• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan Pembiayaan SPM

Bidang Kesehatan

B. Strategi Implementasi

6. Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan Pembiayaan SPM

Indonesia Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.

Sebagai indaklanjut dari pelaihan ini masing-masing peserta menghitung kebutuhan pembiayaan SPM sesuai dengan bidangnya (YANKES, KESGA dan P2PL) selanjutnya dilakukan review dan evaluasi bersama dibawah koordinasi BAPPEDA terhadap proses cosing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM.

5. Lokakarya seminasihasil.

Lokakarya cosing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM Kesehatan dimaksudkan sebagai bagian dari strategi advokasi kepada pemerintah daerah (eksekuif dan legislaive) BAPPEDA, Bagian Organisasi, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Komisi D dan Badan Anggaran DPRK serta dinas tehnis terkait lainnya, sehingga menghasilkan komitmen bersama untuk dukungan kebijakan perencanaan dan anggaran pelaksanaan SPM oleh pengambil kebijakan

6. Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan Pembiayaan SPM.

Kinerja memberikan Asistensi untuk memasikan penyusunan RKA berbasis SPM merujuk pada dokumen cosing/perhitungan pembiayaan SPM untuk Tahun I yakni Tahun 2014.

7. FGD (Focus Group Discussion).

Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi yang melibatkan stakeholder kabupaten BAPPEDA, Komisi D DPRK, Mulistakeholder Forum Kesehatan serta parapihak terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk mengideniikasi sumber pembiayaan perencanaan pencapaian SPM apakah dari alokasi dana OTSUS/DAK atau sumber lainnya dan dikuatkan dengan Surat Edaran Gubernur tentang Kriteria Umum dan Khusus Penyusunan Program dan Kegiatan Dana OTSUS dan TDBH Migas Tahun 2014 sebagai salah satu basis argument advokasi.

C. Dampak dan Perubahan

1. Perubahan pola pikir para stakeholder dalam perencanaan dan penganggaran. Sehingga perencanaan yang dilakukan sudah lebih parisipaif yang merujuk SPM sesuai dengan kebutuhan pelayanan dasar bagi masyarakat dan gap yang terjadi di masyarakat dan puskesmas. 2. Peningkatan pemahaman seluruh stakeholder Kesehatan (Dinas, Puskesmas,

Bidan Desa) telah memahami indicator dan target pecapaian Standar Pelayanan Minimal. Penigkatan pemahaman ini menjadi modal dasar masyarakat (MSF, media, dan lintas sector) dalam menilai akuntabilitas dari perencanaan dan penganggaran daerah.

3. Mendapat dukungan yang besar dari BAPPEDA dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten melalui Komisi D dan Badan Anggaran. Dengan demikian, Dinas Kesehatan dengan mudah dapat memberi argumentasi dari peningnya perencanaan dan penganggaran SPM tersebut.

4. Sebagai dasar akuntabilitas dan tranparansi, Dinas Kesehatan memiliki dokumen perencanaan pembiayaan standar pelayanan minimal yang memproyeksikan kebutuhan anggaran pembiayaan SPM selama 5 tahun dan digunakan sebagai rekomendasi penyusunan rencana kerja anggarannya dalam seiap tahun anggaran. Dokumen ini dapat diakses oleh siapapun.

5. Meningkatnya alokasi anggaran pemenuhan pencapaian SPM dalam Datar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Tahun 2014 sebesar Rp. 3.877.482.460,- terjadi peningkatan 35 % dibandingkan dengan tahun 2012. D. Pembelajaran

Beberapa pembelajaran dari proses perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Bener Meriah adalah:

1. Keterlibatan muli pihak dalam perubahan suatu kebijakan menjadi factor kunci penerapan standar pelayanan minimal;

2. Keterbukaan Dinas Kesehatan sejak proses penyusunan perencanaan sampai penganggaran (penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA) imbul karena baiknya proses komunikasi dan koordinasi yang dibangun secara intensif dengan pihak terkait;

3. Hasil analisis gap dan cosing SPM yang lebih evidence based menjadi alat advokasi utama terhadap kebutuhan anggaran SPM di Bener Meriah. Hasil ini memudahkan Dinas Kesehatan dalam advokasi pihak terkait dengan penganggaran di daerah.

4. Pengawalan dan advokasi yang dilakukan oleh berbagai pihak sejak dari proses perencanaan sampai penganggaran menjadikan alokasi SPM idak hilang dalam proses negosiasi dengan pengambil kebijakan anggaran pada ingkat kabupaten.

5. Banyak kebijakan pusat belum terinformasikan dengan tepat di daerah. Penyampaian informasi yang tepat dan terus menerus kepada berbagai pihak merupakan factor lain dalam meningkatkan pemahaman Dinas Kesehatan dan pihak terkait dalam memahami adanya regulasi/kebijakan yang bersifat mandatory untuk dilaksanakan.

E. Rekomendasi

1. Maksimalkan peran dan fungsi Bagian Organisasi dan Tata Laksana di Sekretariat Daerah untuk menyusun mekanisme monitoring dan melaksanakan evaluasi secara berkala dalam pelaksanaan dan penerapan SPM.

2. Diperlukan mekanisme penghargaan dan sangsi dalam pelaksanaan dan penerapan SPM.

3. Dibutuhkan komitmen dan indakan nyata dari pimpinan daerah eksekuif dan legislaive dalam memasikan pelaksanaan pembangunan Kesehatan

4. Pasikan informasi kebijakan/regulasi terkait, sebagai mandatory diketahui, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/Kota.

F. Pembiayaan

Dalam mengimplementasikan inisiaif ini idak diperlukan alokasi anggaran yang begitu besar, namun hanya dibutuhkan alokasi anggaran untuk keperluan meeing package dan honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal selama 3 bulan. Untuk meeing package bersumber dari program lembaga donor sebesar 1 juta rupiah dengan rincian 10 orang x Rp. 25.000 x 4 hari, sementara untuk honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal dan ruang pertemuan bersumber dari pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengan peraturan daerah terkait dengan perjalanan dinas dan honorarium.

G. Tesimoni

H. Binakir, SKM

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah

“Dengan adanya SPM ini, akan membuat layanan (kesehatan) lebih efekif dan eisien. Harapannya adalah masyarakat yang dilayani lebih puas.”

Risnawai

Kepala Puskesmas Simpang Tiga Bukit, Bener Meriah, Aceh

“Untuk program Kinerja yang dilakukan di puskesmas simpang iga itu banyak, terutama membantu dalam hal pembentukan pelayanan yaitu tentang SOP standar pelayanan operasional, kemudian SPM. Itu banyak sekali manfaat yang diberikan kepada kita. Dengan adanya Kinerja, masukan, arahan dari mereka itu, sehingga kita bisa memaksimalkan membuat SOP alur, SPM seperi apa sehingga bisa kita laksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh dinas itu sendiri.”

Kontak Detail

Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah

Jl. Serule Kayu Komplek Perkantoran SETDAKAB Bener Meriah, Telpon : 0643-7426250; Fax : 0643 – 7426037 Email : dinkes_benermeriah@yahoo.com;

4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal dalam Anggaran,

Kabupaten Jember, Jawa Timur

Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) kesehatan Kabupaten Jember hingga Tahun 2012 masih di bawah target nasional. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dinas kesehatan dalam pemenuhan SPM adalah keterbatasan anggaran. Meskipun dinas kesehatan telah mengumpulkan data capaian SPM secara teratur, hasil evaluasi ini idak dimasukkan dalam rencana program dan anggaran mereka.

Sejak Tahun 2013, Dinas Kesehatan kabupaten Jember bermitra dengan Kinerja USAID untuk menganalisa capaian SPM mereka dan menghitung anggaran yang diperlukan. Seluruh proses ini dilakukan dengan melibatkan parisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Menggunakan hasil evaluasi SPM, masyarakat dan dinas kesehatan melakukan advokasi anggaran kepada pemerintah kabupaten. Melalui kemitraan yang kuat antara dinas dan masyarakat, pemerintah Kabupaten mengganggarkan 14 milyar rupiah untuk pemenuhan SPM kerjasama di APBD Tahun 2014.

A. Situasi Sebelum Inisiaif

Hingga Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember belum mencapai target standar pelayanan minimal (SPM), terutama untuk indikator yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan data dinas kesehatan Tahun 2012, rata-rata ingkat capaian SPM kesehatan di kabupaten ini sekitar 10% - 20% dibawah target nasional. Salah

satu tantangan terbesar dalam pemenuhan target SPM ini adalah kurangnya anggaran untuk mendukung pelaksanaan pedoman ini.

Meskipun Pemerintah Kabupaten Jember telah menghitung capaian SPM mereka sejak Tahun 2008 seperi yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota mereka belum mengintegrasikan hasil evaluasi dalam perencanaan program dan anggaran. Hal ini menyebabkan anggaran kesehatan idak direncanakan berdasarkan target indicator SPM. B. Strategi Implementasi

Sejak Tahun 2013, Kinerja USAID bermitra dengan Dinas Kesehatan Jember dan empat puskesmas mitra. Kinerja USAID telah melakukan serangkaian kegiatan untuk memahami, membuat strategi dan menerapkan pelayanan kesehatan yang berbasis standar pelayanan minimal. Pada saat yang sama, Kinerja juga membantu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hak dasar kesehatannya terutama dalam peningkatan tata kelola persalinan aman, inisiasi menyusu dini dan ASI Eksklusif. Selain itu, Kinerja meningkatkan kapasitas masyarakat untuk ikut mengawasi penyediaan layanan kesehatan sebagai bagian dari upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.

Dinas kesehatan melibatkan forum muli-stakeholder (forum muli-pemangku kepeningan/FMS) yang terdiri dari perwakilan masyarakat, pemerintah dan media dalam seiap kegiatan kesehatan yang berkaitan dengan SPM, mulai dari peningkatan kapasitas hingga advokasi pemerintah kabupaten untuk mengintegrasikan SPM kesehatan dalam perencanaan.

Tahapan kegiatan ini secara umum dibagi menjadi: 1. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

Langkah awal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman pemerintah dan masyarakat tentang penggunaan SPM sebagai panduan kualitas pelayanan

kesehatan melalui kegiatan training of trainer. Pada tahap awal ini, Kinerja USAID memfasilitasi pemerintah kabupaten untuk membentuk trainer SPM yang terdiri dari perwakilan FMS, dinas kesehatan dan puskesmas. Tim trainer tersebut bertugas untuk membantu puskesmas dan dinas kesehatan dalam seiap kegiatan SPM.