• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Dalam Hal Terjadinya Perceraian

1. Asas Hukum Harta Bersama Dalam Undang-Undang

Suatu asas telah terpancang, yakni semua harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan menjadi yurisdiksi harta bersama. Asas ini telah dikembangkan

66

secara enumeratif dalam praktek peradilan seperti yang dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, sehingga daya jangkaunya menjadi demikian luas. Berdasarkan pengembangan tersebut, maka harta perkawinan yang termasuk yurisdiksi harta bersama adalah :67

a. Harta yang dibeli selama dalam ikatan perkawinan berlangsung

Setiap barang yang dibeli selama dalam ikatan perkawinan menjadi yurisdiksi harta bersama. Siapa yang membeli, atas nama siapa terdaftar, dan dimana letaknya, tidak menjadi persoalan. Ini sudah merupakan yurisprudensi tetap, yang salah satu di antaranya adalah putusan M.A Nomor 803K/Sip/1970, tanggal 5 Mei 1971, yang menegaskan bahwa harta yang dibeli oleh suami atau istri di tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka adalah termasuk harta bersama suami istri jika pembeliannya dilakukan selama perkawinan. 68

Tetapi, jika uang pembelian barang itu berasal dari harta pribadi suami atau istri, maka barang tersebut tidak masuk dalam yurisdiksi harta bersama, melainkan menjadi milik pribadi suami atau istri yang bersangkutan. Hal ini tertuang dalam Putusan M.A No. 151K/Sip/1974, tanggal 16 Desember 1975, yang menegaskan bahwa barang-barang yang dituntut bukanlah barang gono gini antara Abdullah dan Fatimah karena barang tersebut dibeli dari harta bawaan

67 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989), (Jakarta : Penerbit Pustaka Kartini,1990), hal. 303-306.

68

milik pribadi Fatimah.69 Demikian juga halnya jika biaya perwujudan barang tersebut berasal dari harta bawaan, maka barang itu bukan yurisdiksi harta bersama, melainkan sebagai harta bawaan. Hal ini ditegaskan dalam Putusan M.A Nomor 237K/AG/1977, tanggal 12 Maret 1977 jo Putusan PTA No. 69/Pdt.G/1996/PTA.Mdn., tanggal 14 April 1997, jo. Putusan PA No. 38/Pdt.G/1996/PA.Bji., tanggal 10 Oktober 1996, yang salah satu pertimbangan hukumnya antara lain menyatakan bahwa rumah yang dibangun dari harta bawaan, bukan harta bersama tetapi harta bawaan.70

b. Harta yang dibeli dan dibangun pasca perceraian yang dibiayai dari harta bersama Suatu barang termasuk yurisdiksi harta bersama atau tidak ditentukan oleh asal usul biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang tersebut dibeli atau dibangun pasca terjadinya perceraian. Misalnya, suami istri selama perkawinan mempunyai deposito. Kemudian terjadi perceraian. Deposito tersebut dikuasai oleh suami dan belum dilakukan pembagian. Dari deposito tersebut suami membangun rumah. Di sini, rumah tersebut termasuk dalam yurisdiksi harta bersama. Penerapan yang demikian ini sejalan dengan jiwa Putusan M.A No. 803/K/Sip/1970, tanggal 5 Mei 1970, yang

69

Proyek Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia II Hukum Perdata dan Acara Perdata, (Jakarta : Mahkamah Agung Republik Indonesia,1997), hal. 80.

70 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Yurisprudensi Peradilan Agama ,

pada intinya antara lain menyatakan bahwa apa saja yang dibeli, jika yang pembeliannya itu berasal dari harta bersama, menjadi yurisdiksi harta bersama.71

M. Yahya Harahap mengatakan bahwa penerapan seperti ini harus dipegang secara teguh guna menghindari manipulasi dan itikad buruk ex suami atau istri. Sebab, dengan penerapan demikian, hukum tetap dapat menjangkau harta bersama sekalipun harta itu telah berubah menjadi barang lain. Misalnya, harta bersama yang mulanya berupa tanah kebun yang telah berubah menjadi gedung, maka gedung tersebut tetap menjadi yurisdiksi harta bersama. Jika hukum tidak mampu menjangkau hal yang demikian, tentu akan banyak terjadi manipulasi harta bersama pasca terjadinya perceraian oleh ex suami atau istri, dengan tujuan agar semua harta bersama dapat dikuasainya. Tindakan dan itikad yang seperti itu bertentangan dengan nilai-nilai hukum, keadilan dan kepatutan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya perlu ditetapkan suatu kemutlakan harta bersama yang tetap melekat pada setiap barang dalam jenis dan bentuk apapun, sepanjang barang itu berasal dari harta bersama, walau itu diperoleh dan dibeli pasca terjadinya perceraian.72

c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama dalam ikatan perkawinan

Ini sangat relevan dengan kaidah hukum mengenai harta bersama, yakni semua harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan dengan sendirinya menjadi harta bersama. Namun dalam banyak kasus, sengketa harta bersama

71 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989), Op.Cit, hal. 304.

72

berjalan tidak semulus dan sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Pada umumnya, dalam setiap sengketa harta bersama, pihak Tergugat menyangkal bahwa objek gugatan bukan sebagai harta bersama, melainkan milik pribadi Tergugat. Jika demikian dalil jawaban yang dikemukakan Tergugat, maka patokan untuk menentukan apakah suatu barang termasuk yurisdiksi harta bersama atau tidak, sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan Penggugat membuktikan dalil gugatannya bahwa objek sengketa itu diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan uang pembeliannya tidak berasal dari harta pribadi.

Penerapan ini tertuang dalam Putusan PT Medan, tanggal 26 November 1975 yang pada intinya antara lain menyatakan bahwa pelawan tidak dapat membuktikan bahwa rumah dan tanah terperkara diperoleh sebelum perkawinan dengan suaminya dan malah terbukti bahwa sesuai dengan tanggal izin mendirikan bangunan, rumah tersebut dibangun di masa perkawinan dengan suaminya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara suami atau istri, sekalipun tanah dan rumah terdaftar atas nama istri. Dalam tingkat kasasi, M.A dengan Putusan No. 808K/Sip/1974, tanggal 30 Juli 1974, tanggal 30 Juli 1974, menguatkan Putusan PT Medan tersebut. M.A menentukan bahwa masalah atas nama siapa harta itu terdaftar, bukanlah faktor yang menggugurkan keabsahan suatu harta masuk yurisdiksi harta bersama, sepanjang yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa harta tersebut diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan pembiayaannya berasal dari harta bersama. Bahkan bukan hanya

harta yang terdaftar atas nama suami atau istri yang menjadi yurisdiksi harta bersama, melainkan suatu harta yang terdaftar atas nama adik suami/istri pun, tetap menjadi yurisdiksi harta bersama, asal dapat membuktikan bahwa itu diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan M.A No. 103/K/Sip/1972, tanggal 23 Mei 1973, yang antara lain pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa sekali pun toko dan barang yang ada didalamnya telah diusahai dan dialihnamakan atas nama adik suami, akan tetapi terbukti bahwa toko tersebut dibeli sewaktu masih terikat dalam perkawinan dengan istrinya, maka harta tersebut harus dinyatakan sebagai harta bersama, yang dapat diperhitungkan pembagiannya di antara suami istri.73

d. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan

Penghasilan yang berasal dari harta bersama menjadi yurisdiksi harta bersama. Ini adalah suatu hal yang logis adanya. Tapi bukan hanya barang yang berasal dari harta bersama saja yang menjadi yurisdiksi harta bersama, melainkan juga penghasilan dari harta pribadi suami atau istri. Sekalipun hak dan kepemilikan harta pribadi mutlak berada di bawah kekuasaan pemiliknya, namun harta pribadi itu tidak lepas fungsinya dari kepentingan keluarga. Barang pokoknya memang tidak boleh diganggu gugat, tapi hasil dari barang tersebut menjadi yurisdiksi harta bersama. Ketentuan ini berlaku sepanjang suami istri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.74

73 Ibid., hal. 305.

74

Di sini harus dibedakan antara harta yang dibeli dari hasil penjualan harta pribadi dengan harta yang timbul dari harta pribadi. Dalam hal harta yang dibeli dari hasil penjualan harta pribadi, secara mutlak menjadi yurisdiksi harta pribadi. Begitu pula milik pribadi yang ditukar dengan barang lain, mutlak menjadi milik pribadi, tetapi hasil yang timbul dari harta pribadi itu jatuh menjadi harta bersama.75

e. Segala penghasilan pribadi suami atau istri

Patokan ini sesuai dengan Putusan M.A No. 454/K/Sip/1970, tanggal 11 Maret 1971 yang pada intinya menyatakan bahwa segala penghasilan suami/istri, baik yang diperoleh dari keuntungan melalui perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai menjadi yurisdiksi harta bersama suami atau istri.76 Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami/istri tidak terjadi pemisahan, bahkan dengan sendirinya terjadi penggabungan sebagai harta bersama. Penggabungan penghasilan pribadi suami/istri ini terjadi demi hukum, sepanjang suami atau istri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.