset budaya yang bernilai. Sebagai cerminan Solo kota budaya dalam mengembangkan dan mengaktualisasi nilai-nilai budaya, pemerintah kota Solo melakukan kebijakan yang diarahkan untuk: a. memperkuat basis identitas moral masyarakat sebagai filter atas masuknya nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya yang telah hidup dalam masyarakat. b. mendorong modernisasi tata kehidupan masyarakat kota dengan mendasarkan pada asas-asas nilai-nilai budaya sebagai identitas kota. c. revitalisasi asset-asset budaya lokal. d. menumbuhkan kecintaan terhadap hasil karya dan budaya sendiri (http://Solomisme-Visi-Misi-Kota-Solo.htm diakses tanggal 20/1/ 2012).

Akulturasi nilai-nilai budaya yang mengarah pada peningkatan kualitas budaya dan kehidupan. Untuk mencapai prioritas ini kebijakan diarahkan untuk: a. memberikan porsi yang wajar terhadap berkembangnya berbagai kebudayaan sebagi wujud aktualisasi setiap komponen masyarakat kota, b. membangun landasan yang kuat dalam menjalin kerukunan inter dan antar umat beragama, c. mendorong peningkatan kreativitas budaya dalam rangka memajukan dan mengembangkan budaya lokal melalui berbagai event dan kegiatan budaya.

commit to user

Aktivitas sosial budaya, tradisi dan ritual perlu dipertahankan sebagai identitas budaya. Perkampungan yang unik dapat berfungsi sebagai tempat tinggal lengkap dengan ekobudaya yang menghormati eksistensi pengetahuan tradisional, bahan baku serta keanekaragam budaya lokal. Daerah perkotaan yang khas seperti pecinan, kauman dan pekojan direvitalisasi beserta pola hidup dan kebudayaan yang dihasilkan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Solo 2005-2010).

2. Strategi Pengembangan Budaya di Solo

Strategi revitalisasi budaya untuk mewujudkan program Solo sebagai kota budaya diterapkan melalui pendidikan formal (sekolah) dan jalur non formal melalui agen-agen keluarga, kelompok bermain dan sebagainya. Setelah itu juga dilakukan sosialisasi yang berkesinambungan dengan penekanan pada perbaikan terus menerus (continues improvement) untuk merevitalisasi adat-istiadat terutama yang mulai dilupakan masyarakat. Adat-istiadat termasuk praktik kehidupan keseharian masyarakat merupakan obyek wisata budaya yang tidak habis dimakan zaman. Keanekaragaman budaya (cultural diversity) selalu menarik wisatawan untuk dilihat karena menjadi ukuran variasi kehidupan manusia sehingga merefleksikan hubungan antara manusia dan lingkungan alamnya.

Keterampilan (soft skill) dengan fokus pada aspek konatif (conative) yang berhubungan dengan daya cipta dan karsa manusia perlu dikembangkan. Imlementasi strategi ini dapat melalui sekolah dengan menggalakkan prakarya seperti tenun, anyaman bambu atau jalur koperasi, kelompok sadar wisata, kelompok usaha dan sebagainya. Kemudian dapat pula diadakan bengkel kerja (workshop) di setiap kecamatan yang dapat mengajarkan ketrampilan praktis untuk menunjang ekonomi keluarga, misalnya pembuatan sangkar burung. Agar tidak jenuh, setiap periode tertentu perlu diadakan lomba dengan insentif yang merangsang minat untuk berkarya.

Beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah kota Solo sebagai upaya mengimbangi teknologi barat yang merasuk pada segala aspek kehidupan terutama kebudayaan dan pariwisata antara lain:

commit to user

a. adalah menghidupkan kembali permainan anak dan penggunaan sesumber bahan baku lokal. Taktik yang dilakukan adalah melakukan perencanaan kegiatan sosial-budaya secara tepat dengan menempatkan guru kebudayaan seperti seni tari, musik, kerawitan selain ke sekolah-sekolah juga ke ranah masyarakat seperti kelurahan bahkan kampung-kampung dengan koordinasi pemimpin wilayah yang formal (camat, lurah, ketua RW atau ketua RT) atau tokoh masyarakat. Di samping itu, perlu didukung pula oleh ahli manajemen untuk membantu mengorganisasi seni pertunjukan.

b. melakukan perlindungan budaya secara terintegrasi melalui pengayaan keanekaragaman wisata budaya berbasis komunitas (misalnya wisata spritual dan religi, wisata kuliner dan lain-lain) serta pelestarian benda cagar budaya yang menjadi identitas dan landmark kota Solo. Kemudian memberikan penghargaan kepada khalayak ramai yang memberikan kontribusi pada dunia senibudaya setiap periode tertentu. Namun juga menindak tegas bahkan mencari ke akar-akarnya pelaku graffiti yang mengganggu keasrian dan keindahan.

c. memberdayakan komunikasi dan melakukan pencitraan terhadap kota Solo secara optimal melalui teknik pemasaran yang terintegrasi (misalnya leaflet, baliho, ekspo, brosur, e-tourism, dan yang terpenting karena sifatnya yang efektif dan efisien adalah word of mouth (pemasaran melalui mulut ke mulut) dan penyediaan pusat informasi pariwisata yang up to date didukung sumberdaya yang memadai dan representatif. Tenaga kerja pada pusat informasi sebaiknya ditunjuk dari person, bukan karena tingkat eselon atau jabatannya akan tetapi memang murni pada professionalitasnya. Radio Swara Slenk mempunyai peran yang signifikan dalam hal ini. Program acara yang diselenggarakan Radio Swara Slenk erat berkaitan dengan budaya Jawa. Sebagai media komunikasi, Radio Swara Slenk berusaha menampilkan kembali kebudayaan-kebudayaan Jawa sebagai pendukung langkah pemerintah dalam pemberdayaan

commit to user

komunikasi. Bentuk penyesuaian dan inovasi Radio Swara Slenk Fm diwujudkan dalam pengemasan program siaran, sarana dan prasarana pendukung, kualitas personal, sistem manajemen, serta aktualitas fungsional Radio. Radio Swara Slenk Fm “Radio Budoyo Panjenengan” sebagai media pengantar yang bersegmentasi budaya

denagn menciptakan audiensi sebagai objek sekaligus subjek yang dapat terlibat secara langsung dalam program siaran yang dikemas secara smart, fresh, frendly, and, fun serta secara obyektif dan natural. d. menjaga pelestarian dengan berbasis masyarakat lokal yaitu menjaga nilai pranata sosial, tata-krama, unggah-ungguh dan kedisiplinan serta keteraturan. Hal ini dapat dimulai dengan penataan PKL, juru parkir yang terkesan semrawut dan anarkis. Selanjutnya, tentu melalui institusi formal, diajarkan kepada siswa sejak usia dini bagaimana perlunya memberikan respek kepada orang yang dituakan dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga identitas, integritas dan nilai budaya masyarakat seperti gotong-royong, rembug desa atau rembug warga, pengembangan wilayah kota yang unik seperti kampung dan pecinan sebagai penginapan yang ramah lingkungan dan daerah ekobudaya dengan menonjolkan eksistensi kekhasan lokal-tradisional. Misalnya karena pecinan merupakan wilayah khas etnis cina, maka pertunjukan barongsai menjadi unggulan, sedangkan kampung yang menjadi kosa kata bahasa Inggris kampoong adalah daerah unik karena secara faktual ada di daerah urban tetapi cara hidup warganya masih semi perdesaan. Kehidupan yang dualistik ini sangat menarik untuk dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata (wawancara dengan Drs. Budy Sartono, M.Si tanggal 16 April 2012).

Pengembangan kota Solo sebagai kota budaya sudah diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan pembangunan infrastruktur kota dengan memasukkan unsur-unsur budaya Jawa didalamnya. Berbagai slogan dibuat untuk mendukung ikon kota Solo sebagai kota budaya seperti Solo the Spirit of Java, solo the

commit to user

Heritage City, dan Solo past Solo future sehingga mampu menjadi dasar pijakan pembangunan dalam berbagai sektor yang menonjolkan kultur Jawa sebagai identitas kota Solo.

Pemerintah daerah di kawasan Subosukawonosraten, (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten), atau sekarang populer dengan sebutan Solo Raya menyadari perlunya sebuah brand yang dapat dijadikan sebagai identitas bagi kotanya. Berdasar hal tersebut, pemerintah daerah sepakat untuk membuat suatu kebijakan dengan menciptakan suatu identitas wilayah. Identitas itu, diharapkan akan terbangun image Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Solo ingin membangun citra baru, sebagai kota yang selalu dikenang sebagai pusat perkembangan kebudayaan Jawa. Berdasarkan hal tersebut dan dengan mempertimbangkan kemampuan potensial yang dimiliki, akhirnya tercipta

slogan “Solo, The Spirit of Java”. Peluncuran slogan ini berkaitan dengan usaha

memasarkan wilayah Subosukawonosraten. Slogan itu melekat sebagai identitas wilayah Solo, dan akan menjadi trade mark bagi setiap promosi dan usaha mengangkat produk unggulan ke dunia internasional. Dengan slogan baru ini, pemerintah daerah di wilayah Subosukowonosraten menawarkan keunikan wilayahyang meliputi : a. Kekayaan peninggalan warisan budaya, b. Kekhasan karakter masyarakat, terutama kehangatan dan keramahan, c. Kekuatan tradisi perdagangan dan industri yang tangguh (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Solo 2005-2010).

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Solo bertanggung jawab melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam bidang kebudayaan. Setiap wewenang dan tugas harus berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sudah dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah pusat dan daerah. Pada dasarnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah kota Solo yang bertugas mengembangkan potensi kebudayaan dan pariwisata, yang mana dalam pelaksanaannya Dinbudpar menggunakan berbagai kegiatan komunikasi pemasaran.

commit to user

Upaya promosi komunikasi pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Solo adalah sebagai berikut:

a. Periklanan

Iklan merupakan suatu bentuk penyajian promosi. Menurut masyarakat periklanan Indonesia, definisi iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Rhenald Khasali 1995:11) dinas kebudayaan dan Pariwisata kota Solo selaku pemasar melakukan kegiatan periklanan, antara lain sebagai berikut:

1) Pembuatan dan penyebaran leaflet, brosur, booklet, VCD kalender event ataupun VCD event atau pertunjukkan budaya dan kesenian kota Solo.

Sejak 2009 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah memproduksi ribuan kalender event, kalender ini merupakan jadwal event budaya dan kesenian yang diselenggarakan pemerintah kota Solo. Pembuatan brosur dan leaflet untuk tempat-tempat wisata baik tempat wisata lokal atau dalam wilayah kota Solo maupun brosur tempat wisata unggulan se-Solo Raya. Booklet yang sudah berisi lengkap, mulai dari kalender event, brosur, leaflet serta VCD kalender event dibuat berdasarkan kebutuhan untuk menghemat biaya. VCD kalender event memuat cuplikan event atau obyek yang cukup informatif dengan disertai gambar, tempat, tanggal, dan tentunya waktu pelaksanaan. VCD ini juga telah ditayangkan di videotron di Solo yang terletak dipertigaan Manahan Solo.

2) Pembuatan dan pemasangan media informasi acara kebudayaan dan pariwisata

Pemasangan media informasi untuk acara kebudayaan dan pariwisata yang seperti baliho di berbagai tempat. Terutama adalah spanduk mini di sekitar jalan utama kota Solo yaitu sepanjang Slamet Riyadi dan diberbagai baliho yang terletak diakses jalan masuk kota Solo. Yang menunjukkan adanya event budaya dan selalu terpasang info event budaya dan kesenian, menunjukkan bahwa banyaknya kegiatan budaya

commit to user

dan seni di kota Solo yang sedang berlangsung. Serta diputarnya video kalender event dan berbagai cuplikan event budaya dan kesenian pada videotron yang terletak di Manahan.

3) Kerjasama dengan media

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Solo melakukan kerjasama dengan media massa baik media cetak maupun elektronik. Event budaya dan kesenian yang sedang berlangsung di Solo, seperti SIEM, SIPA, SBC, dan masih banyak event lainnya yang kini banyak diadakan tentunya semakin menunjukkan budaya yang ada di kota Solo diliput oleh media massa tersebut.

b. Promosi Penjualan

Promosi penjualan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Solo bisa dilakukan secara rutin maupun sewaktu-waktu. Bentuk komunikasi pemasaran Dibudpar yang termasuk dalam kategori promosi penjualan antara lain:

1) Pameran

Pameran merupakan cara komunikasi pemasaran yang sudah menjadi agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota solo baik pameran skala lingkup kota Solo, se-Solo Raya, tingkat Jawa Tengah, atau tingkat nasional, antara lain pameran yang menunjukan Solo sebagai kota budaya.

2) Karnaval atau Kirab Budaya

Solo sejak tahun 2010 memiliki julukan kota karnaval, karena banyaknya jadwal kegiatan budaya dan seni karnaval yang diadakan. Karnaval biasanya berlangsung di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, yaitu jalan utama kota Solo.

3) Promosi Kesenian Keluar Daerah

Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan. Kesenian mencakup kesenian tradisional daerah kota Solo. Promosi kesenian kebudayaan dan pariwisata merupakan kerjasama yang sinergi, baik dan tepat

commit to user

untuk memperkenalkan budaya yang ada di kota Solo kepada khalayak umum.

4) Travel Dialog atau Bisnis Meeting

Berbagai dialog dan pertemuan antara para pihak penyedia jasa dalam pariwisata budaya tentang berbagai rencana dan kerjasama dalam mengolah pariwisata budaya di kota Solo. Dialog dilakukan untuk menemukan langkah-langkah bagaimana mengenalkan Solo sebagai kota budaya kepada masyarakat.

Promosi penjualan dilakukan bukan semata-mata untuk merangsang pembelian produk dengan segera atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli konsumen, tetapi untuk meningkatkan minat kunjungan ke berbagai obyek dan daya tarik wisata di kota Solo. Adapun keuntungan dari kegiatan promosi penjualan ini antara lain:

1) Promosi penjualan dapat menarik minat para calon wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata di kota Solo.

2) Promosi penjualan memberikan rangsangan tersendiri kepada calon wisatawan, karena calon wisatawan akan mendapatkan informasi yang lengkap baik lisan maupun tertulis (melalui leaflet, brosur, dsb), dan juga bisa melihat langsung melalui stand pameran atau travel dialog.

3) Promosi penjualan dirancang sedemikian rupa agar menarik, misalnya dari segi penampilan pameran dibuat semenarik mungkin, dengan tujuan agar calon wisatawan tertarik untuk mengunjungi stand, dan selanjutnya tertarik untuk berkunjung ke obyek wisata. c. Hubungan Masyarakat

Dalam rangka kerjasama dengan masyarakat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Solo melaksanakan bimbingan wisata. Misalnya melalui pemberdayaan pokdarwis di kota Solo, yang bertujuan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat. komunikasi yang dilakukan adalah komuniksi langsung atau face to face.

commit to user

Di kota Solo masih bayak potensi dari daerah atau dari kampong atau kelurahan yang tidak banyak diketahui dan dari penyuluhan ini, maka dapat tersosialisasikan ke masyarakat. Banyaknya unit usaha yang dibentuk semakin memperbanyak budaya kota Solo yang bermunculan ke masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berusaha secara maksimal untuk memperkenalkan Solo kota budaya kepada masyarakat umum (wawancara dengan Drs. Budy Sartono, M.Si, tanggal 16 April 2012).

3. Faktor Pendukung dan Penghambat terwujudnya Solo Kota Budaya Sukses tidaknya mempromosikan Solo kota budaya oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pasti dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat.

a. Faktor Pendukung

1) Keanekaragaman Budaya

Kota solo memiliki potensi budaya dan sejarah yang sangat kuat, disamping karena masih adanya keraton Kasunanan dan Magkunegaran juga karena banyaknya benda dan peninggalan masa kerajaan Mataram. Mulai dari arsitek bangunan, batik, keris, dan masih banyak lagi tempat atau desain yang memiliki nilai budaya tinggi hingga adanya perguruan tinggi kesenian nasional di kota Solo. Banyaknya potensi budaya dan sejarah yang dimiliki menjadikan Solo mempunyai nilai lebih dibandingkan daerah lain. Banyaknya potensi budaya dan sejarah telah menjadikan kota Solo sebagai salah satu kota tujuan wisatawan. Menjadikan semakin hari Solo semakin dikenal di dunia internasional, itu menunjukkan bahwa nilai budaya dan sejarah di Surakarta mempunyai daya tarik yang besar, dapat dilihat dari semakin besarnya partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam setiap event budaya dan seni yang diadakan di kota Solo.

commit to user

2) Terjalinnya kerjasama yang baik

Keberhasilan suatu program ataupun kegiatan diperlukan suatu kerjasama dari semua pihak. Kegiatan promosi Solo kota budaya membutuhkan kerjasama yang seinergi antara beberapa elemen pendukung, antara lain: pemerintah, produsen pariwisata, masyarakat, dan dunia usaha. Adanya dukungan dari elemen-elemen tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kesuksesan Solo sebagai kota budaya.

3) Tersedianya fasilitas dan Infrastruktur

Fasilitas dan infrastruktur yang ada di Solo antara lain: jaringan jalan, listrik, telepon, taman kota, city walk, stadion olahraga,