PENGALIHAN PIUTANG SECARA CESSIE DAN AKIBATNYATERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN
2. Asas-Asas Perjanjian
Menurut Sudikno Mertokusumo, asas hukum adalah: Suatu pikiran dasar yang bersifat umum, yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Dengan demikian, asas hukum tersebut pada umumnya tidak tertuang dalam peraturan yang konkrit, akan tetapi hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatarbelakangi pembentukkannya. Hal ini di sebabkan sifat dari asas tersebut adalah abstrak dan konkrit.63
a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebesan berkontrak adalah suatu asas yang menentukan bahwa setiap orang adalah bebas atau leluasa untuk memperjanjikan
62 Abdul R. Saliman dkk, Loc. Cit.
63 A.Qiram Syamsuddin Meliala, pokok-pokok hukum perjanjian beserta perkembanganya, Liberty, Yogyakarta, 1985,hal.2o.
apa saja dan kepada siapa saja. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “bebas” yang mengandung makna:
1) Semua orang bebas mengadakan atau tidak mengadakan suatu perjanjian.
2) Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun yang dikehendakinya.
3) Setiap orang bebas untuk menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya.
4) Setiap orang bebas menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya.
5) Setiap orang bebas menentukan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi perjanjian yang dibuatnya. Meskipun Pasal 1338 ayat (1) tersebut menetukan adanya kebebasan bagi setiap orang untuk mengadakan perjanjian, namun. kebebasan tersebut tidaklah bersifat mutlak. Maksud bebas tidak berarti sebebas-bebas nya, tetapi ada batasannya, yaitu asalkan tidak di larang oleh undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
Hal ini tercantum dalam Pasal 1339 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan” bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”.64
64 Ibid
b. Asas Konsensualitas Dalam membuat perjanjian disyaratkan adanya consensus, yaitu para pihak sepakat atau setuju mengenai suatu soal yang diperjanjikan. Dengan adanya asas konsensualitas mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sepakat adalah persesuaian faham dan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian. Apa yang dikehendaki pihak yang satu adalah juga dikehendaki pihak lainnya. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Asas konsensualitas diatur dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Dalam Pasal tersebut tidak ditentukan adanya formalitas tertentu selain kata sepakat yang telah tercapai, maka setiap perjanjian sudah sah dalam arti mengikat para pihak yang membuat perjanjian bila sudah tercapai mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.
c. Asas Pacta Sunt Servanda/Kekuatan Mengikatnya Perjanjian Asas pacta sunt servanda disebut juga asas kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum para pihak yang telah memperjanjikan sesuatu akan memperoleh jaminan, yaitu apa yang telah di perjanjikan itu akan dijamin pelaksanaannya. Asas merupakan adanya kewajiban bagi pihak ketiga untuk menghormati perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, artinya pihak ketiga tidak boleh mencampuri isi perjanjian tersebut, dengan kata lain pihak ketiga tidak diperkenankan untuk mengubah, menambah, mengurangi atau bahkan menghapus ketentuanketentuan yang merupakan isi dari perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang membuatnya.
d. Asas Itikad Baik Perjanjian yang sudah disepakati para pihak yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian oleh para pihak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, artinya cara menjalankan atau melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutatn dan keadilan.
Perjanjian pinjam meminjam menurut pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi :“ Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.65
Para ahli berpendapat bahwa perjanjian kredit sangat mirip dengan perjanjian pinjam meminjam. Pengertian perjanjian kredit tidak aada diatur secara tegas dalam undang -undang . Baik itu undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan maupun dalam kitab undang undang hukum perdata.
Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur.66
Perjanjian pinjaman baru dapat dikatakan sah dan mengikat serta mempunyai kekuatan hukum, apabila telah memenuhi unsur sebagimana yang telah ditegaskan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian pinjaman uang yang dilakukan oleh koperasi terdapat salah satu pihak yaitu koperasi sebagai
65 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek ), diterjemahkan oleh R.Surbekti dan R.Tjitrosudibio,cet.29, ( Jakarta: Pradya Pramita,1999 )
66 Tan Kamello, hukum jaminan fidusia : suatu kebutuhan yang didambakan ( Bandung : PT Alumni, 2006) hlm 19-20.
pemberi pinjaman dan pihak lain yaitu peminjam yang mennerima pinjaman. Pada saat koperasi memberikan sejumlah pinjaman kepada peminjam maka saat itu pula terjadinya suatu perjanjian pinjam meminjam uang atau suatu transaksi antara koperasi dengan pihak peminjam. 67
Dalam pemberian pinjaman kepada peminjam ( anggota koperasi ), koperasi menetapkan sejumlah bunga yang harus ditanggung oleh peminjam.
Bunga pinjaman tersebut telah ditetapkan secara tertulis oleh koperasi dalam suatu surat perjanjian pinjam meminjam uang. Mengenai pinjaman uang dengan bunga pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman itu akan dibayar bunga”.Selanjutnya pasal 1776 KUHPerdata menegaskan bahwa : siapa yang telah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak diperjanjiakan tidak dapat menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang –undang, dalam hal mana uang yang telah dibayarkan dikurangkan dari jumlah pokok. Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pinjam oleh koperasi , memberikan definisi sebagai “ kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan . Sedangkan pengertian koperasi pinjaman berdasarkan PSAK 27 Reformat 2007 adalah koperasi yang kegiatan atau jasa utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman untuk
67 Abdul Kadir Muhammad, Segi segi hukum perikatan, Alumni Bandung, 1993, hlm 57
anggotanya. Koperasi yang cukup berkembang di Indonesia adalah Koperasi Simpan Pinjam. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang modalnya berdasarkan hasil dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota-anggota koperasi. kemudian dana yang terkumpul dan tersimpan tersebut dijadikan modal koperasi untuk dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan juga dipinjamkan kepada yang bukan anggota koperasi yang membutuhkan pinjaman modal dengan bunga yang sedikit. Tujuan koperasi simpan pinjam antara lain membantu keperluan kredit para anggota yang sangat membutuhkannya dengan syarat-syarat yang ringan.68