• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebarluasan informasi dan diskusi ingkat masyarakat tentang standar pelayanan minimal kesehatan

Bidang Kesehatan

B. Strategi Implementasi

4. Penyebarluasan informasi dan diskusi ingkat masyarakat tentang standar pelayanan minimal kesehatan

Dalam berbagai kesempatan, pertemuan forum muli-pihak ingkat distrik dan juga ingkat Kabupaten, SPM menjadi topik diskusi dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat sipil terhadap SPM dan relevansinya dalam pemenuhan hak kesehatan.

Disamping itu, ada serangkaian radio talkshow yang dilakukan dengan bekerjasama dengan Radio Kenambai Umbai di Sentani baik yang dilakukan di dalam studio ataupun diluar ruangan/ di kampung yang melibatkan masyarakat umum yang focus membahas isu standar layanan termasuk SPM kesehatan. Radio talkshow ini membantu membangun ‘kebisingan’ diingkat masyarakat tentang Standar Pelayan Minimal sebagai bagian pemenuhan hak masyarakat, dan mendorong perbincangan tentang SPM di ingkat akar rumput.

Selain itu, kelompok jurnalis warga, yang kemudian membentuk forum jurnalis warga dengan nama “CYCLOPS” turut juga mengangkat isu SPM bidang kesehatan lewat tulisan dan dalam berbagai akivitas mereka sebagai jurnalis warga.

C. Dampak dan Perubahan

Dampak dari pendampingan SPM yang dilakukan oleh Kinerja-USAID telah membuat dinas kesehatan menyadari bahwa kegiatan yang lebih bisa mengungkit capaian SPM dan meningkatkan kinerja petugas kesehatan adalah dengan menerapkan SPM. Rencana strategis Dinas kesehatan sudah mengakomodir SPM didalamnya. Dalam Rencana kerja anggaran Dinas Kesehatan Tahun 2014, terdapat alokasi dana untuk mendukung pemenuhan SPM sebesar. 6,69 milyar rupiah.

Disaat yang sama, relasi dan kerjasama antara penyelenggara pelayanan kesehatan di Kab Jayapura semakin erat terbangun. Dalam berbagai kegiatan terkait perencanaan program kesehatan, forum muli-pihak dilibatkan sebagai peserta. Keterlibatan masyarakat, terutama forum muli-pihak dalam perencanaan kesehatan untuk pemenuhan SPM ini telah mendorong adanya mobilisasi sumber daya yang berasal dari masyarakat.

Sebagai contoh untuk menjamin pencapaian salah satu indicator SPM Kesehatan dalam penanggulangan penyakit menular TB di Kabupaten Jayapura: Kampung Yoboi di Distrik Sentani telah mengalokasikan dana untuk menyiapkan insenif bagi empat kader TB (Tuberculosis) setempat menggunakan anggaran Kampung. Selain itu, Forum Dobonsolo (Muli stakeholder forum Distrik Sentani) dalam proses musrenbang distrik berhasil mengadvokasi pemerintah distrik untuk merencanakan Pos TB kampong untuk tujuh kampung di distrik Sentani yang naninya akan dianggarkan lewat dana Prospek. Selama ini kader TB dan Pos TB yang melakukan tugas selalu dibiayai oleh puskesmas dengan anggaran yang minim.

Saat ini MSF diingkat Kabupaten juga memiliki komitmen yang inggi untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan pencapaian SPM dan penganggarannya di Kab Jayapura. Pendampingan yang intensif atas perencanaan dan perhitungan SPM kesehatan, telah mendorong pemerintah daerah untuk mencoba mereplikasi melalui pendampingan pengembangan SPM untuk pelayanan publik lainnya di daerah.

D. Pembelajaran

Pembelajaran yang didapat dari parisipasi masyarakat dalam pengembangan SPM kesehatan ini adalah:

1. Masyarakat Papua mampu memainkan peran akif untuk memberikan masukan pada pengembangan SPM di daerah, keika sejak awal proses mereka sudah dilibatkan sebagai bagian dari pendampingan teknis didaerah. Peningnya penyadaran dan keterlibatan dari dua belah pihak, baik pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pengguna layanan dalam perencanaan dan cosing SPM menjadi krusial. Kesadaran bersama dari dua belah pihak akan menjamin sinergi dalam melakukan upaya perbaikan.

2. Sentuhan kepeningan lokal atau kedaerahan serta menggali kearifan lokal, juga mampu membangkitkan semangat dan kesadaran. Sentuhan lokal ini antara lain ditunjukannya kondisi riil kesehatan rakyat Papua dan dibandingkan dengan daerah lain. Sentuhan tentang betapa peningnya masyarakat lokal untuk berubah mengejar keteringgalan dan konsekuensinya bila idak ada perubahan, telah mampu membangkitkan kesadaran pemerintah daerah maupun masyarakat untuk berubah melakukan upaya bersama.

3. Peran media dan forum- muli-pihak yang dikembangkan di lapangan, mampu menjadi agen pendorong perubahan didaerah dengan menyebar luaskan informasi tentang SPM dan apa kaitan SPM dalam pemenuhan hak masyarakat. Selain itu, kemitraan yang terbangun antara media, forum muli pihak dan unit pelayanan/Puskesmas atau Dinas Kesehatan telah memberikan kesempatan yang lebih besar untuk pencapaian SPM dengan melibatkan berbagai sumber daya yang ada di pemerintah daerah dan juga di masyarakat.

4. Peningnya data riil dalam perencanaan kegiatan yang dibuat juga disadari oleh para pembuat kebijakan. Kemudian dilakukan analisa penyebab kesenjangannya sebgai dasar membuat skala prioritas. Data menjadi sangat pening dalam menentukan capaian dan target SPM.

5. Pendampingan SPM bagi dinas kesehatan dan puskesmas menjadi nilai tersendiri bagi pemerintah daerah. Melalui pendampingan SPM bidang kesehatan, pemerintah daerah Kab Jayapura dan membuat pemerintah mereplikasikan SPM kepada SKPD lainnya yang memiliki peran sebagai penyelenggara pelayanan publik.

E. Rekomendasi

1. Peran masyarakat dalam pengembangan, perencanaan penerapan dan penghitungan pembiayaan kebutuhan SPM di daerah harus menjadi bagian pening dari kegiatan pendampingan SPM di berbagai sektor pelayanan public. Bahkan dalam kondisi Papua, dengan segala tantangan pembangunan yang ada, hal ini tetap dapat dilaksanakan.

2. Pendampingan SPM yang akif melibatkan masyarakat masih harus terus dilakukan untuk memasikan komitmen yang telah dicapai bisa diimplementasikan di lapangan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran untuk mengawasi pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Untuk menjamin masyarakat sipil dapat menjalankan peran pengawasan yang berkelanjutan tersebut ada dua hal pening yang perlu dilakukan. Kedua hal tersebut antara lain pengembangan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil (LSM, forum muli-pihak, dll) serta alur informasi yang transparan antara masyarakat dan pemerintah daerah, dinas kesehatan atau puskesmas yang akan menjadi precursor yang pening untuk pelibatan akif masyrakat di

3. Pengawalan tetap masih diperlukan karena kadangkala pemerintah daerah belum memahami harmonisasi dan sinkronisasi teknis penganggaran antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai acuan proses penganggaran dan SPM sektoral yang diterbitkan oleh Kementrian teknis. Aturan ini pada beberapa kasus dapat membuat pemerintah daerah kurang memilik keberanian dalam membuat kegiatan inovasi yang dapat meningkatkan capaian SPM dan IPM, seperi yang dialami Kab.Jayapura.

F. Pembiayaan

Hasil penghitungan pembiayaan pemenuhan SPM telah disusun untuk empat tahun yakni Tahun 2014 s/d 2017. Anggaran yang dibutuhkan untuk capaian SPM di Tahun 2014 adalah sebesar Rp 6,271,382,000, anggaran 2015 sebesar Rp 10,290,521,550, anggaran SPM Tahun 2016 sebesar Rp 11,876,847,545, dan anggaran SPM Tahun 2017 sebesar Rp 14,232,772,161. Perbedaan anggaran seiap tahunnya merujuk pada perubahan harga seiap tahun yang diperkirakan. Pemerintah daerah telah berkomitmen untuk mengalokasikan APBDnya untuk kebutuhan tersebut.

G. Tesimoni

Bapak Amos Soumilena

Ketua forum muli-pihak Kabupaten Jayapura, Papua

“Forum muli-pihak mendorong pemerintahan dengan tata-kelola yang baik… Masyarakat melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk mengetahui apa yang menjadi masalah puskesmas, kemudian diskusi dengan pemerintah dan dijawab oleh pemerintah dalam hal pelayanan publik. Harus ada responsibility masyarakat, mereka harus lebih paham bagaimana mereka bisa sehat dan cerdas.”

Detail Kontak

Bapak Amos Soumilena

Ketua forum muli-pihak Kab. Jayapura, Papua 081248263822

4.2.4. Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal Kesehatan

Upaya percepatan target pencapaian Standar Pelayanan (SPM) Kesehatan di Kota Makassar secara bertahap mulai Tahun 2012 s/d Tahun 2015 adalah salah satu bentuk aksi kongkrit dari komitmen Pemkot Makassar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota Makassar. Melalui dukungan Program Kinerja-USAID secara bersama sama dengan Dinas Kesehatan dan MSF melakukan analisis pencapaian SPM dan hasilnya dapat diitegrasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran SKPD Dinas Kesehatan yang kemudian menjadi bagian yang idak terpisahkan dari lahirnya regulasi Peraturan Walikota Nomor 101 Tahun 2013 tentang Penerapan SPM.

A. Situasi Sebelum Inisiaif

Proses desentralisasi telah mengakibatkan perubahan –perubahan mendasar dalam pelayanan kesehatan baik di ingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/ kota. Pelimpahan kewenangan pusat ke daerah telah melahirkan beberapa regulasi pada ingkat nasional melipui Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan penerapan SPM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM, dan Permenkes RI Nomor 741/Menkes/PER/VII/ 2008 tentang SPM bidang

Kebijakan pusat ini belum menjadi rujukan daerah baik dalam upaya pemenuhan hak pelayanan kesehatan dasar rakyat maupun untuk mengukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh daerah. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh daerah sesungguhnya adalah pelayanan yang sama dengan SPM. Namun banyak daerah terutama Kota Makassar belum pernah melakukan perhitungan pencapaian indicator SPM sebagai wujud akuntabilitas pelayanan daerah. Sehingga sulit menentukan pencapaian target SPM dan gap yang ada. Akibatnya anggaran kesehatan juga masih belum terfokus pada pencapaian target atau peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada indicator yang sudah tercapai target SPM.

Pada Tahun 2011 Dinas Kesehatan Kota Makassar pernah melakukan perhitungan Pencapaian indikator SPM kesehatan dengan hasil beberapa indicator pencapaiannya masih rendah antara lain persentasi cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani masih 50 % demikian pula persentase Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin masih 44 %. Cosing perencanaan pencapaian Indikator SPM idak spesiik anggarannya ditujukan untuk alokasi pencapaian SPM karena perencanaan kegiatan dengan alokasi anggaran bersifat “gelondongan”, sehingga relasi antara kegiatan dan target pencapaian SPM menjadi seringkali idak sinkron, sebelumnya juga belum pernah dilakukan perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM Kesehatan, termasuk kesenjangan pembiayaan, rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan target tahunan pencapaian SPM Kesehatan. Kebutuhan suatu kebijakan daerah (peraturan walikota atau perwali) diasumsikan dapat meningkatkan perhaian para stakeholder daerah dalam percepatan pencapaian target SPM.

Sebelum ada pendampingan dari program Kinerja - USAID, Dinas Kesehatan dalam menentukan indikator capaian SPM tahun berikunya hanya meminta kepala bidang memberi usulan berdasarkan capaian yang ada diingkat Puskesmas. Dinas belum melakukan analisis situasi kondisi di lapangan dan kemampuan puskesmas berserta staf.

Kurangnya upaya dalam mengejar pemenuhan target SPM Kesehatan di Kota Makassar dimungkinkan salah satunya karena belum adanya kebijakan yang menjadi payung pelaksanaan SPM Kesehatan di ingkat daerah. Oleh karena itu upaya penyusunan Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Pemenuhan SPM Kesehatan menjadi pening dan strategis.