• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6 Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Pengembangan

Operasionalisasi skenario ini dirumuskan dengan melibatkan semua

stakeholder terkait melalui focus group discussion. Pada FGD dibahas mengenai faktor-faktor yang harus diperhatikan (tantangan dan peluang) dan strategi implementasi untuk keberhasilan upaya pengembangan kawasan transmigrasi.

5.6 Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya

Kebijakan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi dan potensi Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini, hasil analisis keberlanjutan pembangunan kawasan, kebutuhan

stakeholder dalam pembangunan kawasan di masa mendatang, faktor kunci utama keberlanjutan, dan pendapat pakar. Sistem perumusan kebijakan dan strategi dilakukan secara partisipatif.

Kondisi Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya sejak dicanangkan sebagai kawasan transmigrasi mendapat perlakuan yang hampir sama dengan kawasan transmigrasi lahan basah pasang surut lainnya di wilayah Pulau Kalimantan maupun pulau Sumatera. Hal ini menghasilkan perkembangan kawasan yang tidak optimal hingga saat ini. Berbagai kebutuhan dasar pembangunan belum sepenuhnya tersedia secara memadai seperti irigasi teknis untuk pertanian, sarana dan prasarana jalan menuju kawasan dan di dalam kawasan, kemampuan sumberdaya manusia yang sesuai dengan kondisi lahan, serta kelembagaan yang belum optimal berperan dalam pengembangan kawasan.

Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi telah menjadi dasar dalam pelaksanaan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya. UU No. 15/1997 tentang transmigrasi, UU No. 26/2007 tentang penataan ruang, UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah, UU No.7/2004 tentang sumberdaya air, PP No. 2/1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi, PP No.65/ 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal (SPM), PP No. 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, Kepmen Nakertrans No.214/MEN/2007 tentang pedoman umum pembangunan dan pengembangan kota terpadu mandiri. Berdasarkan berbagai kondisi dan implementasi kebijakan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang melandasi pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi masih bersifat sektoral, belum dapat mewujudkan partisipasi semua stakeholder sejak perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi, dan belum sepenuhnya mampu mewujudkan pengembangan kawasan transmigrasi secara berkelanjutan.

Kebijakan yang ada saat ini yang terkait langsung dengan kawasan transmigrasi Rasau Jaya diantaranya adalah: pengembangan KTM Rasau Jaya, Kebijakan RTRW Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kalimantan Barat, Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pontianak Tahun 2014, kebijakan pengembangan komoditi unggulan, kebijakan pengolaan tata air, dan kebijakan pengembangan masyarakat.

Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini kurang berkelanjutan. Dua dimensi yang dianalisis menunjukkan kondisi yang cukup berkelanjutan dan tiga dimensi lainnya tergolong kurang berkelanjutan. Faktor-faktor pengungkit utama yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya saat ini adalah, tingkat pemanfaatan lahan, penggunaan pestisida kimiawi, ketersediaan air, pemanfaatan limbah untuk pupuk organik, ketersediaan TPS dan respon masyarakat lokal. Semua faktor ini perlu diperhatikan dan menjadi faktor kunci dalam perumusan kebijakan pengelolaan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya.

Kebutuhan utama stakeholder di masa mendatang yang menjadi faktor kunci terkait pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya adalah luas lahan yang dimanfaatkan, tersedianya sarana dan prasarana dasar, harga komoditi pertanian, ketersediaan air, pemasaran hasil pertanian, teknologi pengolahan hasil, lembaga keuangan, program pendidikan pelatihan, penataan ruang wilayah, kesesuaian penggunaan lahan, dan jumlah penduduk.

Berbagai faktor kunci tersebut merupakan hal-hal yang menentukan kebijakan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yang berkelanjutan. Pemilihan faktor kunci utama diantara berbagai faktor kunci tersebut akan memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas implementasi kebijakan pembangunan kawasan. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa faktor kunci utama pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yang berkelanjutan adalah luas lahan yang dimanfaatkan, sarana dan prasarana dasar, ketersediaan air, harga komoditi pertanian, dan teknologi pengolahan hasil pertanian.

Skenario pengembangan kawasan yang terpilih adalah skenario semi optimis dengan IKK Trans 68,42 dan skenario moderat dengan IKK Trans 56,76. Dua pilihan skenario optimal ini tidak mungkin diwujudkan secara bersama. Oleh karena itu sesuai dengan konsensus para stakeholder maka diputuskan bahwa skenario semi optimis merupakan pilihan terbaik. Dalam strategi implementasinya kondisi setiap faktor kunci akan diwujudkan pencapaiannya secara bertahap.

Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan kebijakan pembangunan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yaitu terwujudnya Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya

yang berkelanjutan menurut skenario semi optimis. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan menyediakan air sesuai kebutuhan, meningkatkan luas lahan yang dimanfaatkan, meningkatkan sarana dan prasarana dasar, meningkatkan harga komoditi pertanian, dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil pertanian. Guna mewujudkan kondisi tersebut maka kebijakan pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya dilakukan melalui tahapan pencapaian kondisi setiap faktor utama yaitu faktor yang mempunyai dan ketergantungan rendah terhadap faktor-faktor lainnya di dalam sistem (Gambar 23).

Ketersediaan air Mencukupi tetapi belum

optimal

Mencukupi sesuai kebutuhan Luas lahan yang

dimanfaatkan

Tetap Meningkat

Gambar 23. Tahapan pencapaian kondisi faktor kunci utama

Berdasarkan kondisi dan potensi kawasan saat ini serta kemampuan pengelolaan pembangunan di masa mendatang, pencapaian perkembangan kawasan tahap pertama dapat diwujudkan pada jangka waktu lima tahun dan tahap kedua dapat dicapai pada jangka waktu lima berikutnya. Dengan demikian, pencapaian kondisi menurut skenario semi optimis dapat diwujudkan dalam jangka waktu sepuluh tahun.

Dalam mewujudkan kawasan transmigrasi berkelanjutan tentunya perlu dikembangkan cara-cara pengelolaan yang menjamin keberlanjutan budidaya tanaman. Oleh karena itu, pengelolaan berkelanjutan adalah penggunaan praktik- praktik dan sistem-sistem budidaya tanaman yang memelihara atau meningkatkan produksi tanaman secara ekonomi, fungsi tanah sebagai sumberdaya dasar, dan ekosistem lainnya yang dipengaruhi oleh kegiatan pertanian (Radjajagukguk, 1991).

Departemen Pertanian (2008) menyatakan bahwa pengalaman pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian di berbagai lokasi lahan pasang surut,

Faktor Kunci Utama

memberikan banyak pelajaran yang dapat dipetik untuk dijadikan acuan pada pengembangan pertanian di lahan pasang surut ke depan, antara lain: (1) lahan pasang surut merupakan lahan marjinal yang rapuh dengan kondisi yang sangat beragam dan ekosistemnya rentan terhadap kerusakan jika salah mengelolanya. Oleh karena itu, pengembangan untuk areal produksi pertanian hendaknya dilakukan secara benar, cermat dan hati-hati serta selektif dan bertahap; (2) lahan pasang surut jika dikelola secara tepat dan benar serta dikembangkan secara bertahap melalui penerapan IPTEK tepat guna secara terpadu sesuai karakteristik wilayah, dapat dijadikan areal pertanian produktif dan dapat mendukung peningkatan ketahanan pangan, pengembangan usaha agribisnis dan wilayah serta sumber pertumbuhan ekonomi; dan (3) salah satu kunci utama keberhasilan pengembangan lahan pasang surut untuk usaha pertanian adalah pengelolaan lahan dan tata air. Oleh karena itu, perlu diupayakan penataan lahan dan pengendalian air sejak reklamasi lahan dilakukan dan disesuaikan dengan karakteristik lahan.

Strategi implementasi pengembangan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan dirumuskan melalui FGD. Dalam forum yang melibatkan beberapa

stakeholder dibahas mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Rasau Jaya serta berbagai komoditi unggulan yang berpotensi dikembangkan. Selain itu, didiskusikan pula berbagai langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan yang diinginkan. Berdasarkan hasil FGD tersebut dirumuskan strategi implementasi pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya sebagai berikut:

1. Peningkatan ketersediaan air

Peningkatan ketersediaan air adalah untuk mencapai sasaran air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan. Untuk itu, pengelolaan air pada setiap musim harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga energi air yang melimpah pada musim hujan tidak menimbulkan bencana dan kerugian serta ketersediaan air yang terbatas pada musim kemarau dapat teralokasi optimal guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya (baik kualitas maupun kuantitas).

Berdasarkan pengertian bahwa daerah pengaliran sungai secara hidrologis merupakan satu kesatuan, maka pengelolaan sumberdaya air harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, seimbang, dan berkelanjutan dengan prinsip one river, one plan, one integrated management melalui: sistem perijinan penggunaan air, alokasi air yang tepat dan adil untuk pemanfaatan air yang efisien, pengelolaan terpadu atas sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya, penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam pengelolaan, peningkatan peranserta swasta, dan peningkatan koordinasi antar pemanfaat air untuk menghindari konflik.

Pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan harus berdasarkan pada

watershed (Daerah Aliran Sungai/DAS). Untuk mewujudkan kesinambungan ketersediaan air, tidak bisa dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya memperhatikan variabel–variabel hidrologis pada wilayah itu saja. Seluruh masalah pengelolaan sumberdaya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS karena bagaimanapun juga sebuah titik di ujung terluar DAS pun memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Pengelolaan sumberdaya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan. Untuk mengelola sumberdaya air berbasis DAS, harus mengacu pada aspek-aspek yang ada dalam DAS tersebut. Bukan hanya dibatasi pada aspek fisik saja, tetapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik, ekonomi, dan demografi.

Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan ketersediaan air yang mencukupi sesuai kebutuhan dilakukan dengan dua tahapan yakni air tersedia mencukupi tetapi belum optimal kemudian tahap berikutnya air tersedia mencukupi sesuai kebutuhan. Langkah strategis untuk mewujudkan air tersedia mencukupi tetapi belum optimal adalah:

(a) Mengembangkan sistem penyediaan air untuk kebutuhan areal lahan yang saat ini dimanfaatkan untuk pertanian dan memadukannya dengan program rehabilitasi dan program perluasan jaringan irigasi dalam strategi peningkatan sarana dan prasarana. Diperlukan pengaturan water management untuk kebutuhan produksi pertanian dan juga membangun tempat-tempat penampungan air.

(b) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara prasarana dan sarana pengairan yang tersedia serta mengoptimalkan pengelolaan penggunaan air yang ketersediaannya terbatas pada musim kemarau. Kesadaran dari masyarakat (public awareness) perlu dibangkitkan terhadap kesinambungan persediaan air. Karena itu, diperlukan usaha–usaha

sosialisasi dan pewacanaan terhadap publik mengenai isu

ketersediaan/kelangkaan air.

Strategi ini terutama diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan air bagi pertanian dan industri guna menunjang pemanfaatan lahan secara intensif. Keberadaan air di lahan gambut sangat dipengaruhi oleh adanya hujan dan pasang surut/luapan air sungai. Tingkah laku dari keduanya akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah serta pola budidaya tanaman yang akan diterapkan di atasnya. Lahan gambut yang sering menerima luapan air sungai relatif lebih subur dibandingkan lahan gambut yang semata-mata hanya menerima curahan air hujan. Sifat luapan/pasang surut air sungai yang jangkauannya dapat mencapai lahan gambut dapat disiasati untuk mengatasi berbagai kendala pertanian di lahan gambut, misalnya untuk mencuci zat-zat beracun atau asam kuat yang berasal dari teroksidasinya pirit dan mengatur keberadaan air sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (WI-IP, 2008).

Pengelolaan air di lahan gambut bertujuan untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya air secara optimal sehingga didapatkan hasil produktivitas lahan yang maksimal, serta sekaligus mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Salah satu teknik pengelolaan air di lahan gambut adalah dengan membuat parit/saluran, dengan tujuan: (1) mengendalikan keberadaan air tanah di lahan gambut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dibudidayakan. Hal ini dimaksudkan agar lahan gambut tidak menjadi kering di musim kemarau, tetapi juga tidak tergenang di musim hujan. Hal demikian dapat dicapai dengan membuat pintu air yang dapat mengatur tinggi muka air tanah gambut sekaligus menahan air yang keluar dari lahan, (2) mencuci asam-asam organik dan anorganik serta senyawa lainnya yang bersifat racun terhadap tanaman dan memasukkan air segar untuk memberikan oksigen, (3) memanfaatkan keberadaan air dalam saluran sebagai media budidaya ikan, baik budidaya aktif (benih ikan

ditebarkan ke dalam saluran) maupun budidaya pasif (parit/saluran digunakan sebagai perangkap ikan ketika sungai disekitarnya meluap). Selain itu, keberadaan air dalam parit akan berfungsi sebagai sekat bakar yang dapat mencegah terjadinya kebakaran di lahan gambut, dan (4) sebagai sarana transportasi hasil panen (WI-IP, 2008).

Apabila tahapan tersebut telah tercapai maka dilanjutkan dengan mewujudkan air tersedia sesuai kebutuhan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah:

(a) Mengembangkan sistem penyediaan air bersih untuk kebutuhan domestik dengan berbagai alternatif sumber air baku yaitu air hujan, air permukaan, dan air artesis dari gunung Ambawang. Berdasarkan hasil survei ada 5 titik sumber air dari Gunung Ambawang yang bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk daerah Rasau Jaya tetapi juga untuk kota Pontianak. Perlu dipikirkan untuk membangun water treatment dan penyediaan air untuk rumah tangga. Namun hal ini terkendala oleh biaya investasi dan operasionalnya, sehingga dipertimbangkan untuk menyertakan pihak swasta dalam pengadaannya, dengan konsekuensi bahwa penyediaan air ini akan disediakan secara komersial. Strateginya adalah pemerintah Kalimantan Barat menyediakan perangkat lunak (regulasi) sehingga swasta bisa ikut serta mengelola air dan pemerintah kota/kabupaten memberikan fasilitasi penjualan air yang didistribusikan oleh swasta tersebut. Daya beli masyarakat diperkirakan cukup untuk membeli air.

(b) Memperluas jaringan irigasi sebagai bagian dari strategi peningkatan sarana dan prasarana untuk melayani kebutuhan air pertanian dalam strategi peningkatan luas lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian. Pembangunan sarana irigasi didanai oleh APBN maupun APBD Provinsi, kemudian

pemeliharaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat. Untuk

infrastruktur jalan dibiayai oleh APBD Kabupaten.

Sitorus (2008) menyatakan bahwa pengendalian tata air dan penyediaan air bersih di kawasan lahan basah merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya upaya pemanfaatan kawasan tersebut. Teknik reklamasi yang dipakai sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti: keadaan

hidrologi, keadaan topografi (bentuk wilayah, mikrorelief, dan sebagainya), dan keadaan tanah (penyebaran gambut dan kedalamannya, penyebaran pirit, kadar pirit dan kedalamannya). Jika pengendalian tata air dan penyediaan air bersih dapat dilaksanakan dengan baik, maka dapat diharapkan usaha pengembangan pertanian tanaman pangan di kawasan lahan basah terlantar akan memberikan prospek yang baik.

Ketersediaan air untuk pasokan air bersih ada dua yaitu air permukaan dan air bawah tanah. Air domestik masih mengandalkan air hujan, dimana pada musim kemarau rata-rata 12 hari hujan setiap bulannya. Ketersediaan air tidak stabil karena ketersediaan air dipengaruhi oleh musim. Pemanfaatan air bawah tanah pernah dicoba tetapi tidak berkelanjutan sehingga yang dimanfaatkan adalah air permukaan. Namun air permukaan ini dipengaruhi oleh intrusi air laut yaitu dari muara Kubu. Artinya penyediaan air bersih menjadi persoalan jangka panjang kecuali bisa memanfaatkan air sungai dari arah Terentang. Sumber air bersih lainnya dapat diperoleh dari Gunung Ambawang; meskipun lokasinya cukup jauh namun debitnya dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan Rasau Jaya.

Drainase merupakan prasyarat untuk usaha pertanian, walaupun hal tersebut bukanlah suatu yang mudah untuk dilakukan mengingat sifat dari gambut yang bisa mengalami penyusutan dan kering tidak balik akibat drainase yang berlebihan, sehingga sebelum mereklamasi lahan gambut perlu diketahui sifat spesifik gambut, peranan dan fungsinya bagi lingkungan. Drainase yang baik untuk pertanian gambut adalah drainase yang tetap mempertahankan batas kritis ketinggian air gambut yang tidak mengakibatkan kerugian pada tanaman dan hasil. Intensitas drainase bervariasi tergantung kondisi alami tanah dan curah hujan. Curah hujan yang tinggi membutuhkan sistem drainase untuk meminimalkan pengaruh banjir (Ambak dan Melling, 2000). Setelah drainase dan pembukaan lahan gambut, umumnya terjadi subsidence yang relatif cepat yang akan berakibat menurunnya permukaan tanah. Subsidence dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan masalah apabila bahan mineral di bawah lapisan gambut terdiri dari lapisan pirit atau pasir kuarsa.

Sistem drainase di kawasan transmigrasi umumnya masih menggunakan sistem yang relatif sederhana. Sistem pembuangan air hujan belum diarahkan

secara optimal, sehingga bila terjadi hujan, dibeberapa bagian wilayah seperti di Kecamatan Rasau Jaya sering tergenang. Prasarana lingkungan, khususnya sistem pembuangan air kotor dari rumah tangga masih menggunakan sistem yang sangat sederhana. Pembuangan air limbah rumah tangga berupa buangan kamar mandi, tempat cuci dan sebagainya langsung dialirkan ke saluran drainase dan/atau sungai-sungai terdekat, sehingga menjadi sumber pencemaran.

Sistem tata air di Rasau Jaya terdiri dari 1 saluran navigasi terletak diantara Rasau Jaya I dan III dan 2 saluran primer yaitu primer Sei Bulan dan Bintang Mas. Ujung saluran primer bagian selatan dihubungkan dengan Sungai Punggur Besar dan bagian utara dihubungkan dengan sekunder C kanan dan C kiri. Untuk saluran sekunder letaknya sejajar dari arah timur - barat dengan jarak kurang lebih 2 km, dan salah satu ujung saluran dihubungkan dengan saluran navigasi, sedang ujung yang lain ada yang buntu adapula yang dihubungkan dengan saluran primer seperti sekunder C kanan dan C kiri. Khusus untuk di Rasau Jaya IV (Bintang Mas) saluran sekunder sejajar dari arah selatan - utara dengan salah satu ujungnya berhubungan dengan Sungai Punggur Besar dan ujung yang lain secara tegak lurus ada yang berhubungan dengan sekunder lintang kiri dan kanan (sekunder Bintang Mas II dan IV) dan ada yang berujung buntu (sekunder Bintang Mas I dan III). Pada Rasau Jaya I dan III terdapat juga saluran sekunder yang salah satu ujungnya langsung dihubungkan dengan Sungai Punggur Besar seperti Sekunder Pembantu/Baru dan Sekunder E. Fungsi saluran primer dan sekunder selain digunakan untuk mengalirkan air pada saat pasang dan drainase pada saat surut, juga untuk prasarana transportasi air.

Untuk saluran tersier satu dengan lainnya berjarak kurang lebih 200 m dan tegak lurus dengan saluran sekunder. Panjang saluran tersier berkisar antara 1.200 - 2.000 m dengan satu saluran dihubungkan dengan saluran sekunder dan atau kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder seperti di Blok Sekunder B kanan - S. Punggur Besar, Blok sekunder A - sekunder B kiri. Blok sekunder E dan di Rasau Jaya IV (Bintang Mas). Jumlah saluran tersier sebanyak 169 unit, dengan batas petak terdapat di tengah-tengah antara dua saluran tersier. Pada sebagian besar saluran tersier telah tersedia pintu air (pintu sorong),sehingga pengendalian tinggi muka air pada tingkat tersier dapat dilakukan oleh petani.

Pada kawasan Rasau Jaya bangunan air hanya terdapat pada tingkat tersier dengan satu pintu air pada saluran yang ujungnya buntu dan dua bangunan pintu air pada saluran yang kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder. Fungsi utama dari bangunan pintu air adalah untuk mengatur tinggi muka air saluran dengan jalan memasukkan air pada saat pasang dan mengeluarkan air pada saat surut, tergantung pada keperluan pertanian dan kesediaan air pada saat pasang tinggi. Kadang-kadang saluran tersier juga dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan sehari-hari seperti untuk mencuci, mandi dan lain-lain.

Operasi bangunan pintu air juga ditujukan untuk perbaikan kualitas air saluran dengan jalan melakukan drainase maksimum pada saat surut, dan memasukan air segar pada saat pasang tinggi. Pada saluran tersier yang kedua ujungnya dihubungkan dengan sekunder, maka pada saluran ini dapat dilakukan penggelontoran melalui aliran satu arah.

Kondisi bangunan pintu air yang dibangun tahun 1988 sebagian besar telah rnengalami kerusakan, dan selama Proyek Pengembangan Rawa Terpadu, ISDP (Integrated Swamps Development Projects) sebagian pintu air telah direhabilitasi. Sebagian besar saluran telah dilakukan pengerukan selama ISDP, dan beberapa saluran yang masih memerlukan pengerukan akibat pendangkalan yaitu seperti saluran Primer Sei Bulan, Sekunder C kanan dan beberapa tersier di Bintang Mas. Berkaitan dengan kondisi tanah asam hasil oksidasi pirit pada musim kemarau dan kondisi tanah gambut pada beberapa tempat maka perlu penanganan pengelolaan air secara cermat. Adanya zat-zat beracun ini secara berangsur-angsur perlu diatasi dengan pencucian (leaching) maupun dengan penggelontoran (flushing). Proses pencucian zat asam dan zat beracun lainnya yang paling efektif dengan menggunakan air hujan atau dengan air pasang untuk lahan yang ada di tepian Sungai Punggur Besar. Oleh karena itu, dianjurkan kepada petani untuk melengkapi lahannya dengan saluran-saluran kuarter, agar pengeluaran zat asam dan racun menjadi lebih baik. Adanya kondisi asam pada saluran dari hasil pencucian lahan, memerlukan penggelontoran saluran tersier secara teratur melalui pengoperasian pintu-pintu air pada saat pasang tinggi. Sering ditemui di daerah ini kondisi saluran tersier tidak dalam keadaan bersih, sehingga proses penggelontoran tidak berjalan secara efektif karena terhambatnya aliran air pada

saluran oleh semak. Untuk ini, disarankan agar petani secara rutin melakukan pemeliharaan saluran agar aliran air saluran dapat berjalan baik.

Selain itu, pada tingkat sekunder seperti sekunder B kanan dan D kanan kondisi saluran cukup panjang (± 5,0 km) dan ujung buntu, sehingga sering terjadi kendala dalam pergantian air buruk dengan air segar pada bagian ujung saluran. Untuk hal ini perlu dipertimbangkan adanya perbaikan dengan menghubungkan saluran-saluran sekunder tersebut dengan saluran primer Sei Bulan, sehingga perbaikan kualitas air dapat tercapai dan adanya aliran pada bagian ujung saluran mengurangi pertumbuhan endapan Lumpur.

Pengendalian tinggi muka air pada sebagian besar saluran tersier dapat dilakukan karena sudah ada bangunan pengatur air. Permasalahan yang dihadapi

Dokumen terkait