• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN TERHADAP KONTRAK PADA UMUMNYA

A. Pengertian Kontrak Secara Umum

1. Asas-Asas dalam Kontrak

Joni Ermizon mengemukakan 16 prinsip atau asas perjanjian yang menjadi dasar penyusunan kontrak, yaitu:16

16

. Joni Ermizon, Opcit, Hal 184-193

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dikenal dengan istilah Open System atau

Freedom of Contract. Para pihak berhak menentukan apa saja, yaitu keinginan diperjanjikan dan sekaligus untuk menentukan apa saja yang tidak dikehendaki untuk dicantumkan dalam perjanjian, namun tidak berarti tidak tanpa batas. Azas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

b. Asas Konsensualisme

Asas ini dikenal dengan prinsip penawaran dan penerimaan (Offer and Acceptance) di antara para pihak. Suatu tawaran harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

a. Tawaran tersebut harus pasti dan jelas

b. Tawaran tersebut haruslah dilakukan secara serius c. Tawaran tersebut haruslah dikomunikasikan

Suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensual atau persesuaian kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat, maka perjanjian tidak akan ada.

c. Asas Kebiasaan

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, yang prudensi, dan sebagainya. Tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum. Dalam KUH Perdata, azas ini diatur secara tegas dalam dua pasal, yaitu Pasal 1339 KUH Perdata dan Pasal 1347 KUH Perdata.

d. Asas Kepercayaan

Para pihak harus menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak, bahwa satu sama lain akan memenuhi janji. Janji yang disepakati atau prestasinya dikemudian hari (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).

e. Asas Kekuatan Mengikat

Setiap perjanjian yang telah disepakati dan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan, kebiasaan, kepatuhan, akan mengikat para pihak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).

f. Asas Persamaan Hukum

Pada dasarnya, para pihak diberikan kedudukan dan mempunyai kedudukan yang sama, diberikan hak dan mempunyai hak-hak yang sama dan diberikan kewajiban serta akan mempunyai kewajiban sebagaimana sesuai dengan yang diperjanjikan.

g. Asas Peralihan Resiko

Dalam penyusunan kontrak peralihan resiko dapat dicantumkan dalam perjanjian karena dalam pelaksanaan perjanjian kemungkinan terjadi hal-hal yang timbul di luar perkiraan para pihak akan terjadi atau timbul.

Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tersebut seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, dan sebagainya tanpa perlu memperjanjikan dalam perjanjian yang bersangkutan.

h. Asas Ganti Kerugian

Asas atau prinsip ganti rugi selalu dianut dalam setiap janji hukum. Setiap pihak yang d0irugikan berhak menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhinya atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak lain. Ganti rugi atau Pinitive Damages dalam sistem Huku m Anglo-Saxon, pencatatan istilah tersebut dalam suatu perjanjian akan dapat menimbulkan masalah bila tidak dijelaskan secara rinci.

Dalam KUH Perdata, asas ganti rugi diatur dalam Pasal 1365 yang menentukan bahwa : “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut.”

Dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, terdapat 4 (empat) unsur yaitu:

1. Karena adanya perbuatan melawan hukum (Onrecht Maltgedaad) 2. Harus ada kesalahan

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian i. Asas Kepatuhan

Asas kepatuhan ini sangat erat kaitannya dengan isi perjanjian yang disepakati para pihak. Secara tegas, asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata, yang berbunyi : “Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatuhan, kebiasaan atau undang-undang.”

j. Asas Sistem Terbuka (Casis Where Is)

Dalam suatu kontrak perlu diperhatikan azas keterbukaan, yaitu hal-hal yang diutarakan harus menjadi bahan pertimbangan bagi pembeli di dalam rencana menutup transaksi tersebut, termasuk di dalam menentukan beberapa harga yang wajar yang ditawarkan.

k. Asas Kewajaran (Fairness)

Dalam penyusunan suatu kontrak, asas kewajaran harus dipenuhi yang menentukan bahwa perjanjian harus dibuat dengan mengindahkan dan memperhatikan kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak dalam perjanjian secara wajar.

l. Asas Ketetapan Waktu

Setiap perjanjian apapun bentuknya harus ada batas waktu berakhirnya yang merupakan kepastian penyelesaian prestasi. Asas ini sangat penting dalam kontrak. Kontrak tersebut misalnya, kontrak-kontrak yang berkaitan dengan proyek keuangan, bahwa setiap kegiatan yang telah diperjanjikan harus diselesaikan pada tepat waktu yang telah diperjanjikan.

m. Asas Kerahasiaan (Confidentially)

Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat hanya untuk kepentingan kedua belah pihak. Oleh karena itu, para pihak diwajibkan untuk kepentingan kedua belah pihak, menjaga kerahasiaan daripada ketentuan. Ketentuan dan contoh-contoh data yang berkaitan di dalam perjanjian dan tidak dibenarkan untuk menyebarluaskan atau memberitahukan kepada pihak ketiga. Namun, biasanya juga diatur tentang pengecualian-pengecualian, yaitu suatu pihak dapat memberikan data tersebut kepada pihak lain.

n. Asas Keadaan Darurat

Baik kontrak internasional maupun nasional, selalu mencantumkan isi penting, apabila terjadi hal-hal diluar kemampuan merugikan atau diakibatkan oleh kejadian alam. Namun, dalam praktek ada juga apabila adanya perubahan kebijaksanaan Pemerintah dimasukkan sebagai suatu keadaan darurat.

o. Asas Pilihan Hukum

Asas ini berlaku bagi kontrak internasional yang mempunyai aspek tradisional, yaitu para pihak berbeda kewarganegaraan dan memilih sistem hukum yang berbeda. Dalam penyusunan konrak internasional, pilihan hukum (Choice of

Law) menjadi penting karena tidak semua pihak asing merasa senang bahwa perjanjiannya diatur dan ditafsirkan menurut hukum Indonesia. Untuk menentukan hukum mana yang berlaku, ada beberapa teori lama yang dapat digunakan, yaitu lex loci solution atau the proper law of the contract atau ajaran tentang aanknopigspunten. Selain itu ada berbagai bentuk pilihan hukum, yaitu: 1. Pilihan hukum secara tegas

Yaitu, para pihak mengemukakan kehendak mereka secara tegas dan jelas tentang hukum mana yang menguasai kontrak-kontrak mereka apakah hukum Negara A atau Negara B atau Konvensi Internasional.

2. Pilihan hukum secara diam-diam

Bentuk pilihan hukum ini biasanya dapat dilihat dari maksud para pihak melalui sikap mereka dalam bentuk isi kontrak yang mereka adakan dan/atau setuju

3. Pilihan hukum yang dianggap

Dalam hal ini, adanya anggapan (presumption luris) hakim telah terjadi suatu pilihan hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka.

4. Pilihan hukum secara hypotetisch

Pada dasarnya, para pihak tidak ada kemauan untuk memilih hukum mana, maka hakimlah yang melakukan pilihan hukum tersebut. Hakim bekerja dengan suatu fictie.

p. Asas Penyelesaian Perselisihan

Setiap perjanjian atau kontrak tertulis harus ditegaskan bagaimana penyelesaian perselisihan di antara para pihak. Biasanya dalam praktek dagang,

penyelesaian sengketa dagang lebih banyak diselesaikan melalui lembaga non- litigasi, yaitu Arbitrase karena keputusan arbitrase sifatnya final dan binding, yaitu tidak bisa dimintakan banding ke pengadilan. Selain itu, biaya lebih murah dan waktunya lebih singkat dibandingkan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.