• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGALIHAN PIUTANG SECARA CESSIE DAN AKIBATNYATERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN

1. Cessie dalan Makna Yuridis

Di Indonesia, definisi cessie salah satunya dikemukakan oleh Subekti.

Menurut pendapat Surbekti, cessie adalah :

“ Suatu cara pemindahan piutang atas nama dimana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukun utang piutang tersebut tidak hapus sedetitpun, tetapi dalam keseluruhanya dipindahkan kepada kreditur baru “39.

Cessie adalah cara pengalihan dan/atau penyerahan piutang atas nama sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata) 40. Namun demikian kata Cessie tidak terdapat didalam undang undang yang berlaku di Indonesia, Cessie hanya dikenal dari doktrin doktrin hukum dan juga yurisprudensi.

Selain Subekti, ahli hukum Indonesia yang juga mengemukakan pendapat tentang Cessie adalah M. Yahya Harahap. Cessie menurut Yahya Harahap dapat disimpulkan sebagai berikut :

“Cessie adalah pemindahan tagihan. Dengan adanya cessie maka pembayaran yang dilakukan oleh debitur dilakukan bukan kepada diri kreditur asli melainkan kepada person kreditur pengganti atau cessionaris yang telah

39 Surbekti, Hukum Perjanjian, cet 17, Jakarta: Intermasa 1998 ), hal.71

40 Soeharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessei, Cet 3, Jakarta Kencana 2008, hal.101.

menggantikan kedudukan kreditur semula. Pembayaran yang dilakukan kepada cessionaris sama betul kedaaanya seperti telah melakukan pembayaran in person kepada kreditur sendiri. “ 41

Sedangkan menurut pendapat Munir Fuady, cessie adalah :“Penyerahan piutang dari Kreditur lama kepada kreditur baru .“42Lebih lanjut , Munir Fuadi mengatakan : “ Penyerahan piutang atas nama dan barang barang lain tidak bertubuh , dilakukan dengan jalan membuat akta ( otentik atau dibawah tangan ), yang disebut akta cessie yang melimpahkan hak hak atas barang barang itu kepada orang lain. Penyerahan itu tidak aka ada akibatnya bagi yang berhutang sebelum penyerahan itu : 1. Diberitahukan kepadanya

2. Disetujui secara tertulis 3. Diakuinya .

Disamping ketiga ahli hukum Indonesia tersebut diatas , Mariam Daruz Badrulzaman , juga mengemukakan pendapatnya mengenai cessie , yaitu:

“ Cessie adalah suatu perjanjian dimana kreditur mengalihkan piutangnya ( atas nama ) kepada pihak lain. Cessie merupakan perjanjian kebendaan yang didahului suatu “title “ yang merupakan perjanjian obligatoir “.43

Salah satu definisi Cessie yang dikenal didalam ilmu hukum adalah definisi yang dikemukakan oleh Vollmar. Definisi Cessie tersebut diterjemahkan

41 M. Yahya Harahap , Segi segi hukum perjanjian, cet II, ( Bandung : Alumni 1986 ) hal 113.

42 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, cet IV. Bandung Citra Aditya Bakti, 2006, hal 74.

43 Yanti Fristikawati “ Laporan Penelitian Cessei ( Makalah disampaikan pada seminar mempertajam konsep hukum cessei, Jakarta , 13 Januari 2010 ) hal.5.

oleh Tan Thong Kie sebagai suatu istilah yang lazim dipakai untuk penyerahan suatu piutang. 44

Selain Vollmer, ahli hukum lainya Schermer juga memberikan definisi mengenai cessie. Pendapat Schemer mengenai cessie kemudian diterjemahkan oleh Tan Thon Kie sebagai berikut :

“Cessie adalah penyerahan suatu piutang atas nama yang dilakukan oleh kreditur yang masih hidup kepada orang lain, dengan penyerahan itu orang yang disebut terakhir ini menjadi kreditur seorang debitur yang dibebani dengan piutang tersebut”. 45

Sedangkan menurut Scholten, cessie dapat ditinjau dari dua segi yaitu ; 1. Sebagai lembaga perikatan.

Yaitu sebagai lembaga penggantian kualitas kreditur 2. Sebagai bagian dari hukum bendaYaitu sebagai cara untuk

peralihan hak milik.46

Pandangan mengenai apa yang dimakaksud dengan Cessie juga dikemukakan oleh C.Asser. Meskipun Asser tidak secara tegas memberikan definisi mengenai cessie, namun dari pendapat yang dikemukakanya dapat disimpulkan bahwa cessie adalah pengambil alihan piutang. Pengambilalihan piutang tersebut tidaklah menghilangkan identitas dari utang itu dan pada

44 Tan Thong Kie, Studi Notaris dan Serba Serbi Praktek Notaris, Cet I, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007 , hal 688

45 Ibid

46 J. Satrio, Cessei, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang, op.cit,hal 24.

umumnya tidak berpengaruh terhadap hubungan antara si berutang dengan si berpiutang. 47

Berdasarkan pandangan pandangan yang dikemukakan para ahli hukum , jelas bahwa cessie merupakan suatu cara untuk mengalihkan dan/ atau menyerahkan ha katas suatu piutang atas nama.

Di Indonesia, pengaturan mengenai perbuatan pengalihan piutang atas nama diatur dalam pasal 613 KUHPerdata. Namun demikian, definisi mengenai cessie tidaklah disebutkan dan/atau dijabarkan dengan lugas dan jelas di dalam peraturan perundang undangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 613 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikit :

“ Penyerahan akan piutang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak hak katas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.48

Dengan tegas , pasal 613 KUHPerdata menyebutkan bahwa piutang yang diatur di dalam pasal 613 KUHPerdata adalah piutang atau tagihan atas nama.

Dalam tagihan atas nama, debitur mengetahui dengan pasti siapa krediturnya.

Salah satu ciri yang dimiliki oleh suatu tagihan atas nama adalah bahwa tagihan atas nama adalah tidak memiliki wujud . Jika dibuat suatu surat hutang, maka surat hutang hanya berlaku sebagai alat bukti saja. Hal ini dikarenakan adanya suatu hutang dalam bentuk apapun bukan merupakan suatu yang penting dari suatu tagihan atas nama. Dengan demikian , jika tagihan atas nama dituangkan

47 C.Asser’s, Pengajian Hukum Perdata Belanda ( Handleiding Tot de Beofening van het Nederlands Bergelijk Recht, ditrejemahkan oleh Sulaiman Binol. Jakarta, 1991,hal.579-580.

48 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek )

dalam bentuk surat hutang, maka penyerahan secara fisik surat hutang itu belum mengalihkan hak tagih yang dibuktikan dengan surat yang bersangkutan. Untuk mengalihkan tagihan atas nama , dibutuhkan akta penyerahan tagihan atas nama yang dalam doktrin dan yurisprudensi disebut akta cessie. pada cessie , hak milik beralih dan dengan dibuatnya akta cessie , levering telah selesai .49

Piutang yang dimaksud di dalam Pasal 613 KUHPerdata adalah hak tagih yang timbul dari adanya hubungan hukum pinjam meminjam uang antara pihak yang meminjam kan ( siberpiutang )dengan pihak yang meminjam ( si berhutang) atau dari suatu kegiatan penyaluran fasilitas kredit antara Bank atau lembaga keuangan non bank selaku kreditur dengan debiturnya. Piutang atau hak tagih yang timbul dari hubungan hukum pinjam meminjam uang atau dari kegiatan penyaluran kredit bank tersebut dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dengan cara cessie. Meskipun ketentuan pasal 613 KUHPerdata berlaku juga bagi pengalihan kebendaan tidak bertubuh lainya , akan tetapi sebagaimana telah dikemukan di dalam latar belakang penulis hanya memfokuskan pada pengalihan piutang atau tagihan atas nama saja.

Apabila memperhatikan ketentuan pasal 613 KUHPerdata, Pengaturan di dalam pasal 613 KUHPerdata adalah mengenai penyerahan piutang atas nama dan kebendaaan tidak bertubuh lainya. Sehubungan dengan kata “ piutang “ di dalam pasal 613 KUHPerdata, hal ini menunjukkan bahwa yang dapat dialihkan adalah suatu piutang dan bukanlah suatu hutang. Sehubungan dengan itu, maka hanya kreditur yang dapat melakukan pengalihan atas piutangnya sedangkan debitur

49 J.Satrio, Cessei, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang, hal 47

tidak berhak untuk melakukan pengalihan atas hutangnya. Ketentuan yang diatur dalam pasal 613 KUHPerdata hanya dapat dilakukan untuk melakukan penggantian debitur.50

Ketentuan psal 613 KUHPerdata mengatur mengenai cara penyerahan ( levering ) suatu piutang atas nama. Cara untuk melakukan penyerahan piutang atas nama cessie. Piutang yang dapat diserahkan atau dialihkan dengan cara cessie hanyalah piutang atas nama kreditur. Dengan adanya penyerahan piutang secara cessie maka pihak ketiga menjadi kreditur yang baru yang menggantikan kreditur yang lama yang diikuti pula dengan beralihnya seluruh hak dan kewajiban kreditur lama terhadap debitur kepada pihak ketiga selaku kreditur baru. Hal ini dikarenakan pengalihan piutang secara cessie tidak mengakibatkan berakhirnya perikatan yang telah ada yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Hubungan hukum antara debitur dengan kreditur berdasarkan perjanjian kredit yang telah ada sebelumnya tidaklah putus sehingga tidak terjadi hubungan hukum yang baru yang menggantikan hubungan hukum yang lama. Perikatan yang lama tetap ada dan berlaku serta mengikat debitur maupun kreditur yang menerima pengalihan piutang yang dimaksud. Dengan demikian yang terjadi adalah pengalihan seluruh hak dan kewajiban kreditur berdasarkan perjnjian kredit yang ada kepada pihak ketiga yang selanjutnya menjadi krediur baru.

Pasal 613 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ Penyerahan akan piutang- piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas

50 Ibid .hal.47

kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yng demikian bagi siberhutang ( debitur ) tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberi tahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui dan diakuinya.

Cessie adalah cara pengalihan dan atau penyerahan piutang atas nama sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 613 Kitab Undang –undang hukum perdata ( KUHPerdata ). 51 Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa tangan dilakukan dengan penyerahan surat , penyerahan tiap tiap piutang karena surat ditunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disetai dengan endosment. Unsur-unsur yang dapat disimpulkan berdasarkan pasal 613 KUHPerdata tersebut dalam suatu tindakan cessie, yakni :

1. Dibuatkan akte otentik atau akte dibawah tangan

2. Hak-hak yang melakat pada piutang atas nama dialihkkan / berpindah kepada pihak penerima pengalihan.

3. Cessie hanya berakibat hukum kepada debitur jika telah diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui dan diakuinya Adapun yang dimaksud dalam kebendaan tak bertubuh terdapat dalam pasal 511 KUHPerdata yang berbunyi :

1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan bergerak

2. Hak atas bunga bunga yang diperjanjikan, baik bunga yang diabadikan, maupun bunga cagak hidup

3. Perikatan perikatan dan tuntutan tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai benda benda bergerak.

4. Sero sero atau andil- andil dalam persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan , sekalipun benda benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaan bergerak , akan tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan.

51 Soeharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessei, Jakarta, Kencana, 2008, hal.101.

5. Andil dalam perutangan atas beban Negara Indonesia, baik andil andil karena pendaftaran dalam buku besar, maupun sertifikat-sertifikat, surat surat pengakuan hutang, obligasi atau surat-surat lain yang berharga , beserta kupon kupon atau surat tanda bunga, yang termaksuk didalamnya.

6. Sero-sero atau kupon obligasi dalam peutangan yang dilakukan Negara asing. 52

Dari uraian uraian diatas, tampak bahwa cessie merupakan suatu cara untuk mengalihkan piutang atas nama tanpa mengakibatkan perjanjian kredit / perjanjian pinjam meminjam uang yang mengakibatkan timbulnya piutang tersebut menjadi hapus.

Cessie merupakan suatu cara pengalihan / atau penyerahan hak milik dimana yang menjadi objek pengalihan yang dimaksud disini adalah piutang atas nama. Pengalihan piutang atas nama secara cessie dapat terjadi sebagai accesoir dari suatu perjanjian pokok. Bila mana ada suatu peristiwa hukum yang mendahuluinya dan dapat pula terjadi tanpa adanya suatu peristiwa hukum lebih dahulu sehingga cessie tersebut bersifat abligator atas dirinya sendiri karena merupakan peristiwa hukum itu sendiri. Mengenai perlu atau tidaknya adanya peristiwa hukum terlebih dahulu untuk dapat melakukan pengalihan atas suatu piutang atas nama atau kebendaan tidak bertubuh lainya tidak diatur didalam pasall 613 KUHPerdata . Maka tanpa adanya peristiwa hukum yang mendahuluinya akta cessie tetap dapat dibuat dan pengalihan piutang secara cessie tetap dapat dilakukan oleh kreditur kepada pihak ketiga yang akan menjadi kreditur yang baru.

52Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek ), diterjemahkan oleh R.Surbekti dan R.Tjitrosudibio,cet.29, ( Jakarta: Pradya Pramita,1999 )

Cessie dapat terjadi sebagai accesoir dari suatu peristiwa hukum seperti peristiwa jual beli piutang yang dilakukan antara Bank atau lembaga keuangan lainya seperti Koperasi ( Selaku Kreditur ) dengan pihak ketiga yang kemudian menjadi kreditur baru. Jual beli piutang yang dimaksud dalam hal ini , jual beli piutang dimana yang menjadi objeknya adalah piutang atas nama kreditur. Dalam hal ini perjanjian jual beli piutang dilakukan oleh Bank selaku Kreditur dengan pihak ketiga selaku pembeli yang kemudian menjadi kreditur yang baru tersebut dengan perjanjian jual beli piutang yang terpisah dari perjanjian cessie. Di dalam prakteknya, perjanjian jual beli piutang memang dimungkinkan untuk dibuat terpisah dari perjanjian cessie. Alasanya karena harga penjualan piutang atas nama yang disepakati oleh kreditur selaku penjual dengan pihak ketiga selaku pembeli hendak dirahasiakan dari debitur karena dianggap debitur tidak perlu mengetahui mengenai hal tersebut. Oleh sebab itu, yang dicantumkan di dalam perjanjian cessie hanya besarnya piutang atau tagihan yang dapat dituntut pembayaranya oleh penerima cessie selaku kreditur baru dari debitur. Jumlah hutang mana yang wajib dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagaimana yang disepakati di didalam perjanjian kredit . Apabila perjanjian cessie dibuat sebagai penyerahan ( levering ) sehubungan dengan perjanjian jual beli piutang, maka perjanjian cessie merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian jual beli piutang tersebut. Dalam jual beli piutang, penjual dapat menjual piutangnya dengan harga dibawah nilai piutangnya. Hal ini mengigat ada resiko yang harus ditanggung oleh pembeli piutang atau kreditur baru jika ternyata pihak pembeli piutang juga ingin memperoleh keuntungan dari transaksi jual beli piutang

tersebut. Nilai piutang/hak tagih yang dialihkan kepada kreditur baru harus sesuai dengan hak tagih yang dimiliki oleh kreditur lama. Sehingga nilai piutang tersebut menjadi dasar bagi kreditur baru untuk menuntut pembayaran dari debitur.

Di Indonesia, pengaturan mengenai perrbuatan pengalihan piutang atas nama diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata.53 Namun demikian, definisi mengenai cessei tidaklah disebutkan dan/atau dijabarkan dengan lugas dan jelas didalam peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 613 ayat ( 1) KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :”

Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”54

Sebagai bagian dari cara penyerahan cessie selain tunduk terhadap hukum perjanjian juga tunduk terhadap hukum benda, khususnya yang mengatur tentang penyerahan piutang atas nama. Dalam hukum benda pengertian benda (Zaak) mencakup benda berwujud yang biasa dikenal dengan barang (Goed) dan benda tidak berwujud atau biasa disebut dengan hak (Recht). Hukum benda diatur di dalam buku kedua KUH Perdata. Hukum benda dan hukum perikatan bersama sama merupakan hukum harta kekayaan ( veremogensrecht ). Karakternya pada satu sisi bersifat pribadi ( Persoonlijkrehct right in personan, right in rem ). 55

Didalam hukum harta kekayaan ( veremogensrecht )terdapat dua sifat penting, yaitu hak perorangan ( persoonlijke rechten ) dan hak kebendaan (

53 Ibid

54 Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek ), Loc.cit

55Badrulzaman, Mariam Darus,Sistem Hukum Benda Nasional,Bandung: PT.Alumni 2015, Hal 10.

zakelijke rechten ) Hak kebendaan diatur dalam Buku II KUHPerdata dan hukum perorangan diatur dakam Buku III KUHPerdata.

Baik benda berwujud maupun yang tidak berwujud dalam terminologi hukum dibedakan lagi antara benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Pembedaan tersebut, khususnya pembedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak memiliki beberapa

beberapa arti penting menurut hukum. Arti penting pembedaan benda tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dalam hal bezit atau kedudukan berkuasa tidak berlaku terhadap benda tidak bergerak, sehingga barang siapa yang menguasai benda tidak bergerak tidak dapat dianggap sebagai pemilik sebelum terbukti berdasarkan bukti kepemilikan yang sah. Hal ini berbeda dengan benda bergerak di mana siapapun yang mengusai benda bergerak harus dianggap sebagai pemilik tanpa harus membuktikan adanya bukti kepemilikan yang sah. Jika ada orang yang mengaku memiliki benda bergerak yang diakuasai orang lain maka orang yang mengklaim bahwa dirinya berhak maka ialah yang harus membuktikan.

b. Dalam hal pembebanan atau jaminan juga dibedakan terhadap jaminan yang menggunakan objek benda bergerak dengan jaminan yang menggunakan objek benda tetap. Untuk benda bergerak seperti mobil maka siapa yang ingin menjaminkan benda tersebut dapat menggunakan jaminan Gadai atau Fidusia, sedangkan siapa yang ingin menjaminkan benda tetap seperti tanah dan bangunan, maka menggunakan jaminan Hak

Tanggungan, Sedangkan khusus untuk pesawat terbang atau kapal dengan bobot 20 M kubik keatas menggunakan hipotik.

c. Cara penyerahan antara benda bergerak dan tidak bergerak juga berbeda.

Untuk benda bergerak umumnya cukup dilakukan penyerahan secara fisik maka secara yuridis hak miliknya pun sudah beralih, sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak cukup hanya dilakukan penyerahan secara fisik tetapi harus dilakukan penyerahan secara yuridis, yang umumnya dilakukan dengan cara pendaftaran atau balik nama. Piutang termasuk kategori benda bergerak tidak berwujud atau benda bergerak karena ketentuan undang undang. Kategori tersebut mengingat secara fisik kita tidak dapat membedakannya apakah piutang termasuk benda bergerak atau tidak, hal ini mengingat benda tersebut termasuk benda tidak berwujud.

Dengan demikian kita mengetahui bahwa piutang termasuk kedalam benda bergerak karena undang-undanglah yang mengategorikan piutang sebagai benda bergerak (Pasal 511 KUHPerdata). Berkaitan dengan perjanjian cessie sebagai bentuk penyerahan piutang maka yang diserahkan adalah piutang atas nama.

Piutang atas nama adalah hak menagih dari kreditur terhadap debitur tertentu, berdasarkan suatu perikatan.56

Pada prinsipnya Piutang atas nama menunjukkan siapa krediturnya, meskipun pada asasnya tidak harus dituangkan dalam bentuk tertulis atau surat yang menyebutkan nama krediturnya.57

56 Badrulzaman, Mariam Darus. Bab-bab Tentang Crediet Verband, Gadai dan Fidusia.

Bandung: Alumni.1987, hal.66

57 Satrio, J. Cessie, Subrogasi, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang. Cet.2.

Bandung: Alumni,1999 .hal.4.

Walaupun tidak disebutkan nama krediturnya, para pihak tahu identitas masing-masing, sehingga tagihan tersebut hanya dapat ditagih terhadap mereka yang mengikatkan diri berdasarkan perikatan yang dibuat. Termasuk ke dalam kategori piutang atas nama adalah adalah saham atas nama, sertifikat deposito, tagihan antar bank, promissory notes dan lain-lain. Selain piutang atas nama kita mengenal juga piutang atas bawa dan piutang atas tunjuk. Piutang atas bawa adalah piutang yang memungkinkan pembayarannya kepada siapa saja yang memegang dan dapat menunjukkan surat piutang sebagai bukti adanya tagihan, sedangkan piutang atas tunjuk adalah piutang yang pembayarannya dilakukan terhadap siapa orang yang ditunjuk. Penunjukan tersebut dilakukan dengan membuat catatan punggung yang biasa dikenal dengan endossement. Termasuk contoh piutang atas bawa adalah cek, sedangkan yang termasuk piutang atas tunjuk adalah wesel. Dengan demikian piutang atas bawa maupun atas tunjuk harus berbentuk surat atau tertulis. Hal ini mengingat pembayarannya dilakukan terhadap pihak yang membawa surat utang tersebut atau pihak yang ditunjuk.

Dari uraian-uraian di atas, tampak bahwa cessie merupakan suatu cara untuk mengalihan piutang atas nama tanpa mengakibatkan perjanjian kredit/

pinjam meminjam uang yang mengakibatkan timbulnya piutang tersebut menjadi hapus. Cessie merupakan suatu cara pengalihan dan/atau penyerahan hak milik dimana yang menjadi objek pengalihan yang dimaksud di sini adalah piutang atas nama. Pengalihan piutang atas nama secara cessie dapat terjadi sebagai accessoir dari suatu perjanjian pokok bilamana ada suatu peristiwa hukum yang mendahuluinya dan dapat pula terjadi tanpa adanya suatu peristiwa hukum

terlebih dahulu sehingga cessie tersebut bersifat obligatoir atas dirinya sendiri karena ia merupakan peristiwa hukum itu sendiri. Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian timbulah hak dan kewajiban pihak pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Oleh karena hal mengenai perlu atau tidaknya adanya peristiwa hukum terlebih dahulu untuk dapat melakukan pengalihan atas suatu piutang atas nama atau kebendaan tidak bertubuh lainnya tidak diatur di dalam Pasal 613 KUHPerdata tersebut maka tanpa adanya peristiwa hukum yang mendahuluinya, akta cessie tetap dapat dibuat dan pengalihan piutang secara cessie tetap dapat dilakukan oleh kreditur kepada pihak ketiga yang akan menjadi kreditur yang baru.

2. Perjanjian Pinjaman a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.58

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebiih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur: 59

a. Perbuatan Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan

58 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1982, h.123

59 Abdul R. Saliman dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hal. 50.

hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

c. Mengikatkan dirinya Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Menurut Prof. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

Menurut Prof. Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana