• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Status Keberlanjutan Kawasan

Analisis keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya, menggunakan metode MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan transmigrasi (IKKTrans). Secara multidimensi diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 45,85 pada skala keberlanjutan 0 – 100 (Gambar 11). Nilai IKKTrans yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 65 atribut yang tercakup dalam lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan kelembagaan) termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan.

Gambar 11. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya selama ini kurang memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan kelembagaan secara terpadu. Untuk mengetahui dimensi pengelolaan yang masih lemah dan memerlukan perbaikan maka dilakukan analisis MDS pada setiap dimensi. Analisis dilakukan untuk penentuan indeks keberlanjutan dan atribut yang paling sensitif dalam pengelolaan kawasan transmigrasi.

Nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda (Gambar 12). Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah/wilayah tentu memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah bagaimana supaya setiap dimensi tersebut berada pada kategori “baik” status keberlanjutannya.

45.46 49.60 55.60 40.69 50.55 - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Hukum dan Kelembagaan

Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya Saat Ini

Gambar 12. Diagram layang-layang nilai IKKTrans Rasau Jaya

Parameter statistik yang diperoleh dari analisis MDS yang berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi adalah nilai stress dan r2 (koefisien determinasi) untuk

setiap dimensi maupun multidimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat (mendekati kondisi sebenarnya). Hasil analisis dua parameter statistik MDS berkelanjutan pengembangan kawasan transmigrasi tertera pada tabel 15.

Tabel 15. Hasil analisis dua parameter statistik MDS keberlanjutan pengelolaan kawasan transmigrasi

Nilai Statistik

Multi

Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi

Hukum dan kelembagaan Stress 0,15 0,13 0,13 0,13 0,14 0,13 r2 0,96 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 Jumlah iterasi 2 2 2 2 2 2

Sumber: Hasil analisis (2007)

Berdasarkan Tabel 15, nampak bahwa setiap dimensi maupun multidimensi memiliki nilai stress yang lebih kecil dari 0,25. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai. Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi (r2), kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar (mendekati 1). Dengan demikian kedua parameter (nilai stress dan r2) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya sudah cukup baik dalam menerangkan kelima dimensi pengelolaan yang dianalisis (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan kelembagaan).

Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun masing- masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis yang berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistika untuk mendapatkan dugaan peluang suatu solusi persamaan atau model matematis. Mekanisme untuk mendapatkan solusi tersebut mencakup perhitungan yang berulang-ulang.

Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis IKKTrans untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masing- masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukan data atau ada data yang hilang, dan nilai “stress” yang terlalu tinggi.

Hasil analisis Monte Carlo dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks total (multi dimensi) maupun nilai indeks masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya pada selang kepercayaan 95% memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang- ulang stabil; 4) kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Tabel 16. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai IKKTrans dan masing-masing

dimensi pengelolan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya

Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan

IKKTrans 45,85 45,76 0,09

Dimensi Ekologi 45,46 45,37 0,09

Dimensi Ekonomi 49,60 49,71 0,11

Dimensi Sosial 55,60 55,43 0,17

Dimensi Teknologi 40,69 41,43 -0,74

Dimensi Hukum dan kelembagaan 50,55 50,67 -0,12

Sumber: Hasil Analisis (2007)

Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil sebagaimana disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan pengelolaan kawasan transmigrasi yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa metode yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara sistemik, cepat, obyektif, dan terkuantifikasi keberlanjutan pengelolaan kawasan transmigrasi di suatu wilayah.

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 45,46 pada skala sustainabilitas 0 – 100. Jika dibandingkan dengan nilai IKKTrans yang bersifat multidimensi maka nilai indeks aspek ekologi berada di bawah nilai IKKTrans dan masih termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Ada lima atribut yang sangat sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: tingkat pemanfaatan limbah pertanian oleh masyarakat petani sebagai pupuk organik, tingkat pemanfaatan lahan untuk mengusahakan berbagai komoditi pertanian, ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan domestik dan kegiatan usahatani, tingkat penggunaan pestisida kimiawi sebagai pemberantas hama tanaman, dan ketersediaan TPS limbah pertanian (Gambar 13).

1.01 0.52 0.05 2.70 0.82 4.40 1.25 4.65 3.67 0.63 0.28 2.52 1.82 0.98 0 1 2 3 4 5 Agroklimat Pemanfaatan limbah untuk pakan ternak Penggunaan pupuk anorganik Penggunaan pestisida kimiawi Lahan (Kesuburan tanah) Tingkat pemanfaatan lahan Tingkat kesesuaian lahan Pemanfaatan limbah untuk pupuk organik Ketersediaan air Pola pengembangan usahatani Penggunaan bibit untuk usahatani Ketersediaan TPS Frekuensi musim tanam Pola tanam

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) A ttr ib u te Leverage of Attributes

Gambar 13. Nilai masing-masing atribut dimensi ekologi

Tingkat pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan oleh masyarakat petani sebagai pupuk organik relatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 59% petani tidak pernah memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan sebagai pupuk, 34% kadang-kadang, dan hanya 7% yang rutin memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan sebagai pupuk. Petani yang menggunakan pupuk

anorganik sebesar 16%, sedangkan yang menggunakan pupuk organik 2%. Petani yang menggunakan pupuk majemuk mencapai 78%. Rendahnya pemanfaatan limbah karena frekuensi penyuluhan masih jarang dilakukan. Pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan limbah masih rendah.

Sepertiga tanah pertanian dunia dilaporkan sudah terdegradasi. Kerusakan 84% luas tanah pertanian yang terdegradasi disebabkan karena erosi air dan angin, sedangkan selebihnya disebabkan karena degradasi fisik dan kimia. Beberapa bentuk degradasi tanah disebabkan oleh industrialisasi dan urbanisasi. Akan tetapi kebanyakan kerusakan disebabkan karena pengelolaan lahan yang tidak benar di semua sistem usahatani, baik yang masih bertaraf subsisten maupun yang sudah bertataran tinggi berupa usahatani bermekanisasi (Hurni, 2000).

Tingkat pemanfaatan lahan untuk berbagai komoditi pertanian masih relatif rendah (25% dari luas lahan yang dimiliki) dan 35,2% dari luas lahan pertanian potensial (BPS Kabupaten Pontianak, 2005). Kebiasaan cara mengolah tanah, bercocok tanam di lahan kering berbeda dengan di lahan sawah pasang surut sehingga para transmigran memerlukan waktu untuk dapat mengetahui dan memahami kondisi dan karakteristik pengelolaan lahan pasang surut. Transmigran di tempat asalnya mempunyai latar belakang keterampilan mengolah dan mengelola lahan sawah yang mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik dibandingkan dengan lahan gambut pasang surut di lokasi transmigrasi, sehingga transmigran mengalami kendala dalam mengelola lahan yang dimilikinya. Menurut Sitorus dan Susetio (2000), berbagai kendala tersebut mengakibatkan tingkat perkembangan UPT menjadi relatif lambat, terlihat antara lain dari tingkat produktivitas lahan yang rendah dan pengusahaan lahan yang kurang optimal yang mengakibatkan pendapatan para transmigran menjadi rendah.

Rendahnya pemanfaatan lahan ini juga disebabkan oleh kemampuan permodalan petani yang terbatas. Hasil survei menunjukkan bahwa sumber modal yang digunakan oleh petani sebagian besar adalah modal sendiri (93%), sedangkan sebagian besar (80%) petani memiliki pendapatan rata-rata kurang dari Rp1.000.000/bulan. Faktor lainnya adalah kondisi lahan yang marjinal, ketersediaan air yang tidak stabil, teknologi pengolahan lahan masih rendah, dan

rendahnya permintaan terhadap komoditi pertanian yang dapat dibudidayakan di Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya. Hasil penelitian Sitorus dan Pribadi (2000), menemukan bahwa pada permukiman transmigrasi pola tanaman pangan lahan basah rata-rata transmigran hanya mampu mengusahakan lahan seluas 0,76 Ha/keluarga pada tahun bina ke-lima. Keterbatasan anggaran pemerintah dalam penyelenggaraan transmigrasi menyebabkan alokasi luasan lahan 2 ha/KK hanya 1 Ha/KK yang diberikan dalam keadaan siap tanam/siap olah (LP dan LU-I), sedangkan 1 ha LU-II diharapkan dapat dibuka sendiri oleh transmigran. Namun demikian, perkembangan luas panen komoditi padi dan jagung relatif tinggi yakni 6,5% per tahun (BPS Kabupaten Pontianak, 2005).

Berdasarkan hasil survei dalam penelitian ini diketahui bahwa 9% petani tidak pernah menggunakan pestisida kimia sebagai pemberantas hama tanaman, 52% kadang-kadang, dan 39% yang selalu menggunakan (intensif). Penggunaan pestisida kimia yang kadang-kadang disebabkan oleh faktor harga pestisida yang relatif mahal dan kemampuan daya beli masyarakat petani tidak stabil.

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi adalah sebesar 49,60 pada skala sustainabilitas 0 – 100. Jika dibandingkan dengan nilai dimensi ekologi maka nilai indeks aspek ekonomi berada di atas nilai dimensi ekologi namun masih termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Ada empat atribut yang sangat sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu: harga komoditi hasil pertanian, tempat menjual hasil pertanian (pasar atau pihak lain), besarnya pasar (cakupan pemasaran) komoditi yang dihasilkan dari kawasan transmigrasi, dan pihak yang memperoleh transfer keuntungan paling besar dengan keberadaan kawasan transmigrasi (Gambar 14).

Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa yang akan datang maka perlu diperhatikan keempat atribut tersebut. Sebagian besar (70%) petani menjual hasil pertanian kepada pedagang pengumpul dan hanya 22% petani menjual hasil pertanian ke pasar dan 3% menjual hasil pertanian ke koperasi. Hal ini menunjukkan kurang berfungsinya pasar komoditi pertanian dan kelembagaan ekonomi petani. Kondisi ini pada dasarnya kurang menguntungkan petani karena harga komoditi akan ditentukan oleh pihak pembeli sehingga keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengumpul.

0.17 0.57 0.89 2.05 2.58 3.06 1.85 3.42 1.34 0.05 0.05 0.64 1.63 0.23 0.27 0 1 2 3 4 Keuntungan Kontribusi terhadap PDRB Rata-rata relatif penghasilan masyarakat transmigran Transf er keuntungan Besarnya pasar Tempat menjual hasil pertanian Besarnya subsidi Harga komoditi hasil pertanian Kemampuan teknis pengelolaan keuangan Akses terhadap sumber modal Tabungan keluarga Kepemilikan teknologi Perubahan sarana ekonomi Komoditi unggulan Perubahan prasarana ekonomi

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100) A tt ri b u te Leverage of Attributes

Gambar 14. Nilai masing-masing atribut dimensi ekonomi

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah sebesar 55,60 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Jika dibandingkan dengan nilai dimensi ekologi maupun ekonomi, nilai indeks dimensi sosial berada di atas nilai indeks kedua dimensi tersebut dan sudah termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Ada empat atribut yang sangat sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi sosial, yaitu: tingkat pengaruh daerah sekitar kawasan terhadap kawasan transmigrasi, respon masyarakat lokal terhadap transmigrasi, partisipasi keluarga dalam kegiatan usahatani, dan frekuensi konflik yang terjadi di kawasan transmigrasi baik antar sesama warga atau dengan warga sekitar kawasan (Gambar 15).

0.17 0.57 0.89 2.05 2.58 3.06 1.85 3.42 1.34 0.05 0.05 0.64 1.63 0.23 0.27 0 1 2 3 4 Sosialisasi pekerjaan Pengetahuan terhadap lingkungan Tingkat pendidikan Frekuensi konflik Partisipasi keluarga Respon masyarakat lokal Frekuensi penyuluhan dan pelatihan Pengaruh daerah sekitar Tokoh masyarakat Kerukunan antar umat beragama Budaya gotong-royong Status kesehatan masyarakat Status gizi masyarakat Pertambahan penduduk yang masuk KT Frekuensi kegiatan mental/spiritual

Root Mea n Square Cha nge in Ordina tion when Selected Attribute Removed (on Susta inability sca le 0 to 100) A tt ri b u te Leverage of Attributes

Gambar 15. Nilai masing-masing atribut dimensi sosial

Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa yang akan datang maka perlu diperhatikan keempat atribut tersebut. Frekuensi konflik yang terjadi di kawasan transmigrasi baik antar sesama warga atau dengan warga sekitar kawasan relatif rendah. Hal ini karena suku asal masyarakat transmigran relatif homogen. Hasil survey menunjukkan bahwa 90% masyarakat transmigran berasal dari suku jawa dan hanya 10% dari suku lainnya termasuk penduduk lokal.

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi teknologi adalah sebesar 40,69 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Jika dibandingkan dengan nilai dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial, nilai indeks dimensi teknologi berada di bawah nilai indeks ketiga dimensi tersebut dan termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Ada enam atribut yang sangat sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi teknologi, yaitu: teknologi konstruksi bangunan yang sesuai dengan kondisi kawasan (lahan gambut), teknologi pengelolaan air, teknologi pengolahan hasil pertanian, teknologi informasi, teknologi budidaya pertanian, dan teknologi

pengolahan lahan (Gambar 16). Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa yang akan datang maka perlu memperhatikan keenam atribut tersebut.

2.45 2.54 4.23 2.82 3.04 2.12 3.65 2.24 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

Teknologi pengolahan lahan Teknologi budidaya pertanian Teknologi konstruksi

bangunan Teknologi informasi Teknologi pengolahan hasil

pertanian Basis data sumberdaya lahan

Teknologi pengelolaan air Teknologi pemanfaatan

sumberdaya alam

Root Mea n Square Cha nge in Ordina tion when Selected Attribute Removed (on Susta inability sca le 0 to 100)

A tt ri b u te Leverage of Attributes

Gambar 16. Nilai masing-masing atribut dimensi teknologi

Teknologi budidaya pertanian yang diterapkan petani masih sederhana (72%) dan hanya 25% yang menggunakan teknologi budidaya pertanian intensif. 52% petani menggunakan pola tanam tumpangsari, 37% menggunakan pola tanam monokultur, dan 9% dengan pola tanam campuran.

Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi hukum dan kelembagaan adalah sebesar 50,55 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Nilai indeks dimensi ini termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Ada dua atribut yang sangat sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ini, yaitu: ketersediaan dan optimalisasi fungsi kelembagaan ekonomi kawasan transmigrasi dan ketersediaan peraturan tentang pengelolaan kawasan transmigrasi (Gambar 17). Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa yang akan datang maka perlu memperhatikan kedua atribut tersebut.

0.01 0.00 0.11 2.17 0.26 0.18 0.05 2.95 1.01 0.16 0.06 0.33 0.02 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Transparansi dalam kebijakan Penyuluhan hukum tentang pengelolaan KT Ketersediaan personil penegak hukum Ketersediaan peraturan pengelolaan KT Ketersediaan aturan adat/agama Keadilan dalam hukum Demokrasi penentuan kebijakan Kelembagaan ekonomi Kelompok usaha menengeah-kecil Mekanisme kerjasama lintas sektor Program pemberdayaan masyarakat KT Partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan Kepastian batas administrasi wilayah KT

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

A tt ri b u te Leverage of Attributes

Gambar 17. Nilai masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagaan Analisis MDS pada setiap dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan kelembagaan) memperlihatkan bahwa dari kelima dimensi yang dianalisis ternyata aspek sosial memiliki indeks keberlanjutan paling tinggi, sedangkan yang memiliki indeks keberlanjutan terendah adalah dimensi teknologi. Dari nilai indeks keberlanjutan setiap aspek hasil analisis MDS dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun dimensi pengelolaan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya yang termasuk kategori “baik” atau berkelanjutan dan sebaliknya juga tidak ada satupun dimensi yang termasuk kategori “buruk” atau tidak berkelanjutan.

Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan pengelolaan kawasan

transmigrasi diatas, terdapat 21 atribut yang sensitif mempengaruhi nilai IKKTrans Rasau Jaya. Atribut-atribut tersebut merupakan faktor-faktor pengungkit dalam pengembangan Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya pada saat ini. Atribut-atribut yang menjadi faktor pengungkit dalam pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi Rasau Jaya adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik 2. Tingkat pemanfaatan lahan

3. Ketersediaan air

4. Penggunaan pestisida kimiawi 5. Ketersediaan TPS limbah pertanian 6. Harga komoditi hasil pertanian 7. Tempat menjual hasil pertanian 8. Besarnya pasar

9. Transfer keuntungan

10. Besarnya pengaruh daerah sekitar

11. Respon masyarakat lokal terhadap masyarakat transmigran 12. Partisipasi keluarga dalam kegiatan usahatani

13. Frekuensi konflik antara masyarakat lokal – masyarakat transmigran 14. Teknologi konstruksi bangunan

15. Teknologi pengelolaan air

16. Teknologi pengolahan hasil pertanian 17. Teknologi informasi

18. Teknologi budidaya pertanian 19. Teknologi pengolahan lahan 20. Kelembagaan ekonomi

21. Ketersediaan peraturan bidang pengelolaan kawasan transmigrasi.

Seluruh faktor pengungkit tersebut dianalisis untuk menentukan faktor kunci pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan stakeholder dan pakar. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat enam faktor pengungkit yang merupakan faktor kunci pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi yang berkelanjutan yaitu: (1) tingkat pemanfaatan lahan, (2) penggunaan pestisida kimiawi, (3) pemanfaatan limbah untuk pupuk, (4) ketersediaan air, (5) ketersediaan TPS, dan (6) respon masyarakat lokal. Hasil analisis disajikan pada Gambar 18.

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

----

Kelembagaan ekonomi Peraturan pengelolaan KT

Teknologi pengelolaan air Teknologi pengolahan hasil

Teknologi informasi

Teknologi konstruksi bangunan

Pemanfaatan lahan

Pestisida kimiawi

Ketersediaan air

Ketersediaan TPS

Limbah untuk Pupuk

Transfer keuntungan Besarnya pasar

Pasar hasil pertanian

Harga komoditi pertanian

Konflik antar warga Partisipasi keluarga

Respon masyarakat lokal

Pengaruh daerah sekitar

Teknologi pengolahan lahan Teknologi budidaya - 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan P e n g a ru h

Gambar 18. Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit pengelolaan pengembangan kawasan transmigrasi berkelanjutan Rasau Jaya

5.3 Permasalahan dan Kebutuhan Stakeholder dalam Pengembangan

Dokumen terkait